Seorang remaja yang sedang menunggu obat di apotik rumah sakit duduk bersebelahan dengan remaja dengan wajah pucat yang duduk di kursi roda
Bosan menunggu, ia pun mulai berbasa basi.
"Sakit apa kamu, hingga harus duduk di kursi roda itu?"
tak ada jawaban, yang ada hanya senyum.
Beberapa menit berlalu, ayah sang remaja yang duduk di kursi roda itu datang menghampiri anaknya, "Bersemangatlah, nak, kau pasti akan sembuh."
Setelah kau sembuh, apapun permintaanmu akan ayah kabulkan.
Ayah harus pergi sekarang, nanti akan ada suster yang mengurus semua kebutuhanmu disini.
Bosan menunggu lama, remaja yang pertama kembali membuka percakapan.
Aku Budi, siapa namamu? Senangnya memiliki seorang ayah seperti itu, bisakah kau bayangkan, apapun yang kamu minta setelah sembuh akan diberikan.
Andai aku punya ayah seperti itu, betapa bahagianya aku.
Selama ini, aku bagai hidup dalam kurungan, semua yang kuminta hampir tak pernah diberi dengan berbagai macam alasan.
Aku pernah meminta console game terbaru, ayah bilang, "Raihlah juara 1 di kelas, dan ayah akan mempertimbangkan untuk membelikannya untukmu."
Aku lumayan pandai, aku menjadi juara 3 di kelas, dan untungnya dia mau membelikan console itu, hanya setelah aku berusaha begitu keras.
Pernah juga tahun lalu, aku sampai memohon padanya untuk menghadiri sebuah pesta bersama teman-temanku di sebuah diskotik. Aku begitu ingin pergi, aku hanya ingin tahu seperti apa suasananya, hanya itu. Tapi dia mati-matian melarangku, dengan alasan itu untuk kebaikanku sendiri.
Dan sekarang, saat terbaring sakitpun dia masih saja sempat-sempatnya melarang keinginanku untuk memiliki motor sendiri. Dia bilang, sekarang belum saatnya, padahal hampir semua teman-temanku memilikinya, masa aku harus naik kendaraan umum setiap kali aku pergi ke sekolah. Benar-benar seorang ayah yang pelit.
Kembali remaja yang duduk di kursi roda itu tersenyum, dan kini dia mulai membuka mulutnya.
"Andai saja ayahmu memberikan itu semua untukmu..."
"Ya, betul", potong Budi, tentunya aku akan bahagia karena semua permintaanku dipenuhi.
"Bukan itu maksudku, andai saja semua permintaanmu dipenuhi, mungkin kau juga akan duduk di kursi roda seperti aku, dan mengalami apa yang aku alami.
Aku, seperti kebanyakan remaja lainnya, juga sangat menyukai game, dan ayahku yang memang mampu, selalu memberikan apa saja yang aku minta, selain waktunya, yg mungkin lebih berharga daripada aku, anaknya satu-satunya.
Kau tahu apa yang terjadi padaku? Nilaiku hancur, dan aku tidak naik kelas.
Teman-temanpun mengejekku hingga aku putus asa dan merasa begitu malu.
Dua orang temanku yang juga tinggal kelas mengajakku ke diskotik untuk melupakan kegagalanku, dan aku bebas pergi tanpa ijin siapapun, karena ayah tak pernah peduli padaku. Kami minum-minum sampai puas dan pulang dalam keadaan mabuk. Aku ngebut sejadi-jadinya hingga menabrak pembatas jalan tanpa sadar, dan beginilah keadaanku, mungkin kakiku harus diamputasi karena kecelakaan itu.
Mendengar semua itu, Budi terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya berlari menuju kamar ayahnya. Disana, ia memeluk ayahnya sambil meneteskan air mata, dan berbisik, "Aku mencintaimu, ayah."
Ayahnya yang agak terkejut melihat sikap anaknya, berkata, "Aku pun mencintaimu anakku, melebihi apapun yang kupunya."
Kebebasan, kadang tak seindah yang kita bayangkan. Sering terjadi, kasih yang sejati adalah berupa larangan dan nasehat, sebagai tanda bahwa seseorang begitu peduli dan menyayangi kita.
Saat mengalami itu, mungkin kita merasa terkekang, tak bebas, namun setidaknya, kita dapat menyadari, itu karena kita dicintai.
Share This Thread