Chapter 11
The Twisting Truth
Hari Ke-4 Masa Pelatihan.
“Selamat Pagiii!”
Salam Luna kepada teman-teman sekelasnya yang kemudian dijawab oleh mereka semua dengan sapaan balik kepadanya. Sejak 3 hari yang lalu, pandangan seisi sekolah terhadap Luna telah berubah. Kini ia telah diterima oleh mereka semua, bahkan lebih dari itu. Menyadari bahwa Luna tidaklah menakutkan dan justru cenderung manis dan “unik” dengan warna rambut dan matanya, kini ia bahkan telah memiliki sebuah klub penggemar nya sendiri. Seperti adiknya, Maria. Hanya saja.. kenyataan bahwa mereka berdua bersaudara belumlah diketahui oleh teman-temannya. Hanya Laurie, Riona, dan Alexey yang mengetahuinya.
Luna duduk di bangkunya yang berada di antara bangku William dan jendela.
“Selamat pagi”
Salam William dengan senyuman seperti biasanya.
“Selamat pagi juga William..”
Jawab Luna sambil bersenandung.
“Theme Song Super Panda”
Ujar William tiba-tiba, Luna menghentikan senandungnya dan menengok kepada William dengan penuh rasa ingin tahu.
“Kau tahu Super Panda?”
Tanya Luna
“Haha.. siapa yang tidak tahu Super Panda..”
Jawab William sedikit tertawa.
“Aku suka..”
Senyum Luna
“Eh?”
William tampak sedikit terkejut mendengarnya.
“Ya.. aku suka Super Panda”
“Ooh.. Super Panda..”
Ujar William dengan sedikit kekecewaan terlihat di wajahnya, tampaknya ia mengharapkan maksud yang lain dari kata-kata Luna tadi.
“Pada saat berwujud biasa, ia tidak bisa apa-apa.. akan tetapi…”
“Ia bisa diandalkan saat ada bahaya dan dia berubah!”
Ujar Luna dan William bersamaan, diiringi oleh tawa dari keduanya.
Melihat Luna tertawa dan wajahnya yang begitu gembira, tampak sesuatu terlintas dari mata William. Ia tampak ingin mengutarakan sesuatu kepada Luna.
“Luna..”
Panggilnya
“Ya? Ada apa?”
“Luna.. aku..”
“Kriiiing”
“Yak yak yak, kumpulkan PR kalian!”
“Ah, Elisa sudah datang”
Kalimat William terpotong oleh dering bel dan datangnya Bu Elisa. Perhatian Luna pun teralihkan darinya.
“Lanjutannya nanti saja ya!”
“.. Tentu saja”
Ujar Luna pada William yang memberi senyuman kepadanya. Akan tetapi pada saat Luna menoleh ke arah papan tulis, William menghela nafasnya dan raut wajahnya terlihat kecewa.
--
“Kriiing”
Waktu istirahat siang telah tiba. Sebagian isi kelas tampak pergi ke kantin, sementara sebagian lagi tetap di kelas, baik untuk mengobrol ataupun memakan bekal masing-masing.
“Ahooii Luna”
Alex muncul dan memasuki kelas kemudian langsung berjalan menuju Luna. Seisi gadis di kelas tampak kagum melihat Alex sang idola sekolah.
“Hehe.. aku datang menagih janjimu kemarin!”
Ujarnya sambil menyeringai.
“Aaah.. ya ya.. sial..”
Keluh Luna sambil berdiri dari duduknya.
“Kalau begitu, aku pergi dulu ya William.. sampai nanti”
Lambai Luna pada William yang juga membalas lambaiannya dengan senyuman. Luna berjalan keluar bersama dengan Alex menuju kantin. Sementara William menatap langit di balik jendela dengan pandangan yang tampak sedih.
--
“Kriiing”
Kali ini bel tanda bahwa pelajaran hari ini sudah berakhir berbunyi.
Bu Elisa segera mengakhiri pelajaran hari ini yang kemudian disambut dengan wajah lega seisi kelas. Melihat kesempatan ini, William memanggil berusaha memanggil Luna.
“Ah, Luna”
Akan tetapi, tampaknya Luna tak mendengar panggilan William karena ributnya seisi kelas. Ia malah langsung berlari keluar ruangan. Walau begitu, William tidak menyerah dan ikut berlari mengejar Luna ke luar ruangan. William berhasil mengejar Luna dan memanggilnya dengan suara keras.
“Lunaa !”
Luna kini mendengarnya, ia menengok ke belakang dimana William memanggilnya. Akan tetapi..
“Maaaaaf! Aku sedang buru-buru! Maaf ya!”
Jawab Luna meminta maaf lalu kembali berlari ke koridor yang mengarah ke belakang sekolah.
“Hah.. hah.. Klub Baseball ya…”
Ujar William sambil terengah-engah karena tadi berlari mengejar Luna.
“Baiklah.. aku akan menunggunya..”
Tambahnya.
--
Sore hari pun tiba. Gerbang sekolah kini bermandikan sinar oranye dari matahari yang sebentar lagi terbenam. William tampak menunggu di balik gerbang sekolah. Berharap Luna melewatinya.
Terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Dan.. benar.. itu adalah Luna yang baru saja keluar dari gerbang sekolah. Ia melewati William yang berada di balik tembok sekolah tanpa menyadari William yang kini berwajah antusias berada di belakangnya dan hendak menyapanya.
“Hari ini.. aku harus.. aku harus mengatakannya.. aku harus menyatakan peraanku kepada Luna.. sekarang, atau tidak sama sekali!”
Tekad William dalam hatinya.
Akan tetapi..
“Tap”
“Lu-“
Luna menghentikan langkahnya sebelum William sempat memanggilnya. Dan lagi ia tampak tidak menyadari kehadiran William sebelum ia menengok ke belakang dan melihat William berada di belakangnya.
“Ah William? Belum pulang?”
Tanya Luna
“Er.. ya.. aku baru saja selesai dari kegiatan klub..”
“Wah.. jarang sekali ya kita bertemu disaat pulang begini.. hehe”
Ujar Luna dengan tawa kecil.
“Ah.. Luna.. tentang yang tadi pagi.. aku..”
“Ah iya! Maaf aku lupa! Kau ingin mengatakan kelanjutan yang tadi pagi kan?”
William menganggukkan kepalanya
“Lalu.. apa yang ingin kau katakan?”
Tanya Luna dengan senyuman yang berlatar belakang matahari sore.
“Aku… aku…”
“Ya?”
“Aku… AKU-“
“Dong.. dong.. dong.. dong.. dong.. dong..”
Jam sekolah berbunyi 6 kali bersamaan dengan tenggelamnya matahari yang mengubah warna langit menjadi gelap. Bersamaan dengan tenggelamnya matahari, tenggelamlah segala keyakinan William untuk menyatakan perasaannya kepada Luna.
“Aku… Aku hanya ingin mengajakmu pulang bersama.. maukah..?”
Ujar William.
Luna hanya terdiam mendengarnya. Akan tetapi ia kemudian tersenyum pada William.
“Tentu saja! Aku belum pernah pulang sekolah beramai-ramai sebelumnya!”
William tampak terkejut mendengar jawaban Luna.
“Ramai.. ramai? Maksudnya?”
“Ya.. aku, kau, dan Alex! Tentunya akan menyenangk- ah , itu dia!”
Jawab Luna sambil menunjuk ke arah sekolah. William menengok dan melihat Alex sedang berjalan menuju mereka.
“Ukh”
William mengeratkan rahangnya, akan tetapi ia kembali tersenyum dan menengok kembali kepada Luna dan berkata
“Ah, aku melupakan sesuatu! Kau pulang saja duluan ya Luna! Aku harus melakukan sesuatu terlebih dahulu! Sampai besok!”
William kemudian berlari kembali ke arah sekolah dan melalui Alex yang berjalan menuju Luna dan menyapanya.
William berlari hingga kembali berada di depan pintu gedung sekolah. Maria keluar dari gedung sekolah dengan kepala tertunduk lesu, melewati William yang tengah berdiri dan menundukkan kepalanya.
“Kurasa aku terkena karma”
Ujar William sambil menatap langit yang berwarna biru gelap seperti warna hatinya saat ini. Dengan senyuman kepedihan di sisi bibirnya.
**
Malam harinya..
Terlihat Luna dengan Exodus di punggungnya sedang berpatroli bersama Alex yang membawa sebuah pedang besar berwarna merah marun juga dipunggungnya.
“Fuah.. hari-hari seperti ini melelahkan… klub baseballmu itu membuat capek..”
Keluh Luna
“Ah, tapi kau menikmatinya juga bukan?”
Tanya Alex dengan seringai.
“Dengan anggota-anggota segila itu? Tidaak, tentu saja tidak..”
“Haha, wajahmu kelihatan bohong begitu!”
Seru Alex tertawa.
Secara tiba-tiba, Alex merasakan hawa jahat muncul tak jauh dari mereka.
“Ehm.. tampaknya muncul seekor monster..”
“Hmmm.. mau taruhan seperti kemarin?”
Tanya Luna
“Hah?! Kemarin saja kau kalah jumlah membantai kumbang-kumbang busuk itu.. kali ini kau pasti kalah lagi!”
Seru Alex dengan yakin
“Cih, scarab-scarab itu lebih memilih mengejarmu kemarin, habisnya kau bau!”
Ledek Luna
“E-enak saja.. baiklah.. monster kali ini hanya ada 1, siapa yang lebih dulu membasminya yang menang.. MULAI!”
Mereka berdua kemudian berlari menuju sumber hawa jahat itu berada.
“Hei, aku heran.. kenapa bisa muncul scarab sebanyak itu kemarin? Aku merasa ada yang tidak beres..”
Tanya Luna
“Hmmm.. ya.. aku juga merasa begitu.. tampaknya ada yang dengan sengaja memanggil mereka..”
“Belum pernah selama ini aku melihat kumpulan monster sebanyak kemarin.. tapi.. berkat itu aku jadi tahu ternyata baseball cukup berpengaruh ya.. hehe”
Terlihat sesosok monster yang berwujud seperti cumi-cumi
“Hehehe.. sudah kubilang bukan..”
Alex mencabut pedangnya
“Bahwa.. baseball itu..”
Alex berlari menuju monster itu dan bersiap mengayunkan pedangnya, monster itu melihat Alex. Luna dapat melihat mata monster itu tidak tampak jahat, akan tetapi tampak memelas.
“MENYENANGKAAAN!!”
“TIDAAAAAAK!!”
“Hah?!”
“Trang!!”
..
“Hei, hei.. apa-apaan kau Luna.. kenapa kau menghalangiku?”
“Tunggu! Jangan bunuh dia, apa kau tidak dengar ia berbicara bahasa manusia?”
“Cih, siapa yang peduli.. HEA HEA HEA!!”
“Trang trang trang”
Ayunan demi ayunan Alex ditangkis oleh Luna yang melindungi monster yang sedang meringkuk ketakutan dan menutupi wajah dan kepalanya dengan tentakel-tentakelnya.
“Aaaaah! Brengsek! Biarkan aku menebasnya!”
Seru Alex tampak liar.
“Kubilang tunggu! Kita tanyakan dia dulu, jangan gunakan cara barbar!! Lagipula ia tampak tidak berbahaya!”
“Tch..”
Alex menarik kembali pedangnya
“Ya sudah, kita gunakan caramu..”
“Biar aku bicara dulu padanya..”
Ujar Luna menaruh kembali Exodus di punggungnya. Dan berjalan mendekati monster itu. Ia kemudian menaruh tangannya diatas kepala monster setinggi 1 meter itu.
“Tuan monster, apa kau bisa bicara?”
Monster yang menggigil ketakutan itu perlahan-lahan mulai membuka tentakel nya dan menatap Luna. Ia kemudian menganggukkan kepalanya.
“Nah.. jika kau mengerti… SEGERA KEMBALI KE ALAMMU ATAU KUBUNUH KAU!”
Monster itu kembali menggigil ketakutan dan menangis mendengarnya.
“… Bodoh…”
Ujar Selene
“Er.. itu sih sama-sama barbar..”
Ujar Alex.
“Hahahahaha… monster ini lucu sekali! Tenang tuan monster, aku hanya bercanda!”
Ujar Luna tertawa terbahak-bahak.
“..*******..”
Keluh Selene
“Ya ampun….”
Keluh Alex.
“Baiklah-baiklah.. tuan monster, boleh aku tahu siapa namamu?”
Tanya Luna. Monster cumi-cumi itu berhenti menangis dan perlahan-lahan membuka wajahnya.
“Na-namaku Xtroikol..”
Jawabnya dengan suara pelan dan terbata-bata.
“Er.. namamu kok sulit.. kupanggil Kol saja ya? Boleh?”
Monster itu menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
“Nah.. Kol.. aku ingin bertanya.. mengapa kau bisa ada disini? Hmm?”
Mendengar pertanyaan Luna, mata Xtroikol malah berkaca-kaca dan ia mulai menangis.
“Loh-loh, kok malah menangis? Ada apa?”
Tanya Luna khawatir.
**
“Oh.. jadi beberapa bulan yang lalu seseorang dari dunia manusia men-summon kau dan istrimu? Tapi kalian di-summon di tempat yang berbeda? Begitu?”
Tanya Luna memastikan
“Ya… aku terpisah dengan istriku.. dan sampai sekarang.. aku masih mencarinya.. huaaa”
Xtroikol menangis kembali.
“Baiklah-baiklah.. jangan menangis.. kami akan membantu mencari istrimu, oke?”
Ujar Luna menenangkan Xtroikol
“Kami? Enak saja! Aku tidak mau!”
Tolak Alex mentah-mentah yang kemudian membuat Xtroikol kembali menangis.
“Ugh… kalau kau tidak mau silakan pergi!”
Seru Luna
“Baguslah.. aku pulang saja..”
Alex melangkah pergi dari mereka.
“Tapi jangan harap aku mau menepati perjanjian kita.. toh aku sudah bisa menguasai Kelly..”
Alex menghentikan langkahnya.
“Grr.. dasar pemeras.. baiklah-baiklah.. aku ikut!”
“Baiklah Kol, mari kita mulai mencari istrimu!”
Kemudian.. berangkatlah mereka mencari istri Kol dengan berkeliling kota dan mencari hawa jahat serta monster-monster yang ada. Namun mereka malah menemui monster-monster buas yang segera menjadi makanan dari Exodus. Pencarian mereka tidak menemui hasil.
“Huah.. sudah ah! Aku lelah!”
Ujar Alex sambil merebahkan tubuhnya di jalanan.
“Hei, jangan tidur di jalanan!”
“Dan.. Kol, tampaknya kita tidak menemukan istrimu.. memangnya rupanya seperti apa sih?”
Tanya Luna.
Xtroikol kemudian mencari-cari sesuatu dari dalam kerumunan tentakelnya, yang ternyata adalah sebuah foto yang diperlihatkan kepada Luna.
“Haaah? Apa-apaan ini?”
“Hah? Ada apa? Mana aku mau lihat!”
Alex segera berdiri dan ikut melihat foto yang dipegang Luna.
Foto itu bergambar mahluk manusia harimau yang tampak sangar dan angker. Sangat tidak cocok sama sekali menjadi istri dari Xtroikol yang kecil dan berbentuk cumi-cumi.
“WAHAHAHAHA APAAN NIH?! ISTRI KAYAK BEGINI SAJA DICARI?! WUAHAHAHAH!”
Alex tertawa terbahak-bahak terpingkal-pingkal, sementara Xtroikol marah dengan suara lucunya yang menambah bahan tertawaan Alex.
“Jangan hina istriku!! Meski ia tidak bisa bicara bahasa manusia, tapi ia sangat baik!”
Tiba-tiba, Luna mengingat sesuatu. Ia mengingat pernah menemui mahluk seperti di foto yang berada di tangannya itu. Dan tak lama.. ingatlah ia dengan jelas.
“AAAH!!”
Teriak Luna.
“HHAHAHaha- heh? Ada apa?”
Tanya Alex berhenti tertawa.
“Aha-aha-ahahahha tampaknya.. aku pernah.. er.. bertemu istri Kol dan.. er… mengirimnya kembali ke dunianya… hahaha..”
Luna tak dapat mengatakan bahwa ia telah menghajar istri Xtroikol hingga babak belur dan memaksanya pulang.
“Jadi dia sudah pulang?”
Tanya Xtroikol tampak gembira.
“Er.. ya.. kira-kira begitu..”
“Horee horee!”
Xtroikol berputar-putar dan melompat-lompat dengan gembira, ia kemudian mengeluarkan benda lain dari kerumunan tentakelnya.
“Er… Luna..”
Ujar Selene tercengang
Ternyata benda itu adalah telepon genggam, kemudian ia menekan tombol-tombolnya dan menelepon istrinya dengan gembira.
Setelah ia selesai menelepon istrinya.. terdengar suara Luna dan Alex yang merenggangkan tangannya. Saat Xtroikol menengok, ia melihat Luna dan Alex tampak sangat marah padanya.
“Ehm.. Kol.. kenapa.. KAU TIDAK GUNAKAN SAJA PONSEL ITU DARI TADI!!”
Seru Alex dan Luna sambil meninju kepala Xtroikol.
--
“Baiklah.. sudah kubuka portalnya.. huh..”
Ujar Luna setelah membuka portal hitam menuju dunia Xtroikol, sementara Alex sudah kembali pulang setelah puas menghajar Xtroikol.
Xtroikol yang kini babak belur berjalan menuju portal itu. Akan tetapi di depan portal itu dia menghentikan langkahnya.
“Aku.. mengucapkan terima kasih banyak kepada kalian berdua.. andai saja.. semua manusia seperti kalian.. mungkin kita semua bisa hidup berdampingan..”
Ujar Xtroikol.
“Hah? Berdampingan? Maksudmu?”
Tanya Luna.
“Loh? Kau tidak tahu cerita ‘The Great Annihilation’ ?”
Tanya Xtroikol balik dengan heran. Luna hanya memandang Xtroikol dengan wajah kebingungan.
“Baiklah.. aku ceritakan..”
Jauh pada zaman dahulu kala, bumi adalah tempat para monster hidup dengan damai dipimpin oleh Sang Phoenix dan adiknya, Yang Mulia Leviathan. Hingga suatu ketika, lahirlah manusia.. yang kemudian hidup berdampingan dengan para monster. Hingga suatu ketika, saat manusia mulai menyembah Sang Phoenix dan mengagungkannya. Sang Phoenix kemudian mengajarkan manusia seluruh sihir yang para monster miliki.
Kemampuan intelejensi manusia yang berada diatas para monster membuat mereka memiliki kemampuan sihir yang jauh lebih kuat daripada monster, kekuatan tanpa kebijakan menggunakannya membuat manusia mulai merusak alam untuk memperbesar kerajaan mereka. Perang diantara mereka sendiri pun tak terelakkan, hingga akhirnya bersatu menjadi kekuatan yang sangat besar di bumi. Hingga para monster semakin tersingkir.
Hingga suatu saat, tanpa sebab manusia mulai memusuhi para monster. Menganggap bahwa para monster adalah ancaman bagi mereka sekaligus penghalang untuk mencapai kemakmuran dari mengeruk kekayaan alam, manusia mendeklarasikan perang kepada para monster. Percaya bahwa semua monster adalah mahluk yang jahat, manusia tanpa rasa berdosa mulai membantai dan menghabisi tiap monster yang berada dalam pandangan mata mereka. Perang tak terelakkan, jutaan nyawa terenggut.
Yang Mulia Leviathan bertanya kepada kakaknya, Sang Phoenix, bahwasanya mengapa ia tidak mencegah perbuatan manusia, sebagaimana manusia mengagung-agungkan Sang Phoenix. Akan tetapi Sang Phoenix menjawab
“Adalah tugasku untuk melindungi manusia”
Dan meninggalkan Yang Mulia Leviathan untuk tinggal bersama dengan manusia. Sebagai Dewa mereka.
Para monster dengan kemampuan sihir yang inferior dan tidak memiliki pengalaman perang dengan cepat dapat dikalahkan oleh manusia. Jumlah mereka semakin lama semakin sedikit dan Yang Mulia Leviathan mulai khawatir bilamana para monster akan punah. Yang Mulia Leviathan pun segera menemui Sang Phoenix.
Tanpa menghiraukan kehormatannya sebagai Raja, Yang Mulia Leviathan meminta kepada Sang Phoenix agar mengampuni rakyatnya. Hingga suatu persetujuan tercapai, para monster harus segera meninggalkan bumi dan pergi menuju dunia lain. Karena bumi kini adalah dunia manusia.
Yang Mulia Leviathan menyetujui perjanjian itu asalkan ia tetap tinggal di bumi sebagai simbol bahwa para monster pernah berada di bumi. Sang Phoenix dan para pemimpin manusia mengizinkan Yang Mulia Leviathan tinggal, sementara seluruh monster yang ada dikirim ke dunia lain.
Setelah semua monster terakhir terkirim, Yang Mulia Leviathan menyerang Sang Phoenix yang tidak menyangka akan diserang oleh Adiknya sendiri. Menewaskannya, dengan bayaran nyawanya sendiri. Akan tetapi, sebelum mati, Yang Mulia Leviathan menggunakan sihir terakhirnya dan membungkus bumi dalam balutan badai salju yang tak berhenti selama 70 tahun.
Manusia yang kini tidak lagi memiliki sumber energi sihir tak terbatas dari Sang Phoenix tak dapat lagi menghentikan sihir Yang Mulia Leviathan. Perlahan-lahan manusia mulai berkurang, berkurang, berkurang, hingga badai salju berhenti dan sihir menjadi hal yang amat langka pada manusia. Hingga menjadi manusia zaman ini.
“Nah begitulah, terima kasih wahai manusia, jasamu tak akan kulupakan.. sampai jumpa!”
Xtroikol memasuki portal itu kemudian menghilang.
Luna mengangkat dan menatap telapak tangannya dengan pandangan penuh kebimbangan.
Share This Thread