Mimpi Subway 2012
Pembangunan Fasilitas Transportasi Massal (GATRA/Wisnu Prabowo)Mimpi orang Jakarta punya subway sudah di depan mata. Pemerintah Jepang setuju mengucurkan pinjaman Rp 9 trilyun melalui JBIC (Japan Bank for International Cooperation), lembaga pembiayaan Pemerintah Jepang. Nantinya, seluruh dana itu digunakan untuk membiayai pembangunan subway di Jakarta.
Pekan lalu, kesepakatan pinjaman itu ditandatangani kedua pihak. Dari Jepang, perwakilan JBIC mewakili pemerintahnya. Sedangkan pihak RI diwakili Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Yusuf Anwar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang saat itu sedang melakukan lawatan ke Jepang, ikut menyaksikan.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Paskah Suzetta, menyambut positif penandatanganan ini. Paskah mengatakan, penandatanganan kesepakatan itu dilakukan dalam dua tahap. "Yang ditandatangani di Jepang itu masih tahap pertama," tuturnya.
Tahap pertama adalah kesepakatan detail engineering service (DED), yakni kajian untuk mengetahui nilai persis proyek. Pada tahap ini, Jepang memberikan pinjaman 1,87 milyar yen atau setara dengan US$ 16,88 juta.
Pinjaman itu, Paskah melanjutkan, diserahkan ke pemerintah pusat. Sedangkan instansi penanggung jawab dan pelaksananya adalah Direktorat Jenderal Perkeretaapian di Departemen Perhubungan. Selama tahap engineering services, Pemprov DKI Jakarta bertugas melaksanakan beberapa komponen pekerjaan engineering services seperti pembebasan lahan. Dananya dari APBD Jakarta. Tahap ini akan dimulai Desember 2006 dan berakhir Desember 2007.
Tahap kedua adalah konstruksi. Rincian pekerjaannya ditentukan dari hasil DED. Untuk penunjukan rekanan proyek, akan dilakukan tender terbuka. Nah, bila proyek konstruksi dimulai pada 2008,
subway bisa dinikmati 2012. "Nanti akan punya angkutan massal yang terintegrasi," kata Paskah.
Rencananya, proyek subway ini bakal menghubungkan jalur Lebak Bulus-Dukuh Atas. Panjang lintasannya 14,5 kilometer. Di rute ini akan dibangun empat stasiun bawah tanah, yaitu Istora Senayan, Benhil, Setiabudi, dan Dukuh Atas. Sisanya, dari Stasiun Lebak Bulus hingga Stasiun Senayan dibangun lintasan di atas tanah.
Jika kecepatan kereta 32 kilometer per jam, waktu tempuh Lebak Bulus-Dukuh Atas cuma 25,5 menit. Kapasitas MRT (mass rapid transport) ini 23.000 penumpang per jam per arah. Diperkirakan, tiap hari bisa mengangkut 400.000 penumpang. Berikutnya akan dibangun jalur Dukuh Atas-Kota.
Kelak, subway ini akan terintegrasi dengan moda angkutan lainnya, yakni monorail, busway, dan kereta api Jabotabek. Subway dan monorail direncanakan terintegrasi di Senayan, Setiabudi, dan Dukuh Atas. Subway tahap II (Dukuh Atas-Kota) akan terintegrasi dengan busway koridor II (Pulogadung-Harmoni).
Subway juga akan terintegrasi dengan kereta Jabotabek di Dukuh Atas. Sedangkan di daerah Fatmawati dan Semanggi, subway terintegrasi dengan jalan tol. Subway juga akan terpadu dengan bus dan angkutan kota lain di Terminal Blok M dan di Lebak Bulus.
Meski pemerintah menganggap subway sejalan dengan konsep pembangunan angkutan massal terpadu, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bambang Susantono menilainya pemborosan. Alasannya, jika dana pinjaman digunakan untuk membangun jalur busway, maka diperoleh 12 koridor busway. "Kalau ada 12 koridor busway, perjalanan di tengah kota jadi lebih mudah," kata dosen Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Indonesia itu.
Menurut Bambang, pembenahan sistem perkeretaapian Jabotabek harus lebih menjadi prioritas. Bila kereta Jabotabek sudah dibenahi serta dibentuk jalur melingkar (circular line) dalam kota, itu sudah cukup untuk memadukan dengan 15 koridor busway yang akan dibangun di Jakarta.
Lepas dari pro-kontra ihwal subway, rencana Jepang ingin membiayai pembangun subway memang bukan berita baru. Bahkan sejak 1978 hingga 2004, Jepang melalui The Japan International Cooperation Agency (JICA), lembaga penelitian asal Jepang, telah melakukan sejumlah studi tentang angkutan massal di Jakarta.
Hasil studi itu merekomendasikan bahwa di Jakarta perlu dibangun subway. Jepang pun mengangap ini sebagai peluang bisnis. Sejak pertengahan 2005, "negeri matahari terbit" ini mengajukan penawaran. Mereka sanggup memberi pinjaman lunak dengan masa pelunasan hingga 40 tahun.
Nilai pinjamannya pun cukup besar, mencakup 85% dari total nilai proyek. Bunga yang diberlakukan sangat ringan, hanya 0,4% per tahun. Bandingkan pinjaman dengan dari lembaga pembiayaan internasional yang biasanya menerapkan bunga 3% hingga 5%. Belum lagi tenggat pelunasannya yang hanya 10 tahun atau paling lama 20 tahun.
Hanya saja, penawaran ini tak kunjung mendapat sambutan. Pemerintah kurang berkenan, karena Jepang menawarkan pinjaman dengan skema ODA (official development assistance) atau sering disebut juga STEP (special terms for economic partnership).
Skema ini memaksa negara peminjam memenuhi persyaratan yang ditetapkan negara pemberi pinjaman. Artinya, Jepang sebagai negara pemberi pinjaman bisa seenaknya mengatur persyaratan perjanjian.
Ada tiga syarat yang diajukan Jepang. Pertama, kontraktor atau pemasok utamanya (prime contractor) adalah perusahaan Jepang. Boleh juga dibuat joint venture dengan perusahaan lokal. Namun, syaratnya, perusahaan Jepang yang menjadi leading partner.
Kedua, Jepang meminta sekurang-kurangnya 30% komponen dari total nilai proyek pinjaman diimpor dari Jepang. Ketiga, jasa konsultasi oleh konsultan Jepang. Konsultan lokal dapat berpartisipasi tapi dalam bentuk subkontraktor atau joint venture dengan syarat perusahaan konsultan Jepang tetap menjadi leading partner-nya.
Pemerintah sempat meminta Jepang memperlunak persyaratannya dengan memperbesar porsi kandungan lokal dari Indonesia, hingga 70% dari nilai total proyek. Sayang, Jepang menolak.
Akhirnya pemerintah meninggalkan Jepang dan berniat mengerjakan sendiri pembangunan busway. Dibentuklah Jakarta Metro System (JMS), konsorsium yang terdiri dari BUMN dan perusahaan swasta. Nantinya JMS diberi tugas mengerjakan proyek subway.
PT Inka, salah satu anggota konsorsium, menyatakan kesanggupannya menyediakan ratusan gerbong untuk subway. "Kami sudah punya kemampuan mengerjakan gerbong subway," kata Dirut PT Inka, Roos Diatmoko.
Namun, pasca-kesepakatan pinjaman Jepang, Roos mengaku tidak mengetahui pasti bagaimana nasib konsorsium nanti. "JMS itu kan memasukkan ide ke pemerintah. Ternyata idenya tidak diikuti. Ya, sudah, kita berhenti," ucap Roos.
Meski membenarkan pihaknya keberatan dengan persyaratan yang sebelumnya diajukan Jepang, Menteri Paskah enggan menyebutnya sebagai penolakan. "Bukan menolak, tetapi sempat terjadi deadlock," ungkap Paskah. Lalu, kenapa sekarang pemerintah mau meneken pinjaman? "Kita terima karena Jepang sudah mengubah persyaratannya," Paskah menjawab.
Menurut Paskah, dalam persyaratan yang tercantum di perjanjian, komposisi pembagian komponen lokal berubah: Jepang mendapat porsi 30%, Indonesia 30%, dan sisanya, 40%, ditunjuk melalui tender terbuka. "Jadi, walau nantinya Jepang yang menang tender, ya, tidak masalah karena telah melalui tender terbuka," katanya.
Soal untung-rugi pinjaman, Paskah menilai Indonesia beruntung memperoleh pinjaman lunak. Jika dihitung berdasarkan grant element, skema pinjaman ini mengandung grant element lebih dari 40%. Ini berarti, dari 100% yang dipinjam oleh Indonesia, pengembaliannya hanya 60%.
Murahnya pinjaman itu, menurut Paskah, harus dibarengi dengan harga jasa konsultasi dan harga barang yang wajar. Sesuai dengan harga pasar. Karena itu, Indonesia mengupayakannya melalui penyusunan detail engineering design pada tahap pertama untuk memastikan rancangan yang baik dengan harga wajar. "Jangan sampai nanti kita disuruh beli barang yang mahal," kata Paskah.
Sujud Dwi Pratisto, Basfin Siregar, dan Rach Alida Bahawares
[Ekonomi, Gatra Nomor 4 Beredar Kamis, 7 Desember 2006]
sumber :
http://www.gatra.com/2006-12-13/artikel.php?id=100227
Share This Thread