Chapter 14
Finale
Cillia dan Agenor a.k.a David menatap ke balik pintu kaca besar. Dibaliknya hanya terlihat kegelapan.
“Baiklah, ayo kita masuk..”
Ujar Cillia melangkah menuju pintu. Tetapi pintu itu tidak mau terbuka.
Memegang pintu kaca itu dengan telapak tangannya, Cillia mengeluarkan suatu sihir yang membuat formasi sihir yang berpusat dari telapak tangannya. Kemudian secara ajaib kaca yang berada di dalam formasi sihir itu menghilang. Cillia pun melangkah masuk diikuti dengan Agenor.
Keadaan di dalam lobby sangat gelap dan sunyi, dengan bau amis dan anyir dari sekitar mereka yang menusuk hidung.
“Disini terlalu gelap.. kita butuh lampu..”
Ujar Agenor.
Cillia menjawabnya dengan membuat beberapa bola sihir yang bercahaya putih.
“!!”
Setelah cahaya dari bola sihir menerangi lobby, terlihat disekitar mereka darah yang berceceran dimana-mana.. seakan telah terjadi pembantaian besar di tempat itu.
“Kasihan sekali orang-orang itu..”
Ucap Agenor pelan, merasa kasihan pada para korban serangan monster.
Mereka berdua kemudian berjalan mengelilingi lobby untuk mencari tangga, karena listrik padam, sudah tentu lift tak akan menyala. Mereka akhirnya menemukan sebuah tangga besar menuju lantai atas, dan saat mereka menginjakkan kakinya pada anak tangga.. seketika mereka merasakan hawa jahat yang amat kuat, mereka merasa bagai memasuki dunia lain.
Diatas, mereka berhadapan dengan lorong yang sangat gelap, dan di ujung sana terdapat tangga untuk menuju lantai berikutnya. Saat Agenor akan melangkah, Cillia menghalanginya dengan tangannya.
”Tunggu dulu..”
Ujar Cillia. Ia melemparkan salah satu dari bola sihirnya menyusuri koridor.. kemudian dari setiap pintu yang dilewati keluarlah scarab-scarab dengan jumlah yang lumayan banyak.
”Kita tak punya waktu untuk melayani mereka.. masih ada 68 lantai lagi yang harus kita lalui....”
Agenor menjawabnya dengan anggukan. Ia kemudian berjalan di depan Cillia.
Scarab-scarab itu menyerang mereka, dan sambil berjalan Agenor dengan sabitnya menghabisi mereka satu demi satu.. hingga mereka tiba di tangga selanjutnya meninggalkan scarab-scarab yang sudah habis terpotong-potong di tengah koridor seakan mereka tak berarti.
Satu demi satu lantai mereka lalui. Monster yang muncul semakin kuat tiap lantai yang mereka lalui. Hingga akhirnya mereka mencapai lantai 52. Kali ini koridor yang ada di lantai itu berjendela kaca besar di sepanjang sisinya, sementara di sisi lainnya adalah pintu-pintu kantor. Koridor lantai 52 tidak gelap seperti lantai sebelumnya, cahaya putih lembut dari rembulan temaram menerangi lantai koridor.
Cillia dan Agenor menyusuri koridor itu perlahan-lahan. Sampai saat itu tidak terjadi apapun, bahkan tak terasa hawa jahat. Sungguh ketenangan dan kesunyian yang aneh. Dan tidak hanya lantai 52, lantai 53, 54 dan seterusnya hingga lantai 60 pun tetap tidak terjadi apa-apa. Hingga mereka mencapai lantai 61.
”Aneh sekali.. dari monster-monster sebanyak itu dibawah.. kini di lantai atas kenapa malah tidak terlihat satupun monster? Aku curiga..”
Ujar Agenor pada Cillia sambil mengarungi koridor lantai 61.
“Kurasa ini sudah saatnya..”
Cillia bergumam sesuatu dan memberikan sihir yang tidak jelas pada Agenor, tangannya bersinar dan diarahkan pada Agenor hingga ia bermandikan sinar itu.
“Hei apa yang kau lakukan padaku?”
Tanya Agenor.
”Tidak, tidak apa-apa, dengan ini kau akan setara dengannya..”
Jawab Cillia tidak jelas.
Meski Agenor tidak mengerti, tapi ia merasa Cillia memberinya suatu sihir pelindung, ia kemudian mengikuti Cillia yang terus berjalan.. hingga..
“Tap”
“Kurasa kita tidak sendiri..”
Cillia menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Agenor. Mereka melihat 2 bayangan sosok manusia di depan mereka.. dan salah satunya tampak familiar..
“Selamat datang di Sybill Tower anak-anak..”
Sosok itu berujar dengan suara yang familiar, sambil melangkah maju hingga terlihatlah bahwa ia adalah Oceanus. Di belakangnya berdiri seorang wanita cantik yang berambut hitam, bermata kuning bak batu Citrine dan di kepalanya menempel sepasang tanduk seperti tanduk kambing. Ia mengenakan gaun hitam panjang dengan lengan panjang hingga ujung kaki dan tangannya tak terlihat.
”Ah maaf, aku lupa memperkenalkannya pada kalian.. perkenalkan.. ini adalah Lamia.. iblis level A yang baru saja ku summon khusus untuk kalian..”
Ujar Oceanus.
”Hmph..”
Cillia tersenyum meremehkan
”Aku sudah menyangka akan bertemu denganmu disini Oceanus... dan tampaknya.. kita harus mengakhiri masalah diantara kita disini.., sekarang juga..”
”Hahahha.. jadi ternyata kau sudah tahu mengapa ayahmu menghilang.. baiklah-baiklah.. kulayani tantanganmu.. lalu bagaimana dengan Selene? Apakah kau akan membiarkannya begitu saja?”
Tanya Oceanus.
”Selene? Maksudmu LunaMaria? Hahaha.. tak perlu khawatir.. untuk apa aku membawa anggota lain kesini.. sudah jelas bukan..”
Ujar Cillia yang kemudian secara tiba-tiba menyerang Oceanus dengan bola sihirnya yang berubah menjadi bola petir dan meluncur kearahnya.
”Agenor, cepat pergi!”
Tambahnya.
”Ba-baik!”
Agenor kemudian memasuki Phasing mode dan memasuki ruangan di sebelahnya, kemudian berlari menembus ruang demi ruang menuju tangga.
Oceanus menggunakan Ice Wall. Tangannya berubah menjadi air dan meluncur deras menjadi sebuah dinding es yang menahan serangan bola petir Cillia.
”Wah wah.. tampaknya kau tidak bercanda Sirius..., Lamia.. habisi bocah laki-laki tadi..”
Ujarnya. Seketika Lamia bergerak, ia mengeluarkan sayap hitam besarnya yang berbentuk seperti sayap kelelawar, kemudian terbang dengan cepat mengejar Agenor melalui koridor.
“Tentu saja aku tidak bercanda..”
Tiba-tiba saja seorang wanita dengan rambut coklat sebahu dan bermata emerald berada di sebelah Oceanus, dengan tangan kanan berbalutkan api yang siap meninjunya.
“Duagh!”
Wajah Oceanus tertinju oleh pukulan api wanita itu hingga ia terpental beberapa meter. Cillia berjalan ke sebelah wanita itu, mereka kemudian menatap Oceanus.
“Kaget Tuan Air?”
Tanya Cillia dengan pandangan meremehkan.
“Sirius.. Ka-kau..!?”
Oceanus tampak terkejut melihat mereka berdua.
Sementara itu Agenor telah berhasil mencapai tangga. Ia keluar dari Phasing mode kemudian menaiki anak tangga satu demi satu dengan cepat. Ia berhasil mencapai lantai 63, ternyata.. Lamia sudah menunggu di koridor lantai 63.
“Cih.. tampaknya aku terlalu lambat..”
Keluh Agenor.
Mata kuning iblis itu menyala, dari lengan gaunnya meluncur cakar hitam dengan ukuran yang sangat besar hingga tampak dapat menggenggam seseorang.
“Uagh!”
Agenor berhasil menghindari serangan Lamia dengan memasuki ruangan di sebelahnya.
“Apa-apaan itu?! Darimana cakar besar itu muncul?!”
“DUAR!!”
Pintu ruangan hancur berkeping-keping, Lamia melayang memasuki ruangan dengan kepakan sayapnya yang besar. Matanya menyorot seisi ruangan mencari sosok Agenor.
“Kejutan!”
Agenor ternyata menancapkan sabit di tumitnya untuk bergantung pada plafon, dan dengan sabit di tangannya ia menyerang Lamia. Tetapi serangan Agenor berhasil dihindari Lamia dengan tergores di bagian bahunya. Darah hitam menempel di sabit Agenor yang melukai iblis itu.
“Ugh.. hitam.. menjijikkan..”
Sekali lagi Lamia menyerang Agenor dengan cakar besarnya. Agenor turun sesaat sebelum cakar Lamia menyentuh dirinya, membuat cakar itu menghantam plafon. Tidak berhenti sampai disitu, dengan cakar dari tangan satunya Lamia menyerang Agenor sekali lagi.
Ternyata serangan kedua iblis itu pun gagal, Agenor berhasil salto menghindarinya. Melihat kesempatan menyerang, Agenor tak menyia-nyiakannya.. ia berlari menuju Lamia. Saat ia melompat menyerangnya.. Lamia memutar tubuhnya seiring dengan keluarnya ekor hitam dari pinggangnya dan menampar wajah Agenor.
“Plak!!”
“Duagh!”
Agenor terputar di udara dan terjatuh setelah menerima tamparan ekor di wajahnya.
“Sial.. ternyata dia punya ekor..”
Ujarnya sambil mengusap pipinya yang merah dan sakit.
”Tapi aku punya satu kejutan lagi..”
”Srat!!”
Tiba-tiba luka sayatan muncul di punggung Lamia, ternyata saat terputar tadi Agenor menggunakan sabit di tumitnya untuk menyerang dalam putaran di udara.
Seakan tak merasakan sakit pada lukanya, iblis itu tetap berusaha menyerang Agenor. Ia merentangkan kedua lengan panjang dengan cakar besar di ujungnya, kemudian menggerakkanya secara cepat menuju Agenor yang berada di tengahnya.
”Woah!!”
Agenor menundukkan badannya dan berhasil menghindari serangan cakar pertama, tetapi serangan cakar kedua berada di bagian bawah. Ia kemudian mendorong badannya dan melompati serangan cakar itu.
“Sial, nyaris saja!”
Akan tetapi, Lamia itu terbang mendekati Agenor sambil merentangkan lengannya kembali ke arahnya, sudut yang dimiliki Agenor semakin kecil. Agenor melompat kembali, tetapi hanya satu serangan yang berhasil ia hindari, serangan cakar kedua dengan sudut yang semakin menyempit tak dapat dihindarinya dengan sempurna. Kakinya terhantam oleh lengan Lamia, ia terputar-putar di udara dan jatuh dengan keras.
“Buagh!”
“Aduh.. sial..”
Kini iblis itu berada di arah ruangan yang menuju tangga. Rasa sakit mulai terasa kembali di rusuk Agenor.
“Kalau begini terus.. aku bisa mati.. dia terlalu kuat untukku...
...
...
Aku rasa hanya ada satu cara..”
“HEAAAAAAAAA!!!”
Agenor berlari dengan cepat menuju Lamia sambil berteriak. Lamia menyambutnya dengan serangan kedua cakarnya secara bersamaan. Agenor melakukan sliding tackle kemudian...
Melewati Lamia dan berlari.
“Lariiii!!!”
Seru Agenor kemudian memasuki phasing mode dan berlari menembus ruangan demi ruangan menuju tangga lantai selanjutnya. Lamia mengikutinya dengan ‘menembus’ alias menghancurkan tembok ruangan demi ruangan mengikuti arah Agenor berlari.
4 lantai sudah Agenor lewati, tetapi Lamia itu masih juga mengikutinya. Kini Agenor sudah kelelahan berlari melewati 4 lantai dengan Phasing Mode di tiap lantai.
“Hosh hosh.. sial aku tak boleh menggunakan Phasing lagi jika aku tak mau menjadi hantu.. sial aku harus melalui koridor ini tanpa phasing..”
Ujar Agenor sambil terus berlari sementara Lamia semakin dekat berada di belakangnya karena tidak terhalang tembok lagi. Tangga terlihat beberapa meter di depan Agenor, dengan petunjuk bahwa atap bangunan berada di atas tangga.
Agenor menaiki tangga dengan cepat, begitupun dengan Lamia yang semakin dekat dengannya. Terlihat sebuah pintu diujung tangga yang bertuliskan ’Atap Bangunan, Dilarang Masuk Kecuali Staff’. Agenor berhasil mencapai ujung tangga dengan selamat.. tetapi! Pintunya terkunci!
”Cklek cklek”
”Sial!! Pintu brengsek!!”
Lamia semakin dekat dan dekat dengan Agenor, hingga sampai dimana iblis itu menyerang Agenor dengan cakar besarnya.
”BRENGSEEEEEEEEEEK!!!”
”BRUAGH!! BRAK!!”
Dengan telak serangan Lamia menghantam Agenor, bahkan hingga menjebol pintu dan melontarkan Agenor ke atap bersama dengan kepingan pintu.
”Brak”
Agenor terjatuh dengan keras ke lantai beton atap bangunan. Rasa sakit kembali terasa di rusuknya yang terluka.
”Ugh.. brengsek.. gara-gara pintu itu..”
Keluh Agenor sambil bangkit dari jatuhnya dan memegangi rusuknya yang sakit.
Lamia, Iblis dengan sayap hitam besar dan cakar tajam nan mengerikan itu melayang mendatangi Agenor. Dengan seringai mengerikan penuh nafsu membunuh, mahluk itu membuka lebar-lebar cakar hitam besarnya.
”Sial.. kali ini aku benar-benar akan mati sebelum bertemu dengannya.. maafkan aku.. LunaMaria..”
Ujar Agenor pasrah saat Lamia menyerangnya dari kiri dan kanan secara bersamaan dengan kedua cakarnya.
Tiba-tiba.
”DUM!!”
Suatu kekuatan tak terlihat mendorong dan menghempaskan iblis itu hingga keluar dari area atap gedung. Beruntung ia dapat terbang sehingga tak terjatuh dari ketinggian 300 meter.
”A-apa yang terjadi?!”
Terlihat sesosok gadis berambut perak, bermata merah, bersayap hitam besar dengan menggenggam dua buah rapier di kedua tangannya.. diiringi dengan 4 buah sabre yang melayang-layang di belakangnya membelakangi bulan. Itu adalah.. Selene..
”L-LunaMaria?!”
Kaget Agenor.
Selene mendarat di depan pintu yang telah hancur, selangkah demi selangkah ia semakin mendekat ke arah Agenor.
”LunaMaria!! Kau?! Kau!!?”
Agenor mengenali sosok itu, itu adalah sosok yang menyerangnya saat ia menyelidiki rumah LunaMaria dan berakhir dengan menemukan ruangan rahasia dengan seekor mahluk mengerikan yang berusaha menyerangnya.
”Oh tidak.. tidak..”
Agenor mundur langkah demi langkah dari Selene yang mendatanginya. Saat Agenor berada dalam jangkauannya, ia menaikkan tangannya seolah akan memotong Agenor dengan rapiernya.
”Wuah!!”
Agenor berlari menjauhi Selene.
Selene tetap tenang tak mengejar Agenor walau ia lari, ia cukup menggunakan psikokinesisnya untuk menarik kembali Agenor padanya. Saat ia memandang Agenor dan menggunakan Psikokinesisnya..
”!?”
Agenor masih berlari, ia tampak tak terpengaruh oleh Psikokinesis Selene. Tiba-tiba terdengar pekikan yang nyaring dari samping Selene.
Lamia terbang dengan cepat dan menyerang Selene dengan cakar besarnya, tetapi gerakan Selene lebih cepat. Ia berhasil terbang menghindari cakar besar Lamia.
”Hosh hosh.. apa yang mereka lakukan?”
Tanya Agenor pada dirinya sendiri, ia bersembunyi dibalik tembok.
Lamia, sang iblis beradu pandang dengan Selene sang Dewi. Mereka terus beradu pandang selama beberapa menit, hingga Lamia dengan pekikan kerasnya terbang menyerang Selene.
Tiba-tiba.. gerakan Lamia berhenti di udara.
Selene telah menggunakan Psikokinesisnya untuk menahan Lamia di udara. Iblis itu berteriak-teriak karena tak dapat menggerakkan tubuhnya. Sementara Selene menyerangnya secara bertubi-tubi dan menyayat serta memotong-motong tubuhnya dengan keempat Moon Sabre nya. Sayap yang hancur, jemari yang terpotong, darah hitam bercucuran dari tubuh Lamia. Untuk menghabisinya, Selene kemudian memutuskan kedua sayap Lamia dari tubuhnya melalui kekuatan Psikokinesisnya yang dahsyat. Kedua sayap besar kelelawar hitam Lamia pun terputuskan dari punggungnya dan dilemparkan begitu saja. Darah hitam mengalir deras dari punggung Lamia diiringi pekikan keras rasa sakit. Selene menjatuhkan tubuh tak berdaya itu keluar gedung, jatuh setinggi 300 meter kebawah.
Agenor yang menyaksikan pembantaian iblis level A dengan begitu mudah merasa takjub sekaligus semakin takut pada LunaMaria yang telah berubah ini. Ia bahkan tak perlu menyentuh iblis itu untuk membunuhnya.
Selene mengalihkan pandangannya dari Lamia menuju Agenor yang bersembunyi. Mereka beradu pandang.
“!!”
“Celaka! Ia melihatku!!”
Agenor langsung berlari tanpa peringatan. Selene terbang dan mengejarnya dengan kecepatan tinggi. Sial bagi Agenor karena di atap ia tak dapat menemukan tempat bersembunyi, dan ia pun sedang tak bisa menggunakan phasing mode.
Selene terlalu cepat untuknya, ia berhasil menggapai dan menggenggam leher Agenor dari belakang, mencekiknya dan mengangkatnya seolah Agenor sangat ringan.
”Ukh, Ukh”
Agenor meronta-ronta sambil berusaha menyerang Selene dengan sabit-sabitnya, tetapi karena ia tak dapat melihat Selene yang berada di belakangnya, semua serangannya tak berarti.
Tiba-tiba, muncul cakar hitam yang sangat besar dari samping mereka, berasal dari arah bawah gedung dan menuju mereka dengan kecepatan tinggi. Selene melemparkan Agenor ke belakang, tetapi ia tak dapat menghindari cakar besar itu. Ia terhantam olehnya dan terpental ke arah tembok.
”Wung.. JDUM!!”
Tembok itu hancur terhantam lontaran tubuh Selene, Agenor yang masih terbatuk-batuk karena tercekik melihat suatu mahluk yang amat mengerikan terbang dari arah bawah gedung.
Sepasang sayap hitam yang sangat besar, 4 buah lengan besar dengan cakar yang mengerikan pada ujungnya, serta mata yang menyala terang bersinar kuning dibawah tanduk melengkung yang besar. Lamia itu kembali dengan wujud yang lebih besar dan lebih mengerikan.
Mahluk itu meluncurkan cakarnya kembali menuju Selene, menghantamnya hingga menembus tembok sambil terus menggenggamnya. Dan dengan brutal Lamia menghantamkan Selene hingga menghancurkan tembok dan lantai atap Sybill Tower.
Mengayunkan dan menghantamkan Selene yang berada di genggamannya pada tembok dan lantai Sybill Tower. Iblis besar itu sepertinya sangat dendam atas apa yang Selene telah lakukan padanya.
Hingga setengah lantai 68 alias lantai atap runtuh, Lamia melemparkan Selene yang berada di genggamannya dengan keras hingga terjatuh 90 derajat menuju gedung.
”BRUAGH!!”
”LunaMaria!!!”
Agenor yang panik berusaha menolong Selene, ia berlari menuju tempat jatuhnya. Tetapi apa yang dia lihat adalah sesuatu yang tak dapat ia percayai. Agenor menghentikan langkahnya. Tak percaya melihat apa yang dilihatnya.
Selene bangkit tanpa mengalami luka sedikitpun. Ia bahkan tampak tak merasakan sakit sama sekali. Seolah tak terjadi apapun. Pandangan matanya tetap kosong dan tak memancarkan perasaan, seolah hanya terisi oleh dendam yang tersimpan selama ribuan tahun. Sang Dewi terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi menuju Lamia, ia berniat membalas serangan Iblis itu.
”LunaMaria!!!”
Sebuah suara terdengar oleh LunaMaria.. yang kemudian membuatnya sadar.
LunaMaria.. ia merasa terombang-ambing dalam kegelapan. Tanpa suara, tanpa cahaya.. ia benar-benar sendirian disana.
“Dimana aku?”
Tanyanya sendirian.
“Apa aku sudah mati..?”
Sebuah pertanyaan lagi terlontar darinya.. tanpa ada siapapun untuk menjawabnya.
“Kenapa tidak ada seorangpun yang menjawab....”
Sedihnya.
Lamia menyerang kembali, ia mengayunkan cakar besarnya pada Selene yang terbang. Serangan itu meleset, Selene malah turun dari terbangnya dan berlari menyusuri lengan Lamia menuju tubuhnya. Iblis itu menyerang Selene yang berlari di lengannya, tetapi cakarnya malah mengenai lengannya sendiri saat Selene melompat menghindarinya dan melompat ke lengan itu bersamaan dengan Imbrium, salah satu moon sabrenya yang menusuk cakar itu hingga menempel pada lengannya. Cakar lainnya lagi berusaha menggenggam Selene dari bawah, tetapi karena Selene terlalu cepat baginya, cakar itu malah menggenggam lengannya sendiri. Selene melompat menuju lengan cakar itu bersamaan dengan Crisium, moon sabrenya yang lain menusuk cakar itu hingga menempel pada lengannya, untuk yang kedua kali.
Cakar ketiganya kembali melakukan kesalahan dan meleset dari menyerang Selene, dan seperti dua cakar sebelumnya, Selene melompat menuju lengan itu dan semakin membuat bingung Lamia yang kini tak dapat menggerakkan ketiga cakarnya. Hingga tersisa satu cakar lagi, Lamia mengayukannya menyusuri lengannya berniat menyapu Selene dari lengan lainnya.
Dengan gerakan salto yang indah, Selene berhasil menghindari sapuan Lamia.. Kini dengan Nectaris ia mengunci lengan Lamia dengan menusukkannya pada sikunya hingga menembus menuju lengan atas.
Setelah semua lengan Lamia terkunci, Selene melompat menuju tubuh Lamia. Melemparkan Vaporum hingga menusuk dada Lamia, ia mendarat diatas bilah Vaporum. Dan menghunuskan Aitken pada kepala Lamia, menembus tengkoraknya hingga leher. Darah hitam mengucur deras dari kepala Lamia yang meraung kesakitan.
Selene kemudian terbang menjauhi Lamia yang telah terkunci dengan rapier dan sabrenya. Ia merapalkan suatu mantera sihir. Sebuah sinar yang membentuk lingkaran besar sihir terbentuk dengan Aitken sebagai pusatnya, dan dari masing-masing moon sabre serta Vaporum terbentuk lingkaran sihir dengan ukuran yang lebih kecil. Kemudian..
“Ctak”
Selene menghentikkan jarinya. Seketika ledakan yang mengeluarkan api ungu terbentuk dari lingkaran-lingkaran sihir itu. Meledakkan Lamia hingga tewas terbakar dan menjatuhkannya dengan kecepatan tinggi dari ketinggian 300 meter. Tubuh besar Lamia yang tewas meluncur dengan api ungu yang masih berkobar, bagaikan komet yang akan menghantam bumi.
Di bawah...
”A-apa itu?!”
Tanya Kapten Falcon terkejut melihat benda yang terbakar dengan balutan api ungu terbang menuju mereka yang berada tak jauh dari Sybill Tower.
”AWASS!!”
”DUAAAR!!”
Iacchus melompat menyelamatkan Kapten Falcon dari jatuhnya benda itu, dengan Aether melindungi mereka semua dari pecahan-pecahan yang meluncur karena ledakan dari jatuhnya benda itu.
Seorang anggota ASASIN mendekati benda itu untuk menyelidiki benda apa itu, ia melangkah semakin dekat..
”!!”
”Ya ampun... kalian tidak akan percaya ini..”
Ujarnya
”Ini Lamia.. iblis level A...”
Kembali ke atas..
Aitken , Vaporum, dan keempat moon sabre kembali pada Selene tanpa tergores sedikitpun. Sang Dewi turun dari terbangnya dengan anggun dan tenang, seolah kemenangannya dari Lamia tidak ada artinya. Ia kembali menoleh pada Agenor, dan berjalan menuju dirinya.
”Oh tidak.. dia yang telah berhasil membunuh iblis level A sendirian kini harus kuhadapi..”
Gumam Agenor dalam keraguannya menghadapi Selene.
”Tapi.. jika aku tidak melawannya dan menghentikannya.. ia akan kehilangan dirinya selamanya dan bahkan akan menghancurkan dunia ini...”
Selene semakin dekat melangkah padanya.
”Aku sudah berjanji tak akan melukai LunaMaria.. walau aku harus mati.. tapi jika aku mati sekarang.. aku tak akan bisa melindungi LunaMaria lagi..”
Agenor menutup matanya sesaat.
”Apapun akan kulakukan demi dirimu!”
Dan kembali membukanya, kini tatapan matanya berubah, ia tak lagi memiliki keraguan di hatinya.
”BRING IT ON!! HEAAAAAAA”
Agenor mengeluarkan keempat sabitnya, ia berlari menuju Selene berusaha menyerangnya.
Selene kembali menggunakan Psikokinesisnya pada Agenor untuk menahannya, tetapi..
”HEA!!”
”Siung”
”!?”
Psikokinesisnya tidak dapat mempengaruhi Agenor, serangan Agenor nyaris mengenai Selene yang lengah.
”HEA HEA HEA!!”
Agenor menyerang Selene membabi buta dengan gerakan salto dan berputar gabungan antara capoiera dan karate. Menggunakan kedua tangan dan kakinya secara penuh. Gerakan itu tampak tak memiliki kelemahan.
”Crang! Ctang!”
Pijaran api berpijar sebagai hasil dari peraduan sabit Agenor dan rapier Selene.
Selene menyuruh keempat moon sabrenya untuk menyerang Agenor, sementara ia mundur dan terbang.
Agenor hanya bisa bertahan dari serangan keempat moon sabre Selene yang amat cepat.
Tiba-tiba sebuah jendela yang bercahaya muncul dari ujung kegelapan yang LunaMaria lihat. LunaMaria berusaha bergerak dan mendekati jendela itu, seakan harapan akan terlihat dari balik jendela itu. Dari jendela itu.., terlihat laut. Laut dari pantai yang LunaMaria kenali. Ya, LunaMaria pernah berkunjung ke pantai itu 10 tahun yang lalu saat ia masih berumur 6 tahun.
Suara tawa terdengar dari arah kiri pantai, terlihat sepasang suami istri dan seorang anak kecil.. yang tak lain adalah..
“!!”
Ayah dan Ibu LunaMaria, beserta dirinya sewaktu kecil. Sewaktu mereka bertiga bersenang-senang di pantai itu 10 tahun lalu.
Agenor kewalahan menghadapi keempat moon sabre, apalagi ditambah Selene yang terbang sambil menggunakan rapiernya untuk menyabet Agenor dengan kecepatan tinggi, dan menyayat dagingnya, menggoresnya, melukainya. Tetapi ia tidak menyerah dan berusaha tetap bertahan dari rasa sakit itu. Menurutnya rasa sakit yang ia rasakan sekarang tidak seberapa dibanding penderitaan yang LunaMaria alami.
Ketiganya menghadap pada LunaMaria, kemudian melambai kepadanya dengan senyuman yang tulus. Lalu pemandangan dibalik jendela itu berubah, menjadi tempat yang juga ia kenali. Halaman belakang rumahnya.
Terdengar suara benturan logam yang sangat LunaMaria kenali, suara dari rapier yang beradu dalam suatu pertarungan. Benar saja, terlihat dirinya sewaktu berumur 9 tahun saat ia sedang menjalani latihan harian bersama neneknya.. dan ia ingat, saat itu jarinya tersayat serangan neneknya dalam latihan simulasi pertarungan sesungguhnya yang mereka lakukan.
Melihat jari LunaMaria yang terluka, neneknya panik dan menyudahi latihan itu. Ia kemudian menggendong LunaMaria ke dalam rumah seakan ia melupakan umurnya dan bertindak seakan LunaMaria mengalami luka parah. Ia memberi perban yang sangat banyak pada luka kecil di jari LunaMaria, membuatnya seolah patah tulang. Ia bahkan memanggil dokter karena luka kecil itu.
Setelah itu LunaMaria kecil hanya tertawa melihat tingkah neneknya yang hiperbolis, ia menenangkan neneknya dan menunjuk pada jendela LunaMaria. Mereka kemudian melambai kepadanya sambil memberikan senyuman yang tulus padanya.
“SRET!”
“Uakh!!”
Sabetan rapier Selene menyayat rusuk Agenor. Darah mengalir dari luka yang terbuka. Diiringi dengan denyutan rasa sakit dari rusuknya yang baru saja sembuh dari patahnya. Meski begitu, ia berusaha tak merasakannya dan tetap bertahan. Meskipun ia kini tak mendapat kesempatan menyerang balik sama sekali, ia tetap tak menyerah. Semua demi LunaMaria, pikirnya.
Pemandangan di balik jendela kembali berubah, kini menjadi persimpangan koridor Everwood High. Tempat ia pertama kali bertemu dengan David. Ia melihat kembali momen saat ia pertama kali bertemu David beberapa bulan yang lalu. Bertabrakan dengannya di persimpangan koridor adalah salah satu momen yang selalu LunaMaria ingat. Secara tiba-tiba pemandangan kembali berubah, kini menunjukkan atap gedung yang hancur, dengan pemandangan kota yang kacau dan terbakar. Ia melihat David sedang bertahan dari serangan keempat moon sabre miliknya.
”A-apa ini? Apa yang terjadi?! David?!”
Tiba-tiba empat sosok manusia muncul di belakang LunaMaria..
“LunaMaria.. tuan kami..”
Mendengar suara itu, LunaMaria menengok.. ia terkejut pada keempat sosok yang berupa bayangan itu. Tapi ia dapat mengenal mereka.. ia mengingat bahwa mereka adalah.. perwujudan dari keempat moon sabre miliknya..
“Imbrium, Serenitatis, Crisium, Nectaris?”
Tanyanya pada mereka.
“Betul tuan ku.. hentikanlah apa yang engkau lihat pada jendela itu..”
“Tapi.. aku tak mampu melakukannya...”
”Yakinlah pada dirimu sendiri tuan.. kami yakin.. kami tidak salah memilih seorang master..”
”Tidak.. aku tahu aku tak mampu melakukannya... aku tak bisa...”
”Kami memohon tuan.. apakah anda ingin dia mati?”
LunaMaria terdiam beberapa detik
“Tidak.. aku tak ingin dia mati... tapi.. aku tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya..”
“Tolonglah tuan.. demi kami.. demi orang itu.. demi diri anda sendiri..”
Pinta mereka.
”Ctang! Crang!! Cting!!”
Agenor bertahan sebisa mungkin, tetapi stamina yang sudah mulai terkuras serta rasa sakit yang dari tadi mengganggu di rusuknya membuat gerakannya semakin lamban. Gerakannya tak mampu lagi menyamai kecepatan empat moon sabre. Keempatnya meluncur secara bersamaan menuju dirinya.
“Tamat sudah..”
“KAMI MOHON HENTIKANLAH!!”
Seru keempat sosok itu
LunaMaria yang melihat keempat moon sabre meluncur menuju David tak kuasa menahan dirinya meneriakkan..
”HENTIKAAAN!!”
Serentak dan tiba-tiba, keempat moon sabre itu berhenti tepat di depan wajah Agenor.
”Terimakasih... terimakasih...”
Keempat sosok itu menghilang perlahan-lahan.
Keempat moon sabre itu menghilang perlahan-lahan. Agenor tak mengerti apa yang terjadi, yang ia tahu hanyalah Selene di depannya meluncur cepat berusaha menyerangnya dengan sabetan rapiernya.
”Ctang!!”
Agenor menangkisnya dengan sukses, tetapi ia terdorong dan terhempaskan menuju tembok hingga menjebolnya. Dibalik tembok itu ialah ketinggian setinggi 300 meter. Agenor terlempar, terjatuh dari gedung, pingsan. Sementara Selene melihatnya dari atas.
”Tidak!!!!”
Seru LunaMaria
Seketika sinar putih menerangi seluruh pandangannya. Kesadarannya pulih kembali. Dan saat ia membuka matanya.. ia melayang terbang di atas Agenor. Seketika ia ikut terjatuh karena sayapnya menghilang.
”David!!”
Ia merangkul David.. dan sesaat sebelum keduanya membentur tanah.
”Dum!!”
LunaMaria mengerahkan seluruh kekuatan Psikokinesisnya hingga menyebabkan sebuah psiboom di tanah, membuat kawah berdiameter 4 meter sedalam 1 meter. Ia berhasil menyelamatkan Agenor, dan dirinya sendiri. Mendengar suara-suara orang yang datang.. ia sadar kini ia sedang dalam masalah dan menjadi target utama dari ASASIN.
”L-LunaMaria?!! Kau??!”
Agenor terkejut karena LunaMaria telah tersadar kembali.
Tetapi LunaMaria tak mampu memandang wajah David setelah apa yang ia, Selene lakukan pada kota ini, pada semua orang, dan padanya. Ia memalingkan wajahnya dari Agenor dan berlari menjauhinya.
”LunaMaria!! Ukh!”
Saat Agenor berusaha berdiri dan mengejar LunaMaria, ia tak mampu bangkit karena tenaganya yang sudah habis ditambah lagi luka-luka yang dideritanya setelah pertarungan demi pertarungan yang dilaluinya.
”Ugh, SIAL!!”
Ujar Agenor sambil memukul tanah.
”Tidak, tidak, tidak.. aku tak dapat bertemu lagi dengan David! Aku tak mampu!!”
Ucap LunaMaria dalam hatinya sambil berlari menyusuri kota tanpa tujuan yang jelas. Ia hanya pergi kemana kakinya membawanya. Melalui monster-monster yang ia halau dengan Psikokinesisnya.
Pada akhirnya, kakinya membawanya.. kembali.. ke rumahnya. Cukup pintar, karena secara Psikologis, ASASIN tak akan pernah mengira seorang target yang telah tersadar menjadi buruannya bersembunyi di rumahnya sendiri.
LunaMaria membuka pintu depan dan memasuki rumahnya. Ia berjalan dengan lesu dan wajah yang sedih serta penuh penyesalan, menuju ruang tengah. Kini ia membenci dirinya sendiri, membenci dirinya karena tak mampu mengalahkan iblis dalam dirinya. Iblis yang menyebabkan semua penderitaan yang diembannya, semua kematian dan penderitaan orang-orang di dekatnya, semua kematian dan penderitaan semua orang di kota ini. Jika semua ini berlanjut dan Selene menguasainya lagi, kemudian jika David terbunuh, ia yakin dunia ini akan hancur di tangannya. Walaupun bukan karena keinginannya, tangan yang akan menghancurkan dunia itu tetaplah tangannya. Tangan seorang LunaMaria Edwarton XIII.
Kesal, tertekan, frustasi dengan keadaannya sekarang, LunaMaria mengamuk sendirian di rumahnya. Ia membanting, menendang, dan memukul semua benda yang dilihatnya.
Darah menetes dari kepalan tangannya yang terluka memukuli benda-benda keras, memar di kakinya setelah menendang benda padat. Dengan nafas yang masih terengah-engah ia melihat ruangan itu kini bagaikan kapal pecah. Ia jatuh terduduk diatas lututnya, ia ingin menangis, tetapi tidak bisa, karena air matanya sudah tak cukup lagi untuk mengekspresikan kekacauan di hatinya. Kemudian ia melihat foto yang tadinya selalu dijaganya, dan sangat berharga baginya, tergeletak di lantai dengan bingkai yang telah pecah dan hancur. Foto ia dan neneknya di depan rumah itu 9 tahun yang lalu, pada saat ia pertama kali tinggal di rumah itu dengan neneknya.
LunaMaria meraih dan mengambil foto itu. Ia perhatikan foto itu, bersama dengan kenangan-kenangan penuh kegembiraan yang melayang-layang di dalam pikirannya, mengingat kembali masa-masa penuh kebahagiaan yang pernah ia alami.
Angin bertiup dengan kencang, karena genggaman LunaMaria pada foto itu tidak terlalu kuat, angin meniupnya. Foto itu terbang dari tangannya dan jatuh tak jauh darinya dengan posisi tertutup.
Dibalik foto itu terdapat tulisan kata-kata yang aneh, seperti kode yang menunjukkan letak sesuatu.
“Rak buku kamar utama dibalik ‘Moonson Light’ halaman terakhir putar kunci”
Begitulah yang tertulis pada foto itu.
Penasaran dengan apa yang disembunyikan melalui kode itu, LunaMaria segera menuju lantai atas dan memasuki kamar utama rumah itu. Matanya menyusuri tumpukan buku-buku yang tertata rapi di rak buku mahoni yang besar. Rak penuh debu itu berisikan buku-buku yang tebal dan terlihat berat, semuanya berdebu karena sejak neneknya meninggal LunaMaria tak pernah lagi membersihkan kamar itu. Bahkan memasukinya. Hingga pada akhirnya matanya berhenti pada sebuah buku tebal dengan sampul hijau. Tertulis judul buku itu pada sisinya ‘Moonson Light’.
Ditariknya buku itu dari kerapatan buku-buku besar, memang, buku itu cukup berat. Bahkan pada saat ditarik harus menggunakan tenaga yang cukup besar agar dapat ditarik dengan sukses. Setelah sukses terlepas dari kumpulan buku-buku tebal yang lain, buku itu LunaMaria taruh pada sebuah meja yang terletak tak jauh darinya. Kemudian mengamati ada apa dibalik buku itu,seperti yang dikatakan oleh kode tadi.
Terdapat seperti sebuah pintu lemari kecil disana, dengan sebuah lubang tipis yang mungkin berfungsi sebagai kunci dan bertuliskan.
“Vaporum”
Segera setelah membacanya LunaMaria menusukkan Vaporum ke dalam lubang itu. Setelah seluruh bilahnya masuk, ia memutarnya 180 derajat hingga terdengar suatu bunyi.
“Cklik”
“Klek”
“Brak”
Sesuatu tampak jatuh di balik sana, dan secara tiba-tiba Vaporum bersama dengan pintu kecil itu terdorong keluar. Sebuah buku dengan sampul berwarna coklat yang tampak usang berada di atas Vaporum.
Ia mengambil buku itu dan menarik kembali Vaporum. Berjalan kembali menuju ruang tengah, kemudian menyalakan lampu dan duduk di sofa. Membaca isi dari buku itu lembar demi lembar.
Ternyata, buku itu adalah buku harian dari neneknya. Segala curahan dan isi hati dari Nenek Cillia tertuang disana. Bagaimana ia sangat menyayangi LunaMaria, bagaimana saat ia berkeluh kesah tentang kenakalannya, bagaimana ia merindukan anaknya, bagaimana ia merindukan Philip, bagaimana perasaannya terhadap Cronos, semua tertulis disana. LunaMaria terharu membacanya, ternyata beginilah selama ini perasaan neneknya yang tampak kuat itu. Ternyata ia juga manusia biasa yang memiliki berbagai macam perasaan, hanya saja jarang ia menunjukkannya. Hingga ia sampai kepada halaman terakhir.
Pada halaman itu ia melihat sebuah formasi dari simbol sihir yang ia kenal. Itu adalah formasi segel pada punggungnya, hanya saja digambar terbalik dari yang seharusnya. Ia membaca tulisan di bawahnya.
“Pada akhirnya aku menggambar ini disini.. formasi yang kubenci karena bermandikan penderitaan. Segel Marea terbalik ini akhirnya berhasil kutemukan kembali dari sobekan Book Of The Moon yang kuambil puluhan tahun lalu.. aku sudah lupa kapan tepatnya. Tapi... kupikir.. aku masih belum ingin kehilangan, atau bahkan aku sama sekali tidak ingin kehilangan cucuku satu-satunya.. Aku tahu formasi ini berbahaya.. karena membutuhkan darah seseorang yang ia cintai. Bukannya aku takut mati, aku rela memberikan seluruh darahku, bahkan nyawaku padanya, tapi... aku tak ingin.. sangat tak ingin kehilangan dirinya.. karena satu-satunya cara mengeluarkan iblis itu dari tubuhnya adalah.. menggambar segel ini ditanah dengan darah orang yang dicintai menggunakan Aitken, kemudian menusukkan empat moon sabre pada keempat simbol kecil di masing-masing ujung formasi, lalu merebahkan diri di tengah-tengahnya dan menusuk diri dengan Aitken.
..
..
Oke aku tak ingin melanjutkannya, aku tak dapat membayangkan LunaMaria melakukannya. Meski itu untuk keselamatan dunia atau apapun, aku tak rela, ia masih memiliki masa depan yang begitu panjang.. atau tidak..
Tampaknya segel ini memang sudah menjadi takdirnya... karena dengan syarat membutuhkan 4 moon sabre.. yang dapat melakukannya hanyalah LunaMaria..
LunaMaria.. jika kau membaca tulisan ini.. maka aku yakin aku telah tiada. Sekarang semua pilihan berada di tanganmu. Dan aku yakin, cucuku ini pasti mampu memilih yang terbaik.
PS : Sampaikan salamku untuk orang yang kau cintai.”
Setelah itu selanjutnya yang ada hanyalah halaman-halaman kosong, seolah diari itu terhenti begitu saja.
LunaMaria menutup buku itu. Kini sebuah jalan sudah terlihat di depan LunaMaria. Jalan yang bercabang itu mengarah kepada 2 kemungkinan, yaitu; Apakah ia akan hidup seperti ini terus sambil mencari cara lain untuk mengatasi Selene, yang tidak jelas akan ketemu atau tidak. Bahkan bila gagal akan mengakibatkan kehancuran Dunia dan kematian orang yang dicintainya, sekali lagi.
Atau
Apakah ia akan membunuh orang yang dicintainya, kemudian membunuh dirinya sendiri? Demi mengeluarkan Selene dan keselamatan dunia. Tapi, bagaimana bila ternyata masalah Selene tidak berhenti begitu saja? Bagaimana bila ia merasuki orang lain? Bagaimana jika dia mati sia-sia?
Semua pikiran-pikiran itu berkecamuk di hati LunaMaria. Ia kini dihadapkan pada dua pilihan sulit.
Saat ia tengah berfikir, tiba-tiba..
Sesosok manusia berada di depannya, masuk dari jendela yang telah pecah. Disinari cahaya rembulan, wajahnya terlihat. Ia adalah.. David.
“!!”
“L-LunaMaria?”
David tak menyangka ia benar-benar akan menemukannya disini, ia tampak sangat terkejut, begitu juga dengan LunaMaria.
“Kenapa... Kenapa tadi kau melarikan diri dariku?! Apakah kau begitu membenci diriku yang telah menipumu ini?!”
”Tidak.. bukan.. bukan itu alasanku.. aku .. hanya... tak mampu melihatmu lagi.. setelah semua yang kulakukan...”
”Kau lakukan? KAU LAKUKAN?! Bukan! Selene yang melakukannya! Jangan terus menerus menyalahkan dirimu LunaMaria! Asal kau tahu, yang menilai kau salah atau tidak bukan dirimu sendiri! Tapi aku, dan semua orang di sekitarmu! Manusia tak akan bisa melihat punggungnya sendiri!”
Mendengarnya, LunaMaria terdiam. Keheningan terjadi beberapa detik diantara mereka. Hingga..
“David..”
“Pada akhirnya.. aku berhasil menemukan penyelesaian dari semua ini...”
“Penyelesaian? Maksudmu? Mengeluarkan Selene darimu?”
Tanya David bingung.
”Ya... dan konyolnya.. ternyata selama ini tersembunyi di rumah ini.. di dekatku.. selama bertahun-tahun..”
“Jadi? Bagaimana cara untuk menyelesaikan ini semua? Untuk mengakhiri semua mimpi buruk ini”
Tanya David Lagi.
LunaMaria tersenyum ketus, kemudian berkata
“Mimpi buruk? Hmph.. ini bukan sekedar mimpi buruk.. ini adalah kutukan..”
“... setidaknya.. akhirnya kita menemukan jalan keluarnya bukan?”
Dalam hati LunaMaria..
‘Maafkan aku David...’
“Kita? Jangan bercanda seakan-akan kau sudah mengenalku selama bertahun-tahun?..”
‘Maaf.. tapi aku terpaksa melakukan ini karena aku membutuhkanmu..’
Dalam hatinya lagi.
“Tapi.... “
Ujar David
“Apa kau tahu.. apa yang kurasakan sekarang? Beban seperti apa yang sekarang sedang kupikul? mengetahui bahwa... bahwa... aku harus.. membunuhmu.. untuk menyelesaikan semua ini..”
Ujar LunaMaria dengan tatapan ke lantai.
David tampak terkejut mendengarnya
“Jadi.. itukah jalan keluarnya?”
Tanya David dengan tenang.
“Ya...”
Ujar LunaMaria sambil mengeluarkan kedua rapiernya..
“Apakah kau yakin hal itu 100% dapat menyelesaikan semuanya?”
“Tidak..”
David tampak terdiam beberapa saat, hingga ia mulai tertawa..
“Hmph.. haha.. hahahaha jangan membuatku tertawa.. jangan kira aku akan menyerahkan nyawaku begitu saja demi hal yang tak pasti berhasil.. aku tak mau mengambil risiko bila nanti setelah aku mati dunia tetap hancur... langkahi dulu mayatku!”
Ujar David sambil mengeluarkan keempat sabit di tubuhnya.
“Baiklah jika kau ingin bertarung.. dan demi menghormati mu, aku akan menurunkan handicap diantara kita.. aku tak akan mensummon keempat moon sabre ku agar pertarungan ini menjadi adil..”
“Cih.. kau meremehkanku rupanya.. baiklah.. aku tak akan segan-segan menyerangmu lagi.. seperti kesalahan yang kulakukan saat pertama kali kita bertarung..”
“Terserah kau saja.. tapi asal kau ingat aku tak pernah mengulangi kesalahan 2 kali..”
“HEAAAAAAAA!”
David menerjang dengan cepat, mengarahkan sabit di tangan kirinya menuju LunaMaria
“CTANG!!”
Tetapi serangan David berhasil dipatahkan oleh pertahanan Aitken dan Vaporum
“Seranganmu terlalu lamban..”
Ujar LunaMaria sambil berputar dan mengayukan Vaporum menuju rusuk David, Tetapi David menyadarinya dan ikut berputar dan menggunakan sabit di tangan kanannya untuk menahan serangan LunaMaria.
Dan ternyata serangan Vaporum hanyalah serangan pancingan, bersamaan dengan itu LunaMaria menendang kaki David hingga kehilangan keseimbangan dan terjatuh
“!!”
Aitken meluncur menuju David yang terjatuh, tetapi David lebih cepat. Ia berguling ke belakang menghindari Aitken yang menancap di lantai.
LunaMaria memperhatikan Aitken yang masih menghunus di lantai dengan pandangan yang dingin.
“Haha.. kau gagal mengenaiku..”
Ledek David.
Tetapi LunaMaria malah berjalan menuju pintu tanpa menghiraukan David
“Hei! Mau kemana kau?!”
“Aku tak ingin merusak rumah ini, kita bertarung di luar saja..”
Ujarnya berjalan keluar rumah
“Hei tunggu!”
David mengejar LunaMaria, ia ikut keluar pintu depan.
Pada saat ia berlari keluar, ternyata LunaMaria sudah mengarahkan pedangnya ke pintu, dan David yang sedang berlari tak dapat berhenti begitu saja menuju pedang itu.
“Sial!”
Tampak siluet yang memperlihatkan dada David terhunuskan Aitken.
“!!”
Meski Aitken menembus tubuhnya, David masih hidup, bahkan tidak terluka.
“Hehehe.. apa kau lupa pada kekuatanku?”
David kemudian melepaskan dirinya dari Aitken dan bergerak ke samping, lalu menyabetkan sabit di tangan kanannya menuju leher LunaMaria.
“DUM!!”
David terpental oleh kekuatan yang tidak terlihat, ia terlempar beberapa meter ke rumput.
“Dan kau.. juga lupa pada kekuatanku..”
LunaMaria berbicara sambil melayang beberapa cm di udara dengan psikokinesisnya.
“Cih.. tampaknya kita seimbang..”
“Mungkin, tapi tidak bila aku menggunakan keempat moon sabre..”
“Kh.. dasar sombong!!”
David melompat dan memberikan serangan bertubi-tubi pada LunaMaria. Sabit David dan rapier LunaMaria beradu di kegelapan malam menimbulkan kilatan-kilatan cahaya.
Stamina keduanya mulai terlihat berkurang setelah beberapa menit beradu kemampuan. Mereka tampak mulai kelelahan.
“Hosh hosh.. kau cukup tangguh juga..”
Ujar David
“Hah.. hah.. ini belum apa-apa..”
Balas LunaMaria
“Kali ini aku akan lebih serius dan menggunakan keempat sabitku sekaligus..”
David berdiri diatas tangannya dan merentangkan kakinya, kuda-kuda yang sama seperti saat ia pertama kali bertarung dengan LunaMaria di kelas.
“Hmph.. akhirnya kau menggunakannya juga ya.. tetapi hal itu tak akan merubah hasil pertarungan ini!”
Kini giliran LunaMaria yang menyerang David. Serangan cepat dari kedua rapier LunaMaria dengan mudah dapat ditangkis oleh kecepatan gaya ala capoeira David.
Dengan satu serangan bertenaga David berhasil melukai lengan LunaMaria dan pada saat yang bersamaan tendangannya berhasil melepaskan genggaman LunaMaria dari Vaporum.
“Si-sial...”
Gumam LunaMaria.
“Bagaimana kemampuan Hell Dance ku LunaMaria? Kau tampak tak berkutik”
“Jangan banyak bicara!!”
LunaMaria menarik David dengan telekinesisnya bersamaan dengan dihunuskannya pedang ke arah David yang tertarik. Tetapi David menembus Aitken dan LunaMaria seperti udara, dan mendarat tepat di belakang LunaMaria.
“Kau lengah!!”
David memberikan tendangan berputar dengan sabitnya menuju leher LunaMaria, tetapi berhasil ditepis dengan Aitken. LunaMaria terlempar oleh kekuatan serangan David dan punggungnya menabrak tembok.
“Bruk!”
“Heaaaaa!!”
David berlari menuju LunaMaria yang belum sempat pulih dari serangannya, tiba-tiba..
“JDUM!!”
Lagi-lagi David terkena serangan psikokinesis dari LunaMaria, kali ini ia ditekan ke tanah agar tak dapat bergerak.
LunaMaria berdiri kemudian melompat dan menghunuskan Aitken ke punggung David yang jatuh di tanah.
“!!”
David menggunakan kekuatannya dan menembus masuk ke dalam tanah.
Serangan LunaMaria hanya menghujam tanah dan gagal mencapai sasarannya.
David melompat keluar dari tanah tepat di samping LunaMaria, kemudian kakinya kanannya menginjak lengan kanan LunaMaria yang menggenggam Aitken sebagai pijakan untuk lompatan kedua dan mendarat tepat di belakang LunaMaria, memunggunginya.
David mengambil lengan kiri LunaMaria, kemudian berputar dengan cepat dan kuat mendorong leher LunaMaria dengan lengan kirinya hingga LunaMaria tersungkur di tanah dengan tangan kiri terlipat ke belakang sementara tangan kanannya ditahan oleh lutut David. Serangan itu berhasil melumpuhkan LunaMaria.
“Bruk!”
“Fuh.. akhirnya aku berhasil melumpuhkanmu.. dengan begini kau bahkan tak dapat menengok melihatku untuk menggunakan psikokinesismu yang merepotkan itu..”
“Lalu.. setelah berhasil melumpuhkanku, sekarang apa yang akan kau lakukan? Membunuhku?”
Tanya LunaMaria.
“Tidak.. aku akan menyerahkanmu kepada ASASIN seperti misiku sebelumnya.. hingga aku menemukan cara lain untuk menghabisi iblis dalam tubuhmu dan membebaskanmu selamanya..”
“...”
LunaMaria terdiam.
“Baiklah, kini lepaskan genggamanmu dari rapier merahmu itu..”
LunaMaria tidak menjawab David, dan juga tidak melepaskan Aitken dari tangannya.
“Hei, aku bilang lepaskan.. kenapa diam saja?”
“Hei.. sebelum aku melepaskan Aitken.... maukah kau..”
“Hah? Apa?”
“Maukah kau.... memaafkanku...”
“Jrat Jrat Jrat Jrat!”
Tiba-tiba David merasakan 4 bilah benda tajam menusuk punggungnya dan menembus tubuhnya.
“Ugh.. moon sabre?! Sejak kapan kau mensummonnya?!”
“Maaf David.. aku telah berbohong padamu.. sejak aku keluar rumah aku telah mensummon keempatnya..”
“Jadi.. kau.. membohongiku?! Ukh uhuk uhuk..”
David terbatuk darah, kekuatan lengannya melemah, LunaMaria menengok padanya dan menghempaskannya dengan psikokinesisnya. Ia berdiri dan mendatangi David yang tengah terbatuk darah dan sekarat.
“Maaf.. maafkan aku..”
“Maaf... maaf...”
Ujar LunaMaria terus semakin mendekat.
Dari dekat, tampak wajah LunaMaria yang dipenuhi air mata. David yang melihatnya berbisik dengan pelan
“Tentu saja..”
“Hiaaaaaaaaaaaaaa!”
LunaMaria mengerahkan seluruh kekuatan fisik dan mentalnya untuk menusukkan rapier miliknya pada orang yang dicintainya. Dengan jerit tangis hasil dari luapan emosinya, ia akhirnya menghunuskan Aitken pada perut David.
Dengan air mata yang masih menetes di pipinya, LunaMaria menggambar segel seperti yang ia ketahui dari diari neneknya di atas tanah, menggunakan Aitken yang kini bermandikan darah orang yang dicintainya.
Akhirnya segel itu selesai tergambar, dan dengan komando LunaMaria, keempat moon sabrenya menghunus pada keempat simbol kecil di ujung-ujung formasi segel. Kemudian LunaMaria berjalan menuju pusat formasi. Entah disengaja atau tidak olehnya, tubuh David yang bersimbah darah berada di tengah formasi yang ia gambar.
LunaMaria merebahkan dirinya di pusat formasi itu, tepat di sebelah tubuh David, menengok padanya. LunaMaria melihat wajah David. Ia kemudian tersenyum dan menggenggam tangan David yang tak bertenaga lagi.
“Selamat tinggal David..”
LunaMaria melemparkan Aitken dari tangannya, kemudian..
“Sret!! Jleb!!”
Dengan dorongan dari tenaga psikokinesisnya, LunaMaria menghunuskan rapiernya sendiri pada dirinya, tepat menusuk jantungnya.
Share This Thread