ADA banyak contoh arogansi aparat Malaysia terhadap warga Indonesia. Salah satu yang terbaru pemukulan terhadap wasit karate Indonesia Donald Pieter Luther Kolopita oleh empat polisi Diraja Malaysia beberapa hari lalu. Donald menderita luka serius hingga harus dirawat di rumah sakit.
Donald dan para karateka Indonesia berada di Malaysia untuk mengikuti Kejuaraan Asia di Siremban, Negeri Sembilan, 20-27 Agustus ini. Sebagai bentuk protes atas pemukulan Donald, tim Indonesia pun memutuskan menarik diri dari kejuaraan itu.
Fakta pemukulan yang sesungguhnya memang masih dalam pengusutan. Namun, menurut versi Donald dan beberapa saksi dari Indonesia, kekerasan itu terjadi ketika sang wasit baru turun dari mobil. Empat polisi hendak memeriksa Donald. Donald menolak dengan alasan para polisi berpakaian preman itu tak mau menunjukkan identitas mereka. Pemukulan itu terus berlangsung meskipun Donald telah menunjukkan paspor dan mengatakan ia wasit karate.
Apa pun alasannya, apa pun fakta sesungguhnya, seorang tamu yang datang resmi untuk sebuah kejuaraan tingkat Asia dipukuli hingga luka parah sungguh penghinaan yang amat serius. Penghinaan terhadap siapa pun sang tamu itu berasal. Dalam hal ini penghinaan terhadap bangsa Indonesia!
Kita sungguh tidak bisa menerima perlakuan brutal para polisi Malaysia. Pengeroyokan terhadap seorang wasit yang menjadi duta bangsa merupakan pelecehan yang amat serius. Pemukulan terhadap Donald kian membuktikan Malaysia, negara tetangga satu rumpun itu, memang makin tidak bersahabat.
Rupanya Malaysia tengah mengembangkan kultur main pukul. Kultur agresif terhadap Indonesia. Kita masih ingat konflik Blok Ambalat dua tahun lalu. Kekesalan kita juga muncul karena didahului pemukulan oleh tentara Malaysia terhadap beberapa pekerja Indonesia.
Tidak hanya aparat yang kerap main kekerasan terhadap warga Indonesia. Warga sipil Malaysia juga setali tiga uang. Berkali-kali para perempuan pekerja di sektor domestik juga mengalami kekerasan yang mengenaskan dari para majikan. Sudah tak terbilang kasus kekerasan yang dilakukan majikan terhadap warga Indonesia.
Sebut saja kasus Nirmala Bonat pada 2004. Pekerja domestik berusia belia asal NTT itu mengalami siksaan yang cukup lama: disetrika, dipukuli, dan disiram air panas. Hal yang kurang lebih sama juga dialami Ceriyati. Perempuan asal Brebes, Jawa Tengah, itu bergelantungan di lantai 15 sebuah apartemen Kuala Lumpur hendak melarikan diri, Juni lalu. Ia tak tahan siksaan tak terperikan dari sang majikan.
Yang sungguh di luar dugaan, sikap warga dan aparat Malaysia ternyata setali tiga uang. Malaysia begitu kompak dalam hal 'kebijakan kekerasan' terhadap warga Indonesia. Hingga kini, misalnya, kelanjutan kasus penyiksaan terhadap Ceriyati tidak jelas.
Sebagai bangsa, kita sungguh terluka oleh sikap Malaysia yang tidak bersahabat itu. Bangsa ini memang tengah mengalami ujian dalam banyak hal. Kita memang belum seberuntung Malaysia, yang pertumbuhan ekonominya moncer dan warganya lebih makmur.
Tetapi, sangatlah menyakitkan jika kemakmuran ekonomi menjadi dasar arogansi terhadap bangsa lain. Dan, yang disebut 'bangsa lain' itu adalah Indonesia, negara tetangga yang masih satu rumpun. Malaysia harus ingat, betapa pun Indonesia kini mengalami banyak kekurangan, satu hal yang tidak pernah luntur adalah harga diri.
Oleh karena itu, dalam kasus pemukulan terhadap Donald Pieter Luther Kolopita, apa pun pendekatannya dari pihak Malaysia secara diplomatik, pemerintah tidak boleh lembek. Itu kasus yang kesekian kali. Hukum harus ditegakkan. Tidak boleh ada penyelesaian yang tidak menghormati asas keadilan. Apa yang dilakukan telah mengusik milik kita yang paling berharga: harga diri bangsa.
seperti yg kita tau, contoh laen adalah ambalat ...
sumber: http://www.metrotvnews.com
Metrotvnews.com, Balikpapan: Kapal perang Republik Indonesia mulai berpatroli di alur lintas kawasan Indonesia dua yang meliputi Laut Jawa, Selat Lombok, Selat Makassar dan perairan Ambalat, Kalimantan Timur. Kapal perang tersebut di antaranya KRI Sutanto yang bertolak dari Pelabuhan Semayang, Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (6/3) siang tadi.
Patroli KRI ini dilakukan menyusul pelanggaran wilayah laut dan udara Indonesia oleh pesawat Angkatan Udara dan Tentara Diraja Laut Malaysia. KRI Sutanto berangkat dengan kekuatan 67 personil yang dilengkapi sejumlah persenjataan mutakhir, di antaranya, meriam antipesawat udara dan rudal antikapal selam.
KRI Sutanto akan bergabung dengan KRI Multatuli, KRI Untung Surapati, KRI Badik dan dua pesawat intai jenis Nomad milik TNI Angkatan Laut yang sudah berada di wilayah perbatasan utara Kalimantan Timur.(DOR)
EMPAT PESAWAT TEMPUR DIKERAHKAN KE AMBALAT
Metrotvnews.com, Madiun: Empat pesawat tempur TNI Angkatan Udara jenis F-16 yang berada di Pangkalan TNI AU Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur, mulai dikerahkan ke wilayah udara perairan Ambalat, perbatasan Indonesia dengan Malaysia untuk melakukan patroli. Hari ini Kamis (8/3), keempat pesawat telah berada di Bandara Sepingan, Kalimantan Timur.
Patroli dilakukan menyusul sejumlah pelanggaran batas negara yang dilakukan sejumlah pesawat tempur tentara udara dan tentara laut Diraja Malaysia di kawasan perairan Ambalat, Kaltim. Rencananya, pesawat tempur akan bergabung dengan sejumlah pesawat dari Pangkalan Operasi II TNI AU Makassar pada hari ini.
Pesawat tempur tersebut akan berpatroli udara di kawasan alur laut kepulauan Indonesia yang antara lain meliputi Selat Malaka dan Laut China Selatan yang merupakan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Termasuk di antaranya kawasan perairan Ambalat, Kaltim.(BEY)
Share This Thread