SBY vs Amien Happy Ending
Selasa, 29 Mei 2007

JAKARTA - Perseteruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan mantan ketua MPR Amien Rais berakhir happy ending. Ini ditandai dengan pertemuan mereka di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta. Pertemuan terjadi sekitar pukul 07.00 Minggu lalu (27/5) di salah satu ruang tunggu dalam bandara tersebut. ”Pertemuan itu terjadi dilatarbelakangi Mensesneg Hatta Radjasa yang menghadap saya pada Sabtu sore (26/5). Dia menceritakan telah berkomunikasi via telepon dengan Pak Amien Rais dan menyarankan saya agar bertemu dengan beliau,” kata SBY dalam keterangan pers di Kuala Lumpur. Setelah mempertimbangkan usul Hatta yang kader PAN—partai yang didirikan Amien Rais—itu, SBY setuju untuk bertemu dengan Amien di tempat netral.

Lantas, disepakati tempatnya di ruang tunggu Bandara Halim Perdanakusumah. Waktunya sesaat sebelum presiden berangkat ke Kuala Lumpur. “Dalam pertemuan tersebut, kami berdua sepakat untuk mengakhiri konflik. Karena jika ini terus berlangsung akan menjadi tidak baik dari segi politik nasional,” kata SBY.
Hubungan SBY dengan Amien memang sempat memanas. Itu buntut hebohnya dugaan korupsi aliran dana nonbujeter DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) yang menyeret mantan menteri kelautan dan perikanan Rokhmin Dahuri.
Awalnya, Amien berterus terang bahwa tim suksesnya dalam Pilpres 2004 menerima dana dari Rokhmin Rp200 juta. Beberapa hari kemudian, di sebuah stasiun TV swasta, Amien juga menyatakan ada pasangan capres-cawapres tertentu yang menerima dana dari Washington, Amerika Serikat.
Pernyataan Amien itulah, yang agaknya membuat panas telinga SBY. Jumat lalu (25/5), sekitar pukul 14.00, SBY mengadakan jumpa pers di halaman kantor kepresidenan. Dalam kesempatan itu, secara khusus, SBY menanggapi pernyataan Amien. Bahkan, tokoh Muhammadiyah yang juga mantan ketua umum DPP PAN itu diancam akan diperkarakan secara hukum.
Amien langsung mereaksi ancaman SBY. Dia mengatakan tidak gentar. Bahkan, saat itu, Amien mengatakan akan membuka kasus yang telah diungkapnya. ”Saya yakin, jika dibuka, pasti akan menggemparkan,” ujarnya saat itu.
Perang pernyataan tersebut lantas ditanggapi sejumlah tokoh nasional. Umumnya, mereka sangat menyesalkan perseteruan tersebut dan minta agar SBY-Amien segera mengakhirinya.
Minggu pagi lalu, agaknya, momen bakal berakhirnya perseteruan itu. “Bisa saja di kalangan pimpinan politik terjadi perbedaan pandangan politik. Tapi, silaturahmi harus tetap dipertahankan,” kata SBY yang disampaikan melalui siaran persnya di Kuala Lumpur kemarin. “Kami sepakat untuk menyerahkan (kasus aliran dana nonbujeter DKP) kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” papar SBY.
Di tempat terpisah, di pendapa rumahnya, Sawitsari, Condongcatur, Depok, Sleman, Jogja, Amien sekitar pukul 13.00 kemarin mengadakan jumpa pers. Tujuannya menjelaskan lebih detail pertemuan rujuknya dengan SBY.
Kata Amien, ada tiga kesepakatan dalam pertemuan yang berlangsung hanya 12 menit itu. Pertama, SBY dan Amien akan membuka keran komunikasi yang selama ini buntu. Kedua, menghilangkan misunderstanding yang terjadi. Ketiga, mengembalikan persoalan aliran dana DKP ke ranah hukum.
“Kami sepakat tidak akan memperpanjang persoalan ini dan menyerahkan pengusutan aliran dana DKP ke aparat penegak hukum untuk diselesaikan,” kata Amien. Dia kemarin didampingi beberapa petinggi DPP PAN, seperti Alvin Lie, Drajad Wibowo, Tjatur Sapto Edi, dan Asiyah Rais.
Amien pun mengungkapkan alasannya menghentikan perseteruannya dengan SBY. Yakni, menganggap persoalan tersebut sudah mulai masuk ranah politik. Bahkan, beberapa pihak mulai mencari kesempatan memanfaatkannya untuk kepentingan tertentu. “Sudah ada yang menumpangi dengan isu lain seperti impeachment dan sebagainya. Jadi, kami sepakat menghentikan,” katanya.
Diceritakan, sejak bergulirnya kasus dana nonbujeter DKP, dia mengaku menerima SMS dan telepon. Isinya mempertanyakan kejelasan kasus tersebut. Bahkan, tidak sedikit yang menyayangkan semakin mencuatnya kasus itu. “Masyarakat banyak yang marah dan tidak menyukai para pemimpin negara ini justru terlibat pertikaian. Seperti tontonan political boxing,” kata Amien. Padahal, di sisi lain, kemiskinan semakin meluas, pengangguran semakin membengkak, dan kesehatan semakin tidak terjangkau.
Amien menuturkan, malam sebelum pertemuan, dirinya mendapat telepon dari seseorang. Ketika itu, Amien mengaku sedang duduk santai dengan Drajad Wibowo dan Hanum Salsabila (anak Amien) di pendapa rumahnya. “Saya ditawari apakah mau bertemu dengan presiden untuk membahas persoalan ini,” ceritanya.
Begitu mendapat tawaran itu, Amien menyatakan sanggup. “Sebagai warga negara yang baik, saya menyambut baik tawaran itu. Hanya, saya minta pertemuan dilakukan di tempat netral,” ujar Amien. Akhirnya, disepakati bahwa pertemuan dilaksanakan di Bandara Halim Perdanakusumah, sesaat sebelum SBY berangkat ke Malaysia. “Pagi sekitar pukul 06.00, saya berangkat dan langsung bertemu di salah satu ruang di ruang tunggu Halim. Pertemuan hanya berlangsung selama 12 menit. Pukul 09.30, saya sudah kembali ke Jogja,” ceritanya.
Amien juga mengaku dirinya bersahabat baik dengan SBY. Dia juga mengaku tidak akan mencoba menggulingkan pemerintahan SBY-Kalla. “Sebenarnya, saya ini sudah tidak akan kembali ke dunia politik. Saya sudah kembali ke habitat saya di kampus. Namun, tiba-tiba ada persoalan ini yang memaksa loncat lagi ke panggung politik. Dan, saya tidak akan mencoba memperpanjang persoalan ini,” tuturnya.
Menurut dia, kasus aliran dana DKP harus tetap berjalan sesuai dengan ranah hukum. Namun, prosesnya harus proporsional, cool, serta tidak ada politisasi dan kriminalisasi. ”Saya setuju persoalan harus the show must go on. Seperti Bung Karno pernah mengatakan for a fighting nation, there is no journey’s end,” tandasnya.
Sementara itu, pengamat politik UGM Prof Dr Ikhlasul Amal mengatakan, apa yang dilakukan Amien dan SBY adalah dagelan politik. Dari awal, dia memprediksi konflik akan diselesaikan secara adat politik. “Nggak mungkin dilanjutkan itu. Paling nanti yang dikorbankan Rokhmin Dahuri,” ujar Amal saat dihubungi secara terpisah.
Dia mengatakan, aliran dana kepada capres memang terjadi. Masalah seperti itu seolah sudah menjadi kewajaran dalam proses pemilihan. ”Bahkan, dalam proses pilkada di DKI Jakarta, Rp3 triliun uang sudah beredar,” katanya. Hanya, lanjut Amal, membuktikan hal tersebut sangat sulit. Itu tergantung aparat penegak hukum dan pelaksana pemilu. (noe/sam/oto/jpnn)