Results 1 to 1 of 1
http://idgs.in/203702
  1. #1
    Kerrigan2nd's Avatar
    Join Date
    Dec 2007
    Location
    Moe no Sekai
    Posts
    1,615
    Points
    1,888.60
    Thanks: 19 / 24 / 17

    Default Negeri Seribu Poster

    Negeri Seribu Poster





    Setelah melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan akhirnya pagi ini bus yang membawaku beserta serombongan wisatawan lainnya tiba di Negeri Seribu Poster. Baru saja memasuki gerbang selamat datang negeri ini aku sudah tahu mengapa negeri ini disebut dengan Negeri Seribu Poster. Di kanan kiri yang kulihat hanya poster-poster yang menempel di pohon-pohon. Jumlahnya banyak sekali sampai-sampai membuat sebuah pohon yang lumayan besar hanya terlihat helai-helai daunnya karena seluruh batang dan rintangnya ditempeli poster-poster.

    Tak berapa lama bus mulai memasuki bagian kota dari Negeri Seribu Poster. Di kota lebih gila lagi. Poster ada di mana-mana. Tidak hanya di pohon-pohon tapi juga di bus kota, tembok rumah penduduk, gedung perkantoran, mal-mal, rumah makan, pasar, tiang listrik, tiang lampu lalu lintas, bahkan tempat sampah. Ternyata tidak hanya poster saja yang banyak ditemui di negeri ini tapi juga bendera warna-warni yang dikibarkan di manapun bisa dikibarkan.

    Bus kami berhenti di alun-alun negeri ini. Semua penumpang turun dan langsung berlarian untuk berfoto di depan poster-poster yang banyak dipasang mengelilingi alun-alun itu. Kulihat pemandu wisata kami kebingungan karena rombongan telah tercerai berai.

    “Bapak-Bapak dan Ibu-ibu, mohon perhatiannya untuk berkumpul sebentar !!!” Pemandu wisata kami mulai berbicara dengan pengeras suara yang dibawanya. Beberapa anggota rombongan mulai berkumpul di depan pemandu wisata tapi lebih banyak lagi yang tetap berfoto di depan poster-poster. Pemandu wisata mulai bicara lagi.

    “Selamat pagi, Bapak-Bapak dan ibu-ibu. Selamat datang di Negeri Seribu Poster. Harus saya bilang, Bapak maupun ibu yang hadir di sini sangat beruntung karena berada di sini saat ini. Kalau anda tidak hadir di sini hari ini maka anda harus menunggu lima tahun lagi untuk bisa menikmati segala keajaiban yang ada di Negeri Seribu Poster ini. Ya, Negeri Seribu Poster ini hanya muncul setiap lima tahun sekali. Penduduk di sini tidak pernah tahu dari mana poster-poster itu datang. Tapi di antara penduduk di sini ada sebuah rumor yang beredar bahwa yang memasang poster-poster di sini adalah……………”

    Ah, pemandu wisata itu membosankan dan bertele-tele. Aku meninggalkan rombongan lalu berjalan mendekati deretan poster yang dipasang di jalan di samping alun-alun. Baru kusadari betapa banyaknya poster-poster yang dipasang di sepanjang jalan itu, ada yang kecil tapi ada juga yang besar sampai-sampai menutupi sebuah rumah makan.

    Jangan bayangkan poster-poster di sini sangat artistik seperti poster film-film Hollywood. Poster-poster yang ada di Negeri Seribu Poster ini sangat tidak artistik, baik desain maupun cara memasangnya. Tidak hanya dipasang di sembarang tempat tapi bahkan ada poster yang saling menumpuk satu sama lain. Sungguh tidak teratur.


    Kebanyakan poster-poster itu bergambar manusia (siapa mereka??) dengan berbagai pose tapi kebanyakan dari mereka tersenyum. Lalu ada simbol-simbol yang berwarna warni. Lalu ada nomor. Lalu ada tagline yang semuanya sangat norak. Tapi ada satu benang merah yang menghubungkan semua poster di sini yaitu semua poster mencantumkan satu kalimat yang sama : CONTRENG SAYA !!!!!

    Tak ada satupun poster yang kusukai tapi aku tetap memotretnya sebagai oleh-oleh untuk teman-temanku yang merasa iri padaku karena aku bisa hadir di sini sementara mereka harus menunggu lima tahun lagi. Andai saja teman-temanku itu tahu bahwa tak ada alasan bagi mereka untuk iri padaku karena aku sendiri sudah muak berada di Negeri Seribu Poster ini.

    Oh ya, siapa mereka? Mereka yang wajahnya dipampang di poster-poster itu. Aku bisa menanyakannya kepada pemandu wisata kami tapi jawabanya pasti bertele-tele. Aku akan menanyakannya pada penduduk setempat saja. Aku menuju sebuah rumah makan yang banyak dikunjungi penduduk setempat. Aku memesan kopi lalu duduk di dekat seorang Bapak yang sedang membaca koran.

    “Selamat pagi, Pak” Aku menyapanya.

    “Selamat pagi” Bapak itu menjawab sambil menurunkan korannya.

    “Bolehkah saya bertanya, Pak?”

    “Adik wartawan ?”

    “Bukan Pak. Saya wisatawan”

    “Oh. Adik mau bertanya apa?”

    “Siapa orang-orang yang wajahnya ada di poster-poster itu?”

    Kopiku datang. Pelayan menaruhnya di meja dan baru ku sadari bahkan meja di rumah makan ini tidak luput dari tempelan poster-poster itu.

    “Sejujurnya, Bapak tidak tahu, Dik” Bapak itu menjawab lalu menyeruput kopinya. Rautnya menunjukkan keprihatinan yang amat sangat.

    “Bagaimana Bapak tidak tahu ? Bapak kan penduduk sini.”

    “Orang-orang yang ada di poster-poster itu hanya datang ke sini tiap lima tahun sekali saja. Selain itu mereka tak pernah muncul lagi barang sedetik pun jadi bapak tidak benar-benar tahu siapa mereka”

    “Lalu apa tujuan mereka memasang poster-poster itu?”

    “Mereka sedang meminta belas kasihan kepada penduduk di sini”

    “Maksud Bapak?”

    “Mereka hanya merusak pemandangan negeri ini, Dik. Lihat, bahkan mereka memakan banyak tempat di koran akhir-akhir ini”. Bapak itu tidak menjawab pertanyaanku tapi malah memberikan korannya padaku dan memang poster-poster itu juga sudah menjajah koran.

    “Maaf Dik tapi Bapak harus segera bekerja”

    “Oh iya Pak. Terima kasih”

    Ku habiskan kopi itu, membayar lalu keluar dari rumah makan. Awalnya aku ingin kembali ke bus tapi akhirnya kuputuskan untuk pulang sendiri saja karena rombongan bus itu merencanakan untuk melakukan tour 2 hari di negeri ini sementara aku sudah sangat bosan dan muak melihat poster-poster itu walaupun baru beberapa jam. Biarlah kuberjalan kaki atau harus merogoh kocek lebih dalam untuk tiket pulang, asalkan aku bisa secepatnya keluar dari tempat mengerikan ini. Salut buat mereka yang tinggal di sini yang betah meski setiap hari harus memandang poster-poster murahan itu. Tak dapat kubayangkan derita hidup dimana seluruh keindahan alam telah seluruhnya terbungkus oleh wajah-wajah manusia yang semuanya tengah membanggakan diri.

    Aku berjalan menuju perbatasan negeri ini untuk segera pulang sambil sesekali mencopoti poster-poster yang menempel di pepohonan. Seandainya pohon itu bisa mengeluh pasti akan mengerang kesakitan karena tubuhnya dipenuhi tancapan poster-poster. Bahkan untuk ditempel di bunga-bungaan yang kecilpun mereka membuat poster dengan ukuran khusus.

    Mereka menjajah segala tempat dan bentuk yang paling mungkin. Mobil yang barusan lewat berlukiskan wajah seorang wanita tersenyum simpul sambil mengacungkan jempol. Tagline dibawahnya bertuliskan, “muda, cerdas dan terpercaya. Contreng Ir.Syalala Nurani. S.H, MSc, putri pak kades dusun Mbelgedes. Di tepian pantai yang kulalui, deretan tambatan perahu juga menunjukkan pemandangan yang tak kalah memuakkan. Perahu yang paling dekat denganku menyunggingkan senyum canggung seorang lelaki. Wajahnya mirip dengan salah satu tersangka penculik tetanggaku yang dulu pernah tertangkap. Tak dapat kubaca dengan jelas tagline di tubuh kapal itu, kecuali tulisan Gindara yang tercetak dengan font ukuran raksasa di badan layarnya. Mungkin laki-laki itu adalah juragan nelayan penangkap ikan gindara pikirku.

    Puncak perjalanan menjijikkan ini akhirnya terjadi tak jauh dari pantai tadi, tiba-tiba saja datang segerombolan orang tanpa ekspresi dalam beberapa truk sambil membawa begitu banyak gulungan kertas, kain maupun terpal plastik. Tanpa banyak cakap mereka langsung bekerja membuka seluruh gulungan-gulungan ukuran jumbo itu dan menempelkannya di segenap penjuru yang paling mungkin. Sedikit penasaran, aku bergegas mendatangi salah satu poster terbesar yang paling awal ditempel. Poster itu menutupi tubuh sebuah pencakar langit tertinggi di negeri ini. Didalamnya, terpampang seorang lelaki tersenyum amat simpatik dengan jas biru langit tercangklong di bahunya. Ia membawa sekuntum mawar merah. Disebelahnya tertulis dengan megahnya, “Hentikan perusakan keindahan kota! Copot semua poster-poster dari semua sudut kota!”. Seketika aku muntah di tempat. Ternyata tepat diatas senyum lebar seorang wanita paruh baya dengan dandanan menor dan mentereng. Gila, bahkan jalan rayapun ditempeli poster!

    Aku sebenarnya sudah cukup lelah ketika melewati gerbang selamat datang. Aku asal-asalan memotret gerbang itu, sekedar memenuhi pesan beberapa kerabat. Oh, betapa kejamnya orang-orang yang memasang poster-poster itu. Bahkan di gerbang selamat datang ini pun tak luput dari serbuan poster-poster itu! Aku benar-benar muak dan marah! Tiba-tiba kegilaanku kumat. Tiba-tiba timbul inisiatifku untuk mencopoti poster yang ada di gerbang itu. Aku mulai bekerja tak kenal lelah dengan segala cara, mulai dari memanjat pohon karena tidak ada tangga, lalu bergelantungan pada besi-besi penyangganya. Serasa spiderman. Awalnya aku lumayan kesulitan membersihkannya karena ternyata poster yang menempel di gerbang itu sangat banyak, namun setelah bekerja selama beberapa jam akhirnya gerbang itu bersih juga dari poster-poster. Sebuah gerbang indah yang terbuat dari marmer, gading berhiaskan pelat-pelat huruf dari lempengan emas murni. Aku meloncat turun untuk melihat lebih jelas tubuh gerbang itu dan tulisan besar di palangnya. Kini terbaca jelas disana : SELAMAT DATANG DI INDONESIA.










    Credit goes to Andi Purwanto and Kiki Raihan in Facebook
    Last edited by Kerrigan2nd; 03-06-09 at 15:13.


  2. Hot Ad

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •