Results 1 to 6 of 6
http://idgs.in/230691
  1. #1
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default [Cerpen]A Tunnel, A Bus, An Umbrella, And An Angel


    Author : The_Omicron
    Site : www.the-omicron.co.cc
    Genre : Romance, Miracle, Slice of Life

    A Tunnel, A Bus, An Umbrella, And An Angel is under copyright law © 2009 the-omicron.co.cc



    ________

    www.the-omicron.co.cc presents...


    A Tunnel, A Bus, An Umbrella, And An Angel

    _______



    Namaku Hansel. Aku biasa dipanggil Hans oleh teman-temanku. Aku baru pindah ke kota ini 2 tahun yang lalu. Rumahku berada di bagian luar kota, dan jika ingin ke pusat kota aku harus menyebrangi Rel Kereta melalui sebuah lorong, kemudian menumpang sebuah bus dari pemberhentian yang berada tak jauh dari sana.

    Kadang aku heran. Orang bilang, saat umur 17 tahun adalah masa paling menyenangkan, dan saat kehidupan dimulai. Tetapi bagiku tidak, semua terasa sama saja. Aku tetap menjalankan rutinitas yang kulakukan sejak dulu. Bangun di pagi hari, sarapan, pergi menuju pemberhentian, menumpang bus, turun di pemberhentian dekat sekolahku, mengikuti kegiatan belajar mengajar hingga sore hari kemudian pulang dengan melewati rute yang sama. Membosankan. Hanya itu yang bisa kukatakan.

    Hingga suatu hari, aku merasa suasana hari itu berbeda dari biasanya. Seakan-akan hal yang besar akan terjadi. Langit tampak kelabu dengan awan hujan yang menutupi matahari. Tidak ada sinar mentari yang biasanya menyambut wajahku ketika aku membuka pintu rumah. Berganti dengan suara gemuruh yang mengatakan bahwa hujan akan turun. Segera kuambil payung dari tempatnya dan bergegas menuju pemberhentian sebelum hujan turun.

    Kurangnya cahaya karena tertutup oleh awan hitam di langit membuat terowongan yang selalu kulewati setiap pagi tampak sangat gelap dan menyeramkan. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa ragu memasukinya. Kakiku berhenti melangkah di depan mulut terowongan. Angin dingin bertiup dari dalam terowongan dan menghembus tubuhku. Seolah-olah roh salju tengah memelukku.

    Tak pernah kurasakan keraguan seperti ini, akan tetapi, sebagai seorang lelaki, aku harus berani menghadapi apapun. Meski rasa takut menyerang pikiranku, aku memberanikan diri melangkah masuk. Lagipula ini masih pagi hari, apa yang perlu kutakutkan?

    Terowongan pada hari ini memang sangat gelap. Aku bahkan tak dapat melihat langkah kakiku sendiri dan tersandung batu kerikil jika tidak dipandu oleh sinar kelabu di ujung sana. Dan setelah beberapa saat, akhirnya aku mencapai ujung terowongan. Terlihat hujan sudah turun dari langit kelabu, dengan derasnya. Akupun segera membentangkan payungku dan menggunakannya untuk melindungiku dari terpaan air yang deras. Berjalan beberapa ratus meter menuju pemberhentian bus dan menunggu tepat di sebelah rambu.

    Bus yang kutunggu tak kunjung tiba, sudah 10 menit aku berdiri disini dibawah siraman hujan. Beruntung aku berangkat lebih awal pagi ini. Tiba-tiba, dari kejauhan terlihat sesosok gadis, mengenakan seragam lengkap dan membawa tas di tangannya, berjalan dibawah derasnya hujan menuju pemberhentian yang sama denganku.

    Gadis yang aneh, apa dia gila? Berjalan di tengah hujan sendirian tanpa menggunakan jas hujan atau payung? Apa dia tak memikirkan dirinya atau keluarganya bila ia sakit karenanya? Ah tapi, kurasa itu bukan urusanku. Aku tak boleh seenaknya berpikir seperti itu tanpa mengetahui alasan ia melakukannya.

    Gadis itu berhenti tepat di sebelahku. Matanya yang tak menyorotkan emosi menatap kaku tembok di seberang jalan, seolah ada tumpukan emas di sana. Dalam hatiku aku berkata “Gadis aneh, apa dia robot? Sorot matanya begitu kaku seperti boneka”.

    5 Menit ia berdiri di sebelahku. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, tanpa mengalihkan pandangannya sekedip pun, dan tanpa bergerak satu langkahpun, ia tetap berdiri di bawah derasnya hujan.

    Meski kukatakan bahwa apa yang ia lakukan bukanlah urusanku, namun tampaknya hati nuraniku berkata lain. Kegelisahan karena tak melakukan apapun setelah melihat keadaannya membuatku melakukan hal yang sangat jarang kulakukan.

    “Hei, apakah tak apa-apa berdiri di tengah hujan seperti itu?”

    Tak ada jawaban darinya.

    “Mau kupinjamkan payungku?”

    Lagi-lagi tak ada jawaban darinya. Bahkan ia tidak menoleh padaku barang sedikitpun, seakan tak ada siapapun di sebelahnya.

    Kesal karena diacuhkan olehnya, aku kembali diam. Merasa bodoh telah melakukan sesuatu yang sia-sia. Tapi, tiap aku meliriknya hati nuraniku kembali berkata padaku untuk menolongnya. Memaksaku untuk melindunginya dari derasnya hujan. Tapi bagaimana? Ia mungkin bahkan tak sadar ada seseorang disampingnya.

    Tak dapat berpikir lagi, kuambil satu langkah ke samping mendekatinya, membuatnya berada di bawah naungan payungku. Akhirnya aku berbagi payung dengan gadis pendiam ini. Entah ilusi atau bukan, tapi sekilas kulihat ia sedikit menoleh padaku.

    Dari kejauhan terlihat sepasang sinar lampu, bus yang kutunggu pun akhirnya tiba. Berhenti di depanku dan membuka pintunya. Bus yang kami tumpangi ternyata cukup ramai, beruntung masih ada 2 tempat duduk yang masih kosong. Aku duduk di bagian belakang bus, sementara ia duduk di bagian tengah. Dengan wajah yang mengarah pada kursi di depannya tanpa gerakan sama sekali. Dan lagi ada satu hal yang membuatku heran, tak biasanya bus seramai ini pada pagi hari semenjak sebagian distrik perkantoran yang dilalui oleh rute bus ini terbakar 2 tahun yang lalu. Ditambah lagi cuaca buruk sedang beraksi di luar kaca. Tetapi kurasa kecurigaanku tanpa sebab, sejak cuaca memburuk tadi pagi aku jadi sering berpikir negatif. Aneh.

    Bus berhenti di pemberhentian selanjutnya, tampak seorang kakek melangkah naik dengan baju yang basah. Ia menengok ke sana dan ke sini mencari-cari kursi yang kosong. Dan sialnya ia tidak dapat menemukannya, karena kursi kosong yang terakhir telah aku dan gadis itu duduki.

    Saat kakek itu berjalan di dekatnya, gadis itu tiba-tiba berdiri dan mempersilakan sang kakek untuk duduk di kursinya. Dengan senyuman ramah yang tak kusangka ia miliki. Dari bibir gadis yang seperti robot itu terlukis sebuah senyuman? Benar-benar aneh dunia ini.

    Tak lama kemudian bus sampai di pemberhentian dekat sekolahku. Aku melangkah menuju pintu keluar bus yang berada di depan. Saat aku melewati gadis itu secara spontan aku memberikan payungku langsung ke tangannya tanpa mengucapkan apapun. Seolah aku meniru caranya. Aku turun tanpa ia sempat mengucapkan atau melakukan apapun. Dari luar bus aku dapat melihat wajahnya tampak terkejut, atau khawatir? Entahlah, yang jelas sekarang aku harus berlari melalui derasnya hujan menuju kelasku.

    Tentu saja, berlari dalam hujan tanpa payung dan jas hujan membuatku sakit. Apalagi hujan masih turun saat aku pulang. Hingga aku harus mendekam di rumah selama 3 hari karena terserang flu. Bodoh, berlagak pahlawan menolong seorang gadis malah tumbang terkena flu selama 3 hari.

    Setelah sembuh, aku kembali menjalani rutinitas keseharianku. Kali ini cuaca sangat cerah. Terpaan hangat sinar mentari kurasakan di wajahku. Ah, beginilah seharusnya suatu hari dimulai. Cerah dan hangat. Akupun pamit pada ibuku dan bergegas menuju sekolah.

    Setelah melewati terowongan yang tidak gelap seperti saat kemarin, aku kembali tiba di pemberhentian bus. Tetapi kali ini gadis itu sudah terlebih dahulu berada di sana. Masih mengenakan pita rambut berwarna ungu diatas rambut panjangnya yang berwarna kecoklatan seperti kemarin.

    “Hmm, apakah ia orang baru disini? Tampaknya aku belum pernah melihatnya sejak kecuali 4 hari yang lalu..”

    Dalam hatiku aku berpikir.

    Kembali aku berdiri di sebelahnya, menunggu bus yang sama dengannya. Dan seperti waktu itu, kami berdua menunggu dalam keheningan. Tanpa satupun dari kami memulai suatu percakapan.

    Akan tetapi, kulihat ia berkali-kali melirik padaku. Seolah ingin mengatakan sesuatu padaku tetapi tidak bisa. Dan tiap aku balik meliriknya ia mengalihkan pandangannya seolah tak ingin diketahui olehku. Penasaran, aku bertanya padanya

    “Apa ada yang ingin kau katakan?”

    Ia menoleh padaku, dengan raut wajah yang bimbang antara mengatakan apa yang ingin ia katakan atau diam dan acuh seperti waktu itu.

    “A-“

    Bibirnya tampak seperti mengatakan sesuatu. Hanya saja suaranya terlalu pelan hingga aku tak dapat mendengarnya. Kutanyakan sekali lagi padanya.

    “Jika ada yang ingin kau katakan, katakanlah lebih keras, aku tak dapat mendengarmu”

    “A-Viel... ingin minta maaf..”

    Aku bingung, minta maaf? Untuk apa dia minta maaf padaku? Kutanyakan untuk hal apa ia meminta maaf padaku.

    “ Minta maaf? Untuk apa?”

    “Payung.. aku tidak bisa membawa payungmu hari ini.. padahal aku ingin mengembalikannya.. maafkan aku..”

    Ya ampun, hanya karena itu gadis ini begitu bimbang. Sampai-sampai meminta maaf padaku dengan wajah yang seperti ingin menangis.

    “Haha, sudahlah aku tidak memikirkannya kok, lagipula itu payung murah, tidak perlu sampai meminta maaf segala”

    “Benarkah?”

    Ia bertanya dengan nada yang berbeda dan raut wajah yang gembira, seolah sebuah beban berat telah hilang dari punggungnya.

    “Ya, tentu saja... ngomong-ngomong tadi kau bilang tidak bisa membawanya.., memangnya ada apa?”

    Ia terdiam dan menunduk, pipinya tampak sedikit merona, kemudian ia bilang..

    “Viel malu membawa payung di cuaca secerah ini... maafkan aku...”

    Aku tertawa, aku tertawa dengan keras seolah telapak kakiku sedang digelitik oleh ribuan orang cebol. Alasan yang ia katakan sangatlah konyol. Aku terus tertawa apalagi melihat ekspresi malu di wajahnya itu. Gadis polos ini tampak sangat manis dan lucu. Sangat berbeda dengannya kemarin. Hanya kedatangan bus yang dapat menghentikan tawaku. Dan tak lama bus itu pun datang. Aku naik dengan sedikit tawa yang masih tersisa.

    Ternyata bus kembali penuh, kami sama sekali tidak kebagian tempat duduk, dan terpaksa berdiri dengan berpegang pada handel yang menjuntai dari langit-langit bus. Aku menggerutu karena sejak hujan itu bus menjadi penuh. Apa ada kantor baru di jalur bus ini? Padahal kudengar tanah tempat perkantoran yang terbakar itu akan dijadikan taman. Apakah aku salah informasi?

    Tak sempat memikirkannya lebih jauh, ternyata bus sudah berhenti di pemberhentianku. Aku turun dari bus itu tanpa lupa mengucapkan salam padanya

    “Aku duluan ya, sampai besok!”

    Dan turun dengan memberikan senyumku padanya. Kemudian aku menambahkan.

    “Oh iya, payungnya untukmu saja!”

    Kemudian pintu bus tertutup. Bus itu kemudian berjalan. Sekilas dapat kulihat dari balik jendela bus bibir gadis itu mengucapkan

    “Terima kasih.. Terima kasih”

    Entah apa aku salah mengartikannya atau ia memang mengatakannya 2 kali.


    Kini hampir setiap hari aku bertemu dengannya. Berkat itu, kami jadi lebih saling mengenal dan mulai sering mengobrol sembari menunggu bus. Akupun tersadar bahwa semenjak bertemu dengannya, aku jadi menyukai rutinitas yang tadinya membosankan ini. Menjadi ingin hari cepat berganti hingga aku dapat bertemu dengannya lagi di pemberhentian bus itu.

    Dari obrolan kami pula aku jadi mengetahui namanya. Namanya adalah Vieliska, dan ia tinggal tak jauh dari tempat ini, tetapi ia tak mengatakan dimana tepatnya. Dari pembicaraan kami pula lah aku mengetahui bahwa ia memiliki seorang adik. Ia bilang

    “Oh ya, Viel juga punya seorang adik perempuan. Wajahnya sangat mirip dengan Viel, dan 3 tahun lagi ia akan masuk SMA. Tetapi.. Viel tak ingin ia masuk sekolah yang sama dengan Viel.. sekolahku terlalu jauh.. apalagi sekolah khusus putri.. nanti ia tak bisa mendapatkan pacar dong?! Hahaha”

    Wajah polosnya saat tertawa membuatku secara tak sadar mengatakan

    “Hahaha, tenang saja, jika wajahnya mirip denganmu berarti ia akan mudah dapat pacar dong!”

    Wajahnya menjadi merah merona, membuatku tersadar pada kata-kataku yang memalukan. Hingga wajahku ikut-ikutan memerah. Kami berdua kembali berdiri terdiam seperti saat kami pertama kali bertemu.

    Semakin sering aku bertemu dengannya, semakin aku ingin selalu bertemu dengannya. Melihat wajah manisnya, senyum polosnya, dan sifat baiknya yang sering membuatku tertawa. Dan kusadari bahwa aku ternyata jatuh cinta padanya.

    Kamipun bertemu kembali di pemberhentian yang sama. Kali ini hatiku berdebar-debar saat melihatnya. Aku benar-benar telah jatuh hati padanya. Pada Vieliska.

    Kami berdua mengobrol seperti biasa. Menunggu hingga bus tiba dan menjemput kami. Aku ingin lebih mengetahui dirinya, aku ingin lebih dekat dengannya. Dan kuputuskan aku akan menanyakan suatu pertanyaan..

    “Viel, bolehkah aku bertanya sesuatu?”

    “Tentu saja boleh, tanyakan saja, Viel akan berusaha menjawabnya”

    “Hahaha, tidak perlu berusaha, ini kan bukan quiz..”

    “Hehehe, iya ya..”

    “Baiklah aku bertanya ya..”

    Kutarik nafasku, kukumpulkan segenap keberanianku

    “Apakah kamu punya orang yang kau sukai?”

    Viel terdiam sebentar, menatapku dengan pandangan polosnya.

    “Hmm.. kurasa ada..”

    Aku terkejut mendengarnya, aku sangat ingin mengetahui siapakah orang yang berada di dalam hati Viel. Gadis yang kucintai ini.

    “Oh ya? Seperti apa orang itu?”

    Viel tersenyum dan memejamkan matanya

    “Orang yang Viel sukai.. orangnya sangat baik.., pengertian.., suka menolong.. mudah tertawa dan yang pasti, ia tampak sangat senang tiap kali bertemu Viel, Viel juga senang sering bersama dengannnya!”

    Dengan senyuman yang sangat tulus dan polos. Bagaikan seorang malaikat yang diturunkan dari surga. Meski ia tak menyebutkan siapa orang itu, namun entah mengapa aku mengartikan kata-katanya bahwa yang ia sukai adalah diriku ini. Hingga memberiku keberanian untuk mengatakan

    “Viel, sebenarnya aku..”

    “Tapi.. Viel bingung.. apakah jika orang itu bertemu dengan adik Viel ia akan senang.. karena Viel ingin orang yang Viel sukai itu dapat menjaga dan menyayangi adik Viel seperti Viel sendiri..?”

    Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku ia memotongnya dengan sebuah pertanyaan. Dengan senyuman di bibirku akupun menjawab pertanyaannya

    “Jika itu adalah permintaan Viel, aku yakin orang itu pasti akan menjaga dan menyayangi adik Viel seperti Viel sendiri. Aku yakin itu.”

    Setelah mendengar kata-kataku, wajah Viel tersenyum lega, ia menoleh padaku

    “Terima kasih banyak ya, Hansel..”

    Ia mengucapkan terima kasih yang tak kuketahui untuk apa. Tetapi dapat kurasakan keanehan pada ucapan terima kasihnya kali ini. Seolah ia akan pergi ke tempat yang jauh dan mengucapkan terima kasih atas semua perbuatan baikku padanya.

    Ternyata kali ini perasaanku benar. Sejak saat itu, esoknya aku tak lagi bertemu dengannya. Seolah ia menghilang ditelan waktu. Aku tak sanggup menerima kenyataan ini. Aku mencari-cari sosoknya seperti orang gila. Berputar-putar mengelilingi daerah yang ia katakan sebagai tempat tinggalnya hingga aku melupakan tugasku sebagai seorang pelajar. Bahkan setelah yang kulakukan aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Dan kusadari sejak kehilangan dirinya bus yang kutumpangi setiap hari tidak penuh lagi. Sepi seperti sediakala.

    Rasa penasaran muncul di hatiku. Aku terus menaiki bus itu, mengikuti rutenya dan berharap siapa tahu aku dapat bertemu dengannya lagi. Dan anehnya lagi, distrik perkantoran yang telah terbakar itu benar-benar menjadi sebuah taman, beberapa kilometer setelah itu bus berhenti tepat di depan sebuah sekolah khusus putri. Akupun langsung turun dan memutuskan untuk menunggu di depan sekolah itu. Berharap Viel akan datang kemudian melihatku dan mengatakan

    “Maaf Viel telah membuatmu khawatir!”

    Dengan memberiku wajah polosnya yang bagaikan seorang malaikat.

    Akan tetapi, hingga matahari terbenam dan sekolah telah selesai sejak lama. Aku tidak dapat menemukannya. Menemukan seorang malaikat bernama Vieliska yang pernah membuat rutinitasku menjadi keinginanku. Pada akhirnya setelah melakukan segala cara untuk dapat menemukannya. Aku menyerah. Aku tak dapat menemukan gadis itu. Gadis dengan senyuman malaikat itu.

    Mungkin aku sudah kehilangan semangat hidup jika tidak mengingat kata-katanya padaku

    “Jika Viel nanti memiliki seorang anak laki-laki, Viel akan mendidiknya dengan keras! Karena menurut Viel seorang laki-laki haruslah kuat fisik dan mentalnya, dapat menerima kenyataan apapun meski sepahit apapun. Tanpa meninggalkan kebaikan di hatinya!”

    Aku tetap menjalani hari-hariku yang membosankan kembali dengan normal. Berpegang teguh kepada kalimat yang ia berikan padaku.

    Satu tahun telah berlalu semenjak aku bertemu dengannya. Suasana hari ini kembali mengingatkanku pada hari pertama aku bertemu dengannya. Gelap dengan awan kelabu menutupi langit. Padahal ini adalah hari pertama aku masuk sekolah setelah kenaikan kelas. Tak lupa aku meraih tanganku ke tempat payung berada, akan tetapi berkali-kali aku meraihnya aku tak menemukan satu payung pun. Begitu kutanya pada ibu ia bilang ia lupa membawa kembali payungnya setelah berbelanja. Sial, akupun terpaksa pergi tanpa membawa payung.

    Kembali aku dihadapkan kepada perasaan bimbang dan takut yang sama seperti tahun lalu. Di mulut terowongan yang gelap dan dingin karena cuaca buruk ini. Sekilas aku melihat Viel di ujung sana. Hingga tanpa ragu aku melangkahkan kakiku dan menerjang kegelapan itu. Dan begitu aku sampai di ujung. Ternyata hujan deras sudah turun.

    Aku tak mungkin menunggu hujan reda karena sekolah dimulai setengah jam lagi. Dengan nekat aku menerjang hujan menuju pemberhentian, berharap seseorang akan berada di sana dan dapat berbagi payung denganku. Walaupun aku tahu itu harapan kosong.

    Ternyata, aku tak percaya pada apa yang aku lihat. Aku melihat sosok seorang gadis, dengan payung yang familiar berdiri di depan rambu pemberhentian. Menunggu bus yang mungkin sama denganku. Aku berlari menuju sosok itu dengan harapan akan bertemu dengan Viel kembali. Saat aku semakin mendekatinya, aku semakin yakin itu adalah payungku, dan aku semakin yakin bahwa ia adalah Viel. Meski aku tak dapat melihat wajahnya karena tertutup oleh payung dan derasnya hujan.

    Aku berlari menuju sosok itu, semakin dekat padanya dan berteriak dengan girang seolah aku adalah anak kecil yang baru saja dibelikan mainan.

    “Vieeeeel!!”

    Panggilku padanya.

    Ia menengok. Tetapi...

    Wajahnya amat mirip dengan Viel, akan tetapi dia bukan dirinya, sang malaikat dalam kehidupanku. Ia juga mengenakan seragam perempuan sekolah yang sama denganku.

    Anehnya lagi kegembiraan tampak dari wajahnya, seolah bertemu dengan orang yang ia tunggu-tunggu.

    “Ka-kamu.. apakah namamu Hansel?!”

    Aku terkejut mendengarnya, mengapa gadis ini mengenaliku? Apakah ia adik yang sering diceritakan Viel?

    “Ke-kenapa kamu bisa tahu namaku?”

    “Ternyata benar kamu Hansel! Kakak ternyata benar! Ia pernah berkata padaku bahwa 3 tahun lagi, di hari pertama aku masuk SMA saat hari hujan, jika aku memakai payung ini maka aku akan bertemu dengan orang paling baik di dunia yang kakak sukai dan bernama Hansel. Ternyata ia benar!”

    “Lalu dimana kakakmu sekarang.. er...”

    “Vielena”

    “Ah, ya.. Vielena.. lalu dimana kakakmu sekarang?”

    Begitu pertanyaanku terlontar, secara mendadak raut wajahnya berubah.

    “Kakak... sudah meninggal 3 tahun yang lalu..”

    Bagaikan tersambar petir yang tengah menyala di langit aku sangat terkejut. Aku sungguh tak mengerti, apakah ia bohong? Apa maksudnya dengan Viel sudah meninggal 3 tahun yang lalu? Padahal aku bertemu dengannya 1 tahun yang lalu? Apakah selama ini aku bermimpi? Tetapi tidak mungkin, bagaimana ia bisa memiliki payungku jika ini adalah mimpi?

    Suara Viel seolah berbisik di telingaku dan mengatakan padaku agar tidak khawatir. Karena ini adalah rencana darinya untuk mempertemukanku dengan adiknya, Vielena. Karena adiknya memerlukan seseorang yang dapat menggantikan dirinya. Dan orang yang ia pilih adalah.. aku.

    Akupun mengingat kembali janjiku padanya, bahwa aku akan menjaga dan menyayangi adiknya seperti aku menyayangi dirinya. Viel.. apakah mungkin engkau benar-benar seorang malaikat? Saat ku bertanya pada diriku seolah aku merasakan senyum polosnya. Kembali terukir. Di hatiku.




    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

  2. Hot Ad
  3. #2
    ToYaKz's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Di kostan deket kampus ...
    Posts
    4,053
    Points
    4,896.10
    Thanks: 5 / 1 / 1

    Default

    brb max
    btw cape scrol2 ne gan

    overall seru si tp gua baca ya lumayan lama lo ampir stgh jam --"

  4. #3
    MaDNeSs's Avatar
    Join Date
    Feb 2009
    Location
    Who wants to know ?
    Posts
    3,576
    Points
    6,614.26
    Thanks: 172 / 107 / 76

    Default

    bagus did .

    seperti biasa.. ceritanya rada teenlit .
    tapi gw suka .

    tapi..
    ketemu hantu? waks . /

  5. #4
    luna_croz's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Location
    Void!!
    Posts
    6,132
    Points
    14,571.06
    Thanks: 18 / 128 / 81

    Default

    ah dida! gimana caranya ketemu 1 taun yg lalu tapi matinya 3 taun yang lalu!!.. OMG payungnya dikasi ke adeknya pas uda mati..
    selera dida emang top markotob!
    http://bit.ly/n86th7

    Graboid free download HD movies

  6. #5
    Jin_Botol's Avatar
    Join Date
    Aug 2007
    Location
    Jakarta "Kota 3in1"
    Posts
    1,111
    Points
    1,058.00
    Thanks: 30 / 38 / 24

    Default

    entah kenapa klo dibaca jam 3 pagi kerasa agak2 serem

    Oh Yea.. She's an Angel...
    Gemini, The Two-Facets Personality

  7. #6
    Dnd_Polong's Avatar
    Join Date
    Aug 2009
    Posts
    162
    Points
    199.60
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    1 kata .. MANTAB

    GG dah kaga bosen gw bacanya ..

    (loh2 atu kata kok panjang amat)

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •