Aksi 28 Januari, Siapa Panik?
INILAH.COM, Jakarta - Rencana aksi 28 Januari dalam memperingati 100 hari pemerintahan dinilai telah membuat banyak orang panik. Mengapa?
Berawal dari bocornya resume rapat Petisi 28 dengan purnawirawan dan perwira muda TNI/Polri di Bulak Rantai tertanggal 3 Januari 2010. Meski menyetujui substansi isi resume rapat gelap itu, Aktivis Petisi 28 Haris Rusly Moti meyakini bahwa itu adalah propaganda buatan pihak pemerintah.
“Saya sih setuju dengan isinya. Mungkin orang yang membuat resume rapat itu adalah orang yang sering berdiskusi dengan kita, namun dia gunakan sebagai upaya memecah gerakan kita, sehingga menimbulkan kecurigaan di antara kita,” ujar Haris kepada INILAH.COM di Doekoen Coffe, Jakarta, Jumat (22/1).
Sejak diskusi dan launching buku "Membongkar Gurita Cikeas" di tempat ngopi para aktivis itu, Haris sudah mengumumkan bahwa dirinya dan kawan-kawannya akan menggelar aksi massa besar memperingati 100 hari pemerintahan SBY-Boediono pada 28 Januari 2010.
Mungkin ada dua versi tentang 100 hari SBY, yaitu tanggal 12 Februari menurut versi resmi pemerintah, dan tanggal 28 Januari versi pihak oposisi.
Menurut Haris, ada dua hal yang harus ditekankan untuk aksi 100 hari SBY ini. Pertama, dia tidak ingin aksi tanggal 28 Januari menyerupai aksi tanggal 9 Desember yang anti-klimaks. Kedua, jangan sampai aksi itu hanya jadi gerakan karnaval belaka.
“Aksi tanggal 28 itu hanya starting point saja. Target masksimalnya adalah menurunkan SBY, minimalnya memenjarakan Boediono dan Sri Mulyani,” tegas mantan Ketua KPP Partai Rakyat Demokratik ini.
Dalam aksi 100 hari itu diperkirakan akan diikuti oleh banyak organisasi massa, terutama massa buruh dan petani. “Petisi 28 salah satu elemen saja, kita sudah mendapatkan konfirmasi dari gerakan buruh dan petani. Mereka adalah pihak yang paling dirugikan oleh kebijakan SBY-Boediono,” ujar Haris.
Senada dengan Haris Rusly, Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan, juga menjanjikan akan menyiapkan massa. “Gerakan massa kami siap turun ke jalan untuk menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono,” ujar Dani.
Menurut Dani, tanggal 28 Januari akan diperingati sebagai hari kegagalan rezim pemerintahan SBY, yang telah berkuasa selama 5 tahun plus 100 hari.
Dani melihat SBY telah gagal dalam empat hal, yaitu gagal menyejahterakan rakyat, gagal mengelola sumber daya alam, gagal memberantas korupsi, dan gagal menolak intervensi asing terutama dengan melonjaknya jumlah utang luar negeri dan kesepakatan perdagangan bebas.
Dani, yang juga inisiator Petisi 28, melihat sebelum aksi tanggal 28 terjadi, pihak pemerintah terlihat panik. Terbukti dengan beredarnya hasil resume rapat gelap Petisi 28, yang tidak diakui kejelasannya.
“Rezim ini panik. Tekanan terhadap SBY, Boediono, dan Sri Mulyani sudah semakin meluas. Rakyat ingin perubahan dari situasi yang semakin merugikan mereka,” imbuhnya.
Dani menuduh bahwa pihak pemerintah telah membuat propaganda hitam. Menurutnya, penyebaran hasil resume rapat itu, bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya pernah juga disebarkan resume rapat di Jalan Dharmawangsa dan Isu aksi rusuh 9/12, yang semuanya tidak terbukti kebenarannya.
“Informasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kalau itu dibuat oleh pemerintah. Hentikan, jangan membuat propaganda terhadap rakyat sendiri!” tegas Dani.
http://inilah.com/news/read/politik/...ari-sby-panik/
Pertemuan di Istana Bogor Bumerang SBY
INILAH.COM, Jakarta - Pertemuan antara Presiden SBY dan pimpinan lembaga negara di Istana Bogor menunjukkan besarnya kekhawatiran SBY akan terjadinya pemakzulan. Namun, pertemuan itu malah akan menjadi bumerang bagi SBY.
Hal itu diungkapkan pengamat politik Charta Politica Arya Fernandez kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (21/1).
"Sebenarnya, bila Istana yakin bahwa tidak ada kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemberian dana talangan (bail out) bagi Bank Century, justru Istana tidak perlu takut dengan adanya wacana pemakzulan (impeachment) oleh DPR. Nah, "kesempatan" antara SBY dan pimpinan lembaga negara tersebut justru akan menggiring citra negatif pada SBY karena seolah-seolah SBY anti-kritik," ujarnya
Ia menilai, dengan adanya pertemuian tersebut SBY terlihat reaktif dan tidak bijak dalam menanggapi isu-isu sensitif yang tengah melanda bangsa.
"Saya kira SBY reaktif. Menjadi tak heran bila dalam 100 hari pemerintahan ini, pemerintah belum menunjukkan performa yang optimal. Pertemuan Bogor ini adalah salah satu dari bentuk reaktif yang kembali ditunjukkan oleh SBY. Setelah sebelumnya SBY sangat reaktif dalam menanggapi isu Cicak-Buaya dan kontroversi pemberian dana talangan," katanya.
Menurut pandangan Arya, dikhawatirkan pertemuan tersebut menjadi ruang bagi Presiden untuk menjustifikasi "tabunya" pemakzulan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Padahal sikap reaktif tersebut dapat membuat masyarakat berpikir bahwa SBY tak berbeda dengan kepemimpinan orde baru yang anti-kritik.
Sebelumnya Presiden SBY menegaskan adanya kesepakatan pemerintah dan lembaga negara yakni DPR, MA, MK, BPK dan MPR untuk tidak ada impeachment terhadap Presiden, Wakil Presiden dan kabinetnya. Kesepakatan itu didapat dalam rapat dengan lembaga-lembaga negara di Istana Bogor.
"Kami sepakat untuk memahami pilihan kehidupan ketatanegaran kita agar terjadi cek dan balanced agar lembaga negara betul-betul saling sinergi, mengontrol dan saling melengkapi agar tidak ada abuse of power," ujarnya.
Artinya, lanjutnya, tidak akan ada lagi kondisi untuk saling menjatuhkan. "Kabinet kita adalah presidentil bukan perlementer yang sewaktu-waktu bisa dilakukan mosi tidak percaya, di mana kabinet bisa jatuh, menteri bisa berguguran," tukasnya.
http://inilah.com/news/read/politik/...-bumerang-sby/
Share This Thread