Page 1 of 3 123 LastLast
Results 1 to 15 of 31
http://idgs.in/209551
  1. #1
    freezing_heartz's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Jakarta
    Posts
    92
    Points
    127.70
    Thanks: 0 / 2 / 2

    Default Renungan" untuk kita smua

    Sesuai janji dengan kk Omicron saia mo rapiin thread...

    Ditunggu commentnya...

    Spoiler untuk Tuhan Beri aku Waktu 1 jam Saja :
    Los Felidas adalah nama sebuah jalan di ibu kota sebuah negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh diseluruh kota .

    Ada sebuah kisah yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang, dan itu dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli disitu, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.

    Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, dan belum setahun mereka di kota itu, mereka kehabisan seluruh uangnya, dan pada suatu pagi mereka sadar bahwa mereka tidak tahu dimana mereka tidur malam nanti dan tidak sepeserpun uang ada di kantong.

    Padahal mereka sedang menggendong bayi mereka yang berumur 1 tahun. Dalam keadaan panik dan putus asa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya, dan akhirnya tiba di sebuah jalan sepi dimana puing-puing sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh..

    Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat dibawah atap toko itu, sang suami berkata: "Saya harus meninggalkan kalian sekarang. Saya harus mendapatkan pekerjaan, apapun, kalau tidak malam nanti kita akan tidur disini." Setelah mencium bayinya ia pergi. Dan ia tidak pernah kembali.

    Tak seorangpun yang tahu pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika. Selama beberapa hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, dan bila malam tidur di emperan toko itu.

    Pada hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu,orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil, dan jadilah mereka pengemis di sana selama 6 bulan berikutnya. Pada suatu hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan memutuskan untuk bekerja.

    Masalahnya adalah di mana ia harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun, dan tampak amat cantik jelita. Tampaknya tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu disitu dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka. Suatu pagi ia berpesan pada anak gadisnya, agar ia tidak kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau menawarkan gula-gula.

    Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak ditempat. "Dalam beberapa hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, dan kita tidak lagi tidur dengan angin di rambut kita". Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong, dan membaringkan anaknya dengan hati-hati di dalamnya. Di sebelahnya ia meletakkan sepotong roti... Kemudian, dengan mata basah ibu itu menuju ke pabrik sepatu, di mana ia bekerja sebagai pemotong kulit.

    Begitulah kehidupan mereka selama beberapa hari, hingga di kantong sang Ibu kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh. Dengan suka cita ia menuju ke penginapan orang-orang miskin itu, dan membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota ...

    Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir rambutnya dan membawanya ke sebuah rumah mewah dipusat kota . Di situ gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun.

    Mereka memberi nama anak gadis itu Serrafona, dan mereka memanjakannya dengan amat sangat. Di tengah-tengah kemewahan istana itulah gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, dan mengendarai Mercedes Benz kemanapun ia pergi.

    Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya,dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat. Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, yang aktif di gereja, dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian tiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas asih, yang bernama Geraldo.

    Setahun setelah pernikahan mereka, ayahnya wafat, dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga dan istana yang paling megah di kota itu. Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, dan di laci meja kerja ayahnya ia melihat selembar foto seorang anak bayi yang digendong sepasang suami istri. Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam.

    Sesuatu di telinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian ia membuka lemarinya sendiri, dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara benda-benda mewah itu terdapat sesuatu terbungkus kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan dan bukan emas murni.

    Ibunya almarhum memberinya benda itu sambil berpesan untuk tidak kehilangan benda itu. Ia sempat bertanya, kalau itu anting-anting, di mana satunya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting-anting itu didekat foto.

    Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang . Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, yang tersenyum dibuat-buat, belum penah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanyaannya, misalnya: kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya..

    Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat di benaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dinginnya sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.

    Matanya basah ketika ia keluar dari kamar dan menghampiri suaminya yang sedang membaca koran: "Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkinkah ibu saya masih ada di jalan sekarang setelah 25 tahun?"

    Itu adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian diseluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, kantor surat kabar dan kantor catatan sipil..

    Ia membentuk yayasan -yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.

    Bulan demi bulan lewat, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu di negeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah. Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah.. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian mereka. Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad.

    Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang. Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian.

    Pagi, siang dan sore ia berdoa: "Tuhan, ijinkan saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup saya: temukan saya dengan ibu saya". Tuhan mendengarkan doa itu. Suatu sore mereka menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ke tempat itu, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka.

    Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil ditepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu.

    Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang, dan malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana Serrafonna diculik.

    Mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur. Untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa ibunya masih hidup sekarang, dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya.

    Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staff mereka. "Tuhan maha kasih, Nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu Nyonya. Hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak banyak lagi."

    Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh dan banyak angin. Rumah-rumah di sepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main ditepi jalan. Dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan berikut nya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan.. Tubuh Serrrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu. "Lekas, Serrafonna, mama menunggumu, sayang". Ia mulai berdoa "Tuhan, beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja".

    Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: "Tuhan beri saya sebulan saja". Mobil belok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka. Ia mendengar lagi panggilan mamanya , dan ia mulai menangis: "Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan ". Ketika mereka masuk belokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat.

    Jalan itu bernama Los Felidas. Panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak onggokan sampah dan k anto ng-k anto ng plastik, dan ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak-gerak.

    Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya dan 3 mobil polisi. Di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis- pengemis yang segera memenuhi tempat itu. "Belum bergerak dari tadi." lapor salah seorang. Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun.

    Suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya. "Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu ."

    Serrafona memandang tembok dihadapann ya, dan ingat saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kaki nya dan ingat ketika ia belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkan nya pada masa kecilnya. Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

    "Tuhan, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya,beri kami sehari...... Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberitahunya bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia....Jadi mama tidak menyia-nyia kan saya".

    Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya. Wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri ketika ia masih muda.

    "Mama.. ..", ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang ditunggunya tiap malam - antara waras dan tidak - dan tiap hari - antara sadar dan tidak - kini menjadi kenyataan. Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas.

    Perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebentuk anting-anting yang sudah menghitam. Serrafona mengangguk, dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya.

    "Mama, saya tinggal di istana dan makan enak tiap hari. Mama jangan pergi dulu. Apapun yang mama mau bisa kita lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur, ingin bertamasya, apapun bisa kita bicarakan. Mama jangan pergi dulu... Mama...."

    Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: "Tuhan maha pengasih dan pemberi, Tuhan..... satu jam saja.... ...satu jam saja....."

    Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia....

    ================================================

    MyFriendz....mungkin saat ini kita sedang beruntung. Hidup ditengah kemewahan dan kondisi berkecukupan. Mungkin kita mendapatkannya dari hasil keringat sendiri tanpa bantuan orang tua kita. Namun yang perlu kita sadari, bahwa orang tua kita senantiasa berdoa untuk kita, meski itu hanya di peraduan...

  2. Hot Ad
  3. #2
    freezing_heartz's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Jakarta
    Posts
    92
    Points
    127.70
    Thanks: 0 / 2 / 2

    Default

    Spoiler untuk Aku Pernah Datang dan Aku Sangat Patuh...Gw nangis baca ini :
    Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang
    bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim
    piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu
    kata terakhir yang ia tinggalkan adalah saya pernah datang dan saya
    sangat penurut.
    Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah
    memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari
    perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut
    menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga
    sedang berjuang menghadapi kematian.Dan dia rela melepaskan
    pengobatannya.

    Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia
    hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun
    yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota
    Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak
    menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil
    ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal
    30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya
    menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya
    menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan
    anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November
    jam 12.

    Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai
    melemah.
    Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan
    saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi
    tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu
    juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu
    Yan.

    Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan
    seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk,
    hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras).
    Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi
    anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan
    pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar
    biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari
    kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah
    ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

    Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur
    lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci
    baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan
    baik.
    Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki
    sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga
    ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus
    menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi
    sedih dan marah.

    Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti,
    harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa
    membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia
    tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya.
    Setiap hal yang lucu yang terjadi disekolahnya di ceritakan kepada
    papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang
    susah untuk menguji papanya.

    Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan
    bahagia.Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi
    bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

    Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu
    pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci
    mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya.
    Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut.
    Sehingga papanya membawa Yu Yuan kepuskesmas desa untuk disuntik. Tetapi
    sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau
    berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter
    tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk
    diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor
    karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi
    yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya
    bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai.
    Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil
    untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai
    sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang
    keluar dari hidung Yu Yuan.

    Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk
    diperiksa.Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia
    ganas.Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar
    300.000$. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah
    diranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya.
    Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan
    ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit.
    Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang
    merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam
    waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

    Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus.
    Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan
    papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar.
    "Papa saya ingin mati".
    Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur
    8 tahun kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang
    berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini,
    biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."

    Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal
    huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang
    berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan
    dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu
    Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta
    dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto.
    Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa
    merindukan saya lihatlah foto ini". Hari kedua, papanya menyuruh
    bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru.
    Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan
    satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu
    mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di
    sebuah studio foto.
    Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin
    berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada
    akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau
    bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar
    Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari
    pohon dan hilang ditiup angin.

    Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian
    menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail.
    Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri
    dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng.
    Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai
    satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke
    seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini". Dunia yang damai ini
    menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

    Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia
    saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah
    tercukupi.Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

    Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus
    mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter
    sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan
    pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu
    Yuan.

    Ada seorang teman di-email bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta
    saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya
    mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh
    besar dan sehat.
    Yu Yuan
    anakku tercinta."

    Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan
    menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota . Dana yang sudah
    terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk
    terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia
    sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan
    kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini
    membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min
    berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang
    sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi
    Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan
    pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan
    dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan
    tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut
    menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat
    dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya. Air
    mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

    Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu
    memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu,
    Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang
    baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen
    dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk
    menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.
    Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos
    sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu
    selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan
    sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari
    kesembuhan Yu Yuan.

    Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah
    menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain.
    Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik
    Yu Yuan semakin lemah.

    Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan:
    "Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan
    tersebut.Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik
    hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante saya juga mau menjadi orang yang
    baik hati".Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus
    saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu yuan dari
    bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu
    Yuan."Tante ini adalah surat wasiat saya."

    Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu
    Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah
    seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah
    kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi
    menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri
    dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

    Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada
    sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas
    sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal.
    Tolong,..... ..
    Dan dia
    juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada
    orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai jumpa
    tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan
    sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan
    katakana ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal,
    biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti
    saya. Biar mereka lekas sembuh".
    Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi
    pipinya.

    Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar
    dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan
    dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa
    mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri
    makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat
    pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun
    secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer
    darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan
    para perawat pun ikut menangis.
    Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak
    bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut
    akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima
    kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air.
    Sungguh telah pergi kedunia lain.

    Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar
    kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita
    dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda
    berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil
    diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah.. ......... ...."
    demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

    Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan
    gerimis.
    Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar
    kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal
    oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena
    leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa
    mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

    Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa.
    Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh"
    (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat
    riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih
    hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis
    kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

    Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan
    kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima
    bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu,
    Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini
    semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin
    yang berjuang melawan kematian.

    Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu
    Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang
    mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima
    bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang
    melihat kami diatas sana . Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga
    akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat
    patuh".


    Spoiler untuk Apa yg Sudah Kamu Lakukan???Tanyalah Pada Dirimu Sendiri :

    Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.” Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua”,jawab ibu itu.” Wouw… hebat sekali putra ibu” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.
    Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.” Kalau saya tidak salah ,anak yang di Singapore tadi , putra yang kedua ya bu??Bagaimana dengan kakak adik-adik nya??”” Oh ya tentu ” si Ibu bercerita :”Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang.””
    Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. ” Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ??”Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ” anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”
    Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu….. kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani ??? “
    Apakah kamu mau tahu jawabannya??????…
    Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
    ” Ooo …tidak tidak begitu nak….Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani”
    Note :
    Pelajaran Hari Ini : Semua orang di dunia ini penting. Buka matamu, pikiranmu, hatimu. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara “Hal yang paling penting adalah bukanlah SIAPAKAH KAMU tetapi APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN”


    Spoiler untuk Betapa Besar Kasihmu Ibu :
    Ini cerita dari Jepang kuno. Mudah2an bisa diambil hikmahnya...

    Konon pada jaman dahulu, di Jepang ada semacam kebiasaan untuk membuang orang lanjut usia ke hutan. Mereka yang sudah lemah tak berdaya dibawa ke tengah hutan yang lebat, dan selanjutnya tidak diketahui lagi nasibnya.

    Alkisah ada seorang anak yang membawa orang tuanya (seorang wanita tua) ke hutan untuk dibuang. Ibu ini sudah sangat tua, dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Si anak laki-laki ini menggendong ibu ini sampai ke tengah hutan. Selama dalam perjalanan, si ibu mematahkan ranting-ranting kecil. Setelah sampai di tengah hutan, si anak menurunkan ibu ini.

    "Bu, kita sudah sampai", kata si anak. Ada perasaan sedih di hati si anak. Entah kenapa dia tega melakukannya. Si ibu, dengan tatapan penuh kasih berkata, "Nak, Ibu sangat mengasihi dan mencintaimu. Sejak kamu kecil, Ibu memberikan semua kasih sayang dan cinta yang ibu miliki dengan tulus. Dan sampai detik ini pun kasih sayang dan cinta itu tidak berkurang. Nak, Ibu tidak ingin kamu nanti pulang tersesat dan mendapat celaka di jalan. Makanya ibu tadi mematahkan ranting-ranting pohon, agar bisa kamu jadikan petunjuk jalan'.

    Demi mendengar kata-kata ibunya tadi, hancurlah hati si anak. Dia peluk ibunya erat-erat sambil menangis. Dia membawa kembali ibunya pulang, dan, merawatnya dengan baik sampai ibunya meninggal dunia.

    Mungkin cerita diatas hanya dongeng. Tapi di jaman sekarang, tak sedikit kita jumpai kejadian yang mirip cerita diatas. Banyak manula yang terabaikan, entah karena anak-anaknya sibuk bisnis dll. Orang tua terpinggirkan, dan hidup kesepian hingga ajal tiba. Kadang hanya dimasukkan panti jompo, dan ditengok jkalau ada waktu saja. Kiranya cerita diatas bisa membuka mata hati kita, untuk bisa mencintai orang tua dan manula. Mereka justru butuh perhatian lebih dari kita, disaat mereka menunggu waktu dipanggil Tuhan yang maha kuasa. Ingatlah perjuangan mereka pada waktu mereka muda, membesarkan kita dengan penuh kasih sayang, membekali kita hingga menjadi seperti sekarang ini.


    Spoiler untuk Untuk Para Orang Tua :
    Pada suatu malam Budi, seorang eksekutif sukses, seperti biasanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang dibawanya pulang ke rumah, karena keesokan harinya ada rapat umum yang sangat penting dengan para pemegang saham. Ketika ia sedang asyik menyeleksi dokumen kantor tersebut, Putrinya Jessica datang mendekatinya, berdiri tepat disampingnya, sambil memegang buku cerita baru. Buku itu bergambar seorang peri kecil yang imut, sangat menarik perhatian Jessica, “Pa liat”! Jessica berusaha menarik perhatian ayahnya. Budi menengok ke arahnya, sambil menurunkan kacamatanya, kalimat yang keluar hanyalah kalimat basa-basi “Wah,. buku baru ya Jes?”,

    “Ya Papa” Jessica berseri-seri karena merasa ada tanggapan dari ayahnya. “Bacain Jessi dong Pa” pinta Jessica lembut, “Wah papa sedang sibuk sekali,
    jangan sekarang deh” sanggah Budi dengan cepat. Lalu ia segera mengalihkan perhatiannya pada kertas-kertas yang berserakkan didepannya, dengan serius.Jessica bengong sejenak, namun ia belum menyerah. Dengan suara lembut dan sedikit manja ia kembali merayu “pa, mama bilang papa mau baca untuk Jessi” Budi mulai agak kesal, “Jes papa sibuk, sekarang Jessi suruh mama baca ya” “Pa, mama cibuk terus, papa liat gambarnya lucu-lucu”, “Lain kali Jessica, sana! papa lagi banyak kerjaan” Budi berusaha memusatkan perhatiannya pada lembar-lembar kertas tadi, menit demi menit berlalu, Jessica menarik nafas panjang dan tetap disitu, berdiri ditempatnya penuh harap, dan tiba-tiba ia mulai lagi. “Pa,.. gambarnya bagus, papa pasti suka”, “Jessica, PAPA BILANG, LAIN KALI!!” kata Budi membentaknya dengan keras, Kali ini Budi berhasil, semangat Jessica kecil terkulai, hampir menangis, matanya berkaca-kaca dan ia bergeser menjauhi ayahnya.
    “Iya pa, lain kali ya pa?” Ia masih sempat mendekati ayahnya dan sambil menyentuh lembut tangan ayahnya ia menaruh buku cerita di pangkuan sang Ayah.“Pa kalau papa ada waktu, papa baca keras-keras ya pa, supaya Jessica bisa denger”. Hari demi hari telah berlalu, tanpa terasa dua pekan telah berlalu namun permintaan Jessica kecil tidak pernah terpenuhi, buku cerita Peri Imut, belum pernah dibacakan bagi dirinya. Hingga suatu sore terdengar suara hentakan keras “Buukk!!” beberapa tetangga melaporkan dengan histeris bahwa Jessica kecil terlindas kendaraan seorang pemuda mabuk yang melajukan kendaraannya dengan kencang didepan rumah Budi. Tubuh Jessica mungil terhentak beberapa meter, dalam keadaan yang begitu panik ambulance didatangkan secepatnya, selama perjalanan menuju rumah sakit, Jessica kecil sempat berkata dengan begitu lirih,“Jessi takut Pa, Jessi takut Ma, Jessi sayang papa mama”, darah segar terus keluar dari mulutnya hingga ia tidak tertolong lagi ketika sesampainya di rumah sakit terdekat. Kejadian hari itu begitu mengguncangkan hati nurani Budi.
    Tidak ada lagi waktu tersisa untuk memenuhi sebuah janji. Kini yang ada hanyalah penyesalan. Permintaan sang buah hati yang sangat sederhana, pun tidak terpenuhi. Masih segar terbayang dalam ingatan budi tangan mungil anaknya yang memohon kepadanya untuk membacakan sebuah cerita,
    kini sentuhan itu terasa sangat berarti sekali,
    “,…Papa baca keras-keras ya Pa, supaya Jessica bisa denger” kata-kata Jessi terngiang-ngiang kembali. Sore itu setelah segalanya telah berlalu, yang tersisa hanya keheningan dan kesunyian hati, canda dan riang Jessica kecil tidak akan terdengar lagi, Budi mulai membuka buku cerita peri imut yang diambilnya perlahan dari onggokan mainan Jessica di pojok ruangan. Bukunya sudah tidak baru lagi, sampulnya sudah usang dan koyak. Beberapa coretan tak berbentuk menghiasi lembar-lembar halamannya seperti sebuah kenangan indah dari Jessica kecil.
    Budi menguatkan hati, dengan mata yang berkaca-kaca ia membuka halaman pertama dan membacanya dengan sura keras, tampak sekali ia berusaha membacanya dengan keras, Ia terus membacanya dengan keras-keras halaman demi halaman, dengan berlinang air mata. “Jessi dengar papa baca ya” selang beberapa kata,.. hatinya memohon lagi “Jessi papa mohon ampun nak” “papa sayang Jessi” Seakan setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya, tak kuasa menahan itu Budi bersujut dan menangis, memohon satu kesempatan lagi untuk mencintai. Seseorang yang mengasihi selalu mengalikan kesenangan dan membagi kesedihan kita, Ia selalu memberi PERHATIAN kepada kita karena ia peduli kepada kita.
    ADAKAH “PERHATIAN TERBAIK” ITU BEGITU MAHAL BAGI MEREKA? BERILAH “PERHATIAN TERBAIK” WALAUPUN ITU HANYA SEKALI Bukankah Kesempatan untuk memberi perhatian kepada orang-orang yang kita cintai itu sangat berharga ? DO IT NOW.
    Berilah “PERHATIAN TERBAIK” bagi mereka yang kita cintai. LAKUKAN SEKARANG !! KARENA HANYA ADA SATU KESEMPATAN UNTUK MEMPERHATIKAN DENGAN HATI KITA


    Spoiler untuk Renungan buat para ayah :
    KEHADIRANMU


    Ada seorang ayah yang setiap hari bekerja keras dan pulang larut malam. Bahkan seringkali di hari sabtu dan minggu pun ia bekerja. Suatu hari seperti biasa ia lembur lagi, dan pulang dengan tubuh lelah dan pikiran penat. Sampai di rumah ia menjumpai anaknya yang masih kecil menantinya di ruang tamu.

    “Malam papa, bolehkah aku bertanya?”, tanya si anak.
    “Mau tanya apa tho?”, dengan nada sedikit terganggu ayahnya menjawab, (maklumlah sudah capek).
    “Papa, berapa gaji papa per jam?”, tanya si anak dengan hati-hati (takut dimarahi)
    “Aduh ngapain sih kamu tanya begituan?”, hardik sang ayah.
    “Maaf papa, saya cuma ingin tau…”
    (berpikir sejenak) “Ya sudahlah, kira2 gaji papa satu jam nya 50 ribu”
    “Oh”, jawab si anak, sejenak kepalanya tertunduk berpikir. Lalu dengan sangat perlahan si anak berkata, “Kalau begitu… bolehkah saya pinjam… 10 ribu saja papa…?”
    Sang ayah pun bangkit amarahnya, “Jadi kamu nanya cuman mau pinjam uang? Sudah berani kamu ya nanya gaji papa cuman supaya kamu bisa pinjam uang untuk beli mainan tak berguna atau jajan! Cepat kamu masuk kamar dan tidur!”

    Anaknya pun tanpa berkata apa2 lagi, menundukkan kepala lalu masuk ke kamarnya dan sang ayah pun pergi mandi. Setelah mandi, sambil berbaring di tempat tidurnya sang ayah berpikir, “Mungkin aku terlalu galak pada anak ku, mungkin dia memang benar2 ingin membeli sesuatu, pelitnya aku ini, 10 ribu saja aku marah pada anak ku”. Kemudian sang ayah pun bangun, mengambil 10 ribu dari dompetnya dan menuju kamar anaknya.

    “Nak..”, panggilnya dengan pelan, mungkin anaknya sudah tertidur, “…kamu belum tidur?”
    “Belum papa, maaf, dari tadi saya belum bisa tidur”, sahut anaknya.
    “Mungkin ayah tadi terlalu kasar kepadamu, maaf tadi papa sangat lelah dan menumpahkan marah kepadamu, nih, 10 ribu yg tadi kamu minta”.
    Dengan wajah ceria anaknya menerima uang itu. Lalu anaknya mengambil sebuah kotak pensil tua yang ada dibawah bantalnya, mengambil segenggam uang dari situ, lalu menghitung uangnya.

    Sang ayah pun marah lagi, “Kamu ni, sebenernya mau beli apa sih? Udah punya uang gitu, masih mau pinjam lagi!”
    Setelah selesai menghitung embaran-lembaran lusuh uang di tangannya, sang anak memandang ayahnya dan menjawab, “terima kasih papa, sekarang uangku sudah cukup”
    “Sebenernya kamu ini mau ngapain sih! Jawab pertanyaanku”, hardik ayahnya lagi

    Dengan ceria dia menjawab, “Papa, ini sekarang aku punya uang 50 ribu, bolehkah aku membeli waktumu satu jam? Pulanglah lebih awal besok, aku kangen makan malam sama papa…”


    Spoiler untuk 8 Kebohongan Ibu :
    Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bahagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———-KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

    Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan suduku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA

    Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, aku tidak penat” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA

    Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT

    Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA

    Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pencen. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya ada duit” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

    Setelah lulus dari ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk buat master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universiti ternama di Amerika berkat sebuah biasiswa di sebuah syarikat swasta. Akhirnya aku pun bekerja di syarikat itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mahu menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Aku tak biasa tinggal negara orang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH

    Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di hospital, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

    Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktiviti kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.

    Tanpa Ibumu, Kau TIdak Akan lahir Di Dunia Ini, Ingat, Surga Ada Di telapak Kaki Ibu, Renungkan Lah Apa Yang Telah Kamu Perbuat Kepada Ibu Mu Itu, Dan Meminta Maaf Lah...


    Spoiler untuk Bisakah Kita Mencintai Lebih Dari Ini??? :
    Di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit.

    Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi.

    Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan : "Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati"

    Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.

    Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.

    Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu. Dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan.

    "Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosanya"

    Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah. Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan.

    Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong manyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya.

    Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang. Sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang.

    Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada. Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat.

    Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah. Tahukah anda apa yang terjadi?

    Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng.

    Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya.

    Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng. Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

    Demikianlah sangat jelas kasih seorang ibu utk anaknya. Betapapun jahat si anak, ia tetap mengasihi sepenuh hidupnya.

    * * * * *

    Marilah kita mengasihi orang tua kita masing masing selagi kita masih mampu, karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di dunia ini.

    Sesuatu untuk dijadikan renungan untuk kita... Agar kita selalu mencintai sesuatu yang berharga yang tidak bisa dinilai dengan apapun.

    There is a story living in us that speaks of our place in the world. It is a story that invites us to love what we love and simply be ourselves.

    Ambillah waktu untuk berpikir, itu adalah sumber kekuatan.
    Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi.
    Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.
    Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.
    Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.
    Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
    Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati.
    Ambillah waktu untuk memberi, itu membuat hidup terasa berarti.
    Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.

    Gunakah waktu sebaik mungkin, karena waktu tidak akan bisa diputar kembali.

    SEBERAPA DALAM KAMU MENCINTAI IBUMU ? mother is the best super hero in the world.


    Spoiler untuk Cerita Ibu bermata 1 :
    buku hanya memiliki satu mata.
    Aku membencinya? dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan.

    Dia bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah? untuk menopang keluarga.
    Ini terjadi pada suatu ketika aku duduk di sekolah dasar dan ibuku datang. Aku sungguh dipermalukan. Bagaimana bisa ia tega melakukan ini padaku?

    Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu dengannya.

    Keesokan harinya di sekolah?

    Ibumu bermata satu?!?!� ??. eeeee ejek seorang teman.
    Akupun berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini.

    Jadi kemudian aku katakan pada ibuku? Ma? kenapa engkau hanya memiliki satu mata? Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang , kenapa engkau tidak segera mati saja?!!!� ?

    Ibuku diam tak bereaksi.

    Aku merasa tidak enak, namun disaat yang sama, aku rasa aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini? Mungkin ini karena ibuku tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.

    Malam itu?

    Aku terjaga dan bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum.
    Ibuku sedang menangis disana terisak-isak, mungkin karena khawatir akan membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian pergi meninggalkannya.

    Setelah aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak enak dan tertekan. Walau demikian, aku benci ibuku yang menangis dengan satu mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses .

    Kemudian aku tekun belajar. Aku tinggalkan ibuku dan melanjutkan studiku ke Singapore.

    Kemudian aku menikah. Aku membeli rumahku dengan jerih payahku. Kemudian, akupun mendapatkan anak-anak, juga.

    Sekarang aku tinggal dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibuku.

    Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, ketika?

    Apa ?! Siapa ini?!

    Ini adalah ibuku? Masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.

    Aku bertanya padanya? Siapa kamu? Aku tidak mengenalmu! !� Kukatakan seolah-olah itu benar. Aku memakinya? Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! KELUAR DARI SINI! SEKARANG JUGA! � ?

    Ibuku hanya menjawab? Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat. � ?

    Kemudian ia berlalu dan hilang dari pandanganku.

    Oh syukurlah? Dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir atau akan memikirkannya lagi. Dan akupun menjadi merasa lebih lega?

    Suatu hari, sebuah undangan menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku di Singapore Jadi, aku berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan dinas. Setelah menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua, dulu merupakan rumahku? Hanya sekedar ingin tahu saja.

    Di sana, aku mendapati ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tapi aku tidak melihatnya ia mengeluarkan air mata. Ia memegang selembar surat ditangannya? Sebuah surat untukku.

    Anakku?
    Aku rasa hidupku cukup sudah kini?
    Dan? aku tidak akan pergi ke Singapore lagi?
    Tapi apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu?

    Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah . Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolahan. Demi engkau?

    Dan aku sangat menyesal karna aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah sangat memalukan dirimu.

    Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu?

    Aku sangat bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah merasa marah dengan apa yang kau pernah kau lakukan? Beberapa kali engkau memarahiku?

    Aku berkata pada diriku? Ini karena ia mencintaiku?

    Teman-temanku?

    Pesan (di atas) ini sungguh memiliki sebuah arti yang sangat mendalam dan dikirim untuk mengingatkan banyak orang bahwa kebaikan yang telah mereka nikmati selama ini adalah berkat seseorang, entah secara langsung maupun tidak langsung.


    Renungkan sesaat dan lihatlah dirimu!.

    Berterima kasihlah akan apa yang kamu miliki saat ini dibandingkan dengan jutaan orang yang tidak memiliki kehidupan seperti yang engkau peroleh saat ini !

    Bawalah (selalu) ibumu dalam doa di mana saja engkau berada !



    Spoiler untuk Jgn Ngambek Berkepanjangan ke Org yg Kita Sayang :
    Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.

    Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat.

    Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini, setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama .

    Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.

    Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya.Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari, tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata: “Mari,kita jemput nenek di kampung”.

    Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana.

    Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan ke dalam kantongnya.

    Kalau terjadi selisih paham di antara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi di atas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.

    Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah.

    Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suami: “Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan? “Aku menjelaskannya kepada nenek: “Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira. “Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa: “Ibu, ini kebiasaan orang kota , lambat laun ibu akan terbiasa juga.”

    Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu tanya itu berapa harganya, ini berapa. Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras. Suamiku memencet hidungku sambil berkata: “Putriku, kan kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga yang sebenarnya.” Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

    Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri,di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes.

    Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi di saat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur,tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya: dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya. Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, di mana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.

    Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur. Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah. “Apa salahku?” Dia melotot sambil berkata: “Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu bisa membuatmu mati?”

    Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama, suasana mejadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata di mana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?

    Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan di luar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata: “Lu di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?” sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata: “Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi.” Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu.

    Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri di depan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, di luar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!.

    Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh..suamiku segera mengejarnya keluar rumah.

    Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.

    Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata: “Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter.” Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

    Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi….. mimpiku tidak menjadi kenyataan. Di dalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat buruk?

    Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi,memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam, aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu.

    Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.
    Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya. Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung. “Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati: “Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?”

    Sampai selesai upacara pemakaman,suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian. Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika………… di matanya, akulah penyebab kematian nenek.

    Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat. Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

    Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita di dalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi.Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jangtungku terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian. Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku di hadapan mereka.

    Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak terjadi………, semua berlalu begitu saja.

    Aku mulai hidup seorang diri,pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak bersalah.

    “Suatu hari pulang kerja, aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas di atas meja,tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu. 2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya: “Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya”. Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar. Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menandatangani surat itu dan menyodorkan kepadanya. “Lu di,kamu hamil?” Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar dengan derasnya. Aku menjawab:”Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi”. Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan.

    Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali.”

    Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata: “Maafkan aku, maafkan aku”. Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan. Cinta di antara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.

    Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.

    Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa…….., itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?

    Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.

    Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?

    Sampai di pintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tanganya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya.

    Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya…aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.

    Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara….Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami. “Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Di dalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah.

    “Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun-tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan adalah orang yg paling ayah cintai”.

    Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK , SD ,SMP,SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap di dalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. “Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya”".”

    Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya di atas dadanya sambil berkata: “Sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya”. Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum…………..anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tanganya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata………………..

    Teman2 terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agar kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah pesan dari cerita ini: “Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati di antara kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan di dalam hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok?

    Ada sebuah pertanyaan:

    Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.


    Spoiler untuk Makan Malam Paling Berkesan dalam Hidupku :
    Setelah 21 tahun menikah, suatu hari isteriku meminta kesediaanku untuk makan malam diluar dan menonton bersama seorang wanita. “Aku mencintaimu, tetapi aku tahu bahwa wanitu itu juga mencintaimu dan sangat mengharapkan untuk bisa menghabiskan sedikit waktu bersamamu.” Wanita yang dimaksudkan oleh isteriku tak lain adalah ibuku sendiri yang sudah menjanda selama 19 tahun. Karena kesibukan dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, belakangan ini aku memang tidak punya waktu untuk menjenguknya. Malam itu aku menelepon ibu dan mengajaknya makan malam diluar dan menonton berdua. Ibu seolah tak percaya ajakanku. “Nggak salah? Apakah kau baik-baik saja?” Tanya ibu padaku. “Iya Bu, kita akan pergi berdua saja,” jawabku.

    Sepulang dari bekerja aku langsung menuju kerumah ibu. Dalam perjalanan kerumah ibu, aku merasa sedikit tegang. Aku tahu ketegangan ini disebabkan karena aku tidak pernah pergi berdua dengannya. Setiba didepan rumah, ibu sudah menunggu didepan pintu. Ibu menata rambutnya seindah mungkin dan ia mengenakan gaun yang dulu dikenakannya pada ulang tahun terakhir pernikahannya. Ia tersenyum sambil berkata, “Aku mengatakan kepada teman-temanku bahwa aku akan pergi makan dan menonton dengan anak laki-lakiku.” Ibu mengatakan itu sambil berjalan ke mobilku.

    Setiba di restoran, kami terlibat dalam perbincangan yang sangat menyenangkan. “Aku ingat saat-saat makan di restoran seperti ini, ketika kamu masih kecil dulu,” kata Ibu tersenyum sambil membaca daftar menu yang disediakan. Dalam perjalanan pulang, ibu berkata kepadaku, “Aku ingin pergi lagi bersamamu seperti malam, ini tetapi itu pun kalau engkau bersedia.”

    Beberapa hari kemudian ibu meninggal dunia karena serangan jantung. Tak lama setelah itu, aku menerima sebuah amplop berisi kwitansi dari restoran tempat kami makan malam sebelumnya. Ada catatan kecil yang ibu tuliskan disana, “Aku sudah membayar tagihan ini. Aku tidak yakin apakah aku masih berumur panjang, namun demikian aku tetap membayar untuk dua orang. Satu untukmu dan satu lagi untuk isterimu. Engkau tidak akan pernah tahu betapa berartinya malam itu bagiku. Aku mengasihimu anakku.”

    ---

    Ini adalah saat yang tepat untuk Anda mengoreksi diri mengenai keharmonisan hubungan dengan orang tua, khususnya ibu yang sudah melahirkan Anda. Ibu yang dulu mencurahkan kasih sayang kepada Anda, ibu yang selalu berdoa dan mengharapkan yang terbaik bagi Anda, yang menangis kepada Tuhan untuk Anda. Marilah kira belajar menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, anak yang bisa membahagiakan mereka. Anda yang saat ini sedang mengalami keretakan hubungan dengan orang tua, segeralah pulihkan hubungan itu.

    Latihlah kepekaan untuk mendengarkan jeritan batin seorang ibu, sekalipun mulutnya tertutup rapat.


    Segini dlo aja hari ini...
    Ditunggu commentna...
    ^^v

  4. #3

    Join Date
    May 2009
    Posts
    99
    Points
    124.50
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    Really nice.. bisa ngumpulin cerita2 kek gini...

    sampe gak tau mau komen apalg aku smile:

  5. #4
    APV_mobile's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Posts
    5,567
    Points
    1,378.61
    Thanks: 198 / 259 / 174

    Default

    renungan universal yah. .


    nicce juga. .saya save page dulu nih, ntar dibaca2
    RETIRED

  6. #5
    konryuza's Avatar
    Join Date
    Dec 2008
    Location
    dpn komp
    Posts
    957
    Points
    1,071.70
    Thanks: 3 / 4 / 4

    Default

    nice kk

    ijin copas

    sungguh mengharukan T_T

  7. #6
    freezing_heartz's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Jakarta
    Posts
    92
    Points
    127.70
    Thanks: 0 / 2 / 2

    Default

    Spoiler untuk Mampukah Qta Mencintai Tanpa Syarat?? :
    Ini cerita Nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo (?), Direktur FortisAsset Management yg sangat terkenal di kalangan Pasar Modal Dan Investment,Beliau juga sangat sukses dlm memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yg diutarakan beliau adalah Sangat Benar sekali.Silahkan baca Dan dihayati.

    *MAMPUKAH KITA MENCINTAI TANPA SYARAT* - - -

    sebuah perenunganBuat para suami baca ya......
    Istri calon istri juga boleh..

    Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi,usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun.Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa,setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan, itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang.Lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.Setiap Hari Pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

    Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha Pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang Hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian Dan Selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil Menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar Dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati Mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal is bungsu yg masih Kuliah.

    Pada suatu Hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua Mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah Sudah tinggal dengan keluarga masing2 Dan Pak Suyatno memutuskan ibu Mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya Berhasil.

    Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata
    'Pak kami ingin sekali merawat ibu semenjak kami kecil melihat bapak Merawat ibu tidak Ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak....... Bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu' .
    Dengan air Mata Berlinang anak itu melanjutkan kata2nya 'sudah yg keempat kalinya kami Mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya,Kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami Sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu Sebaik-baiknya secara bergantian'. .

    Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka.'Anak2ku ......... Jikalau perkawinan hidup didunia ini hanya untuk nafsu,Mungkin bapak akan menikah..... .tapi ketahuilah dengan adanya Ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah Melahirkan kalian.. Sejenak kerongkongannya tersekat,...

    Kalian yg Selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun Dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia Menginginkan keadaanya seperti Ini.Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia Meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.'Sejenak meledaklah tangis anak2 Pak suyatno. merekapun melihat Butiran2 kecil jatuh dipelupuk Mata ibu Suyatno.. Dengan pilu Ditatapnya Mata suami yg sangat dicintainya itu..

    Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi Nara sumber Dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada SuyatnoKenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah Tidak bisa apa2...

    Disaat itulah meledak tangis beliau dengan Tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup Menahan haru.Disitulah Pak Suyatno bercerita.'Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam Perkawinannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, Pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi Pendamping hidup saya, Dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabarMerawat saya mencintai saya dengan hati Dan bathinnya bukan dengan Mata, Dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2..Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta Kita bersama..Dan itu Merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,'

    2 all my frens awali hari ini dgn membahagiakan orang2 yg qta cintai..dengan memberikan cinta qta tanpa syarat..hep a nice day..♥ u all muaaah.


    Spoiler untuk Jagalah Mataku :
    Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat dunia.

    Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?" Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya.

    Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."

    Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling menyakitkan.

    Hidup adalah anugerah

    Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar -
    Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

    Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu -
    Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

    Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu -
    Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.

    Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu -
    Ingatlah akan seseorang yang begitu mengaharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

    Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai -
    Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.

    Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh -
    Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

    Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu -
    Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.

    Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain -
    Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.

    Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu -
    Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini.

    Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu.


    NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU TIDAK AKAN TERULANG LAGI!

  8. #7
    jojoxxx's Avatar
    Join Date
    Mar 2008
    Location
    bekaseeeeeee
    Posts
    741
    Points
    894.40
    Thanks: 0 / 1 / 1

    Default

    asli bro, gw nangis baca kisah yu yuan huaaaaaaaaaaaaa... bener2 malaikat keci

  9. #8
    -YkZ-Reaper's Avatar
    Join Date
    Jul 2008
    Location
    Miracle Net
    Posts
    783
    Points
    1,009.50
    Thanks: 5 / 6 / 6

    Default

    8 Kebohongan Ibu
    Spoiler untuk makasi ya :
    Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktiviti kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.

    Makasi banget bro uda ngingettin hal yg sepele tapi really important..
    In God We tRust

  10. #9
    APV_mobile's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Posts
    5,567
    Points
    1,378.61
    Thanks: 198 / 259 / 174

    Default

    btw itu kisahnya yuan yu beneran yah.. ?
    RETIRED

  11. #10
    freezing_heartz's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Jakarta
    Posts
    92
    Points
    127.70
    Thanks: 0 / 2 / 2

    Default

    Yup" yg yu Yuan beneran kk...

    Banyak dari kisah nyata kok ini

    ^^
    Spoiler untuk Semangkuk Mie :
    Pada malam itu Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang. Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata, “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?” “Ya, tetapi, aku tidak membawa uang.” jawab Ana dengan malu-malu “Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu.” jawab si pemilik kedai, “Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”. Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

    “Ada apa, nona?” tanya si pemilik kedai. “Tidak apa-apa. Aku hanya terharu.” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

    “Bahkan seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi!, tetapi, ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri.” katanya kepada pemilik kedai. Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata “Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.” Ana terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.” Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.

    Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah: “Ana, kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang”. Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis di hadapan ibunya.

    Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga), khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

    ---

    Bagaimanapun kita tidak boleh melupakan jasa orang tua kita. Seringkali kita mengganggap pengorbanan mereka merupakan suatu proses alami yang biasa saja, tetapi kasih dan kepedulian orang tua kita adalah hadiah paling berharga yang diberikan kepada kita sejak kita lahir.
    Pikirkanlah hal itu, apakah kita mau menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang tua ?


    Spoiler untuk Ajari Aku Memeluk Landak :
    Yulia menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari ruang tamu ke pintu depan. Diliriknya jalan raya depan rumah.

    Belum ada.

    Yulia masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi.

    Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si Mbok yang menyuruhnya berulang kali untuk makan duluan, tidak dia gubris.

    Pukul 18.30. Tinnn... Tiiiinnnnn.. .!! Yulia kecil melompat girang!

    Mama pulang! Papa pulang! Dilihatnya dua orang yang sangat dia cintai itu masuk ke rumah.

    Yang satu langsung menuju ke kamar mandi. Yang satu mengempaskan diri di sofa sambil mengurut-urut kepala. Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi keluarga. Bagi si kecil Yulia juga, yang tentunya belum mengerti banyak. Di otaknya yang kecil,

    Yulia cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia girang Mama dan Papa pulang.


    "Mama, mama.... Mama, mama...." Yulia menggerak-gerakkan tangan.

    "Mama...." Mama diam saja. Dengan cemas Yulia bertanya, "Mama sakit ya?

    Mana yang sakit? Mam, mana yang sakit?"


    Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata.


    Yulia makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit? Yulia ambilin obat ya? Ya? Ya?"


    Tiba-tiba... "Yulia!! Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!"


    Mama membentak dengan suara tinggi.


    Kaget...!!


    Yulia mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar. Bingung.


    Yulia salah apa? Yulia sayang Mama... Yulia salah apa? Takut-takut, Yulia menyingkir ke sudut ruangan. Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya. Otak kecil Yulia terus bertanya-tanya: Mama, Yulia salah apa? Mama tidak suka dekat-dekat Yulia? Yulia mengganggu Mama?Yulia tidak boleh sayang Mama, ya? Berbagai peristiwa sejenis terjadi.


    Dan otak kecil Yulia merekam semuanya. Maka tahun-tahun berlalu. Yulia tidak lagi kecil. Yulia bertambah tinggi. Yulia remaja. Yulia mulai beranjak menuju dewasa.

    Tin.. Tiiinnn... ! Mama pulang. Papa pulang. Yulia menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke kamarnya, dan mengunci pintu. Menghilang dari pandangan.


    "Yulia mana?"


    "Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."


    Malam itu mereka kembali hanya makan berdua. Dalam kesunyian berpikir dengan hati terluka: Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku? Apa salahku? Apa dosaku?


    Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua!


    Tidak seperti jaman dulu.


    Di atas, Yulia mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam. Dari jauh. Dari tempat di mana ia tidak akan terluka. "Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak?"


    Kata Bijak Hari Ini: Satu cara terpenting dalam membantu anak-anak tumbuh dewasa adalah: Kita harus tumbuh dewasa terlebih dahulu.

  12. #11
    freezing_heartz's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Jakarta
    Posts
    92
    Points
    127.70
    Thanks: 0 / 2 / 2

    Default

    Spoiler untuk Aku menangis Untuk Adikku 6 kali :
    Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
    Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri ima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
    “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
    Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya! ” Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
    Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
    Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
    Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
    Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.”
    yah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu ******* lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya, kkalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”
    Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”
    Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20 tahun. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) .
    Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, ” Ada seorang ppenduduk dusun menunggumu di luar sana !” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?”
    Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? ” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu.”
    Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20, Aku 23.
    Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk
    membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.”
    Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit.. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23, Aku berusia 26.
    Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”
    Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.
    Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
    Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
    “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
    Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
    Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
    Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.


    Spoiler untuk Ibu :
    Sang ibu muda, melangkahkan kakinya di jalan kehidupan.
    'Apakah jalannya jauh?' tanyanya.
    Pemandunya menjawab: 'Ya, dan jalannya berat.
    Kamu akan jadi tua sebelum mencapai akhir perjalanan ini...
    Tapi akhirnya lebih bagus dari pada awalnya.'

    Tetapi ibu muda itu sedang bahagia.
    Ia tidak percaya bahwa akan ada yang lebih baik daripada tahun-tahun ini.
    Karena itu dia main dengan anak-anaknya, mengumpulkan bunga-bunga untuk mereka
    Sepanjang jalan dan memandikan mereka di aliran sungai yang jernih.
    Matahari bersinar atas merekad an ibu muda itu berseru:
    'Tak ada yang bisa lebih indah daripada ini.'

    Lalu malam tiba bersama badai.
    Jalannya gelap, anak-anak gemetar ketakutan dan ketakutan.
    Ibu memeluk mereka dan menyelimuti mereka dengan mantelnya.
    Anak-anak itu berkata: 'Ibu, kami tidak takut, karena ibu ada dekat.
    Tak ada yang dapat menyakiti kami.'

    Dan fajar menjelang. Ada bukit menjulang di depan mereka.
    Anak-anak memanjat dan menjadi lelah. Ibunya juga lelah.
    Tetapi ia terus berkata kepada anak-anaknya:
    'Sabar sedikit lagi, kita hampir sampai.' Demikianlah anak-anak itu memanjat terus.
    Saat sampai di puncak, mereka berkata: 'Ibu, kami tak mungkin melakukannya tanpa ibu.'


    Dan sang ibu, saat ia berbaring malam hari dan menatap bintang-bintang, berkata:
    'Hari ini lebih baik daripada yang lalu karena anak-anakku sudah belajar daya tahan
    menghadapi beban hidup. Kemarin malam aku memberi mereka keberanian.
    Hari ini saya memberi mereka kekuatan.'

    Keesokan harinya, ada awan aneh yang menggelapkan bumi.
    Awan perang, kebencian dan kejahatan.
    Anak-anak itu meraba-raba dan tersandung-sandung dalam gelap.
    Ibunya berkata: 'Lihat keatas. Arahkan matamu kepada sinar.'
    Anak-anak menengadah dan melihat diatas awan-awan ada kemuliaan abadi
    yang menuntun mereka melalui kegelapan.
    Dan malam harinya ibu itu berkata: 'Ini hari yang terbaik
    karena saya sudah memperlihatkan Allah kepada anak-anakku

    Hari berganti minggu, bulan, dan tahun.
    Ibu menjadi tua, kecil dan bungkuk.
    Tetapi anak-anaknya tinggi, kuat dan berjalan dengan gagah berani.
    Saat jalannya sulit, mereka membopongnya.
    Akhirnya mereka sampai ke sebuah bukit. Dan di kejauhan mereka melihat
    sebuah jalan yang bersinar dan pintu gerbang emas terbuka lebar.
    Ibu berkata: 'Saya sudah sampai pada akhir perjalananku.
    Dan sekarang saya tahu, akhir ini lebih baik dari pada awalnya.
    Karena anak-anakku dapat berjalan sendiri dan anak-anak mereka ada di belakang mereka.'


    Dan anak-anaknya menjawab: "Ibu selalu akan berjalan bersama kami...
    meskipun ibu sudah pergi melewati pintu gerbang itu.'
    Mereka berdiri, melihat ibu mereka berjalan sendiri...
    dan pintu gerbang itu menutup sesudah ia lewat.
    Dan mereka berkata: "Kita tak dapat melihat ibu lagi tetapi dia masih bersama kita."
    Ibu seperti ibu kita, lebih dari sekedar kenangan. Ia senantiasa hadir dan hidup.

    Ibumu selalu bersamamu….
    Ia adalah bisikan daun saat kau berjalan di jalan.
    Ia adalah bau pengharum di kaus kakimu yang baru dicuci.
    Dialah tangan sejuk di keningmu saat engkau sakit.
    Ibumu hidup dalam tawa candamu.
    Ia terkristal dalam tiap tetes air mata.
    Dia lah tempat engkau datang, dia rumah pertamamu.
    Dia adalah peta yang kau ikuti pada tiap langkahmu/
    Ia adalah cinta pertama dan patah hati pertamamu.
    Tak ada di dunia yang dapat memisahkan kalian.

    Tidak waktu, ruang, bahkan tidak juga kematian!


  13. #12
    Miracle_Goddess
    Guest

    Default

    Nice banget ceritanya sangat menyentuh...
    KERENNNNN ABIIIIISSSSS ^^~

  14. #13
    freezing_heartz's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Jakarta
    Posts
    92
    Points
    127.70
    Thanks: 0 / 2 / 2

    Default

    Dah lama gk ngepost tenggelam lah saia...

    Spoiler untuk Saia ibu yg jahat :
    SAYA IBU TERBURUK DIDUNIA INI

    Oh, Tuhan, ijinkan aku menceritakan hal ini..., sebelum ajal
    menjemputku...

    20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya
    lumayan tampan namun terlihat agak bodoh... Sam, suamiku, memberinya
    nama Eric.

    Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak
    terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk
    dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu.
    Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga

    Ditahun kedua setelah Eric dilahirkan sayapun melahirkan kembali
    seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica.
    Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami
    mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak
    yang indah-indah... Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya
    memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun
    saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam
    selalu menuruti perkataan saya.

    Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur
    4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang
    yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan
    membuat saya menyesal seumur hidup.

    Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya dengan beserta Eric
    yang sedang tertidur lelap. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk
    setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang.

    Setahun..., 2 tahun..., 5 tahun..., 10 tahun... telah berlalu sejak
    kejadian itu. Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria
    dewasa. Ia adalah seorang pastor di gereja St. Maria. Usia pernikahan
    kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya
    yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi
    sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.

    Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama
    putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan
    tidak ada lagi yang mengingatnya.

    Sampai suatu malam... Malam dimana saya bermimpi tentang seorang
    anak... Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali... Ia melihat
    ke arah saya.

    Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya?
    Saya lindu cekali pada mommy!"
    Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,
    "Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu.
    Siapa namamu anak manis?"
    "Nama saya Elic, Tante."
    "Eric...? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric???"

    Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai
    perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba
    terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film
    yang diputar di kepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa
    jahatnya perbuatan saya dulu.

    Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati...,
    mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya
    goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas
    kembali di pikiran saya.

    Ya Eric, mommy akan menjemputmu Eric...
    Sore itu saya memarkir mobil Civic biru saya disamping sebuah gubuk,
    dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa
    yang sebenarnya terjadi?"

    "Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal
    yang telah saya lakukan dulu," tapi aku menceritakannya juga dengan
    terisak-isak... Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah
    memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian.

    Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad
    dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua
    meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah
    saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric... Eric... Saya
    meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu.

    Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan
    membuka pintu yang terbuat dari bambu itu... Gelap sekali... Tidak
    terlihat sesuatu apapun juga! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan
    kegelapan dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak menemukan siapapun
    juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai
    tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai
    berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju
    butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya...

    Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, sayapun
    keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat
    itu saya hanya diam saja.
    Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan
    tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami.
    Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian
    terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang
    wanita tua.

    Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan
    suaranya yang parau, "Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"
    Dengan memberanikan diri, sayapun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan
    seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

    Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!!
    Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini,
    Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena
    tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal
    Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai
    pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti
    itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia
    belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis
    ini untukmu..."

    Sayapun membaca tulisan di kertas itu... "Mommy, mengapa Mommy tidak
    pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric
    yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan
    marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."

    Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan...
    Katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan menyayanginya
    sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong
    katakan...!!!"
    Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

    "Nyonya, semua sudah terlambat (dengan nada lembut). Sehari sebelum
    nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang
    gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi
    menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani
    masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan
    pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana... Ia hanya berharap
    dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan
    deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu
    Nyonya di sana. Nyonya, dosa anda tidak terampuni!"


    Spoiler untuk kopi asin :
    Kopi Asin

    Dia bertemu dengan gadis itu di sebuah pesta, gadis yang menakjubkan.
    Banyak pria berusaha mendekatinya. Sedangkan dia sendiri hanya seorang
    lakiČ biasa. Tak ada yang begitu menghiraukannya. Saat pesta telah
    usai, dia mengundang gadis itu untuk minum kopi bersamanya.
    Walaupun terkejut dengan undangan yang mendadak,
    si gadis tidak mau mengecewakannya.

    Mereka berdua duduk di sebuah kedai kopi yang nyaman.
    Si lakiČ begitu gugup untuk mengatakan sesuatu,
    sedangkan sang gadis merasa sangat tidak nyaman.
    "Ayolah, cepat. Aku ingin segera pulang", kata sang gadis dalam hatinya.
    TibaČ si lakiČ berkata pada pelayan, "Tolong ambilkan saya
    garam. Saya ingin membubuhkan dalam kopi saya." Semua orang memandang
    dan melihat aneh padanya. Mukanya kontan menjadi merah, tapi ia tetap
    mengambil dan membubuhkan garam dalam kopi serta meminum kopinya.

    Sang gadis bertanya dengan penuh rasa ingin tahu kepadanya,
    "Kebiasaanmu kok sangat aneh?".
    "Saat aku masih kecil, aku tinggal di dekat laut. Aku sangat suka
    ber-mainČ di laut, di mana aku bisa merasakan laut... asin dan pahit.
    Sama seperti rasa kopi ini",jawab si lakiČ. "Sekarang, tiap kali aku
    minum kopi asin, aku jadi teringat akan masa kecilku, tanah kelahiranku.
    Aku sangat merindukan kampung halamanku, rindu kedua orangtuaku yang
    masih tinggal di sana", lanjutnya dengan mata berlinang. Sang gadis
    begitu terenyuh. Itu adalah hal sangat menyentuh hati. Perasaan yang
    begitu dalam dari seorang lakiČ yang mengungkapkan kerinduan akan
    kampung halamannya. Ia pasti seorang yang mencintai dan begitu peduli
    akan rumah dan keluarganya. Ia pasti mempunyai rasa tanggung jawab akan
    tempat tinggalnya. Kemudian sang gadis memulai pembicaraan, mulai
    bercerita tentang tempat tinggalnya yang jauh, masa kecilnya, keluarganya...
    Pembicaraan yang sangat menarik bagi mereka berdua. Dan itu juga
    merupakan awal yang indah dari kisah cinta mereka. Mereka terus menjalin
    hubungan. Sang gadis menyadari bahwa ia adalah lakiČ idaman baginya.
    Ia begitu toleran, baik hati, hangat, penuh perhatian... pokoknya
    ia adalah pria baik yang hampir saja diabaikan begitu saja.
    Untung saja ada kopi asin !

    Cerita berlanjut seperti tiap kisah cinta yang indah: sang putri menikah
    dengan sang pangeran, dan mereka hidup bahagia... Dan, tiap ia
    membuatkan suaminya secangkir kopi, ia membubuhkan sedikit garam
    didalamnya, karena ia tahu itulah kesukaan suaminya.

    Setelah 40 tahun berlalu, si lakiČ meninggal dunia. Ia meninggalkan
    sepucuk surat bagi istrinya:"Sayangku, maafkanlah aku. Maafkan
    kebohongan yang telah aku buat sepanjang hidupku. Ini adalah
    satuČnya kebohonganku padamu---tentang kopi asin. Kamu ingat kan
    saat kita pertama kali berkencan? Aku sangat gugup waktu itu. Sebenarnya
    aku menginginkan sedikit gula. Tapi aku malah mengatakan garam. Waktu
    itu aku ingin membatalkannya, tapi aku tak sanggup, maka aku biarkan
    saja semuanya. Aku tak pernah mengira kalau hal itu malah menjadi awal
    pembicaraan kita. Aku telah mencoba untuk mengatakan yang sebenarnya
    kepadamu. Aku telah mencobanya beberapa kali dalam hidupku, tapi aku
    begitu takut untuk melakukannya, karena aku telah berjanji untuk tidak
    menyembunyikan apapun darimu... Sekarang aku sedang sekarat. Tidak ada
    lagi yang dapat aku khawatirkan, maka aku akan mengatakan ini padamu:
    Aku tidak menyukai kopi yang asin. Tapi sejak aku mengenalmu, aku selalu
    minum kopi yang rasanya asin sepanjang hidupku. Aku tidak pernah
    menyesal atas semua yang telah aku lakukan padamu. Aku tidak pernah
    menyesali semuanya. Dapat berada disampingmu adalah kebahagiaan
    terbesar dalam hidupku. Jika aku punya kesempatan untuk menjalani
    hidup sekali lagi, aku tetap akan berusaha mengenalmu dan
    menjadikanmu istriku walaupun aku harus minum kopi asin lagi."

    Sambil membaca, airmatanya membasahi surat itu. Suatu hari seseorang
    menanyainya, "Bagaimana rasa kopi asin?", ia menjawab, "Rasanya begitu manis."


    Spoiler untuk SEBELUM KALIAN SEMUA MENGELUH TOLONG BACA INI :
    Sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik,
    Pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali

    Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu,
    Pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

    Sebelum kamu mengeluh tidak punya apa-apa,
    Pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.

    Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk,
    Pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk didalam hidupnya.

    Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istri anda,
    Pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan teman hidup.

    Sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu,
    Pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.

    Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu,
    Pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.

    Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya,
    Pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan.

    Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir,
    Pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan.

    Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu,
    Pikirkan tentang pengangguran,orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.

    Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain,
    Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.

    Dan ketika kamu sedang bersedih dan hidupmu dalam kesusahan,
    Tersenyum dan berterima kasihlah kepada Tuhan bahwa kamu masih hidup!

  15. #14
    Soul_Ripper's Avatar
    Join Date
    Jan 2009
    Location
    pisang
    Posts
    865
    Points
    8,879.23
    Thanks: 15 / 8 / 6

    Default

    kopi asin...... ngelesnya pinter tu laki2..... tapi amalh jadi awal suatu hubungan.......

    keep posting

  16. #15
    darkcloner's Avatar
    Join Date
    Aug 2007
    Location
    jakarta
    Posts
    895
    Points
    1,283.90
    Thanks: 5 / 2

    Default

    ok... gw nangis 5-6 kali berturut2 sampe air mata ga bisa keluar lagi...

    thx buat TS yg uda ngumpulin cerita2 ini...

Page 1 of 3 123 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •