Page 2 of 3 FirstFirst 123 LastLast
Results 16 to 30 of 37
http://idgs.in/273392
  1. #16
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default

    JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang bertujuan untuk merevitalisasi kewajiban peresepan obat generik di sarana pelayanan pemerintah.

    Siaran pers dari Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan Kamis (18/3/2010), menyebutkan, revitalisasi kewajiban peresepan obat generik tersebut adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

    Melalui peraturan Menkes tersebut, dokter di Puskesmas dan RS pemerintah wajib meresepkan obat generik baik untuk diambil di sarana pelayanan kesehatan maupun untuk diambil di luar.

    Selain itu, apoteker juga diberikan kewenangan untuk mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya, dengan persetujuan dokter dan/atau pasien.

    Pelaksanaan peraturan tersebut dipantau secara berjenjang dan diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.03.01/MENKES/159/I/2010 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

    Sebagai bagian dari pembinaan, maka pelanggaran terhadap kewajiban peresepan dapat dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.

    Rilis tersebut mengemukakan, komponen biaya terbesar dalam pelayanan kesehatan adalah obat yang dapat mencapai hingga 70 persen dari total biaya. Oleh karena itu, intervensi penggunaan obat merupakan upaya yang strategis dalam pengendalian pembiayaan pelayanan kesehatan.

    http://kesehatan.kompas.com/read/201...rik.Jadi.Wajib.

  2. Hot Ad
  3. #17
    luna_croz's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Location
    Void!!
    Posts
    6,132
    Points
    14,571.06
    Thanks: 18 / 128 / 81

    Default

    bersyukurlah kalian yang di indo yang dinyatakan sebagai penjual obat dengan harga termahal di internasional.
    di sini.. betadine ukuran 15ml = 12$. damn kaga itu? antiseptic lainnya yg mereknya ga jelas bisa ampe 40$. ga ngerti lagi gw kalo sampe obat2an operasi dan antibiotiknya
    http://bit.ly/n86th7

    Graboid free download HD movies

  4. #18
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default

    Dokter "Berbisnis", Obat Generik Tak Dilirik
    MEDAN, KOMPAS.com — Penggunaan obat generik dinilai belum menjadi "primadona" bagi para dokter, baik yang bekerja di sarana pelayanan pemerintah maupun swasta karena masih banyak di antara mereka yang hanya memberikan resep obat paten kepada pasien.

    Pengamat kesehatan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Destanul Aulia, Senin di Medan, mengatakan, masih minimnya dokter yang memberikan resep obat generik kepada pasien patut disesali, padahal kualitas obat generik tidak kalah dibanding obat paten.

    Menurutnya, kondisi ini harus mendapat perhatian serius dari semua pihak, terutama dinas kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) selaku organisasi profesi yang menaungi para dokter. Padahal, Kemenkes juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

    Ia menilai, ada beberapa hal yang menyebabkan dokter enggan memberikan resep obat generik kepada pasien. Pertama, terkait hubungan bisnis antara dokter dan perusahaan farmasi.

    "Mungkin perusahaan farmasi memberikan insentif kepada dokter yang meresepkan obat paten produk mereka. Hubungan timbal-balik antara dokter dan perusahaan farmasi ini pula yang membuat mengapa obat generik tidak akan pernah menjadi ’primadona’," katanya.

    Ada juga dokter yang memang "nakal" dengan mengatakan bahwa stok obat generik telah habis, padahal masih tersedia cukup banyak.

    "Ya itu tadi penyebabnya. Semakin banyak dokter yang meresepkan obat paten kepada pasien, dia juga akan mendapat insentif lebih banyak dari perusahaan farmasi," terangnya.

    Menurutnya, ada beberapa langkah yang bisa diterapkan oleh pemerintah agar obat generik tidak lagi menjadi obat nomor dua. Misalnya dengan membatasi peredaran obat paten di pasaran dan lebih memperbanyak peredaran obat generik.

    "Namun yang paling penting bagaimana agar pemerintah lebih gencar mempromosikan penggunaan obat generik kepada masyarakat. Masyarakat juga harus lebih berani meminta resep obat generik kepada dokter," ujarnya.

  5. #19

    Join Date
    Dec 2006
    Posts
    21
    Points
    22.70
    Thanks: 1 / 1 / 1

    Default

    gini2.......... gw kerja di farmasi....


    HNA : harga net apotik
    HET: harga eceran tertinggi

    HET: HNA X 10% (pajak) + HNA X 25% (keuntungan max apotik)
    misal HNA 100.000

    HET aptk nya max 135rb..........

    biasanya dokter kerja sama dgn farmasi misal...

    untuk obt A dokter memperoleh komisi 20%

    di beri komisi 1jt.... berarti dokter tsb harus menulis resep obt tersebut total 5jt kan??
    dlm wkt berapa bln gt...
    dokter juga butuh makan bro....


    obat generik ma obt paten pdhl sama aja..........
    asal diberikan dgn dosis yg "TEPAT" dan indikasi nya pas...........
    sehingga pasien juga cpt sembuh........

    tp ada juga.... misal pasian A skt tipes, ini misal..........
    kl diberi antibiotik generik rupanya blm bertambah baek, maka dokter akan mengganti dgn obat yg paten.......

    msh ada yg mau bertanya lagi?? PM saja ke id NEXT_KING..........oke thx
    id bNet: HoligaNz_7
    no FeaR No sEnsE. . .

  6. #20
    Saladin's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Liverpool!Tidak terima barter cendol!
    Posts
    2,646
    Points
    0.65
    Thanks: 25 / 42 / 35

    Default

    yang gw mau tau emang gaji seorang dokter RS pemerintah,RS swasta, dan penghasilan dokter2 yang buka praktek tuh berapa ya?
    ada yang tau infonya?
    apa kurang apa gimana sampe2 mereka masih menjadikan obat sebagai bisnis
    I LOVE LIVERPOOL

    Quote Originally Posted by Someone with red heart
    There's only two kinds of men in this world
    Liverpool family and the others
    LIRIK YNWA

  7. #21
    NexT_KinG's Avatar
    Join Date
    Mar 2008
    Posts
    264
    Points
    324.80
    Thanks: 105 / 13 / 11

    Default

    Quote Originally Posted by Saladin View Post
    yang gw mau tau emang gaji seorang dokter RS pemerintah,RS swasta, dan penghasilan dokter2 yang buka praktek tuh berapa ya?
    ada yang tau infonya?
    apa kurang apa gimana sampe2 mereka masih menjadikan obat sebagai bisnis
    pertanyaan yg bagus..........
    gw ga tau...........
    tp siapa yg ga suka sama UANG???
    namanya manusia, ga akan pernah puas apa yg telah mereka dptkan. bener kan??

  8. #22
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default

    Sumpah Dokter
    Demi Allah, saya bersumpah bahwa :

    Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
    Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
    Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan ber*moral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;

    Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
    Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerja*an saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;
    Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
    Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
    Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbang an keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
    Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
    Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan ke*dokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;

    Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan memper*taruhkan kehormatan diri saya.


    Bukankah dengan memberikan obat bermerk dengan iming2 ingin mendapatkan suatu kedudukan sosial, itu bertentangan sumpah dokter itu sendiri?

  9. #23
    NexT_KinG's Avatar
    Join Date
    Mar 2008
    Posts
    264
    Points
    324.80
    Thanks: 105 / 13 / 11

    Default

    Quote Originally Posted by Sterling View Post
    Sumpah Dokter
    Demi Allah, saya bersumpah bahwa :

    Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
    Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
    Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan ber*moral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;

    Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
    Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerja*an saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;
    Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
    Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
    Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbang an keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
    Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
    Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan ke*dokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;

    Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan memper*taruhkan kehormatan diri saya.


    Bukankah dengan memberikan obat bermerk dengan iming2 ingin mendapatkan suatu kedudukan sosial, itu bertentangan sumpah dokter itu sendiri?
    loe gw kasih duit..
    A: dok, tolong lah dok.. 5jt neh.....
    B: saya kan hrs pake generik...
    A: kan 1R/ (1resep) kan bkn cm obt saya aja.... pake generik nya yg obt saya tdk ada....
    B: oke!

    gt loh bro..........
    dokter juga cari celah...
    1resep, pasti ada 1 obt generik, tp biasanya yg wkt krj sama nya, obt nya ga ad gt.....

  10. #24
    sMurF_king's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Posts
    278
    Points
    247.90
    Thanks: 9 / 8 / 7

    Default

    kebanyakan orang kita masih banyak yang ga tw obat generik itu apa aja, contoh nya gw ja ga tw, wkkwkwk

    klo menurut gw se kyk na gede, u itung de coba sendiri klo misalkan dia buka praktek sendiri trs yang datang pasien na sehari ada 20, berapa duit tuch..??
    Last edited by Sterling; 01-04-10 at 13:45.

  11. #25
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default

    Quote Originally Posted by NexT_KinG View Post
    loe gw kasih duit..
    A: dok, tolong lah dok.. 5jt neh.....
    B: saya kan hrs pake generik...
    A: kan 1R/ (1resep) kan bkn cm obt saya aja.... pake generik nya yg obt saya tdk ada....
    B: oke!

    gt loh bro..........
    dokter juga cari celah...
    1resep, pasti ada 1 obt generik, tp biasanya yg wkt krj sama nya, obt nya ga ad gt.....
    Dokter tersebut melakukan hal itu dengan iming2 5jt kan?
    Kasus berbeda bila dokter menulis resep dengan obat merk tersebut dikarenakan tidak ada obat generiknya, bukan kebalikannya.
    Kalau mmg tidk ada obat generikny, brarti dokter tersebut tidak ada itikad dengan uang yang di tawarkan.
    Quote Originally Posted by sMurF_king View Post
    kebanyakan orang kita masih banyak yang ga tw obat generik itu apa aja, contoh nya gw ja ga tw, wkkwkwk

    klo menurut gw se kyk na gede, u itung de coba sendiri klo misalkan dia buka praktek sendiri trs yang datang pasien na sehari ada 20, berapa duit tuch..??
    Jgn dopost kk, dah saya gabungin post an nya. Untuk menambah komentar, bisa gunakan fungsi edit post, sehingga tidak usah dopost

  12. #26
    ichigo89's Avatar
    Join Date
    Feb 2010
    Location
    Indonesia
    Posts
    9,423
    Points
    -3,628.30
    Thanks: 209 / 479 / 366

    Default

    setuju deh..
    obat herbal sekarang lebih baik dan harganya lebih terjangkau..

    saya dulu juga pernah minta resep obat generik ke doter tapi kagak di beri dengan alasan dosisnya tidak sesuai..

    mungkin benar juga tentang perusahaan farmasi yang memberikan sejumlah dana ke dokter untuk mempromosikan obatnya..

    ya meskipun tidak terang-terangan sih...

    tapi kan merugikan masyarakat juga

  13. #27
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default

    Harga Obat Generik di Indonesia Termahal Se-ASEAN
    Selasa, 6 April 2010 | 15:57 WIB
    shutterstock
    TERKAIT:

    * Kenapa Obat Indonesia Kalah Murah dengan India dan China?
    * Dokter "Berbisnis", Obat Generik Tak Dilirik
    * Resep Obat Generik Jadi Wajib
    * Apoteker Dibolehkan Mengganti Obat
    * Obat Bermerek Kuasai Pasar

    JAKARTA, KOMPAS.com — Harga obat generik yang diproduksi di Indonesia tergolong sangat mahal. Bagaimana tidak? Banyak obat generik di Indonesia yang sengaja dikemas dan dipasarkan serta diberi merek tertentu layaknya obat "paten" sehingga muncullah istilah obat generik bermerek.

    Tak ayal, harga "obat generik bermerek" di Indonesia tergolong termahal se-ASEAN, bahkan kabarnya di dunia. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan harga jual obat yang semakin tak terkendali di Indonesia, diperlukan pengaturan yang tegas mengenai harga jual obat generik oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI.

    Demikian diungkapkan oleh Prof Dr Hasbullah Thabrany, MPH, Dr PH dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) saat ditemui dalam diskusi IDI di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (6/4/2010).

    "Perlu ada aturan harga jual obat generik yang jelas. Jangan sampai masyarakat yang sudah pusing mencari ketersediaan obat generik yang "langka" di peredaran masih harus dipusingkan juga dengan adanya obat generik bermerek yang harganya tidak "generik", sangat mahal. Kasihan masyarakat kecil," ungkap Prof Dr Hasbullah.

    Ia menambahkan, pembiayaan berbasis asuransi jaminan sosial nasional yang merupakan perintah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) merupakan cara yang paling baik untuk mengendalikan harga obat dan peresepan oleh dokter. Akan tetapi, cari itu sampai saat ini belum juga dilaksanakan oleh pemerintah sehingga harga obat belum dapat dikendalikan secara sistematis.

    http://kesehatan.kompas.com/read/201...mahal.Se.ASEAN

    Pemerintah Belum Mampu Kendalikan Harga Obat
    Rabu, 7 April 2010 | 07:13 WIB
    KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
    Petugas mengontrol proses produksi obat di pabrik obat Sanofi-Aventis, Jakarta, Rabu (31/3). Produsen obat asal Perancis itu memproduksi beragam obat terapetik, antara lain kardiovaskuler trombosis dan onkologi yang sebagian besar diekspor.
    TERKAIT:

    * Harga Obat Generik di Indonesia Termahal Se-ASEAN
    * Kenapa Obat Indonesia Kalah Murah dengan India dan China?
    * Dokter "Berbisnis", Obat Generik Tak Dilirik
    * Resep Obat Generik Jadi Wajib
    * Apoteker Dibolehkan Mengganti Obat

    Jakarta, Kompas - Sekalipun telah menyadari begitu bervariasinya harga obat, pemerintah belum mampu sepenuhnya mengendalikan harga obat, khususnya obat generik bermerek dagang.

    Hal itu terungkap dalam diskusi panel bertajuk ”Obat Mahal; Siapa yang Bertanggung Jawab?” yang diselenggarakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Selasa (6/3). Sejauh ini, terdapat 13.000 macam obat yang beredar di Indonesia. Obat generik bermerek dagang di pasaran harganya dapat mencapai 12 kali lipat dari harga obat generik dengan nama International Nonproprietary Name (INN) untuk jenis obat yang sama.

    Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Indrawaty mengatakan, pemerintah tidak dapat mengatur harga obat generik bermerek dagang di pasar karena tidak ada landasan hukum yang kuat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan pengaturan harga obat, tetapi baru sebatas obat generik dengan INN.

    Pada tahun 2006, ada 385 item obat yang harga eceran tertingginya ditetapkan dan jumlahnya terus bertambah hingga 453 item tahun 2010. Khusus obat generik bermerek dagang, pemerintah sebatas mengendalikan di fasilitas kesehatan pemerintah. Jika obat generik tidak tersedia, fasilitas kesehatan pemerintah dapat menggunakan obat generik merek dagang dengan harga maksimal tiga kali lipat harga obat generik dengan INN.

    Formularium Jamkesmas merupakan bentuk pengendalian lainnya. Dengan penerapan kebijakan pengendalian harga obat lewat pembiayaan kolektif berkesinambungan, pemerintah mempunyai kekuatan tawar. Hal itu karena pemerintah dapat menghimpun kebutuhan obat yang besar. ”Obat generik sebetulnya merupakan potensi besar jika dibeli dengan jumlah besar,” ujar Sri.

    Ketersediaan

    Penyediaan obat generik pun bukan perkara mudah. Ketersediaan obat generik rata-rata 12,8 bulan. Padahal, idealnya 18 bulan sehingga ketersediaan terjamin saat proses pengadaan berlangsung. ”Di Indonesia timur, ketersediaan obat rata-rata 10,4 bulan. Obat bisa berbulan-bulan kosong sampai pengadaan berikutnya,” ujarnya.

    Ke depan, pemerintah tidak hanya memikirkan menurunkan harga obat serendah-rendahnya, tetapi juga keberlangsungan produksi obat. ”Kami ingin mendorong industri membuat obat generik,” ujarnya.

    Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prijo Sidipratomo mengatakan, faktor pemicu tingginya harga obat, antara lain, adalah karena masyarakat masih membiayai kesehatan langsung dari kantong sendiri. Akibatnya, posisi tawar masyarakat menjadi rendah. Untuk mengatasi mahalnya harga obat, dibutuhkan sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan yang baik.

    Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan, Sistem Jaminan Sosial Nasional, termasuk di dalamnya jaminan kesehatan dengan model asuransi, dapat mengefektifkan pembiayaan kesehatan, termasuk obat. Akses dan ketersediaan obat pun menjadi lebih terjamin karena adanya kepastian pasar. (INE)

    http://kesehatan.kompas.com/read/201...kan.Harga.Obat

  14. #28

    Join Date
    Apr 2009
    Location
    Bandung tea
    Posts
    36
    Points
    43.10
    Thanks: 1 / 2 / 2

    Default

    Saya mau berbagi pengalaman nih.Saya pernah bekerja di salah satu perusahaan farmasi di Bandung selama 5 tahun.Nama perusahaannya pun sudah dikenal di Indonesia.pengalaman terlama saya adalah sebagai operator di bagian produksi.Menyedihkan klo kamu semua melihat betapa jauhnya kualitas obat generik dan obat bermerk,baik dari rumus,takaran dosis,bungkus serta proses pembuatan obatnya sampe ke packaging.

    Kenyataan yang ada dilapangan adalah obat generik gampang dibuat dari pada obat bermerk yang lbh mengutamakan prosedur.Produksi obat generik lbh gampang dibuat karena mengejar target dari pemerintah,sehingga tdk jarang melewatkan prosedur pembuatan obat yang seharusnya ( lambat produksi = ga dpt order ),itulah politiknya.perusahaan pun mau tdk mau hrs bertahan agar tetap berjalan.krn order yang di dpt dr perusahaan lain atau perusahaan yg mempunyai produk bermerk td tdk sebanyak ordr dr pemerintah.Obat bermerk pun jadi mahal karena tuntutan dan pengawasan produksi terhadap obat tersebut sesuai prosedur atau CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik dan benar ).

    Lalu kenapa pemerintah mengajak kita menggunakan obat generik?.jawaban cuma ada 1,yaitu.menumpuknya stock obat generik yang sudah dipesan pemerintah pada produsen obat,itu yang saya lihat dr perusahaan tempat saya bekerja dulu.Pasti dijual murah klo dah numpuk.Coba bayangkan kalau lbh dari 1 perusahaan.
    catatan: order pembuatan obat generik sudah dibagi rata oleh pemerintah ke tiap2 produsen obat,mau ga mau jumlahnya sama dong.,

    Itulah bedanya obat generik dengan obat bermerk.Yang jelas kenapa pemerintah Tega pada rakyatnya sendiri untuk membeli obat dengan kualitas rendah? ( parrrah).Yang lebih menyedihkan lagi harga obat bermerk hanya bisa dibeli orang2 yang berduit.( gila emang).Pelayanan kesehatan di rumah sakit- rumah sakit pun tidak luput dari " Siapa yang sakit","Golongan apa yang Sakit"," Punya duit Ga yang sakit ?".

    Orang - orang miskin mau tdk mau berfikir panjang untuk biaya perawatan atau berobat karena harganya melebihi harga beras dan minyak goreng,otomatis mereka memilih obat murah dong,yang proses kesembuhannya lbh lama karena kualitas obatnya,karena sembuhnya lama, otomatis hrs beli lagi obat itu biar sembuh.Semakin sering obat tersebut dikonsumsi semakin kebal tubuh kita terhadap obat tersebut,berarti hrs beli lagi dong agar tubuh dpt menerima dosisnya.

    Harga obat generik di indonesia termahal Se ASEAN,sudah pasti bos. maklum banyak "biaya tambahan" .

    Ini sekedar berbagi pengalaman aja,saya pun hanya membeli obat yang mampu saya beli klo saya sakit.

  15. #29
    sMurF_king's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Posts
    278
    Points
    247.90
    Thanks: 9 / 8 / 7

    Default

    hahaha, klo geto yg ga pny duit ga boleh sakit dnk, waduh brarti besok" gw klo sakit cari obat d warung sebelah aja kali yach

  16. #30
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default

    JAKARTA, KOMPAS.com - Wajah Eko (33) tampak muram siang itu. Sorot matanya yang kosong menatap sebuah poster yang menempel di dinding apotik sebuah rumah sakit swasta di kawasan Jakarta Selatan.

    Eko kebingungan karena harus menebus obat senilai ratusan ribu rupiah untuk menyembuhkan sakit herpes yang dideritanya. Ayah dua anak itu tak menyangka kalau harga obat yang harus ditebusnya di apotik bisa semahal itu.

    Usut punya usut, dokter ternyata meresepkan obat paten untuk penyakitnya. Eko tidak paham kalau ia sebenarnya dapat meminta dokter atau apoteker untuk mengganti resepnya dengan obat generik tanpa merek yang harganya relatif jauh lebih terjangkau.

    "Saya kira resep dokter tak bisa diutak-atik lagi alias harga mati buat kesembuhan penyakit saya," ungkap karyawan swasta di kawasan Palmerah itu.

    Jika faktor biaya menjadi pertimbangan utama Eko, tidak demikian halnya dengan pasien lain bernama Angga (34). Ia mengaku tak keberatan dengan keputusan dokter meresepkan obat paten demi khasiat "ces pleng" yang selama ini diyakininya. Kalau pun harus memilih, Angga mengaku tetap menolak diberikan resep obat generik karena khawatir sakitnya akan lebih lama.

    "Saya agak ragu dengan obat generik karena sembuhnya suka lama. Walau harus keluar kocek lebih mahal, obat paten memberi saya jaminan cepat sembuh," ujar lelaki yang berprofesi sebagai wartawan ini.

    Potret masyarakat tentang penggunaan obat di atas adalah bukti masih terjadinya distorsi informasi tentang obat generik dan obat paten (originator) di masyarakat. Akibat mitos yang kadung melekat, masyarakat kurang yakin dengan obat generik karena harganya yang murah, tak bergengsi serta diragukan khasiat dan kemanfaatannya. Di lain pihak, tak sedikit masyarakat yang kesulitan membeli obat karena harganya sangat mahal.

    Menurut guru besar Farmakologi Universitas Indonesia, Prof Arini Setiawati, PhD, distorsi ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila masyarakat benar-benar memahami benar informasi tentang obat generik dan obat originator.

    Arini menjelaskan, obat generik tak perlu diragukan khasiatnya karena secara teori memiliki persamaan dengan obat originator dalam hal zat aktif, dosis, indikasi dan bentuk sediaan.

    "Obat generik adalah obat yang mengcopy obat originator dan diberi nama generik. Dengan begitu, obat ini memberikan efikasi dan keamanan yang sama," ujarnya pada media forum yang diselenggarakan Sanofi-Aventis di Jakarta akhir Maret lalu.

    Obat generik, lanjut Arini, harganya memang lebih murah ketimbang obat paten. Tetapi, bukan dikarenakan mutu atau efikasinya rendah. Obat generik tak memerlukan biaya riset dan pengembangan yang mahal seperti halnya obat originator atau paten.

    "Yang diperlukan hanyalah riset untuk membuat formulasi agar dapat setara dengan obat originator sehingga dapat dijual dengan harga murah," ujar anggota tetap Komisi Nasional Penilai Efikasi dan Keamanan Obat Jadi/Obat Modern di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ini.

    Obat paten, terang Arini, sangat wajar bila harganya mahal karena biaya yang dibutuhkan untuk risetnya mencapai 900 juta dollar (hampir Rp 900 miliar) hingga 1,8 juta miliar dollar AS. Selain itu, ekslusivitas obat paten ini terbilang relatif singkat. Walaupun diberikan perlidungan paten bekisar antara 17 hingga 20 tahun, tapi kesempatan untuk dipasarkan sebagai obat paten sekitar lima tahun saja.

    "Oleh sebab itu harganya mahal karena harus menutup biaya pengembangan tersebut dalam waktu yang relatif singkat," ujarnya.

    Arini menambahkan, masyarakat Indonesia sudah saatnya mengubah pola pikir tentang obat generik dan paten. Pasalnya, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, masyarakat sudah semakin terbiasa menggunakan obat generik.

    Buktinya, peresepan obat generik terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data IMS Health National Prescription Audit (NPA) menyebutkan, peresepan obat generik di AS yang hanya 19 persen pada tahun 1984 telah meningkat pesat pada 2007 menjadi 67 persen.

    Salah kaprah
    Obat generik, lanjut Arini, saat ini dipasarkan di Indonesia dalam dua jenis yakni dengan menggunakan nama generiknya dan memakai merek dagang. Salah satu jenis yang dijual dengan nama generiknya adalah obat generik berlogo (OGB) yang merupakan program pemerintah. OGB dapat dikenali dengan logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di tengah lingkaran.

    Sementara itu satu jenis lainnya yakni obat generik bermerek justru tidak diperlakukan sebagai obat generik. Dengan kemasan lebih menarik memakai nama dagang tanpa mencantumkan logo, harga obat bermerek ini jauh lebih mahal dibanding obat generik tanpa merek, padahal kandungan zat aktifnya sama.

    Alhasil, fenomena ini menjadikan obat generik bermerek seakan-akan 'diposisikan' sama seperti obat paten. Salah kaprah terhadap obat generik bermerek ini pun tidak terelakkan.

    Diakui Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta, praktik salah kaprah obat generik menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Betapa tidak, obat generik bermerek yang kandungannya tak jauh berbeda dengan obat tanpa merek dijual dengan harga tidak rasional.

    "Bahkan ada yang bisa sampai 200 kali dari harga asli obat generik tanpa merek," ujar Marius.

    Padahal, hampir 70 persen obat yang beredar di Indonesia saat ini adalah obat generik bermerek. Sedangkan sisanya adalah obat paten dan obat generik tanpa merek. Peredaran obat paten di Indonesia, kata Marius, tidak banyak yakni hanya sekitar 7 persen saja. Obat-obat paten ini contohnya adalah obat untuk HIV/AIDS, obat-obat kanker dan flu burung.

    "Yang lain itu paten-patenan. Yang lebih kejam, tak sedikit oknum dokter yang meresepkan obat generik bermerek kepada pasien, tetapi menyebut obat tersebut sebagai obat paten. Padahal jelas, itu melanggar etika profesi kedokteran," ujar Marius.

    Benang kusut
    Marius yang juga anggota Tim Rasionalisasi Harga Obat Generik Nasional di Kementerian Kesehatan menilai masalah obat generik adalah benang kusut yang tak pernah selesai dari tahun ke tahun.

    Rumitnya masalah pengaturan obat generik di Indonesia adalah akibat ketidaktegasan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, menegakkan kebijakan soal peredaran obat generik bermerek. Harga obat generik sebenarnya telah diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan, tetapi anehnya, peraturan ini hanya diterapkan pada obat generik tanpa merek saja.

    "Di sinilah benang kusutnya, yang liar adalah obat generik bermerek, yang tak mau tunduk pada peraturan itu. Pemerintah dalam hal ini Dirjen Bina Kefarmasian tidak ada niatan untuk menetapkan harga obat generik bermerek," ujar Marius.

    Kalaupun Menkes telah membuat peraturan baru yang mewajibkan seluruh dokter di layanan kesehatan pemerintah mewajibkan peresepan obat generik, peraturan itu diyakini Marius tidak akan berjalan efektif. Peran apoteker sebagai profesi yang terlibat secara langsung memberikan pelayanan di bidang kefarmasian pun belum bisa diharapkan.

    Senada dengan Marius, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Priyo Sidipratomo, manilai karut marutnya masalah obat generik lebih disebabkan karena lemahnya penegakkan peraturan tata niaga farmasi.

    Sementara profesi dokter pun tak bisa sepenuhnya disalahkan karena mereka kerap mengalami masalah dan keterbatasan di lapangan. Masalah peresepan obat generik, kata Priyo, biasanya muncul ketika dokter dihadapkan pada kendala kekosongan stok obat. Karena obat generik tanpa merek langka, dokter akhirnya beralih pada obat generik bermerek atau obat paten.

    Namun Priyo pun tak mengelak bila ada segelintir oknum dokter yang bertindak melawan etika profesi. "Dokter-dokter yang disponsori itu jelas tidak etis, berlawanan dengan etika. Namun itu hanya terjadi di kota-kota besar, di kota kecil sangat jarang," ungkapnya

    Salah satu solusi yang dapat mengatasi masalah ini, lanjut Priyo, adalah penerapan sistem asuransi kesehatan secara universal sebagai jalan keluar mengatasi pembiayaan kesehatan di Indonesia.

    "Dalam dunia kedokteran, itu tidak bisa dibersihkan 100 persen, kecuali dengan asuransi kesehatan. Dokter yang baik hanya akan lahir dalam sistem pelayanan kesehatan yang baik. Jadi intinya harus ada sistem yang baik," terangnya.

    Hak pasien
    Demi kemaslahatan, Priyo tak lupa pun berpesan agar pasien selalu membiasakan diri meminta resep obat generik setiap kali datang berobat ke dokter. "Sampaikan saja, karena ini adalah hak setiap pasien," ujarnya.

    Ia pun meyakinkan bahwa di mata para dokter, citra obat generik sebenarnya tidak pernah luntur. "Pandangan para dokter tentang obat generik sejauh ini bagus. Tidak ada masalah dari sisi efikasi dan khasiatnya. Bahkan di semua institusi milik pemerintah, para dokter sudah diwajibkan meresepkan obat generik," ujar Priyo.

    http://kesehatan.kompas.com/read/201...h.Obat.Generik.

Page 2 of 3 FirstFirst 123 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •