Author : The_Omicron
Site : www.the-omicron.co.cc
Genre : Drama, Romance, Sports, Slice Of Life
Smes Terakhir is under copyright law © 2010 the-omicron.co.cc
________
www.the-omicron.co.cc presents...
_______
Spoiler untuk Chapter 1 :
Chapter 1
Lin Huang Shun
“Kriiiing”
Bel tanda masuk sekolah telah berbunyi dari kejauhan. Ini adalah pertanda bahwa Pak Bambang, penjaga sekolah kami, akan segera menutup gerbang sekolah. Cih, Pak Bambang memang orang yak sok disiplin, setidaknya menurutku.. apa-apaan itu bel berbunyi langsung menutup pintu gerbang.
Oh ya, aku lupa memperkenalkan diri, namaku Ari. Ari Syahputra nama lengkapku. Aku adalah seorang murid biasa saja di SMA Wisnugama. Yah.. hanya sebuah SMA swasta baru yang belum terkenal yang berada di selatan Jakarta. Aku terpaksa masuk SMA ini karena gagal diterima di SMA 89. SMA favorit yang aku inginkan. Dan malahan, musuh sekaligus sainganku, Randy berhasil diterima di sana. Sial untukku, pada akhirnya ia berhasil mengalahkanku. Dalam pelajaran, dan dalam bulutangkis. Meski kami berbeda SMP, namun aku tahu ia masuk SMA 89 karena temannya adalah tetanggaku.
Ya, bulutangkis, olahraga yang sangat kusukai sejak aku SD. Di saat itulah aku bertemu Randy, yang anehnya tampak tidak suka denganku. Kemudian ia terus menekanku baik di kelas maupun di kegiatan ekstrakurikuler bulutangkis yang kami ikuti. Walaupun aku tak pernah membalas kata-katanya, aku jadi memendam dendam padanya, dan berpikir “Suatu saat aku akan mengalahkanmu dan membuat mulut besarmu itu bungkam!”. Namun hingga sekarang, hal itu tidak pernah terjadi.
Hari ini, seorang murid pertukaran pelajar dari suatu sekolah di RRC. Yah.. karena sekolahku bekerja sama dengan suatu sekolah di Shanghai, tiap tahun kami mendapatkan murid pertukaran pelajar. Lalu kali ini kebetulan ia ditempatkan di kelasku. Kelas 2 IPA A.
Namanya adalah Lin Huang Shun. Orangnya terlihat cukup stylish dengan rambutnya yang agak panjang dan matanya tidak terlalu sipit. Menurut anak-anak cewek di kelasku, Lin, begitu kami memanggilnya, adalah seorang cowok yang cukup ganteng. Dan hebatnya lagi… dia bisa berbahasa Indonesia, dengan cukup lancar. Dia bilang ibunya adalah orang Indonesia, sementara ayahnya adalah seorang pengusaha sukses di RRC, maka itu dia dapat menggunakan 3 bahasa sekaligus. Mandarin, Inggris, dan Indonesia. Namun Lin terlihat tidak suka terlalu banyak berbicara, dapat terlihat dari pembawaannya yang pendiam hingga terlihat ‘cool’. Oh ya, dia juga seharusnya kedapatan home stay di rumahku, namun dia malah memilih tinggal di rumah saudaranya.
“Yo Lin, Ri!”
Nah, orang yang baru datang ini adalah Bayu, teman dekatku semenjak SD. Dia juga yang sering membelaku dari hinaan-hinaan dan tekanan dari Randy. Pokoknya, dia sudah seperti saudaraku sendiri, karena aku sendiri adalah anak tunggal. Oh ya, Bayu juga suka bulutangkis, dan bahkan kini kita ikutan ekskul bultang di sekolah ini.
“Oi, kita ke kantin yok! Gw laper nih!”
Ujar Bayu mengajak kami ke kantin.
“Ayok deh, gw juga laper nih”
Ujarku.
Kemudian saat kami keluar kelas dan hendak menuju kantin, seseorang datang.
“Hoooii gw kok ga diajak sih!?”
Nah, kalau cewek cantik dengan rambut diikat buntut kuda dan berponi samping ini adalah Erin. Teman masa kecil sekaligus tetangga dari Bayu. Sudah lama aku menyukai Erin, kalau dipikir-pikir mungkin sejak SD.. tapi.. sulit sekali mendekati Erin, Ayahnya sangat protektif padanya. Keluar rumah sedikit saja langsung ditegur. Begitu pula jika ada telpon dari teman laki-laki, jika berbicara sedikit terlalu lama, maka ia akan dimarahi. Jika ada teman laki-laki selain Bayu datang ke rumahnya, maka ia akan dihujani dengan berbagai macam pertaanyaan. Dan kupikir saat kami sekolah di SMA yang sama maka akan lebih mudah untuk mendekatinya, nyatanya.. Ayahnya yang mantan pemain bulutangkis nasional kini menjadi pelatih sekaligus guru olahraga di sekolah ini. Sungguh menjadikan surgaku bagaikan neraka.
Yang membuatku bertambah sedih adalah.. saat itu..
**
Suatu sore beberapa minggu yang lalu.. di dalam GOR tempat ekskul bulutangkis berlangsung..
Pak Ramli, pelatih sekaligus guru olahraga kami sekaligus ayah dari Erin, memanggil aku, Bayu, dan Erin pada saat kami tengah berlatih serving.
“Bayu, Ari, Erin, kesini kalian bertiga”
Panggil pelatih pada kami. Dan setelah kami menghentikan latihan kami lalu berkumpul di dekatnya..
“Ehm, kalian tahu Lin Suang Sang si anak pertukaran pelajar itu?”
“Mmm.. maksud bapak Lin Huang Shun kali pak?”
Tanyaku mengoreksi Pak Ramli.
“Ah ya.. siapalah itu... kalian tahu ga dia itu siapa?”
Kami bertiga saling berpandang-pandangan. Dan karena kami tak mengetahui jawabannya, kami menggelengkan kepala kami.
“Dia itu juara nasional turnamen bulutangkis di RRC lho”
Kami bertiga melongo mendengarnya. Kami tak pernah menyangka dia adalah orang yang hebat karena selama ini dia hanya diam-diam saja, si Lin Huang Shun itu.
“Ah, yang benar pa?!”
Tanya Erin tampak antusias.
“Benar, dan panggil saya pelatih pada saat ekskul ya Rin?”
Balas Pak Ramli pada Erin. Erin hanya mengangguk saja mendengarnya.
“Nah, maka dari itu.. karena selama satu tahun ini dia adalah murid SMA Wisnugama, saya ingin dia membela tim bulutangkis sekolah ini dalam turnamen nasional beberapa bulan lagi”
Ujar Pak Ramli.
“Trus pak, kenapa memanggil kami?”
Tanya Bayu
“Nah, begini... bagaimanapun pihak sekolah mengajaknya bergabung, ia tidak mau melakukannya. Ia bilang ia tidak punya alasan untuk bertanding jika bukan untuk negaranya.. maka dari itu.. saya ingin kalian mendekatinya dan membujuknya sebagai temannya..”
Jelas Pak Ramli lagi.
“Bagaimana? Kalian mau kan?”
Tanya Pak Ramli dengan wajah mengintimidasi, saat aku menengok pada Bayu ia jelas-jelas tampak keberatan., bahkan..
“Saya tidak mau ikut-ikutan pak..”
Ujar Bayu sambil berjalan kembali ke tengah lapangan.
“Yang tidak mau mengikuti permintaan saya mungkin akan menerima nilai merah pada rapornya, dan tidak ada kemungkinan baginya terpilih untuk ikut dalam tim nanti..”
Ancam Pak Ramli. Namun Bayu hanya menjawabnya dengan lambaian tangan darinya dan punggung menghadap kami. Haha, dasar cogan sekolah ini.. gayanya bener-bener cool. Brengsek lo Bay.
“Dasar anak itu.. terus kamu Ri, kamu mau kan?”
Tanya Pak Ramli dengan mata yang membuatku merasa terintimidasi. Aku tentu tak akan berani menentangnya. Nilai-nilaiku yang sudah jelek akan tambah parah jika nilai olahraga juga jadi jelek hanya gara-gara menolak ‘permintaan’ Pak Ramli. Meski tak mau, kurasa ada untungnya juga.. mungkin saja dengan ini aku jadi bisa lebih sering berdua bersama Erin.
Nyatanya.. aku salah..
Bayu secara misterius setuju dengan permintaan Pak Ramli beberapa hari kemudian. Dan biarpun kutanyakan alasannya, ia hanya menjawab
“Ah lo Ri, ga usa kebanyakan mikir, wajar buat anak muda berubah pikiran!”
Begitulah katanya.
**
Esoknya, mulailah kami melancarkan aksi kami. Aku dan Bayu yang sekelas dengan Lin beraksi sebagai garis depan. Dan sebagai tahap awal , Erin menyuruh kami untuk dapat berkenalan dengannya, mengetahui hal-hal yang ia sukai dan tidak ia sukai, serta membawanya ke kantin sebisa mungkin saat istirahat. Nanti di kantin Erin akan bergabung dengan kami.
Awalnya, tidak ada diantara kami yang mau terlebih dahulu berkenalan dengannya. Bahkan Bayu malah menyuruhku untuk duluan baru ia nanti ikut-ikutan ngobrol. Tentu saja aku tidak mau, namun saat aku tak sengaja melirik wallpaper handphonenya dan cover dari foldernya, aku pikir dia menyukai hal yang sama denganku. Dan benar saja, tiba-tiba ia mengeluarkan majalah otomotif dari tas nya dan membacanya dengan posisi duduk yang santi. “Wah, ini kesempatan gw!” pikirku dalam hati.
“Yaudah Bay, gw aja yang maju deh”
“Ok de coy, gitu dong jadi laki”
“Halah ******** lo”
Dan akupun dengan sedikit keraguan berjalan mendekati Lin.
“Wah, klasik banget tu Ferrari 250GTO nya”
Ujarku melihat gambar Ferrari 250GTO berwarna merah yang berada di halaman majalah yang sedang dibaca Lin. Lin tampak terkejut mendengarku tiba-tiba berbicara dari belakangnya.
“Sekarang itu Ferrari kan jadi Ferrari termahal di dunia”
Tambahku lagi berusaha mendapat respon darinya.. dan..
“Kamu tau juga?”
Tanyanya dengan Bahasa Indonesia yang agak kaku.
“Weits yoi, gw kan pecinta mobil”
“Hoo.. aku juga..”
Jawabnya.
“Eh iya, kenalin, gw Ari”
Ujarku memperkenalkan diri sambil memberi salam.
“Kenalkan aku Lin Huang Shun”
Jawabnya.
“Hoi, ngomongin apaan nih?”
Ujar Bayu yang tiba-tiba datang dan nimbrung.
“Biasalah para pecinta mobil.. ngomongin apa lagi.. eh iya, kenalin, Lin, ini Bayu, temen gw”
“Yo, Lin gw Bayu!”
Seru Bayu sambil memberi salam pada Lin.
“Salam kenal, namaku Lin Huang Shun”
“Eh Ri, gw laper nih, ke kantin yok!”
“Yok, Lin, ikutan juga yok!”
“Ya.. baiklah..”
Lin mengembalikan majalah yang tengah ia baca ke dalam tasnya. Kemudian ia ikut bersama kami ke kantin, dimana Erin sudah menunggu disana.
Namun, begitu kami tiba di kantin, Erin tidak terlihat. Sial, kami terpaksa mencari tempat duduk terlebih dahulu. Kami duduk bertiga di sebuah bangku panjang yang di depannya terdapat meja panjang. Begitu kami baru saja duduk, Erin datang tiba-tiba..
“Loh, lo udah pada disini?”
Erin bertanya kepada kami
“Yoi.. baru aja dateng..”
Jawab Bayu.
Erin tampak menatap dan memperhatikan Lin, kemudian..
“Eh eh, itu siapa? Kenalin dong!”
Tanya Erin seolah-olah ia tak mengenal Lin, namun aku dan Bayu tahu ini hanya bagian dari rencananya agar terlihat tidak mencurigakan dan mengenal Lin dengan alami.
“Oh, ini dia si anak pertukaran pelajar itu Rin!”
Ujarku pura-pura menjelaskan.
“Hoo… begitu ya.. kenalin, gw Erin”
Erin menjulurkan tangannya, akan tetapi Lin tampak enggan menyambutnya.
“Woi, ga usah malu gitu kali, Erin mirip cowo kok!”
Ledek Bayu secara innocent sambil menepuk bahu Lin.
“Enak aja! Cantik begini dibilang mirip cowo!”
Balas Erin sambil bergaya sok manis
“Wuuu dasar narsis lo!”
Balas Bayu lagi, sementara gw dan Lin hanya bisa tertawa melihatnya. Hingga akhirnya Lin mau memperkenalkan dirinya dengan menyambut salam dari Erin.
“Kenalkan, Lin Huang Shun”.
Yah.. begitulah cerita saat kami pertama kali bertemu beberapa minggu yang lalu. Hingga saat ini, kami berempat semakin akrab dan malahan kami merasa seperti sudah lama mengenal Lin. Lagipula ternyata Lin yang tampak pendiam itu sebenarnya cukup konyol dan edan. Sewaktu di perjalanan dengan mobil Lin saat kami hendak pergi menonton film saja…
Di mobil.. dengan Bayu yang berada di balik kemudi.. saat kami hendak menjemput Erin (suatu kesempatan yang langka buatku untuk berjalan bersama Erin) di rumahnya.
“Macet brengsek ni.. eh loh.. wow.. liat ga tu di depan?”
Tanya Bayu tiba-tiba setelah mengeluh macet. Ia menunjuk ke pinggir jalan di arah depan.
“Liat apa?”
Tanyaku sambil menyodorkan kepalaku di antara jok depan.
“Wow..”
“Wanjay..”
Ujar Lin dan aku kagum melihat sesosok cewe dengan dandanan seksi menggunakan hot pants dan T-shirt yang nyaris tanpa lengan.
“Hahaha.. mendung begini pake baju kayak gitu.. kalo ujan tau rasa tu paha kedinginan.. edan tu cewe..”
Tawa Bayu sambil berkomentar.
“Mau gw ledekin ga?”
Tanya Lin dengan gaya bicara yang sudah terpengaruh kami.
“Hahaha.. ngaco aja lo Lin..”
Ujarku.
“Coba aja kalo lo berani..”
Ujar Bayu dengan nada meremehkan.
Hingga.. saat mobil mulai melaju dan kami melewati cewe itu, Lin membuka jendela mobil..
“Eh woi, mau ngapain lo?”
Ujar Bayu terlihat panik, sementara Lin tampak tidak menghiraukan pertanyaan Bayu
“Hello girl, you look so hot in that pants”
Ujar Lin menggoda cewe itu dengan wajah berseringai mesum.
“Wanjay!! Gila lo!”
Teriak Bayu sambil mempercepat laju mobil
“Gile, najis loe Lin! Ga kenal gw ama lo ah!”
Seruku sambil menunduk bersembunyi.
Melihat reaksi kami, Lin malah tertawa terbahak-bahak.
Dasar.. orang itu benar-benar brengsek.. si Lin itu.. ternyata dibalik pendiamnya dia di sekolah, di luar ia adalah orang yang cukup edan. Begitulah Lin, si murid pertukaran pelajar.
Spoiler untuk Chapter 2 :
Chapter 2
Kekhawatiran Itu..
Sudah 3 bulan sejak kami mengenal Lin. Namun kami belum juga membawa masalah bulutangkis ke atas rencana kami. Pak Ramli tampak sudah tidak sabar dan menyuruh kami cepat-cepat karena turnamen akan dimulai 2 bulan lagi. Meski.. 3 bulan yang lalu..
“Jadi, nanti pas pulang kalian berdua langsung tinggalin Lin, terserah mau kemana, tapi bilang aja ke dia kalian mau latihan bulutangkis! Trus nanti gw ambil alih dari situ dan gw coba pengaruhin dia pas dia lagi nungguin jemputannya..”
Jelas Erin pada kami
“Tunggu-tunggu.. emangnya kenapa mesti begitu?”
Tanya Bayu heran.
“Bego lo ya dari dulu emang, ya jelas aja lah biar dia secara ga sadar mikirin bulutangkis dan mau ikut maen bareng kalian.. nah dari situ bakalan lebih gampang buat ngajak dia jadi ace!”
“Setan loe ah.. ya udah, gw ngerti..”
Kesal Bayu mendengar ledekan di dalam jawaban Erin.
“Hoo.. ya ya.. gw ngerti..”
Ujarku manggut-manggut saja.
Erin dan Bayu. 2 Orang yang terlihat sangat serasi jika mereka berjalan berdua. Yang satu cantik dan yang satu ganteng. Mereka juga terlihat sangat cocok, baik dari kelakuan maupun obrolan yang kadang membuatku iri pada keserasian mereka. Namun yang kuherankan adalah.. meski hubungan mereka sedekat itu dan ayah Erin tidak tampak terganggu dengan kedekatan mereka, seolah telah merestui mereka, Erin dan Bayu tidak pernah sekalipun berpacaran. Tidak pernah, bahkan rumornya pun tidak ada. Lagipula saat kutanyakan pada Bayu pun ia bilang..
“Enak aja, ama orang kayak gitu pacaran? Bisa gila gw Ri..”
Jawabnya enteng tanpa terlihat kepura-puraan di matanya.
Anehnya mendengar jawabannya aku merasa lega, seolah-olah aku merasa cemburu pada Erin. Padahal aku bukan siapa-siapa melainkan sekedar teman dari seorang teman bagi Erin. Namun hubungan Bayu dan Erin tetap merupakan suatu hal yang mengherankan bagiku.
Kemudian.. sejak rencana Erin saat itu.. aku merasakan kekhawatiran yang kurasakan saat meragukan hubungan Erin dan Bayu pun kembali. Tapi kali ini seolah-olah hal yang besar akan terjadi padaku.
Kebimbanganku bukanlah tanpa dasar, karena, sejak saat itu Erin tampak tampil lebih cantik dari biasanya. Kini ia lebih sering berdandan seolah ingin menarik perhatian seseorang. Seolah ia ingin dirinya dilirik oleh seseorang. Apalagi sekarang ia jadi lebih sering mengobrol dengan Lin dan seolah-olah sengaja menjauhi kami. Ia kini lebih memperhatikan Lin daripada aku dan Bayu. Tetapi meskipun begitu, Bayu tampak tenang-tenang saja. Akupun sok ikut-ikutan tenang, padahal dalam hati aku merasakan perasaan yang aneh.
“Eh Bay, lo ngerasa ga kalo Erin berubah?”
“Berubah? Hmm.. entahlah dia emang suka berubah-rubah ga jelas dari dulu.. emangnya kenapa?”
“Hmm.. ga apa apa sih.. gw ngerasa dia jadi berubah aja..”
“Hoo berubah maksud lo jadi deket ama Lin?”
“Ya.. kira-kira gitu..”
“Jadi lo cemburu gitu?”
Pertanyaan Bayu kali ini tepat mengenai sasaran. Aku menjadi malu mendengarnya dan berusaha menutupinya
“Eh cacad lo.. ga gitu juga kali..”
“Halah.. ga usah pura-pura deh lo.. kayak gw baru kenal lo aja..”
“Cacad lo Bay..”
“Udahlah, ga usa cemburu gitu lah.. si Erin emang kalo liat ‘barang baru’ pasti ninggalin dulu yang lama.. tapi tenang aja, ntar dia juga balik lagi kalo yang baru ternyata biasa aja..”
Ujar Bayu seperti berusaha menenangkan perasaanku.
“Trus kalo ternyata yang baru itu ‘luar biasa’ gimana?”
Tanyaku penuh kebimbangan
“Ya mampus aja lah loe Ri..”
Jawabnya enteng tanpa perduli perasaan orang lain.
“Halah.. ***** loe ah Bay.. cacad..”
Ujarku sambil berjalan lebih cepat meninggalkan Bayu
“Yee.. ngambek.. gitu aja ngambek.. copo! Mental tempe! Anak kecoak!”
Yang terus meledekku tanpa henti. Namun aku tahu dia hanya bercanda. Diriku saja yang bodoh bertanya kepada Bayu dan mengharapkan jawaban halus, impossible karena Bayu orangnya terlalu blak-blakan.
Setelah meninggalkan Bayu, tanpa sengaja aku bertemu Linda. Linda adalah pacar baru Bayu, mereka baru jadian 3 bulan yang lalu beberapa hari setelah kita mengenal Lin. Bayu memutuskan Aida, pacar lamanya tanpa memberi alasan dan kemudian tiba-tiba saja seminggu kemudian langsung jalan bersama Linda. Kalau dari satu sisi, mungkin Bayu terlihat seperti seorang playboy brengsek yang suka bermain cewe. Tapi jika mengenal Bayu lebih dekat dan mendengar ceritanya.. kenyataannya tidak begitu.
Bayu sering sekali dikecewakan oleh mantan-mantannya. Contohnya, Cathy, mantannya pada saat SMP kelas 2 semester 2. Bayu merasa Cathy jadian dengannya hanya untuk membanggakan kepada temannya bahwa ia memiliki pacar yang super ganteng. Kemudian saat mendengarnya sendiri, apakah yang Bayu lakukan? Ia malah mengubah gayanya menjadi seorang NERD super culun yang kerjanya hanya belajar dan bicara ******** untuk mengetes Cathy. Hasilnya? Cathy menjauhinya dan memutuskannya.
Bayu kecewa, kemudian ia mengubah gayanya kembali menjadi keren. Tapi kali ini lebih keren lagi. Efeknya? Cathy kembali mendekatinya, tapi apa yang Bayu katakan pada Cathy?
“Alah.. ******** loe ketek”
Epic.
Kemudian, Rika, mantannya saat SMP kelas 3 semester 1. Bayu merasa bahwa Rika hanya jadian dengannya untuk saingan dengan temannya yang memiliki pacar MVP basket. Sementara saat itu Bayu sedang menjadi ace ekskul bulutangkis kami yang bahkan menang turnamen daerah Jakarta Selatan. Kemudian untuk mengetesnya, apa yang ia lakukan? Ia tidak pernah datang lagi untuk berlatih sampai pelatih nyaris mengeluarkannya dari ekskul jika saja ia bukan ace. Bahkan di turnamen pun ia sengaja tidak datang sehingga kalah WO. Pelatih sangat marah saat itu dan mengeluarkan Bayu dari ekskul. Begitu juga Rika yang tak tahan merasa malu pada temannya. Dengan demikian ia kembali dibuang oleh pacarnya.
Bayu kecewa, kemudian ia meminta maaf kepada pelatih dan melakukan comeback fenomenal. Meski saat itu hampir UAN dan anak kelas 3 dilarang mengikuti kegiatan ekskul, Bayu tidak perduli. Ia tetap datang ke turnamen dan malah merebut kembali piala Jakarta Selatan. Kemudian saat ia melihat Rika berada di sana dan menonton kemenangannya dengan antusias, ia berjalan menuju meja komentator lalu meminjam mic nya dan berkata.
“Hoooi Rika!!”
Serunya di mic memanggil Rika sambil melambai-lambaikan piala yang ia bawa. Seisi GOR bergemuruh dan menyoraki Bayu. Rika juga tampak malu-malu senang melihat apa yang Bayu lakukan. Mungkin ia pikir Bayu akan menembaknya sekali lagi dengan cara yang sangat romantis. Namun kenyataannya..
“Dasar cewek kirik lo blay!”
Ujar Bayu yang wajahnya langsung terlihat tidak suka dan mengembalikan mic komentator sambil berjalan menuju ruang ganti. Seisi GOR langsung terdiam sejenak saat itu, namun kemudian bersorak, bertepuk-tangan, dan tertawa sementara Rika tampak ngibrit keluar dan mungkin tak akan kembali ke sana lagi.
Epic winning speech of the month untuk Bayu gw berikan.
Begitulah, dan kali ini aku mendengar darinya bahwa Aida menduakannya. Jadi ia terpaksa melakukannya demi Aida sendiri. Ya, alasan dia melakukan semua hal epic itu adalah semata demi kebaikan mereka semua. Agar mereka menyadari kesalahan mereka dan tak melakukannya kembali di masa depan dan menjadi wanita yang lebih baik. Sungguh mulia memang si Bayu, terlepas dari kecacad-an nya.
Oh ya, kembali ke Linda.
Saat aku bertemu dengannya, kukatakan pada Linda aku ingin sedikit curhat padanya tentang masalah Erin, secara Linda adalah teman Erin. Kukatakan padanya tentang semua kebimbanganku. Namun ia bilang untuk apa cemburu karena aku sendiri yang bodoh tidak mendekati Erin sejak dulu. Lagipula bukan Erin namanya kalau melupakan teman-temannya. Ia pasti memiliki alasan tersendiri.
Jawaban Linda agak melegakan hatiku. Namun tiba-tiba saja Bayu muncul
“Hayo hayo, ngapain ini berduaan?”
“Oh, ga, ini si Ari lagi curhat-“
“Alah Ri, lagi-lagi mikirin gituan.. copo lo, pake curhat ke pacar orang segala pula.”
Ujar Bayu memotong penjelasan Linda.
“Ye.. lagian lo jawabnya ngasal gitu tadi.. gw cuma pinjem sebentar cewe lo..”
Jelasku
“Alah, ga , ga, dah yok Lin, tinggalin aja ni anak biar mampos”
Jawab Bayu sambil menarik Linda.
“Ye… nolongin temen aja ga mau.. ***** lo Bay ah..”
“Bodo..”
Ujarnya sambil berlalu dan meninggalkan gestur jari tengah terngiang di pengelihatanku.
Aku pulang dengan rasa kesal walaupun kebimbangan perlahan mulai pudar dari pikiranku. Di rumah bibi menawarkan sepiring pisang goreng dari ibuku yang sekarang sedang pergi dengan ayahku ke pernikahan temannya.
“Ah, makasih bi, sekalian kopi susu ya!”
Ujarku sambil menarik kursi dan duduk di depan meja makan. Bibi segera menyajikan sepiring pisang goreng yang tadi ia tawarkan. Aku membuka tabloid otomotif yang berada di atas meja kemudian mengambil sepotong pisang goreng dari piring. Saat aku tengah membaca.. tiba-tiba handphone ku berbunyi. Kulihat ada satu sms dari Lin. Dan saat kubuka..
Aku menganga melihatnya, hingga pisang goreng yang sedang kugigit sampai jatuh dari mulutku. Aku tak menyangka apa yang tertulis dilayar handphone ku.
“Ri! Gimana nih sepertinya Erin suka gw?!”
Kenapa.. kenapa harus saat ini? Kenapa di saat aku baru saja merasa lega ia harus membuatku kembali bimbang? Dan kenapa pula ia harus bertanya kepadaku seolah ia sengaja melakukannya? Kubalas padanya
“Lah ? Kenapa ga tanya Bayu aja? Dia lebih pengalaman”
Baru saja aku hendak meletakkan handphone ku, benda itu sudah mulai berdering lagi.
“Jangan gila deh, kalau sama Bayu nanti pasti dikasih jawaban asal”
Benar juga alasannya. Ternyata Lin lebih pintar dariku tidak bertanya kepada Bayu. Meski begitu aku enggan menjawabnya karena hanya akan mengingkari hatiku
“Ga tau gw Lin”
Kemudian aku segera menuju kamarku dan meninggalkan handphone ku di atas meja yang kemudian berdering kembali. Aku segera menutup pintu dan meninggalkan handphone yang berdering bersama dengan bibi yang kebingungan sambil membawa kopi susu yang kupesan.
Spoiler untuk Chapter 3 :
Chapter 3
Deklarasi Perang
Setelah sms kemarin. Suasana hatiku menjadi gelap. Aku menjadi malas melakukan apapun. Bahkan aku pergi ke sekolah dengan berat hati, karena jika aku tidak pergi sekolah masalah akan bertambah dengan jitakan dari ayahku. Sudah sakit hati masa ikutan sakit fisik? Kan tidak lucu. Ya sudah dengan begitu aku terpaksa pergi ke sekolah dan bertemu dengan Lin.
Di sekolah, Lin masih saja memaksa ingin berbicara kepadaku tentang masalah kemarin. Kemarin ia ingin bertanya kepadaku, bahkan meneleponku, namun ia bilang tidak diangkat-angkat. Kukatakan saja padanya aku ketiduran hingga pagi, padahal handphone ku silent dan kutaruh di lemari.
Meski ia terus bersikeras, aku tetap berusaha menghindarinya. Hingga kesabaranku habis..
“Lin, tolong, gw ga tau sama sekali tentang masalah kayak begitu, lo tanya Bayu aja, gw ga tau apa-apa”
Kemudian dengan kecewa ia terpaksa menghentikan segala pertanyaannya. Ia bilang ia tidak tahu harus bilang kepada siapa lagi selain aku dan Bayu dan dia tahu Bayu orangnya suka asal-asalan. Akan tetapi ia terpaksa dan kupaksa bertanya kepadanya saja. Sekarang berjalan bersama mereka terasa menjadi beban untukku. Aku tidak lagi merasakan kegembiraan seperti dulu setelah mengetahui semua ini. Semua terlihat berbeda dan terasa menyakitkan.
Esoknya, Lin secara tiba-tiba malah berterima-kasih kepadaku karena telah menyuruhnya bertanya kepada Bayu. Ia bilang ia mendapatkan jawaban dan bahkan Bayu mengajaknya menemui dan melihat Erin yang akan berlatih di GOR.
Mendengarnya, aku merasa Bayu dan Erin berhasil menarik dan mempengaruhi Lin. Akan tetapi.. aku tidak menyukai cara mereka, bahkan menimbulkan pertanyaan apakah Erin yang kusukai sejak dulu benar-benar menyukai Lin atau tidak.
Kemudian dengan berat hati dan banyak pikiran, sorenya aku datang berlatih ke GOR seperti biasa. Dan disana pelatih bilang kami akan berlatih tanding dengan..
SMA 89. Ya, SMA dimana Randy berada, dan sebentar lagi mereka akan tiba. Jadi kami harus bersiap-siap menerima mereka.
Pada akhirnya mereka datang.. ada 5 orang yang datang memasuki pintu GOR, kemudian yang terakhir adalah… Randy! Dia benar-benar datang. Kami tak sengaja bertatapan mata dan mata yang kubenci karena memandang remeh diriku itu muncul kembali di hadapanku dan membuat emosiku muncul. Pelatih memilihkan lawan dari kami masing-masing. Bayu melawan ace dari tim SMA 89, sementara aku meminta untuk ditandingkan dengan Randy. Pelatih berpikir sebentar.. kemudian..
“Ya sudah.. kamu lawan dia saja.. lagipula tampaknya ia tidak jago..”
Ujar Pelatih mengizinkanku.
Pertandingan berlangsung, aturannya adalah 1 kali rally berarti menang. Bayu segera memapas ace SMA 899 dengan mudah 21-10. Meski begitu kemampuan mereka tampak merata, tidak seperti tim kami, sehingga skor menjadi 3-1 dengan hanya Bayu yang menang. Kemudian tiba saatnya giliranku melawan Randy. Aku yang kedua terjago di tim kami akan melawan Randy yang bahkan tidak pernah terdengar namanya di turnamen SMA.
Aku yang yakin akan kemampuanku segera bertanding dengannya. Serve pertama dariku dimulai. Hingga..
Aku kalah. Aku kalah telak 21-2 olehnya. Sekali lagi aku dikalahkan oleh Randy. Di pinggir lapangan, pelatih tampak sangat terkejut melihatnya, kemudian ia baru teringat sesuatu yang dari tadi tidak ia sadari setelah pelatih tim SMA 899 mengatakan sesuatu padanya.
“Hahaha.. tampaknya Wibisono terlalu kuat untuk anak didik anda itu..”
“Wibisono? Jadi.. dia.. Randy Wibisono juara turnamen SMP se-Jawa Barat itu?”
“Betul pak..”
“Lalu kenapa dia tidak pernah turun dan ikut pertandingan turnamen-turnamen sebelumnya?”
“Yah.. karena kami hanya mengincar turnamen nasional.. dan Wibisono adalah senjata rahasia kami.. saat ini kami sedang berkeliling untuk mencara lawan yang harus diwaspadainya.. namun kurasa tidak ada disini..”
Ujar pelatih SMA 89 dengan sombongnya. Pelatih hanya bisa menerima kenyataan dan tidak dapat membalas kata-kata pelatih SMA 89.
Ternyata.. Randy telah berkembang sejauh itu dimana aku tidak pernah mengetahuinya. Randy telah jauh melampaui diriku. Aku kesal, kesal karena tidak dapat memenangkan apapun darinya. Tubuhku sampai gemetar menahan emosi memikirkannya. Melihat diriku, Bayu menepuk punggungku sambil berjalan menuju pelatih.
“Pak, izinkan saya bertanding dengannya”
Ujar Bayu pada pelatih, seakan berniat membalas kekalahanku.
“Apa kamu yakin?”
Tanya Pak Ramli sang pelatih. Bayu hanya menjawabnya dengan anggukan disertai wajah yang tampak serius.
“Baiklah.. silakan lawan dia..”
Bayu segera berjalan menuju lapangan. Wajahnya tampak sangat serius. Aku hanya bisa menonton pertandingannya dengan Randy. Dan berharap ia tidak kalah seperti diriku tak berdaya menghadapi kemampuan Randy.
“Hmmm… ceritanya balas dendam nih?”
Ledek Randy sebelum memulai serve
“Bacot lo Dy”
Ujar Bayu kesal.
Serve dimulai.. tanda pertandingan dimulai.
**
Pertandingan telah usai. Tim SMA 89 telah keluar dari GOR dan pulang. Sementara aku hanya terduduk lesu dan termenung memandangi papan skor di depanku. Sementara pelatih sedang melatih tim putri di lapangan. Kulihat Lin juga tampak termenung melihat papan skor sejak Bayu pergi keluar GOR seusai pertandingan. Ia tampak tak tahan lagi melihat angka di papan skor, kemudian berjalan menuju pelatih dan berkata..
“Pak, bolehkah saya ikut klub ini dan ikut bertanding?”
Tanyanya dengan wajah dan nada bicara serius.
Aku terkejut, Pak Ramli terkejut, bahkan Erin tampak terkejut. Menyadari apa yang terjadi, aku segera beranjak keluar GOR dan mencari Bayu. Diluar, ia tampak sedang duduk sendirian sambil memegang sebotol air mineral di atas bangku panjang yang berada di depan sebuah kelas.
Aku berjalan dan duduk di sebelahnya
“Bay.. thanks ya..”
“Thanks apanya..”
Jawabnya ketus
“Ya.. tadi.. dan berkat itu.. berkat lo sengaja mengalah si Lin akhirnya tampak terinspirasi dengan pertandingan lo tadi dan meminta kepada pelatih supaya diperbolehkan ikut bertanding nanti! Rencana kita semuanya berhasil Bay!”
Ujarku antusias
“Haha.. baguslah…”
Jawab Bayu sedikit tertawa, lalu
“Tapi apa lo tau..”
Lanjutnya
“Tau apaan?”
“Gw ga pernah sengaja ngalah.. lo tau kan gw lebih baik WO daripada harus ngalah… tadi gw mengerahkan seluruh kemampuan gw melawan Randy..”
Aku sangat terkejut mendengarnya dan setengah tak percaya. Tak mungkin Bayu yang begitu jago dan bersinar di turnamen SMA harus melawan Randy sekuat tenaga, bahkan dikalahkan olehnya 21-12, oleh Randy yang bahkan tak pernah terdengar di ajang turnamen SMA.
“Randy udah jauh melampaui kemampuan kita.. kita harus berlatih lebih giat lagi buat ngalahin dia.. kita ga bisa diem di tempat begini terus Ri..”
“Jadi menurut lo kita harus berlatih gimana?”
“Kita ga bisa ngandalin pelatih.. dia terlalu sibuk melatih anak-anak laen.. kita harus berlatih sendiri..”
“Ok, gw ngerti.. kalo gitu mulai besok, setiap hari kita berlatih tanding.. tapi dimana?”
“Di GOR deket rumah gw.. gw kenal yang punya.. kita bisa pake gratis asal ngerapiin lagi barang-barang yang kita pake..”
Jawab Bayu tegas.
“Baiklah.. kita ga boleh kalah ama si brengsek itu”
Sahutku setuju.
Dan akhirnya, kami pun akan berlatih lebih keras mulai dari sekarang. Demi melawan kekuatan Randy yang tampak tak terkalahkan.
Namun.. semua itu bukan tanpa rintangan..
**
Beberapa hari kemudian..
Waktu istirahat dimulai dengan berbunyi nya bel sekolah. Dari bangku tempatku duduk aku melihat pemandangan yang membuat hatiku tersayat. Di depan kelas, Erin datang dan mengajak Lin. Mengajak Lin untuk pergi ke kantin bersamanya, seolah telah melupakan keberadaanku. Walaupun kami sempat bertatap mata, ia tampak tak memperdulikanku seolah aku tak berada di sana. Hatiku terasa khawatir, apakah hal yang tidak aku inginkan telah terjadi melihat gelagat mereka berdua dan senyuman kegembiraan di wajah Lin.
Aku beranjak dari tempat dudukku dan hendak berjalan keluar untuk menenangkan pikiranku. Namun, di luar aku bertemu dengan Bayu.
“Kok lo keliatan lesu banget Ri?”
“…. Ga… Cuma gw ngerasa ga enak aja..”
“Eh iya, mana si Lin?”
“..pergi ke kantin diajak Erin..”
“…”
Setelah itu kami berdua duduk dengan kesunyian diantara ramainya suasana sekolah saat istirahat siang.
“Sori Ri.. tapi gw rasa gw punya kabar buruk buat lo..”
Aku melirik Bayu yang menampilkan wajah iba padaku. Nampaknya aku tahu pembicaraan ini akan mengarah kemana.
“Dia.. Erin.. kemarin jadian sama Lin..”
Meski tak begitu terkejut, hatiku masih saja terasa pedih. Aku tundukkan kepalaku.
“Begitu ya..”
“Lin yang nembak Erin.. dan Erin nerima..”
“…”
“Sori banget Ri..”
“…”
Kembali kami berdua terduduk dalam kesunyian. Hingga..
“Bay.. apa lo pikir gw masih punya harapan?”
“Masih”
Jawab Bayu membuatku terkejut dan ingin tahu apa dia serius.
“Masih? Bagaimana caranya?”
“Lo tau gimana Erin nurut banget sama bokapnya? Dan lo tau kenapa lo ga dibolehin ama bokapnya deketin Erin?”
“Ga.. gw ga tau..”
“Bokap Erin hanya mengakui cowok yang jago atau dia anggep lebih jago dari dirinya dulu di bulutangkis..”
“Begitukah? Jadi intinya apa yang harus gw lakukan?”
“Kalahkan Randy, Kalahkan Lin.. gw tau itu berat bagi lo.. tapi itu satu-satunya cara untuk membuat Erin kembali..”
“… Bay.. apa lo pikir gw bisa melakukannya?”
Bayu hanya tersenyum dan tertawa kecil mendengar pertanyaanku, kemudian ia menjawab..
“Menurut lo untuk apa latihan-latihan itu? Gw yakin lo bisa ngalahin mereka.. gw tau lo punya bakat.. sejak SD gw tau itu.. lo hanya kurang berlatih, apalagi waktu SD lo diteken Randy.. lo inget kan waktu SD lo dan Randy yang paling jago?”
Aku hanya terdiam mendengar jawaban Bayu. Aku sendiri bahkan sudah lupa kejadian itu.
“Kalo Randy yang dulu setara ama lo bisa jadi sejago itu, kenapa lo ga?”
Tambah Bayu.
Kata-kata Bayu benar-benar membuatku terinspirasi.
“Lo bener.. gw pasti bisa..”
“Nah.. gitu dong..”
“Gw pasti bisa”
Ujarku sekali lagi.
Dengan begini aku harus berlatih lebih keras dari sekedar menemani Bayu berlatih. Mulai saat ini aku berjanji aku akan menang. Demi diriku, dan demi Erin.
--
Bel pulang berbunyi. Saat aku dan Bayu hendak pulang bersama, handphone Bayu berdering. Ia melihat layar handphone nya dan mengangkatnya
“Halo, ada apa om?”
“Ya.. ya ya..”
“Ya.. ok om.. nanti saya anter dia..”
“Klek”
Bayu memasukkan handphone nya kembali ke kantungnya dan menengok-nengok ke belakang.
“Siapa Bay?”
“Pak Ramli.. dia mesti rapat guru.. gw disuruh anter Erin pulang.. kayaknya kita ga bisa latihan hari ini Ri..”
Jelas Bayu padaku
“Oh.. ya udah.. kalo gitu gw pulang duluan.. hati-hati lo”
“Lo juga Ri, jangan mampus sebelom hari pertandingan..”
“Yoi, gw inget itu..”
Akupun pergi meninggalkan Bayu yang menunggu kedatangan Erin.
--
Tampak Bayu dan Erin duduk di angkutan yang menuju arah kompleks rumah mereka. Mereka berdua tidak saling berbicara dan duduk bersebelahan namun masing-masing memandang ke arah yang berbeda.
“Rin.. gw mau nanya sesuatu..”
Ujar Bayu memecah keheningan.
“Apa?”
“Apa lo suka Lin?”
Pertanyaan Bayu membuat Erin menengokkan wajahnya pada Bayu
“Kalo iya kenapa?”
Jawab Erin menantang.
“Kalo begitu lo bohong..”
“Bohong? Bohong apaan?”
“Kata-kata lo ga sesuai ama yang lo bilang waktu SMP.. apapun arti jawaban lo tadi, lo tetep udah bohong.. bohong ke gw, Ari, atau bohong ke diri lo sendiri..”
“Tau apa sih lo? Lo sendiri yang bohong ama diri lo sendiri! Waktu disuruh bokap gw deketin si Lin lo ga mau dan malah berlagak sok cool, trus 3 hari kemudian lo sendiri yang datengin Lin, menurut lo itu apa?”
“Lo mau tau kenyataan kenapa gw berubah pikiran?”
“Oh ya.. teruslah berlagak sok cool, bentar lagi juga lo bilang ‘Anak muda emang gampang berubah pikiran’ lo kira gw ga tau?”
Ujar Erin dengan nada meledek Bayu. Wajahnya tampak kesal, dan Bayu tampak berwajah serius. Kali ini mereka tidak bertengkar seperti biasanya. Kali ini lebih dalam dan serius.
“Uang.. setelah gw menolaknya.. bokap lo ngejanjiin gw sejumlah uang yang gw butuhin.. jadi gw terima..”
Erin tampak sangat terkejut mendengarnya dan pandangannya terlihat jijik kepada Bayu
“Lo.. gw ga tau harus bilang apa lagi Bay.. lo rendah banget.. lo sangat rendah..”
“Mungkin gw emang rendah.. tapi setidaknya gw ga berbohong sama diri sendiri.. ga seperti seseorang..”
Ujar Bayu mencibir dan matanya melirik Erin dengan pandangan sinis.
Erin tampak sangat kesal mendengar ucapan Bayu.
“Bang, kiri bang!”
Erin turun dari angkutan meski belum mencapai tujuan. Ia tampak sudah tak tahan lagi menghadapi Bayu. Angkutan pun melaju dan meninggalkan Erin yang tampak dari kaca belakang.
“Maaf ya mbak.., maaf ya mas.., maaf ya bang!”
Ujar Bayu meminta maaf kepada orang-orang yang dari tadi merasa terganggu dengan keributan mereka.
“Gapapa, sante aja mas, namanya juga anak muda!”
Jawab Supir dengan suara keras.
Bayu melihat sosok Erin di kejauhan dari balik kaca belakang yang tampak semakin jauh dan jauh..
“Dasar cewe bodoh..”
Gumamnya.
Spoiler untuk Chapter 4 :
Chapter 4
Latihan Khusus
Setelah kejadian itu, jarak diantara kami dan Erin menjadi semakin jauh. Begitu juga dengan Lin walaupun Lin masih berlaku baik kepada kami. Aku tahu Lin hanya ingin keadaan kembali seperti dulu. Sebelum semua masalah bulutangkis ini muncul ke permukaan. Bulutangkis memang memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan kami.
“Ctak!”
“Hosh hosh..”
“Ga bisa Ri, kita ga bisa begini terus.. ini sama sekali ga ada perkembangan.. kita butuh pelatih, pelatih yang bener-benar jago dan bisa ngajarin kita..”
“Lo bener.. tapi siapa? Waktu kita semakin tipis Bay”
“Gw ga tau lagi Ri..”
Obrol Ari dan Bayu sambil duduk di lapangan dengan nafas yang terengah-engah.
“Tapi.. gw mesti lebih jago lagi.. buat nunjukin kemampuan gw sama Pak Ramli..”
Bayu hanya terdiam dan tampak termenung memikirkan sesuatu.
--
Beberapa hari yang lalu.. di GOR sekolah..
Setelah selesai berlatih, Bayu berkemas-kemas hendak bergegas menuju GOR tempat latihan rahasia kami. Namun sebelum ia pergi, ia mendatangi Pak Ramli dan menanyakan sesuatu kepadanya.
“Pak.. bolehkah saya bertanya sesuatu?”
“Ya.. silakan saja..”
“Apakah bapak tahu? Hubungan Erin dan Lin?”
“Ya, tentu saja saya tahu”
“Lalu.. apakah tidak apa-apa? Mereka berdua sebagai..”
“Kamu tidak perlu khawatir, karena saya sendiri yang menyuruh Erin”
Jawaban dari Pak Ramli membuat Bayu sangat terkejut. Kenyataan bahwa Erin mendekati dan jadian dengan Lin adalah semata karena ayahnya menyuruhnya untuk melakukannya. Kemudian Bayu kembali bertanya.
“Apakah.. bapak menyuruhnya sebagai bagian dari rencana perekrutan Lin?”
“Nah, itu kamu tahu, lagipula masa depan Lin sangat cerah, saya tidak khawatir menitipkan Erin padanya”
“Pak.. saya tahu bapak sangat menghargai laki-laki yang jago bulutangkis.. namun jika sekarang seseorang menyukai Erin dan ingin mendapat izin bapak.. apa yang harus ia lakukan?”
Pertanyaan Bayu membuat Pak Ramli melirik kepadanya, kemudian
“Tentu saja.. orang itu harus memenangkan turnamen dan mengalahkan Lin”
“Kalau begitu saya akan membuktikannya”
Ari datang entah darimana dan berkata bahwa ia akan membuktikannya
“Saya akan membuktikan bahwa saya adalah seseorang yang kompeten untuk Erin”
Pak Ramli hanya tersenyum sinis mendengar pernyataan dari Ari
“Kalau begitu.. buktikanlah pada saya kata-katamu itu”
Ujarnya sambil berlalu meninggalkan Ari dan Bayu.
Saat itulah Ari mendapatkan alasan lain untuk bermain bulutangkis. Demi orang yang ia sukai.
**
Setelah kejadian itu, aku terus berlatih bersama Bayu. Namun hasil latihan kami sangat tidak memuaskan. Tak ada perkembangan yang signifikan setelah latihan demi latihan kami. Dengan kecepatan seperti ini semuanya akan terlambat dan tak akan mampu mengejar Randy dan Lin.
Liburan semester pun tiba. Aku yang berencana menjadikan hari-hari liburan ini sebagai hari latihan terpaksa melupakan rencana itu. Orang tuaku mengajakku.. er.. sebenarnya memaksaku ikut pergi mengunjungi saudaraku di Bengkulu. Dan.. terpaksalah aku ikut dengan berat hati, setelah meminta maaf kepada Bayu karena tidak dapat berlatih.
Tapi.. aku merasa aku memang membutuhkan jalan-jalan. Setelah semua kejadian yang membebani pikiranku, kurasa keputusan ini memang benar. Mataku kembali terbuka melihat semua keindahan alam di perjalanan satu hari satu malam ini. Hingga pada akhirnya aku tiba di rumah saudaraku di daerah Bengkulu pada malam hari.
Pada awalnya, aku berniat bersantai saja disana. Tapi lama kelamaan rasa bosan semakin muncul. Tanganku sudah mulai gatal memegang raket. Pikiranku sudah melayang ke pertandingan bulutangkis. Kemudian aku berjalan-jalan di kampung saudaraku. Kampung itu masih sangat alami, udaranya pun segar. Hingga aku melewati sebuah SD dengan anak-anak yang bermain bulutangkis di lapangannya. Kupikir aku dapat refreshing sebentar dengan bermain bersama mereka. Aku datangi mereka..
“Halo.. kakak boleh ikutan ga?”
Awalnya mereka tampak malu-malu, tapi toh nyatanya salah seorang dari mereka meminjamkanku raketnya dan mulailah kami bermain. Mereka cukup berbakat, kemampuan mereka kurasa sekelas murid SMP di Jakarta. Hingga aku melawan salah seorang dari mereka.
Aku nyaris kalah. Beruntung angin membantu memperkuat smesku sehingga berhasil mendapatkan poin terakhir. Aku heran mengapa anak kecil berumur sekitar 13 tahunan ini sangat jago. Aku tanyakan kepada mereka siapa yang mengajarkan mereka hingga begitu jago. Dan ternyata mereka diajarkan oleh guru sekolah mereka yang bernama Pak Romi.
Setelah itu mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Begitu juga denganku yang masih bertanya-tanya siapa Pak Romli itu hingga dapat mengajarkan mereka sampai sejauh itu. Saking penasarannya aku sampai bertanya kepada saudaraku, Adit.
“Eh, Dit, lo kenal Pak Romi ga?”
“Oh, jelas, dia kan guru SD adek gw..”
“Hoo.. katanya dia ngajar bultang ya? Tadi gw maen ama anak-anak yang katanya diajarin Pak Romi, trus mereka jago bener.. heran gw..”
“Ya iyalah Ri, Pak Romi kan mantan pemain nasional.. kan dia pernah juara olimpiade tuh..”
Aku terkejut mendengar jawaban Adit. Tak kusangka ada seorang mantan pebulutangkis nasional sekaligus mantan penerima medali emas olimpiade berada di tempat terpencil sejauh ini. Terbesit di dalam pikiranku untuk menjadikannya pelatihku. Mungkin dengan bantuan darinya kemampuanku akan meningkat, bahkan mungkin aku dapat mengalahkan Lin dan Randy. Dari sudut hatiku aku merasa yakin akan hal itu.
“Lo tau rumahnya Pak Romi ga? Gw jadi pengen liat medalinya”
Dan segera, Adit pun mengantarkanku ke depan rumahnya. Kebetulan Pak Romi terlihat sedang menyapu halaman rumahnya dan Adit pun menyapanya.
“Assalammualaikum Pak!”
“Waalaikumsalam.. ada apa Dit, tumben kesini?”
“Hahaha.. iya nih pak.. ceritanya ada saudara saya dari Jakarta pengen liat medali bapak!”
“Ooo.. begitu ya.. yaudah silakan masuk.. ayo, silakan masuk dulu”
Sambut Pak Romi antusias sambil mempersilakan kami memasuki rumahnya.
Di dalam ruang tamu rumah yang sederhana itu terdapat 2 buah sofa yang tampak kusam serta sebuah meja kayu kecil. Di dinding ruangan itu tertempel foto-foto Pak Romi saat masih muda serta foto pernikahannya. Terdapat juga sebuah foto besar dengan bingkai kayu yang di dalamnya tergambar Pak Romi muda di podium olimpiade dengan mengenakan seragam timnas bulutangkis Indonesia dan medali emas yang tergantung di lehernya.
“Waduh.. maaf ya saya lagi ga punya apa-apa nih..”
Ujar Pak Romi yang datang dengan nampan yang diatasnya terdapat 2 buah cangkir berisi teh manis hangat.
“Waduh Pak, ga usah repot-repot gitu”
Ujarku dan Adit basa-basi.
“Eh iya pak, saya lupa kenalin.. kenalin Pak, ini Ari, saudara saya”
“Ari pak”
Ujarku sambil menganggukkan kepala.
“Hoo.. ya ya.. salam kenal.. katanya kamu yang mau lihat medali emas saya?”
“Ya Pak.. saya ga nyangka ternyata Bapak tinggal disini”
Setelah itu, Pak Romi menunjukkan kami medali emasnya yang berada di dalam bingkai dengan kaca yang sudah cukup kusam.
“Nah, ini dia medali emas saya..”
Sambil melihat wajahnya yang berseri kembali seakan ia tengah kembali ke masa kejayaannya, aku tak menyangka. Tak pernah menyangka bahwa seseorang yang pernah mengharumkan nama bangsa akan menjadi seperti ini. Tinggal di rumah yang sangat sederhana sendirian dengan pekerjaan sebagai guru SD di tempat yang terpencil. Aku sungguh iba padanya sambil setengah menyalahkan pemerintahan negara ini.
Selanjutnya kami mengobrol cukup banyak tentang Olimpiade, tentang desa ini, dan tentang Jakarta. Hingga akhirnya aku memberanikan diri mengatakan tujuanku sebenarnya.
“Pak, saya mau tanya sesuatu..”
“Ya? Apa itu? Tanya saja”
“Katanya Bapak mengajar anak-anak SD sini ya?”
“Ya.. saya kan seorang guru di SD sini..”
“Er.. maksud saya tentang bulutangkis pak”
“Oooh.. iya.. tapi sekarang sudah ga lagi..”
“Pak, kalau saya minta ajarin saya mau ga?”
Mendengar pertanyaanku, Pak Romi tampak terdiam sebentar, kemudian..
“Dek Ari kan sudah jago.. tadi Bapak lihat kamu bisa mengalahkan Khoirul.. dengan kemampuan seperti itu sudah tak ada lagi yang bisa saya ajarkan..”
Aku cukup terkejut, ternyata Pak Romi melihat pertandinganku dengan anak kecil yang katanya bernama Khoirul itu. Dan lagi dengan pernyataannya yang secara tidak langsung menolak permintaanku. Tapi aku tahu ia berbohong tentang tak ada lagi yang bisa ia ajarkan. Kata-katanya bertolak belakang dengan penjelasannya yang berhenti mengajar. Berarti, Khoirul yang hanya diajar setengah-setengah saja bisa sejago itu, bagaimana kalau sempurna? Tapi aku tahu Pak Romi akan bersikeras tentang keputusannya dan percuma memaksanya hari ini juga.
Kami terdiam sebentar hingga suara adzan maghrib di mesjid terdengar. Kupikir sudah waktunya kami pulang.
“Ah, udah maghrib, kita pulang dulu pak!”
Ujar Adit sambil berdiri dari duduknya.
“Ah ya, saya juga Pak, makasih banyak ya..”
Ujarku sambil cium tangan kepada Pak Romi dan diikuti oleh Adit yang melihatku melakukannya.
“Ya.. Bapak juga seneng ternyata masih ada yang tahu Bapak..”
Kami pun pulang kembali ke rumah Adit. Malamnya, aku berpikir mulai besok aku akan mencoba memaksa Pak Romi pelan-pelan untuk mengajariku. Dengan kembali ke sana besok dan bertanya kembali padanya.
Dan.. esoknya.. kami kembali ke sana.. Adit ikut denganku, padahal sudah kukatakan tak perlu ikut. Tapi dia memaksa dan bila dia sudah memaksa maka akulah yang harus terpaksa. Kebetulan Pak Romi terlihat sambil duduk sambil minum kopi di beranda rumahnya.
“Pak Romi! Assalamualaikum!”
Sapaku.
“Waalaikumsalam, ada apa dek Ari?”
“Gini Pak, masih tentang kemarin.. ajarin saya Bulutangkis dong pak!”
“Wah.. sayang sekali dek Ari.. saya udah ga ngajar lagi..”
“Oh.. ya udah pak.. makasih.. kita ke kali dulu pak!”
Meski begitu, aku belum menyerah, besok aku akan mencoba lagi hingga waktuku habis. Yaitu 3 hari lagi sebelum aku harus pulang. Lalu aku melanjutkan langkahku ke arah sungai yang ingin diperlihatkan oleh Adit dimana ia selalu memancing disana.
Esoknya, aku kembali lagi ke rumah Pak Romi bersama Adit. Kali ini dia sedang membetulkan genteng rumahnya.
“Assalamualaikum Pak Romi!”
“Waalaikumsalam.. ada apa lagi dek Ari?”
“Ya.. sama Pak kayak kemaren.. ajarin saya Bulutangkis dong Pak!”
“Yah.. kan udah saya bilang.. saya udah ga ngajar lagi..”
“Yah.. emangnya kenapa sih pak ga ngajar lagi?”
“Begitulah.. ada alasannya sendiri..”
Ujar Pak Romi kembali membetulkan genteng rumahnya.
“Ooh.. ya udah pak, makasih.. besok saya datang lagi!”
Ujarku padanya yang kemudian terdengar menghela nafas mendengar kata-kataku.
Esoknya.. kembali lagi aku ke rumahnya.. kali ini tidak bersama Adit. Namun hari ini ia tidak tampak berada di luar rumahnya. Akupun segera menuju pintu rumahnya dan mengetuk-ngetuk sambil memanggil Pak Romi. Namun sama sekali tidak ada jawaban. Walaupun begitu, aku tidak menyerah. Aku terus memanggil dan mengetuk pintunya setiap 10 menit sekali sambil menunggu ia akan membukakan pintu. Tetapi.. setelah satu jam aku melakukannya.. tetap tidak ada jawaban. Mungkin ia benar-benar sedang tidak ada di rumahnya. Tapi aku tidak akan menyerah karena besok aku akan pulang ke Jakarta, aku menunggu di depan rumahnya hingga tanpa terasa langit sudah terlihat memerah dan jam tanganku menunjukkan pukul 4:30 sore.
Pada akhirnya, Pak Romi tampak pulang dengan mengenakan seragam safari coklat pegawai negeri. Ia juga membawa tas kerjanya. Dan nampaknya ia terkejut melihatku menunggu di depan rumahnya.
“Asallamualaikum Pak!”
Ujarku memaksakan diri untuk ceria, padahal sudah lelah.
“Waalaikumsalam..”
Ia juga menjawabnya dengan lesu setelah menghela nafasnya. Kemudian ia berjalan menuju pintu rumahnya dan mengeluarkan kunci.
“Gini Pak, saya dateng untuk-“
“Ya ya ya.. saya dengarkan nanti..”
Potongnya sambil membuka pintu rumahnya
“Sekarang masuk dulu saja..”
Mendengarnya mempersilakanku masuk, semangatku mulai kembali. Aku berdiri dari lantai dan mengikuti Pak Romi masuk.
“Saya ganti baju dulu.. kamu duduk saja dulu..”
Ujarnya sambil mempersilakanku duduk di sofa ruang tamu.
Tak lama kemudian ia kembali dalam baju koko dan sarung seperti biasanya. Ia kemudian duduk di sofa satu orang yang berada di samping meja kecil di depanku.
“Nah.. sekarang.. ada apa lagi?”
“Masih kayak kemarin Pak, ajarin saya dong bulutangkis!”
“Kan saya udah bilang.. saya udah ga ngajar lagi..”
“Aduh Pak, kok ga ngajar lagi ada apa sih?”
Mendengar pertanyaanku Pak Romi tampak memikirkan jawaban yang akan ia berikan. Kemudian ia mulai bicara..
“Kamu tau Khoirul kan?”
“Ya..?”
“Dulu.. waktu Bapak masih mengajar.. Bapak sangat berharap kepadanya.. dia sangat berbakat dan Bapak yakin jika Bapak melatihnya dengan benar dia bisa jadi pemain bulutangkis hebat..”
“Ya Pak! Khoirul emang jago! Saya nyaris kalah!”
“Ya.. dia memang jago.. tapi dia ga punya dedikasi..”
“Maksudnya?”
“Entah mengapa tahun lalu dia bilang berhenti dari bulutangkis.. dan setelah Bapak cari tahu ternyata dia masuk tim bola sekolah dan bilang lebih suka bola daripada bulutangkis.. ya sudah.. setelah itu saya putuskan berhenti saja mengajar bulutangkis.. lagipula saya sudah tidak memiliki murid lagi.. cuma Khoirul yang tadinya berminat pada bulutangkis di desa ini..”
“Hmmm.. gitu ya pak.. kalo gitu saya dong pengganti Khoirul? Hehe”
Ujarku sambil tertawa kecil.
“Aduh aduh.. kok kamu keras kepala banget.. ada apa sih?”
Ujarnya sambil menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Saya harus Pak.. karena saya harus mengalahkan seseorang yang sangat jago di Jakarta!”
Ujarku penuh keyakinan.
Pak Romi tampak melihat dan memperhatikan pandangan mataku yang penuh keyakinan, lalu..
“Kamu bohong.. itu bukan tujuan kamu sebenarnya.. mata kamu ga bilang begitu..”
Aku terkejut, sangat terkejut mendengarnya. Darimana ia bisa yakin bukan itu tujuanku sebenarnya, padahal aku sendiri yakin itu tujuanku sebenarnya.
“Masih ada lagi tujuan kamu yang lebih dalam dari itu!”
Tambahnya. Yang kemudian membuatku tersadar bahwa.. bukan mengalahkan Lin, bukan mengalahkan Randy lah yang merupakan tujuanku sebenarnya. Tujuanku sebenarnya adalah.. Erin. Semua ini aku lakukan demi Erin semata.
“Saya rasa Bapak benar… tujuan saya.. sebenarnya.. adalah.. semua demi seorang gadis semata..”
“Saya melakukan ini semua demi mendapatkan Erin!”
Seruku menambahkan.
Pak Romi terlihat terkejut mendengar pernyataanku.
“Kamu.. mengingatkan saya sewaktu muda dulu…”
Ujarnya.
**
Beberapa puluh tahun yang lalu..
“Lisa, aku berjanji aku akan membawakan medali emas di olimpiade padamu, dan saat itu.. aku berjanji akan melamarmu!”
Setelah mengucap janji, akupun pergi dan meninggalkan tanah airku. Bertarung di ajang Olimpiade demi dirinya dan tanah airku. Demi meraih medali emas agar aku dapat meminang dirinya dan membuat bangga seluruh rakyat Indonesia.
Pertarungan demi pertarungan aku lalui. Meski berat, namun aku harus melakukannya. Hingga pada akhirnya sedikit demi aku berhasil melalui dan mengalahkan semua lawan-lawanku. Hingga pada akhirnya medali emas berhasil berada di tanganku.
Aku pulang dengan medali emas di dalam genggamanku hanya untuk mengetahui bahwa..
--
“..Setelah semua yang saya lalui, hanya untuk mengatahui bahwa gadis yang ingin bapak jadikan istri sudah dijodohkan dan dinikahkan kepada seorang pengusaha Hongkong bernama Lei Huang Shun oleh keluarganya..”
“Setelah itu.. saya kehilangan alasan untuk terus bermain bulutangkis dan perlahan meninggalkannya.. hingga saat ini..”
Ujar Pak Romi menutup ceritanya.
Cerita Pak Romi menyentuh hatiku. Alasanku bertanding adalah sama dengan alasannya bertanding berpuluh-puluh tahun lalu.
“Maaf.. saya tidak tahu Pak..”
Ujarku merasa bersalah telah memaksa-maksa Pak Romi hingga ia teringat kembali masa lalunya.
“Maaf? Untuk apa minta maaf? Saya tidak pernah menyesalinya, dan karena itu.. baiklah.. saya setuju mengajarkanmu agar dapat menggapai apa yang tak sempat saya gapai..”
Ujar Pak Romi mengejutkanku, bahkan 2 kali setelah aku tersadar bahwa nama seorang pengusaha Hongkong yang Pak Romi sebutkan memiliki marga yang sama dengan Lin. Apalagi ibu Lin adalah orang Indonesia, Jangan-jangan…
“Ah.. Pak.., marga pengusaha Hongkong yang bapak katakan.. sama dengan marga orang yang menjadi rintangan saya untuk mendapatkan Erin.. namanya.. Lin Huang Shun.. dia juara turnamen nasional di RRC.. dan katanya.. ibunya orang Indonesia.. apa jangan-jangan…”
“…”
Pak Romi terdiam, ia tampak memikirkan sesuatu untukku..
“Kalau begitu.. akan saya ajarkan Jump Smash andalan saya.. datanglah lagi besok.. kita mulai latihan..”
Dan begitulah.. pada akhirnya.. Pak Romi mau menjadi pelatihku. Setelah itu aku pulang ke rumah Adit dan meminta agar diizinkan tinggal lebih lama lagi untuk berlatih. Pada awalnya.. ibuku tidak mengizinkanku.. akan tetapi ayahku bilang tidak apa-apa asal tidak melupakan waktu dan pulang sebelum sekolah dimulai. Kemudian ia menitipkanku kepada Pamanku agar diizinkan menginap lebih lama. Tentu saja Adit menjadi senang karena mendapat teman sebaya, apalagi kami sudah seperti kakak-adik meski ia adalah sepupu jauhku.
Dan pelatihan selama satu bulan ini akan menjadi batu loncatku untuk memenangkan turnamen dan mengalahkan Randy serta Lin. Demi Erin.
Spoiler untuk Chapter 5 :
Chapter 5
Smes Terakhir
Hari ini adalah hari pertama sekolah pada semester baru. Dan dalam beberapa hari lagi babak penyisihan turnamen nasional akan dimulai. Ya, pada akhirnya turnamen nasional akan dimulai juga. Aku khawatir sekaligus bersemangat mengingat hari turnamen sebentar lagi akan tiba. Karena pada hari itulah penentuan dari semua itu akan muncul.
“Yo Bay, gimana kabar lo?”
“Baik.. lo sendiri gimana?”
“Hmmm ga pernah lebih baik dari ini..”
Ujarku mantap
“Hahaha.. sombong bener lo.. trus.. kemana aja lo liburan?”
“Gw latihan..”
“Hooo.. gw juga, akhirnya pelatih mau ngelatih gw secara intensif.. dan katanya kemampuan gw kali ini udah nyamain Randy..”
Aku terkejut sekaligus senang mendengarnya. Bayu sudah begitu berkembang, namun aku juga sekaligus khawatir karena seakan-akan pelatih sengaja melatih Bayu agar aku tak mendapat kesempatan tampil pada turnamen. Karena hanya 2 orang sajalah yang mendapat jatah mengikuti turnamen.
“Eh iya Ri.. gw yang terpilih ngikutin turnamen.. sorry Ri..”
Ternyata benar, pelatih tampak sengaja ingin membuatku sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk membuktikan janjiku. Namun aku belum menyerah.
“Tapi tenang aja, nanti gw akan bilang ke pelatih kalo gw ga mau ikut bertanding dan memberikan kesempatan ini ke lo!”
Seru Bayu berusaha menyenangkanku.
“Ga perlu Bay, gw udah punya rencana sendiri..”
Jawabku penuh keyakinan.
--
Beberapa hari kemudian, saat hari Turnamen sudah di depan mata..
Waktu pulang pun tiba, kami segera menuju ke GOR untuk latihan terakhir kami sebelum meluncur ke ajang turnamen. Namun hingga hari ini aku belum menjalankan rencanaku, tapi hari ini aku berencana melaksanakannya.
Di GOR, setelah latihan reguler selesai, aku segera melangkah menuju pelatih.
“Pak”
Pak Ramli menengok padaku dengan pandangan mata yang sinis.
“Ada apa?”
“Izinkan saya mengambil alih posisi Bayu sebagai peserta turnamen”
“Hmm? Dengan kemampuan seperti kamu menggantikan posisi Bayu? Saya belum mau mati malu di turnamen nanti..”
“Bapak boleh meremehkan saya, tapi hari ini saya bersedia membuktikan kekompetenan saya”
“Jadi.. maksudmu kamu menantang Bayu? Baiklah.. baiklah jika itu maumu.. tapi saya yakin kamu tidak akan mampu mengalahkannya.. Bayu!”
Ujar Pelatih kemudian memanggil Bayu.
“Ada apa Pak?”
“Si Ari menantang posisimu sebagai peserta turnamen, sekarang kamu lawan dia.. buktikan kalau dia bukan apa-apa setelah latihan yang saya berikan!”
Bayu tampak terkejut mendengar kata-kata pelatih. Ia menengok padaku dan memperlihatkan wajah ragu. Namun melihat wajahku yang penuh keyakinan, ia tampak tersenyum bersemangat.
“Baiklah… saya mengerti..”
Ujarnya sambil mengambil kok yang berada di lantai. Ia kemudian berjalan menuju tengah lapangan dengan aku mengikutinya.
“Bay.. jangan segen-segen ama gw..”
“Lo serius Ri?”
Tanya Bayu masih ragu-ragu
“Apa gw ga keliatan serius?”
“Muke lo ga pernah keliatan serius Ri..”
“Setan lo.. udah la jangan maen-maen lagi..”
“Hahaha.. ok, ok… siap-siap aja lo traktir gw minum!”
Dengan serve dari Bayu, maka dimulailah pertandingan kami. Pada awalnya, tidak ada yang memperhatikan pertandingan kami. Namun seiring memanasnya pertandingan, lama-kelamaan seisi GOR menjadi tertarik melihat kami. Sorak sorai sudah mulai terdengar, pelatih tampak terkejut melihat kemampuanku yang naik cukup jauh. Aku harus berterima kasih atas waktu yang telah Pak Romi berikan kepadaku selama liburan kemarin. Berkat latihan darinya.. kini aku bisa..
“CTAK!!”
Smesku menyentuh area di balik garis pada lapangan bagian Bayu. Dengan begini, hasil akhir sudah dapat ditentukan. Bayu setengah tak percaya pada akhirnya ia harus tunduk padaku. 21-15.
Pelatih tampak kesal dan tak percaya melihat hasil pertandingan kami. Dengan wajah penuh amarah ia berjalan menuju Bayu dan berteriak.
“BAYU! KAMU SENGAJA MENGALAH YA SAMA DIA?!”
Tanya pelatih dengan nada membentak. Bayu menanggapi pertanyaan pelatih dengan tenang dan keringat menetes melewati pelipisnya.
“Kalau Bapak bisa melihat keringat saya.. apakah saya terlihat mengalah? Apakah saya terlihat menahan diri? Ataukah saya harus pingsan baru Bapak mau percaya saya serius dalam pertandingan ini?”
Pak Ramli tampak tak dapat menjawab balasan dari Bayu. Bayu sudah mengerahkan seluruh kemampuannya dan kalah. Tak ada kepalsuan dibalik kekalahannya, ia sudah berusaha dengan keras.
Bayu berjalan menuju ke arahku, kemudian ia menepuk bahuku.
“Kayaknya gw utang minuman sama loe..”
Ujarnya sambil tersenyum lebar. Kemudian ia berjalan keluar GOR.
Dan kali ini, giliran Lin yang baru saja datang dan melihat hasil akhir pertandingan kami yang mendatangiku. Ia kemudian menjabat tanganku.
“Gw berharap kita ga akan bertemu sebelum final..”
Aku tersenyum merasa tertantang mendengar kata-katanya.
“Ya.. gw juga Lin..”
Setelah itu Lin berjalan menuju Erin dan menyapanya. Sementara pandangan Erin tertuju padaku. Aku tak dapat membalas pandangannya sebelum semua ini berakhir, karena begitulah janjiku.
“Baiklah.. kalau begitu.. saya terpaksa mengganti Bayu denganmu..”
Ujar pelatih terdengar terpaksa.
“Baiklah Pelatih, saya tak akan mengecewakan anda pada saat turnamen nanti!”
Jawabku penuh keyakinan. Setelah itu pelatih hanya tersenyum kecut. Akupun keluar GOR untuk membeli minum. Pada saat aku memasuki kantin..
“Nih coi..”
Ujar Bayu muncul tiba-tiba sambil memberikanku sebotol minuman.
“Apaan nih Bay?”
“Lah? Begok lo ya? Kan gw kalah?!”
“Dih.. serius bener lo!?”
“Udahlah ga usa bacot.. uda terlanjur beli nih..”
“Hahaha.. sampah lo.. ya udah de terpaksa gw terima..”
Ujarku sambil tertawa. Setelah itu kami duduk beristirahat di kantin.
“Brengsek lo Ri.. makan apa lo ampe jago gitu?”
“Makan asem garem sebulan penuh gw Bay”
“Ha? Ngomong apaan sih lo?”
“Maksud gw, ga usa dipikirin la.. namanya juga anak muda.. gampang berubah..”
Ujarku sambil menirukan kata-kata Bayu dulu.
“Ah n*ehe lo! Gw serius Ri!”
“Hahaha.. ga ga.. entah kenapa waktu liburan di kampung gw ketemu orang jago bultang.. terus gw minta diajarin dia deh..”
“Wow.. siapa tuh?”
“Mau tau aja lo ah! Uda ah gw balik!”
Jawabku setelah menutup botol minumanku dan bangkit dari dudukku.
“Wah ***** loe ya ga mao ngasi tau gw! OK LOE RI!”
“Hahahaha becanda kali Bay.. orang itu.. Romi Hendrawan..”
Bayu tampak terkejut mengetahui bahwa orang yang mengajarkanku adalah seorang mantan pemain nasional juara olimpiade. Ia tampak tak percaya dan terlihat bengong memikirkan jawabanku seiring berjalannya aku darinya.
Tentu sudah seharusnya kemampuanku meningkat setelah satu bulan penuh perjuangan itu. Jika tidak, maka sudah tentu aku adalah manusia yang tidak berbakat bulutangkis dan sudah seharusnya aku meninggalkan dunia bulutangkis. Namun aku berhasil membuktikan bahwa aku memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pebulutangkis.
**
Hingga pada akhirnya.. waktu itu pun tiba..
Hari Turnamen sudah dimulai. Kami berkumpul di GOR Bulutangkis Senayan untuk menghadiri turnamen kualifikasi. Disana aku bertemu Randy dengan wajah sombongnya. Aku tak sabar untuk menghabisinya dan membuatnya bungkam selamanya. Namun keinginanku belumlah dapat terwujud karena ternyata aku, Lin, dan Randy masing-masing berada di grup yang berbeda.
Hari demi hari aku lalui dan mengalahkan satu persatu lawanku. Lin dan Randy tak terbendung sementara aku harus berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan lawan-lawanku. Aku tak menyangka ternyata ada begitu banyak orang-orang yang jago diluar sana. Meski begitu, aku berhasil mengalahkan mereka semua dan terkualifikasi untuk mengikuti babak final. Begitu juga dengan Lin yang melakukan gebrakan dan Randy yang menjadi senjata rahasia SMA 89.
Kini kami telah memasuki babak final. Akan tetapi pada saat pembagian Tournament Tree, aku mendapatkan tree yang berlawanan dengan Lin dan Randy. Membuatku tak akan dapat bertemu dengan mereka kecuali kami mencapai Final. Dan hal itu mengharuskanku berusaha lebih keras.
**
Waktu kembali berlalu, meski kesulitan, pada akhirnya aku berhasil mencapai semifinal. Dan kini aku datang untuk menonton pertandingan antara.. Lin.. dan Randy.. untuk menentukan siapa yang mungkin akan aku temui di final. Lin, rival cintaku, atau Randy, rival karirku.
Aku berada di tribun yang berlawanan dengan Bayu dan Erin yang duduk di seberang sana. Terlihat Erin tampak dengan antusias menyemangati Lin, sementara tampak mata penuh dendam kepada Randy. Yang artinya, mereka berdua sama-sama mendukung Lin. Sementara aku ingin dapat bertarung dengan Randy dan membuatnya bungkam serta mengakui kemampuanku, aku juga ingin dapat bertarung dengan Lin agar semua masalah ini terselesaikan.
Pertandingan dimulai dengan serve pertama dari Lin. Sorak sorai seluruh penonton bergemuruh dibalik atap GOR yang sangat terkenal itu. Aku berkonsentrasi melihat keseluruhan jalannya pertarungan mereka. Setiap kesalahan dan kelemahan mereka harus dapat kutemukan dan kueksploitasi untuk mengalahkan mereka. Aku datang bukan untuk bersenang-senang, tapi aku datang untuk meraih kemenanganku.
Sungguh membuatku terkejut, ternyata pertahanan Lin melemah setelah ia menerima smes jauh. Jika saja Randy menyadarinya, mungkin ia bisa menang. Akan tetapi kesombongannya telah menutup matanya. Ia bahkan terlihat tidak memikirkan cara apapun untuk mengalahkan Lin. Ketidaktahuan dan ketidakingintahuannya telah mengantarkannya ke ambang kehancuran. Pada akhirnya Randy harus menerima kekalahannya atas Lin. Skor 3-2 dengan hasil pertandingan 21-16, 18-21, 21-10, 15-21, dan 21-12 telah mengukuhkan Lin sebagai pemenang pertandingan ini.
Randy tampak amat kecewa akan kekalahannya. Ia menangis terpaksa menerima kenyataan bahwa ia telah kalah. Sementara Lin berjalan menuju Bayu dan Erin yang mendekati lapangan. Tampak Lin seolah berkata
“Dengan ini aku berhasil membalas kekalahanmu Bay!”
Namun Bayu tampak menggelengkan kepalanya dan berkata sesuatu yang tak kuketahui karena mereka tertutupi oleh kerumunan penonton yang lewat di depanku. Melihat Erina yang begitu gembira melihat kemenangan Lin, keraguan menyelimuti hatiku akan siapa yang akan ia dukung jika kami bertanding nanti.
Aku kembali pulang dengan keraguan, meski pada akhirnya aku berhasil mengetahui bahwa Lin, sang juara turnamen di negaranya juga manusia biasa yang memiliki kelemahan.
Sepertinya Tuhan memberkatiku. Aku menang mulus 21-18, 21-15 dari lawanku. Dan mengukuhkanku sebagai lawan dari Lin di final. Kemenangannya yang dahsyat atas Randy membuatku sedikit khawatir akan kemampuannya. Meski ia mempunyai cela, namun kurasa akan sulit membuatnya membuka cela itu.
Pada akhirnya hari pertandingan kami tiba. Pertandingan antara 2 orang murid SMA Wisnudarma Ari Syahputra melawan Lin Huang Shun pun berada di depan mata. Berada di pinggir lapangan, aku dapat mengingat saat-saat dimana kami baru saling mengenal, berbicara otomotif, berjalan-jalan bertiga, pergi ke kantin bersama-sama dengan semuanya, kini semua itu bagaikan mimpi. Setelah hari dimana Erin memberi saran, semua berubah, dan karena satu alasan: Bulutangkis. Tampaknya Bulutangkis sudah menjadi bagian dari diri kami dan berpengaruh besar terhadap kehidupan kami, kehidupanku.
Aku memulai serve sebagai tanda bahwa pertandingan telah dimulai. Namun Lin membalasnya dengan smes supercepat yang tak kusangka-sangka. Ia sudah serius padahal pertandingan baru saja dimulai. Aku merasa terhormat. Keseriusannya menandakan bahwa ia telah menganggapku setara dengannya. Ia sama sekali tidak meremehkanku dan memberikan semua kemampuannya tanpa menahan dirinya.
Pertandingan kami mendapat sambutan yang meriah dari seluruh penonton. Dan entah mengapa perhatianku teralihkan untuk mencari Erin dan mencari tahu siapa yang ia dukung diantara kami. Aku lengah dan terpaksa menerima kekalahan di babak pertama. 21-10
“Kenapa kamu lengah?! Don’t underestimate me!”
Ujar Lin mengira bahwa aku meremehkannya. Tidak Lin, aku tidak dan takkan pernah meremehkanmu. Aku hanya khilaf karena perhatianku teralihkan sejenak untuk mencari Erin. Namun aku sadar, jika aku terus melakukannya, maka aku akan kalah dan semua latihan dan rintangan yang aku hadapi akan sia-sia.
Babak kedua dimulai, serve dari Lin aku balas dengan smes mendadak persis seperti yang ia lakukan padaku di babak pertama. Lin tampak terkejut dan tak sempat mengembalikan smesku. Namun ia malah tampak tersenyum gembira dan bersemangat, begitupun denganku. Kali ini kami akan bertarung dengan seluruh kemampuan dan pikiran kami. Pertarungan yang sesungguhnya untuk memperebutkan cinta kami.
Hingga aku tak menyangka bahwa aku berhasil menjadikan posisi kami seri 1-1, dengan skor 24-22 untukku. Kekalahannya malah membuat Lin tampak semakin bersemangat melawanku. Ia malah kemudian menghabisiku dan membuatku tak berkutik 21-8. Aku cukup terkejut melihat hasilnya. Aku tak dapat mengikuti fase dari Lin. Levelnya jauh berada di atas lawan-lawanku sebelumnya. Kini aku harus menang dan tanpa pilihan lain.
Babak ketiga dimulai. Aku sudah mulai kelelahan dengan permainan tempo cepat yang diberikan oleh Lin. Ia bermain seakan tak memiliki batas tenaga. Namun, mengingat konsekuensi jika aku kalah padanya, semangatku kembali berkobar. Babak ketiga dimulai, tempo permainan kami bagaikan 2 orang pemain professional yang tengah bertarung demi negara masing-masing. Hingga akhirnya aku beruntung berhasil menang tipis dari Lin 30-29. Dari situ, Lin mulai menunjukkan keraguan di wajahnya. Ia tak lagi menunjukkan wajah penuh keyakinan seperti sebelumnya. Ia mulai ragu, ragu akan dapat memenangkan pertandingan ini. Seperti halnya diriku yang juga memikirkan itu.
“Apakah aku bisa menang?”
Bertaut di dalam hati kami masing-masing.
Babak penentuan dimulai. Skor 2-2 di papan membuat jantung kami berdebar-debar. Seisi GOR sunyi senyap dalam ketegangan. Kami tetap tidak mengurangi tempo permainan kami. Bahkan seolah disengaja untuk menambah ketegangan skor kami menjadi 20 sama dan masing-masing dari kami harus memimpin 2 poin agar dapat mengakhiri neraka ini. Kami terus melanjutkan pertandingan kami. 21-21, 24-24, dan kini, setelah aku beruntung karena keringat di tangan Lin membuat raketnya selip, ia gagal menerima smes dariku. Membuat skor diantara kami menjadi 28-27 untukku.
Jika aku berhasil sekali lagi membuat poin, maka aku akan menang dan berhasil membuktikan janjiku. Aku berdoa kepada Tuhan agar memberkatiku dan memberiku kesempatan untuk mengalahkan Lin.
Aku berikan serve kepada Lin, dan sesuai dengan yang kuperkirakan, ia langsung menyambutnya dengan smes. Benar-benar seperti dirinya, namun aku berhasil membaca arah smesnya dan mengembalikannya dengan loop. Tentu saja ia membalasnya kembali dengan smes, walaupun begitu, aku berhasil mengembalikannya ke arah yang tak dapat dijangkau olehnya. Ia melompat untuk menggapai kok yang nyaris membuahkan poin untukku, dan mengembalikannya padaku.
Kuberi ia smes balasan yang aku yakin dapat masuk dan membuatku menjadi pemenang diantara kami. Akan tetapi bagaimana caranya ia berhasil mengembalikan smesku.
Dalam hatiku, bagaikan ada suara seseorang yang mengatakan bahwa celah pada Lin sudah terbuka. Diiringi dengan pemandangan Erin yang berada di seberang sana, berteriak menyemangati sala satu dari kami.. hingga..
“Ariiiii kamu bisaaa!!”
Terdengar dan terngiang dalam telingaku, meski aku tak dapat mendengar suara Erin dibalik gemuruh dan sorakan penonton. Namun aku yakinkan diriku bahwa Erin mendukungku. Kujalankan rencana yang sejak tadi tertunda karena tak mendapat kesempatan. Kulakukan Jump Smash andalan Pak Romi sang pelatihku, jika Jump Smash ini berhasil, maka ini akan menjadi smes terakhirku dalam pertandingan ini.
“HEAAAAAAAA!!!”
“CTAK!!”
“WAAAAAAAAAAAA!!!”
Gemuruh penonton menggetarkan GOR. Pada akhirnya, pada akhirnya aku berhasil menang dari Lin Huang Shun, pada akhirnya aku berhasil mendapatkan Erin, pada akhirnya aku berhasil mengharumkan nama negaraku, pada akhirnya aku berhasil memenangkan olimpiade ini. Dengan Smes Terakhir tadi, medali emas kini berada di dalam genggamanku.
Di Lapangan lain ganda Bayu Adi Putra dan Randy Wibisono juga berhasil mengalahkan pasangan ganda asal RRC. Dengan begini kami bertiga sebagai warga negara Indonesia berhasil mengharumkan nama ibu pertiwi dan membuat Sang Saka Merah Putih berkibar dengan agung diatas tiang bendera di negeri asing. Kami mengesampingkan segala persaingan kami, segala permusuhan kami, dan bersatu sebagai pembela tanah air.
Lin mendatangiku dan menjabat tanganku yang tengah menangis terharu di tengah lapangan atas kemenangan ini.
“Congratulation Ri, pada akhirnya kamu yang berhasil menang sekali lagi..”
Kami bertiga berdiri diatas podium dengan bangga sambil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dengan penuh haru dalam hingar bingar dan sorotan dunia. Pada akhirnya aku mendapatkan Medali Emas yang kini terkalungkan di leherku.
Setelah upacara selesai, aku segera berlari membawa medali emas yang kujanjikan untuk Erin. Dan untuk melengkapi janjiku, untuk melamarnya setelah kudapatkan medali emas ini. Persis seperti yang orang yang aku kagumi gagal lakukan dulu.
Chapter 5.5 dan Alternate Ending Akan Berada dalam Bundle file PDF.
Nantikan waktu rilis Extra Editionnya!![]()
Share This Thread