Republika Online, Tak ada lagi otot-otot yang lumpuh, tak ada lagi kursi roda. Profesor Stephen Hawking (65 tahun) yang menderita lumpuh akibat penyakit otot itu bisa mengambang, melayang-layang bebas.

Penerbangan dua jam melintasi Samudra Atlantik itu melakukan serangkaian tukikan yang dramatis, ala rollercoaster, memungkinkan fisikawan ternama dari Inggris itu mengalami dorongan keadaan tanpa bobot. Harapan Hawking untuk bisa melanglang angkasa pun tinggal selangkah lagi. ''Menakjubkan,'' komentarnya setelah mengakhiri penerbangan itu. Dalam petualangan barunya itu, Hawking ditemani satu tim pemantau kondisi kesehatannya.

Kepada wartawan, putra seorang biolog ini mengaku seumur hidupnya ia selalu ingin terbang ke angkasa luar. ''Untuk seseorang seperti saya, yang otot-ototnya tak bekerja baik, ini akan menjadi kebahagiaan untuk bisa tanpa bobot,'' kata dia, ''Saya ingin mendemonstasikan pada publik bahwa siapa pun bisa berpartisipasi dalam pengalaman tanpa bobot sejenis ini.''

Ia menyebut pengalaman pada bagian tanpa gravitasi sangatlah indah. Dan, semakin tinggi penerbangan, keadaan gravitasi nol tidak menimbulkan masalah. ''Saya bisa-bisa naik dan naik terus,'' kata dia, ''Ruang angkasa, aku datang!''

Di luar harapan
Pesawat Boeing 727 itu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa memberikan pengalaman penumpangnya dalam 'keadaan tanpa bobot'. Caranya, pesawat melakukan serangkaian delapan tukikan.

Pada awalnya, penyelenggara merencanakan sesi antara satu dan tiga kondisi tanpa gravitasi. Karena tak menderita efek buruk apa pun, ayah tiga anak ini berhasil menjalani delapan sesi gravitasi nol. Keseluruhan kondisi tanpa bobot itu dialaminya selama empat menit.

Bagian dalam jet itu dilapisi bahan khusus untuk melindungi awak dan penumpang dalam kondisi tanpa bobot. Pesawat itu juga dilengkapi kamera untuk merekam pengalaman ini.

Pesawat yang ditumpangi Hawking itu lepas landas dari landasan pacu pesawat ulang-alik di Kennedy Space Center milik NASA di Florida. Selama penerbangan, para pembantu Hawking mengangkatnya dari kursi roda dan menempatkan di lantai pesawat di tengah manuver menukik ke langit dengan membentuk sudut tajam. Mereka lalu melihat dia mengambang di saat pesawat bermanuver menukik tajam ke bawah pertama. NASA menggunakan teknik serupa untuk mempersiapkan para astronot dan mengetes peralatan untuk penerbangan ke luar angkasa.

Zero Gravity Corp biasanya mematok ongkos 3.750 dolar AS (sekitar Rp 37,5 juta) bagi penumpangnya. Tapi, ilmuwan dari Universitas Cambridge itu menikmatinya gratis. Tentu saja berkah liputan media massa bakal menguntungkan perusahaan asal AS itu.

''Kami mengalami saat yang sangat menyenangkan. Ini luar biasa jauh di luar harapan kami,'' kata Peter Diamandis, direktur dan bos Zero Gravity Corp.

Masa depan manusia
Pada 1960-an, Stephen Hawking masih seorang pemuda cemerlang tamatan universitas ketika didiagnosis menderita penyakit otot yang tak terobati. Penyakit amyotrophic lateral sclerosis menyerang sel-sel saraf di otak dan sum-sum tulang belakangnya.

Waktu itu Hawking baru berumur 22 tahun. Ia sempat berpikir tak bakal pernah cukup umur untuk bisa mendapat gelar doktor. Tapi, penyakitnya melambat. Ia tak hanya mendapat gelar tetapi juga menjadi salah satu fisikawan teoretis dunia terkemuka.

Hawking berkomunikasi dengan menggerakkan otot pipinya --satu-satunya otot yang bisa dikendalikannya-- untuk memilih kata-kata di komputernya. Ini kemudian diverbalkan oleh sebuah synthesizer suara. Namun, ia mencetuskan pemikiran cemerlang tentang lubang hitam (blackhole). Topik itu ia bahas dalam buku terlarisnya, A Brief History of Time. ''Karya saya tentang lubang hitam dimulai dengan sebuah momen 'eureka' pada 1970, beberapa hari setelah kelahiran anak saya, Lucy,'' katanya dalam pidato makan malam Rabu malam lalu.

Kini dengan penerbangan tanpa bobot ini, Hawking menyimpan setidaknya satu harapan bagi umat manusia. ''Saya rasa umat manusia tidak punya masa depan jika tidak ke angkasa luar,'' ujar dia. Karena itu, ia ingin mendorong minat publik pada angkasa luar. ''Sebuah penerbangan tanpa gravitasi adalah langkah pertama menuju perjalanan angkasa.''

Dia yakin usaha penerbangan swasta sangat penting untuk menekan biaya wisata angkasa luar dan membuatnya lebih terjangkau bagi lebih banyak orang.

Renaisans
Hawking yang juga dijadwalkan terbang bersama Sir Richard Branson dalam pesawat suborbital Virgin Galactic pada 2009 mengungkap kekagumannya pada industri penerbangan luar angkasa ini. Dengan keterlibatan swasta pada perjalanan luar angkasa, ia berharap biaya penerbangan bisa ditekan.

''Kita akan bisa meningkatkan akses pada sumber-sumber di ruang angkasa, dan juga menyebarkan kemanusiaan di luar Bumi,'' katanya, ''Cepat atau lambat, bencana bisa menghapus kehidupan di Bumi. Penyelamatan jangka panjang umat manusia membutuhkan kita berpindah ke angkasa.''

Meski belum merupakan wisata ke angkasa luar Zero Gravity Corp sejauh ini sudah menerbangkan 2.500 penumpang. Mereka melayani penerbangan 90 menit tanpa bobot dari Cape Canaveral di Florida, dan dari Las Vegas.

Tampaknya perjalanan ke angkasa luar bakal punya prospek cerah. Taipan eksentrik Sir Richard Branson sudah menanamkan uangnya untuk membuat pesawat yang memungkinkan perjalanan itu. Perusahaannya, Virgin Galactic akan memiliki dan mengoperasikan sedikitnya lima pesawat angkasa luar dan dua pesawat induk. Perusahaan ini mengutip biaya sekitar Rp 1 miliar untuk mengangkut penumpang ke ketinggian sekitar 140 km dalam penerbangan angkasa suborbital.

Virgin tak sendiri. Di sektor ini ada juga Elon Musk, pendiri PayPal: Paul Allen, salah satu pendiri Microsoooft, Jeff Bezos, pendiri Amazon.com, dan Robert Bigelow, pengusaha perhotelan AS. Semua mendanai proyek mengembangkan pesawat ruang angkasa untuk membawa penumpang ke perjalanan orbit atau suborbit, sementara Bigelow, membangun stasiun ruang angkasa.

Agen ruang angkasa milik pemerintah pun siap mengambil bagian dalam proyek itu. NASA sudah menandatangani kesepakatan dengan Virgin dan Musk, untuk mengembangkan pesawat dengan kemampuan menyuplai International Space Station.

''Kita memasuki periode renaisans,'' kata Michael Griffin, kepala NASA, ''Orang kaya akan memainkan peran dalam memajukan pekerjaan arsitek, insinyur, dan teknisi kami."