Plagiarisme adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.[1] Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Yang digolongkan sebagai plagiarisme:
* menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
* mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya
Dalam buku Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah, Felicia Utorodewo dkk. menggolongkan hal-hal berikut sebagai tindakan plagiarisme.[2]:
* Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
* Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
* Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
* Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
* Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya
* Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
* Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.
Hal-hal yang tidak tergolong plagiarisme:
* menggunakan informasi yang berupa fakta umum.
* menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan memberikan sumber jelas.
* mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian kutipan dan menuliskan sumbernya.
Plagiarisme dalam literatur
Plagiarisme dalam literatur terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis orang lain, atau mengambil mentah-mentah dari tulisan atau karya orang lain atau karya sendiri (swaplagiarisme) secara keseluruhan atau sebagian, tanpa memberi sumber.
Akademis
Selain masalah plagiarisme biasa, swaplagiarisme juga sering terjadi di dunia akademis. Swaplagiarisme adalah penggunaan kembali sebagian atau seluruh karya penulis itu sendiri tanpa memberikan sumber aslinya.[3]. Menemukan swaplagiarisme sering kali sulit karena masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan fair use[4]. Beberapa organisasi profesional seperti Association for Computing Machinery memiliki kebijakan untuk menangani hal ini[
Spoiler untuk Kasus :
[spiler=Kasus lain]BANDUNG, KOMPAS.com — Guru besar Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan, Anak Agung Banyu Perwita (43), diduga melakukan serangkaian tindakan plagiat di artikel-artikel harian nasional.
Kabar ini terkuak dari keterangan (disclaimer) editorial kolom Opini Harian The Jakarta Post yang dirilis pada 4 Februari lalu. Dalam disclaimer ini disebutkan bahwa artikel Banyu Perwita berjudul "RI as A New Middle Power".
Artikel yang dimuat di harian ini pada 12 November 2009 ternyata memiliki kemiripan dalam hal pemaparan gagasan, kata-kata, dan kalimat dengan artikel yang ditulis Carl Ungerer, penulis asal Australia. Tulisannya berjudul "The Middle Power, Concept in Australia Foreign Policy" yang telah lebih dulu dimuat di Australian Journal of Politics and History Volume 53, pada tahun 2007.
"Both in terms of ideas and in the phrases used, it i s very evident this is not the original work of the writer", bunyi pernyataan resmi dari editorial The Jakarta Post itu.
Kasus ini menarik perhatian masyarakat, terbukti dengan banyaknya komentar di beragam media blog dan mailing list, salah satunya di Kompasiana yang terintegrasi di media Kompas.com ini. Sejak di-posting oleh Limantina Sihaloho—salah satu Kompasianer—dengan judul tulisan "Profesor Indonesia Memalukan", isu plagiarisme ini mendapat banyak tanggapan.
Yang juga mengejutkan, terungkap di Kompasiana, Banyu Perwita diduga bukan hanya sekali melakukan perbuatan tercela ini, melainkan juga empat artikel sekaligus dari enam narasumber internasional, seperti diungkap Kompasianer Hireka Eric..
http://edukasi.kompas.com/read/2010/...akukan.Plagiat
[/quote]
Kasus seperti ini bukan hanya terjadi di dalam bidang pendidikan, terdapat juga dalam bidang music, perfileman dll.
Apabila pengajar kita yang memberi contoh melakukan plagiat untuk mendapatkan gelar nya, apa ilmu yang sebenarnya dia ajarkan kepada muridnya?
Bagaimana tanggapan anda mengenai plagiat, bisa di bahas dalam bidang akademis.
Share This Thread