Pernahkah kita merasa tidak bahagia, putus asa, lelah, jenuh, cape dan bosan dalam menjalani hidup ini?
Semua orang mungkin pernah merasakan dalam suatu saat hidupnya terasa melelahkan dan membosankan. Tidak bahagia karena frekuensi antara bertengkar dan akur dengan istri/suami/mertua lebih banyak bertengkarnya, lelah karena harus mencari nafkah seharian, cape dengan segala beban kehidupan atau bosan karena menjalani hidup yang 'itu-itu saja'.
Tapi ketika saya mengingat seseorang bertahun-tahun lalu sepertinya rasa tidak bahagia, lelah, jenuh, cape dan bosan yang saya rasakan akan hilang perlahan karena 'malu' dengan seseorang itu.
Lima tahun lalu saya bekerja terkena shift, ketika itu saya masih bekerja di salah satu perusahaan kertas di Tangerang.
Shift 1 pagi hari dari jam 8 - 16, shift 2 sore hari dari jam 16 - 24 dan shift 3 malam hari dari jam 24 - 8 pagi.
Buat yang pernah merasakan kerja bergiliran shift tersebut mungkin dapat merasakan juga betapa sakitnya badan karena harus menyesuaikan kondisi tubuh dengan pergantian shift terlebih saat itu pergantian shiftnya pun tidak tanggung-tanggung yaitu bisa 1 atau 2 atau 3 atau 4 hari sekali.
Benar-benar melelahkan.
Kondisi seperti itulah yang mendatangkan rasa cape, lelah, bosan dan sedikit rasa putus asa dalam pikiran saya. Tapi satu waktu rasa putus asa, cape, jenuh dan bosan yang saya alami mulai terkikis dengan saya banyak belajar dari seorang bapak tukang mie ayam.
Ada sesuatu yang istimewakah dengan seorang bapak tukang mie ayam itu?
Iya, saya belajar banyak dari bapak itu.
Saya biasa berangkat kerja shift 3 itu jam 11 malam dan dalam suatu waktu ada pembelajaran yang Allah SWT perlihatkan kepada saya.
Ketika itu tiap kali berangkat kerja malam saya selalu bertemu dengan bapak tukang mie ayam yang hendak pulang ke rumah sambil mendorong gerobaknya.
Pelajaran pertama yang saya lihat dari Bapak tukang mie ayam itu adalah:
- Tetap bersemangat. Tercermin dari begitu cepat langkah kakinya ketika mendorong gerobak mie ayam. Tidak terpancar rasa lelah dalam wajah dan gerak langkahnya.
Pelajaran kedua yang saya lihat dari Bapak tukang mie ayam itu adalah:
- Syukuri apa yang kau punya. Bagi kita yang bisa disebut lebih sempurna secara fisik mungkin lebih sering melihat kekurangan diri sendiri daripada mensyukuri kelebihan yang kita miliki. Hal ini berbeda jauh dengan si Bapak tersebut. Sebelah kakinya sedikit cacat sehingga sehingga dia berjalan dengan terpincang-pincang mendorong gerobak. Tapi dirinya tidak pernah berkeluh kesah dan dia termasuk orang yang bisa bersyukur karena dia bisa memanfaatkan kakinya yang tidak sempurna untuk melangkah mencari nafkah bagi keluarga.
Pelajaran ketiga yang saya lihat dari Bapak tukang mie ayam itu adalah:
- Sabar. Menjadi pedagang biasanya kalau tidak untung ya rugi. Jika sedang rame yang beli boleh jadi si Bapak itu akan pulang cepat karena sudah habis tapi saat yang beli sepi terpaksa dengan sabar harus menunggu agak lebih lama atau berkeliling lagi agar mie ayamnya habis.
Pelajaran keempat yang saya lihat dari Bapak tukang mie ayam itu adalah:
- Kesetiaan. Si bapak ternyata tidak sendiri ketika berkeliling berjualan mie ayam. Istrinya ikut membantu. Berdua mereka di larut malam mendorong gerobak mie ayam. Sebuah gambaran kesetiaan seorang istri yang setia membantu mengiringi suaminya mencari nafkah.
Pelajaran kelima yang saya lihat dari Bapak tukang mie ayam itu adalah:
- Menerima apa adanya. Kata orang cinta itu buta, cinta itu bisa menutupi kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Si Bapak tukang mie ayam bukanlah laki-laki yang ideal secara fisik atau secara materi bagi istrinya tapi istrinya mencintai dia dan menerima suaminya benar-benar dengan apa adanya bukan dengan ada apanya.
Pelajaran keenam yang saya lihat dari Bapak tukang mie ayam itu adalah:
- Pengorbanan. Bapak tukang mie ayam dan istrinya kemungkinan memiliki anak dan keluarga. Mereka berdagang seharian dimulai dari panas terik siang hari sampai gelap dingin malam hari demi mencari nafkah bagi anak-anak dan keluarga mereka. Pengorbanan yang insyaAllah akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Pelajaran ketujuh yang saya lihat dari Bapak tukang mie ayam itu adalah:
- Romantis dan bahagia. Betapa banyak dari kita saking sibuknya maka kita menyiapkan waktu dan tempat khusus untuk bisa berdua saja dengan istri agar bisa lebih romantis. Coba lihat suami istri yang sama-sama mendorong gerobak itu, bagi saya mereka terlihat begitu romantis dan bahagia dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Karena sesungguhnya kebahagiaan bukan pada materi tapi pada hati.
Itulah tujuh pelajaran yang saya lihat dari satu sosok yaitu si Bapak tukang mie ayam.
Jadi kalau selama ini kita sering mengeluh cape, lelah, putus asa, bosan dengan kerjaan dan hidup maka cobalah untuk mengingat kisah si Bapak tukang mie ayam itu dan ambil hikmah yang tersirat didalamnya.
Share This Thread