Waah... ternyata ada tempat sendiri utk post FanFic ya ? Pantesan yg di bagian forum Ayo Dance, kaga pernah diliat, fufufu...
oK deh, posting ulang disini. Makasih atas infonya yaaa, moderator.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi itu langit tampak cerah. Di depan sebuah sekolah swasta di Jakarta, tampak beberapa murid berjalan memasuki halaman dengan ceria. Demikian pula dengan seorang gadis, yang sedang asyik bersenandung. Tiba-tiba pundaknya ditepuk dari belakang.
“Hey Susan, heppi bener lu pagi-pagi begini ? Kesambet apa nih ?”
Senyum-pun mengembang di bibir gadis bernama Susan itu.
“Ada deh.”
Temannya hanya mengangkat bahu.
“Ya udah. Ngomong-ngomong, lu udah nyelesain pe er dari Si ‘Nenek sihir’ lom ?”
Bola mata Susan-pun terbelalak.
“ARGH, gawat, gua bener-bener lupa !”, lalu dengan wajah memelas, ia memandang temannya, “Helen, lu udah ngerjain kan ? Please pinjem dong...”
Sambil nyengir, Helen-pun berkata, “Udah gua tebak kok. Tenang aja, tar gua pinjemin deh.”
Lalu wajah Helen berubah serius.
“Pasti lu keasyikan latihan nari lagi, kan ? Gua ngerti, lu hobi nari, tapi jangan sampe ngelupain belajar dong !”
Susan-pun tersenyum.
“Wah wah, mulai lagi deh Helen Sang siswi teladan. Tapi Helen, nari udah bukan sekedar hobi, melainkan jalan hidup gua. Rasanya nggak mungkin gua bisa hidup tanpa nari. Gua nggak bakal pernah lupa, pas..”
Dengan cepat Helen melanjutkan kata-kata Susan, “.. umur 6 taon, lu ngeliat pertunjukkan tari di TV, dan begitu terpesona. Dan sejak itu, lu terus berlatih supaya bisa nari kayak penari yang lu liat di TV, gitu kan ?”
Wajah Susan-pun memerah, “He.. Helen !”
“Gua udah hapal luar kepala, abis lu udah cerita ratusan kali sih. Udah deh, sekarang mending cepetan kita ke kelas, biar lu bisa catet pe er dari Si ‘Nenek sihir’ itu.”
Susan mengangguk, dan keduanya segera berlari menuju kelas mereka.
Di tengah pelajaran, Susan tersenyum mengingat percakapannya dengan keluarganya kemarin.
Mengingat hal itu, senyum Susan-pun semakin melebar. Tanpa sadar di hadapannya telah berdiri Ibu Fenny, yang mendapat julukan ‘Nenek sihir’ dari para muridnya.“Kamu bilang apa, Susan ?”, tanya ayahnya yang sedang membaca koran.
Dengan setengah merenggut, Susan kembali mengulang kata-katanya.
“Pa, aku mau les menari !”
Sang ayah hanya menghela nafas.
“Susan, papa bukannya nggak ngerti keinginanmu. Tapi apa kamu yakin pengen jadi penari ? Kalau di luar negeri, mungkin kamu bisa sukses. Tapi di Indonesia ?”
“Papa, kenapa ngomongnya begitu sih ?! Susan menari bukannya karena pengen sukses, tapi karena memang Susan suka. Lagian kalau berjuang, pasti bisa sukses kok.”
Ayahnya menatapnya dalam-dalam.
“Tapi Susan, bukannya udah agak terlambat kalau kamu mau mulai belajar menari sekarang ? Dari yang papa dengar, menari harus dimulai sejak kecil kan ?”
Susan-pun tersenyum penuh arti.
“Tenang aja. Sejak ngeliat pertunjukkan itu, Susan selalu berlatih sendiri. Habis, papa nggak pernah menanggapi serius pas Susan bilang pengen belajar nari !”
Untuk kedua kalinya, Sang ayah menatapnya dalam-dalam. Akhirnya beliau hanya mengangkat bahu.
“Baiklah, kalau kamu sudah yakin. Tapi kamu musti janji, harus serius belajar nari-nya ya !”
Susan mengangguk dengan penuh semangat.
“Wah, kelihatannya kamu lagi gembira ya, Susan ? Kalau begitu, coba jawab pertanyaan ibu barusan !”
Susan-pun terkejut.
“E.. eh, a.. apa Bu ?”
Dan Susan langsung mendapat omelan panjang lebar dari beliau, sementara Helen yang duduk di belakangnya, hanya menggelengkan kepala.
“Eh Susan, sebenarnya ada apa sih ? Sejak pagi, sikap lu aneh bener.”
Susan tersenyum sambil berkata, “Yah.. maklum, gua lagi seneng sih. Si papi akhirnya setuju, gua ikut les nari.”
Bola mata Helen terbelalak.
“Se.. serius lu ? Bokap lu yang galak gitu, bisa nyetujuin lu ikut les nari ? Wah, rayuan lu hebat juga ya. Pantesan aja, sampe lu bengong di tengah pelajaran.”
Susan mengangguk meng-iya-kan.
“Kalau gitu, harus dirayain nih. Yuk ke café seberang itu.”
“Hmm.. boleh juga. Asal lu yang bayar ya, Helen.”
“Lho, kok gua yang bayar ?”, Helen langsung merenggut, “Kan yang lagi heppy elu, San ? Jadi lu dong yang traktir gua.”
Susan-pun tertawa, “Iya deh. Cuma bercanda kok. Tapi berikutnya, lu yang traktir gua ya ?”
“Beres deh.”
Lalu keduanya berjalan keluar sekolah. Ketika sedang menyeberang jalan, tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dari belokkan. Mobil itu mengarah pada Helen. Secara reflek, Susan segera melompat mendorong Helen, dan...
Perlahan Susan membuka matanya. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Hal pertama yang dilihatnya adalah sebuah lampu besar di atasnya. Lalu ia menyadari, Helen terlelap di samping tempat tidurnya.
“He..len...”, dengan suara lemah, Susan berusaha memanggil teman dekatnya itu.
Karena Helen masih tidak terbangun, untuk kedua kalinya Susan memanggilnya, “Helen...”
Kali ini, Helen terbangun. Dan ketika melihat Susan, Helen tersentak. Air mata langsung mengalir di pipinya.
“Su.. Susan, lu.. udah sadar ? Ini.. bukan mimpi kan ?”
Susan hanya tersenyum. Dan Helen-pun langsung memeluknya.
“Dasar, bikin orang khawatir aja ! Gua bener-bener takut, elu bakal sadar lagi atau kaga !”
“He..len, sa.. sakit...”
“Eh ?”, Helen-pun sadar, lalu melepaskan pelukannya dari Susan.
“Sori, abis gua seneng banget liat lu sadar. Apa lu tau, lu udah koma selama seminggu ?”
“Seminggu.. ya ?”, lalu Susan menghela nafas.
Pada saat itu, Susan menyadari bahwa ia tidak bisa menggerakkan kakinya. Ia-pun berusaha untuk duduk untuk melihat kakinya.
“Susan, jangan bangun dulu ! Lu kan baru aja sadar, istirahatlah.”
“Bu.. bukan itu, Helen. Kaki gua.. kenapa... ?”
Susan tidak melanjutkan pertanyaannya, melihat wajah tegang Helen. Jantung Susan berdebar kencang, dan wajahnya menjadi pucat.
“Helen, apa mungkin, kaki gua...”
Sambil menunduk, Helen menjawab, “Maaf Susan, gara-gara gua yang seenaknya nyeberang nggak liat-liat, elu musti ngalamin musibah ini !”
“Helen, jawab, kaki gua kenapa ?!”
“Kata dokter, masih untung nyawa lu bisa diselamatin. Tapi mungkin, lu.. bakal lumpuh seumur hidup.”
Mendengar jawaban Helen, Susan langsung terhenyak.
Aku.. lumpuh seumur hidup ? Lalu, bagaimana dengan tarianku ?
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BTW mo tanya nih, mumpung udah ada tempat khusus begini : Apa yg dipajang disini harus FanFic dari game ? Kalau ada cerita sendiri, blh nggak dipajang ??? Makasih atas segala perhatiannya yaaa![]()
Share This Thread