Page 1 of 2 12 LastLast
Results 1 to 15 of 16

Thread: Piano

http://idgs.in/271047
  1. #1
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default Piano

    oK, saatnya menaruh cerpen kedua saya disini, fufufu...

    ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Malam itu, hujan turun rintik-rintik. Di sebuah gedung pertunjukkan, sedang diadakan resital piano oleh seorang pemuda berbakat, yang usianya baru 15 tahun. Karya-karya klasik yang dimainkannya mengalun dengan sempurna. Tak heran, setiap ia selesai memainkan sebuah lagu, seluruh penonton berdiri dan memberi sambutan yang sangat meriah.
    “Hebat sekali sambutan penonton terhadap permainanmu, Ilya. Kalau begini, tentu tidak sulit untuk mendapatkan sponsor peluncuran album perdanamu.”
    Ilya Tokarev hanya mengangguk; Tidak sedikitpun ia terlihat puas dengan keberhasilannya. Lalu pertunjukkan-pun usai. Ilya minta agar managernya segera mengantarnya pulang.
    “Apa kamu tidak ingin merayakan keberhasilanmu ini, Ilya ?”
    “Tidak ! Tolong antarkan aku pulang, aku ingin istirahat.”
    Sang manager mengangkat bahu, lalu mengantar Ilya pulang. Rumah Ilya adalah sebuah rumah besar, yang terletak di pinggir kota. Di rumah itu, Ilya tinggal hanya berdua bersama ayahnya. Ibunya telah meninggal.
    “Besok aku akan menjemputmu di sekolah. Persiapkan dirimu sebaik mungkin, karena kita akan bertemu dengan calon sponsor untuk albummu !”
    Ilya mengangguk, dan managernya segera berlalu. Ketika masuk ke dalam rumah, ayahnya segera mendatanginya dan bertanya, “Bagaimana pertunjukkannya ?”
    Tanpa semangat, Ilya menjawab, “Seperti biasa, sambutannya sangat meriah.”
    Ayahnya tersenyum puas. Ia mengelus rambut Ilya.
    “Bagus, memang kamu adalah anakku. Kamu benar-benar pantas menyandang nama Tokarev, yang diakui oleh dunia sebagai Sang Maestro sejati !”
    “Maaf ayah, aku lelah sekali. Aku ingin langsung beristirahat.”
    Ayahnya mengangguk, lalu kembali ke ruangannya. Sementara Ilya masuk ke kamarnya, lalu menghempaskan tubuhnya di ranjang.
    “Huh, ‘pantas menyandang nama Tokarev’ ? Ayah, tentunya ayah tidak tahu, kalau nama itu selalu menjadi beban bagiku. Aku sudah muak dengan semua ini !”


    Keesokan harinya, berita mengenai resital piano Ilya menyebar ke seluruh sekolah. Rupanya ada salah seorang temannya yang menonton pertunjukkan itu.
    “Ilya, benarkah kamu mengadakan resital piano ? Hebat sekali !”
    “Wah, aku tidak tahu kalau kamu ternyata hebat main piano, Ilya.”
    “Bagus Ilya, buatlah sekolah kita bangga mempunyai murid seperti dirimu !”
    Mendapat pujian bertubi-tubi seperti itu, Ilya hanya terdiam.
    “Hal yang paling kubenci, akhirnya terjadi juga.
    Pastilah sekarang mereka memandangku sebagai Ilya, Sang jenius piano.”

    Tiba-tiba, seorang gadis berpenampilan menarik telah berdiri di hadapan Ilya; Rambut pirangnya panjang tergerai, dengan bola mata berwarna biru langit jernih yang sangat indah, ditambah dengan postur tubuhnya yang tinggi semampai.
    “Namamu Ilya ya ? Aku juga melihat pertunjukkan pianomu kemarin.”, lalu gadis itu menengok ke sekeliling mereka, “Bagi yang tidak mendengarnya secara langsung, wajar jika menganggapmu hebat. Tetapi Ilya..”, gadis itu menatap Ilya dengan pandangan tajam, “.. bagiku, permainan piano-mu itu, sungguh menyedihkan !”
    Setelah berkata demikian, gadis itu membalikkan tubuhnya dan hendak pergi, tetapi Ilya segera menahannya.
    “Tunggu ! Tolong beri alasan, mengapa kamu berpendapat permainan pianoku menyedihkan ?”
    Dengan hanya menoleh, gadis itu menjawab, “Nada-nada yang kau mainkan memang terdengar indah, tetapi itu hanyalah keindahan semu. Seakan-akan kamu bermain piano hanya karena kamu harus melakukannya, bukan karena kecintaanmu terhadap musik.”
    Setelah gadis itu pergi, teman-temannya segera berusaha menyemangati Ilya.
    “Tenang saja Ilya, gadis itu pasti hanya iri akan kehebatanmu.”
    “Benar, jangan terlalu memikirkan kata-kata gadis aneh itu.”
    Ilya menengok ke arah orang-orang sekitarnya, lalu sambil tersenyum ia berkata, “Sayangnya, gadis itu jauh lebih mengerti musik dibanding kalian.”
    Setelah berkata demikian, Ilya pergi meninggalkan orang-orang di sekelilingnya yang terbengong mendengar kata-katanya.

    Seakan-akan kamu bermain piano hanya karena kamu harus melakukannya, bukan karena kecintaanmu terhadap musik.’, kata-kata gadis teman sekolahnya itu terus terngiang-ngiang di telinga Ilya.
    “Aku tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Apakah benar aku telah berubah ?
    Awal aku bermain piano, karena kagum akan kehebatan ayah, dan ingin bisa bermain seperti ayah. Tetapi akhirnya, bermain piano seakan-akan menjadi kewajiban dan beban.”

    Ilya menarik nafas dalam-dalam.
    “Akhirnya, ada juga seseorang yang dapat memahami perasaanku yang sebenarnya. Andai aku dapat mengetahui namanya...”

    Lamunan Ilya buyar akibat suara managernya.
    “Ilya, kita sudah sampai.”
    Ilya dan Sang manager keluar dari mobil, lalu masuk ke sebuah gedung yang megah. Setelah bertanya pada resepsionis, seseorang mengantar mereka menuju lantai 35, tempat kantor direktur utama berada.
    “Ingat Ilya, kamu harus berusaha meyakinkan Tuan Oleg untuk menjadi sponsor kita.”
    Ilya tidak memberi jawaban apapun. Ketika masuk ke ruang kantor, Direktur Oleg menyambut mereka dengan gembira.
    “Ah, selamat datang, Tuan Sergey dan Ilya. Silahkan duduk.”, lalu ia menengok ke arah seorang wanita yang sedang mengetik di sebuah meja yang terletak di samping meja direktur, “Natasha, buatkan minuman untuk kedua tamuku ini !”
    Wanita itu mengangguk, lalu segera keluar ruangan. Sementara Ilya, Sergey Sang manager, dan Direktur Oleg duduk. Direktur Oleg membuka percakapan.
    “Ilya, permainan pianomu kemarin malam sungguh hebat. Kamu benar-benar putra Sang Maestro, Vaslav Tokarev.”
    Mendapat pujian seperti itu, Ilya terdiam.
    “Kurasa, sampai kapanpun orang hanya akan memandang nama besar ayah.
    Mereka tidak pernah memandang kemampuanku yang sesungguhnya.”

    Sergey memulai transaksi, “Tuan Oleg, Anda tentu sudah mengetahui maksud kedatangan kami menemui Anda. Saat ini, Ilya sedang berusaha membuat album perdananya, dan untuk itu, kami memerlukan sponsor. Apakah Anda bersedia menjadi sponsor bagi kami ?”
    Direktur Oleg terkejut.
    “Wah, rupanya Anda type orang yang to the point, Tuan Sergey. Mengenai permintaan Anda itu, saya ingin sekali membantu, tetapi..”, ia mendekat ke arah Sergey, “.. kondisi keuangan kami saat ini agak sulit. Anda tentunya tahu, negara kita sedang melakukan restrukturisasi besar-besaran. Semua perusahaan terkena dampaknya, termasuk perusahaan kami.”
    Tepat pada saat itu, sekretaris tadi masuk membawakan minuman. Sergey terdiam sejenak.
    “Jadi, maksud Anda, Anda tidak dapat membantu kami ?”
    “Saya tidak bermaksud demikian, Tuan Sergey. Maksud saya adalah, saya bersedia membantu, tetapi dengan sebuah syarat.”
    “Baik, apa syaratnya ?”
    Direktur Oleg tersenyum, “Kami ingin permainan piano Tuan Ilya menjadi lagu pengiring bagi iklan perusahaan kami. Bagaimana, Tuan Sergey ?”
    Sergey menengok ke arah Ilya. Setelah merenung beberapa saat, akhirnya Ilya berkata, “Tuan Oleg, ada satu hal yang ingin saya tanyakan kepada Anda. Mengapa Anda menyukai permainan piano saya ?”
    “Eh ?”, Direktur Oleg bingung mendengar pertanyaan Ilya, “Bu.. bukankah tadi sudah saya katakan, kalau permainan pianomu benar-benar hebat ? Apa maksudmu ?”
    “Baiklah, saya ganti pertanyaannya. Apakah Anda benar-benar menyukai permainan piano saya ?”
    Direktur Oleg semakin bingung. Sementara Sergey minta maaf, lalu menarik lengan Ilya ke sudut ruangan.
    “Ilya, mengapa kamu bertanya seperti itu ?!”
    “Karena Tuan Oleg tidak benar-benar menyukai permainanku ! Dia hanya menginginkan nama besar ‘Tokarev’ demi keuntungan perusahaannya.”
    “Apa kamu ingin mengatakan, kalau kamu tidak bersedia menerima tawaran Tuan Oleg ?!”
    Dengan tak acuh, Ilya menjawab, “Begitulah.”
    Kemarahan Sergey hampir meledak, tetapi ia masih dapat menahan diri.
    “Kamu.. benar-benar ***** ! Kamu tahu khan, kalau tanpa sponsor, jangankan untuk peluncuran album, bahkan satu pertunjukkan-pun tidak dapat digelar !”
    Ilya tidak menjawab. Akhirnya Sergey menarik nafas panjang.
    “Kalau memang itu keputusanmu, baik, aku akan menolak permintaan Tuan Oleg. Tetapi ingatlah, aku tidak bersedia mencarikan sponsor untukmu lagi !”
    Sergey dan Ilya kembali ke tempat duduk mereka.
    “Jadi, Tuan Ilya tidak bersedia ?”, Direktur Oleg mengangkat bahunya, sebagai tanda penyesalan, “Sayang sekali. Tetapi apa boleh buat, saya tidak akan memaksa kalian.”
    “Maafkan kami, Tuan Oleg. Kami mohon diri dulu.”
    Setelah keduanya keluar ruangan, Direktur Oleg menengok ke arah sekretarisnya.
    “Natasha, bagaimana pendapatmu ?”
    Wanita itu tersenyum penuh arti, sambil menjawab, “Ilya berbeda dengan Vaslav. Ia.. mirip dengan kakaknya.”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Bagian pertama. Kali ini, mengenai seorang pemuda yg mempertanyakan jalan hidup yg telah dipilihnya.

  2. Hot Ad
  3. The Following User Says Thank You to Rivanne For This Useful Post:
  4. #2
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    TING ! Dengan lembut, Ilya menekan sebuah tuts piano. Saat ini ia sedang duduk merenung di hadapan piano yang terletak di ruang latihan rumahnya.
    “Aku teringat, ketika pertama kali diperbolehkan menyentuh tuts piano seperti ini, aku sangat bahagia. Saat itu, bermain piano adalah cita-cita dan harapanku. Tetapi sekarang...”
    TING ! Ilya kembali menekan tuts yang sama.
    “Sejak kapan aku merasakan bermain piano menjadi beban ?”

    Perlahan, ingatan Ilya kembali pada sebuah kejadian yang telah lampau...
    Pada hari itu, ibunya mengalami kecelakaan tertabrak mobil. Sedang Vaslav harus tampil pada sebuah pertunjukkan malam harinya. Ilya berusaha mencegah ayahnya agar menemani ibunya yang dalam keadaan sekarat.
    “Ayah, bukankah resital piano itu dapat dibatalkan ? Temanilah ibu.”
    “Resital piano ini, sudah sangat lama kunanti-nantikan, dan aku tidak akan membatalkannya demi apapun juga !”
    “Walau ibu sudah hampir meninggal ?”, Ilya bertanya dengan nada putus asa.
    Vaslav menatap Ilya dengan pandangan dingin; Sangat dingin dan tajam.
    “Kamu benar-benar tidak mengerti apa-apa, Ilya. Bagi seorang pemain piano, seluruh hidupnya harus diabdikan bagi kepentingan musik. Jadi, walaupun harus kehilangan orang yang paling disayang sekalipun, musik harus tetap diutamakan.”
    “Te.. tetapi ayah...”
    Vaslav berjalan pergi, meninggalkan Ilya yang sedang kebingungan.
    Malam hari, Ilya menelepon Vaslav dari rumah sakit.
    “Ayah, kondisi ibu sangat kritis ! Dan ibu berharap bisa bertemu dengan ayah.”
    Vaslav terdiam. Tiba-tiba, seseorang menegur Vaslav dari belakang, “Vaslav, apakah kamu akan menjawab encore dari penonton ?”
    Vaslav menjawab orang di belakangnya, “Tentu.”, lalu ia kembali berbicara di telepon, “Maaf Ilya, aku harus pergi sekarang. Entar saja kamu telepon lagi.”
    “A.. ayah !”
    Tuut... sambungan telepon telah diputus oleh Vaslav. Air mata mulai mengalir di pipi Ilya. Dalam hati ia terus bertanya-tanya, mengapa ayahnya bisa begitu tidak memperdulikan ibunya. Ketika kembali ke tempat ibunya dirawat, dokter telah berdiri di depan pintu. Ia hanya menggeleng dengan sedih. Ilya tertegun sesaat, sebelum menjerit, “TIDA..AK !”
    JRENG ! Beberapa tuts piano ditekan serentak oleh Ilya.
    “Sekarang, setiap bermain piano, aku selalu teringat akan kata-kata dingin ayah di telepon itu.
    Apakah aku bisa bermain piano tanpa beban seperti dulu lagi ?”
    Sekilas, ia teringat kembali pada kejadian di sekolahnya.
    “Aku ingin bertemu dengan gadis itu sekali lagi.”

    Ilya menutup kap pianonya, lalu keluar ruangan.

    Keesokan paginya di sekolah, Ilya mencari gadis yang telah memberi komentar tajam mengenai permainan pianonya itu. Ternyata gadis itu setingkat di atasnya. Awalnya, Ilya merasa ragu untuk memanggilnya. Tetapi tiba-tiba, gadis itu menengok ke arahnya.
    “Eh kamu... bukankah kamu Ilya ?”
    Ilya mengangguk.
    “Kurasa ini bukan kelasmu. Apakah kamu mencari seseorang ?”
    Ilya kembali mengangguk.
    “Apakah orang yang kamu cari itu.. aku ?”
    Kali ini, Ilya hanya menunduk.
    “Oh, bukan ya ? Sorry deh.”
    “Eh, ti.. tidak. Aku.. memang mencari kakak.”, Ilya langsung merasa gugup.
    Melihat kegugupan Ilya, gadis itu tersenyum, “Tenang saja, tidak usah canggung begitu.”
    “Habis, aku tidak menyangka kalau kamu adalah kakak kelasku.”
    “Kathya.”
    “Eh ?”
    “Panggil aku Kathya, itu namaku. Ada apa ingin menemuiku ?”
    “Se.. sebenarnya aku.. ingin berterimakasih, atas komentar kakak kemarin.”
    Kathya memandang Ilya dengan pandangan bertanya.
    “Kamu ingin berterimakasih padaku, karena aku telah mencela permainan pianomu ?”, lalu ia tertawa, “Hahaha.. ternyata kamu benar-benar aneh, Ilya. Orang biasanya merasa kesal jika ada yang mengkritiknya, tetapi kamu malah berterimakasih.”
    “Aku berterimakasih pada kakak, karena penilaian kakak mengenai permainan pianoku tepat sekali, walau pada awalnya aku tidak menyadari hal tersebut.”
    Wajah Kathya langsung berubah menjadi serius, “Benarkah ? Berarti, ada kejadian di masa lalu yang menyebabkan bermain piano menjadi beban untukmu.”
    “Kak Kathya, mengapa kakak dapat memahami semua ini ?”
    “Jawabannya sederhana saja : karena aku juga seorang pemain piano. Jadi aku dapat memahami perasaan sesama pemain. Lalu, apakah ada yang dapat kubantu ?”
    Ilya terkejut mendengar pertanyaan Kathya. Sementara Kathya, juga bingung akibat keterkejutan Ilya, “Eh ? Kamu.. benar-benar cuma ingin bilang terima kasih saja ?”
    Akhirnya sebuah senyum terlihat di bibir Ilya, “Aku senang, Kak Kathya benar-benar memahami diriku. Aku memang berharap agar Kak Kathya dapat mengembalikan kecintaanku pada piano.”
    Kathya menggelengkan kepalanya, “Maaf, aku tidak dapat membantumu mengenai hal itu. Hanya dirimu sendirilah yang dapat mengembalikannya. Tetapi mungkin..”, Kathya setengah merenung, “.. masih ada yang dapat kubantu. Bagaimana kalau kita mencoba main piano bersama-sama ?”
    Ilya mengangguk, “Tetapi, dimana ?”
    “Bisa dirumahku, atau dirumahmu.”
    “Kalau begitu, di rumah Kak Kathya saja. Aku sedang tidak ingin main piano di rumah.”
    Kathya terdiam sejenak, memperhatikan wajah Ilya. Lalu gadis itu mengangguk.
    “Baik, kalau begitu kamu tunggu aku di pintu gerbang, sepulang sekolah.”
    Ilya mengangguk penuh semangat, dan tepat pada saat itu, bel sekolah berdering.

    Ketika sekolah usai, Ilya segera berlari menuju gerbang sekolah. Tetapi tiba-tiba... “Ilya !”
    Ilya menengok dan terkejut; Sergey sedang berdiri di samping mobilnya.
    “Ada apa manager ? Aku sedang terburu-buru !”
    “Kita harus segera pergi.”
    Sambil meneruskan larinya, Ilya berkata, “Maaf, tidak bisa ! Aku ada urusan penting !”
    “Ilya, ini perintah dari ayahmu !”
    Mendengar itu, Ilya tertegun.
    “Ayah ? Ada urusan apa ayah denganku ?”
    Sergey menghela nafas dalam-dalam, “Ada sesuatu yang ingin beliau bicarakan denganmu.”
    “Sergey, jangan-jangan kau...”
    Sergey langsung memotong kalimat Ilya, “Ilya, kuakui aku memang kecewa dengan penolakanmu itu, tetapi aku tidak berkepentingan melaporkan hal itu kepada ayahmu ! Kalaupun yang ingin dibicarakan oleh ayahmu adalah masalah itu, aku tidak tahu ia mendengarnya dari siapa.”
    Ilya terdiam sejenak, lalu akhirnya berkata, “Baiklah. Tetapi kumohon, ijinkanlah aku minta maaf pada temanku, karena tidak bisa pergi bersamanya.”
    Sergey mengangguk, lalu mereka bersama-sama menuju gerbang sekolah.
    “Jadi, kamu ditunggu oleh ayahmu ?”, Kathya mengangkat bahu, “Ok, kalau begitu lain kali saja.”
    Lalu Kathya berjalan pergi. Sementara Ilya dengan setengah menjerit berkata, “Kak Kathya, lain kali pasti... aku pasti akan main piano denganmu !”
    Di dalam perjalanan, Sergey baru bertanya pada Ilya, “Apa maksud kata-katamu tadi, Ilya ?”
    “Kata-kata yang mana ?”
    “Kata-katamu kepada gadis itu. Apa kamu.. hendak main piano bersamanya ?”
    “Begitulah.”
    “Aneh sekali.”, Sergey sedikit melirik ke arah Ilya, “Padahal biasanya kamu selalu tidak bersedia main dengan didampingi oleh orang lain, termasuk ayahmu sendiri. Apa kamu sudah berubah ?”
    Sambil tersenyum, Ilya menjawab, “Tidak, aku tidak pernah berubah. Hanya saja, sepertinya aku sudah menemukan seseorang.. yang benar-benar dapat memahami diriku.”
    Mendapat jawaban seperti itu, Sergey hanya terdiam. Dan mereka tidak berbicara lagi, sampai di tempat tujuan.

    Sekitar Pukul 2 siang, mereka tiba di sebuah restoran yang mewah.
    “Rasanya aneh sekali, hanya untuk bicara denganku saja, janji bertemu di tempat semewah ini.
    Apa kiranya yang ingin dibicarakan ayah denganku ya ?”
    Vaslav sedang berbincang-bincang dengan seseorang, ketika Ilya dan Sergey mendatanginya.
    “Ilya, akhirnya kamu datang juga.”, lalu beliau bangkit berdiri, dan memperkenalkan orang yang ada di sebelahnya, “Ilya, kenalkan. Beliau ini adalah Tuan Lanscaux du Volant, seorang pemain piano bertaraf internasional. Beliau pernah tampil bersama Berliner Philharmonic Orchestra, dan sering tampil dalam berbagai pertunjukkan di mancanegara.”
    Lanscaux memandang Ilya dengan tatapan tajam. Seorang laki-laki setengah baya, Ilya dapat merasakan kharisma yang dimiliki Lanscaux; Rambut yang tersisir rapi, dengan sedikit bagian sudah berwarna putih, wajah berbentuk kotak yang mencerminkan sifat tegas, tatapan tajam seakan hendak melihat ke dalam pikiran lawan bicaranya, dengan tubuh tinggi tegap bagai tiang kokoh. Jabat tangannya begitu erat, sampai Ilya agak merasa sakit.
    “Panggil saya Lans saja. Saya sudah banyak mendengar mengenai permainan pianomu, Ilya. Terus terang saja, saya tidak suka terhadap pujian yang tidak pada tempatnya. Oleh sebab itu, saya ingin sekali mendengar permainan pianomu.”
    Ilya memandang Vaslav, dan Vaslav mengangguk.
    “Baiklah, tetapi ijinkanlah kiranya aku makan terlebih dahulu.”, Ilya melirik ke arah Sergey, “Tadi manager langsung memaksaku untuk ke tempat ini, jadi aku tidak sempat makan.”
    Vaslav tertawa, “Tentu saja. Tuan Sergey juga makan saja bersama kami.”
    Mereka-pun kembali duduk, lalu memesan makanan.

    “Bagaimana penilaian Anda terhadap permainan saya, Tuan Lans ?”
    Saat itu, Ilya baru saja selesai memainkan sebuah lagu kesukaannya di rumahnya. Lanscaux terdiam sejenak, berpikir.
    “Yah, permainanmu memang bagus. Berarti pujian orang kepadamu selama ini memang beralasan. Tetapi..”, Lanscaux sedikit mengerenyitkan keningnya, “.. entah mengapa, aku merasa ada yang hilang dalam permainan pianomu. Seperti makanan yang nikmat, tetapi ada bumbu yang kurang.”
    Ilya menengok ke arah Vaslav, “Ayah, bagaimana menurut pendapat ayah ?”
    “Aku puas dengan permainanmu, Ilya. Kamu memang benar-benar penerus nama ‘Tokarev’.”
    Mendengar jawaban ayahnya, Ilya hanya tersenyum pahit. Lalu ia menengok ke arah Lanscaux.
    “Tuan Lans, saya lupa menanyakannya. Apa alasan Anda ingin bertemu, lalu mendengarkan permainan piano saya ?”
    “Sebenarnya, saya ingin mencari seorang pendamping untuk resital piano di berbagai penjuru dunia. Resital piano yang bertajuk : ‘Twin Piano of the Twilight Around the World’ ini, bertujuan untuk menggalang dana bagi pendidikan musik di negara-negara berkembang.”
    “Dan Anda ingin mengajak saya ? Sebuah kehormatan besar bagi saya. Tetapi apakah saya benar-benar orang yang sesuai keinginan Anda, Tuan Lans ?”
    Lanscaux terdiam, sementara Vaslav memandang beliau dengan penuh harapan.
    Akhirnya ia memandang Ilya sambil berkata, “Kalau kamu bersedia kubimbing selama sekitar 3 bulan, aku akan mempercayakan tempat sebagai pendampingku padamu, Ilya. Bagaimana ?”
    Dan kali ini, giliran Ilya yang terdiam sejenak. Baik Vaslav maupun Sergey langsung mendesak Ilya, “Ilya, kesempatan ini sangat langka. Kamu akan bertindak sebagai pendamping seorang pianis terkemuka dunia, tentunya akan banyak pengalaman yang berguna bagimu kelak. Sudah, tidak usah dipikirkan lagi, terima saja.”
    Akhirnya Ilya memandang Lanscaux sambil tersenyum, “Tuan Lans sudah khusus datang menemui saya, akan sangat tidak sopan jika menolak tawaran beliau. Baiklah, saya akan menerimanya. Dan, terima kasih atas kesempatan yang sudah Anda percayakan kepada saya ini.”
    Ilya dan Lanscaux-pun kembali berjabat tangan.
    “Mungkin, aku ingin menemukan kembali ‘sesuatu yang hilang’ dalam permainan pianoku.
    Dan kuharap, aku bisa menemukannya bersama dengan Tuan Lans.
    Walau itu berarti.. untuk sementara aku tidak dapat bermain piano bersama Kak Kathya.”


    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Masa lalu Ilya, dan alasan mengapa seakan ada suatu kehampaan dalam permainan piano-nya oK deh, utk sementara, ini dulu lanjutannya.

  5. The Following User Says Thank You to Rivanne For This Useful Post:
  6. #3

    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Gabrielizm.co.cc
    Posts
    1,290
    Points
    567.70
    Thanks: 134 / 67 / 52

    Default

    kalo gue lihat ( ni perasaan gue doank )
    tulisan2 lu slalu mencritakan orang yang terbeban. yang kayaknya selalu ada rasa gak puas,ada "something missing" di dirinya.

    saya suka sekali tulisan anda yang ini .
    betul2 bagus.

    8/10

  7. #4
    Aerrio's Avatar
    Join Date
    Jan 2009
    Location
    in Your Heart
    Posts
    485
    Points
    330.10
    Thanks: 7 / 7 / 5

    Default

    lanjutannya masi blm ditulis kak?

  8. #5
    3agl3one's Avatar
    Join Date
    Sep 2007
    Posts
    2,594
    Points
    761.00
    Thanks: 68 / 30 / 14

    Default

    nice story
    pas banget pemotongan ceritanya, bikin orang2 penasaran...
    btw gaya penulisannya sama seperti cerita pertama. dan gw rasa endingnya udah bisa kebaca (klo bener2 sama cerita pertama, yang dokter itu)
    memang seperti ini gaya penulisan cerita kamu ya?
    yang suka becanda autis, BACA

  9. #6
    nasir's Avatar
    Join Date
    Nov 2008
    Location
    I Think What Do You Think ;)
    Posts
    116
    Points
    142.40
    Thanks: 14 / 2 / 2

    Default

    lanjutannya dong..udah lama..

  10. #7
    Aerrio's Avatar
    Join Date
    Jan 2009
    Location
    in Your Heart
    Posts
    485
    Points
    330.10
    Thanks: 7 / 7 / 5

    Default

    ga usa panjang lebar lagi..

    saya memang kagum saat membaca cerita pertama sang TS..

    tapi setelah anda buka: http://cerpenonline.multiply.com/jou...jadikan_cerpen
    apakah kekaguman itu akan tetap ada?

  11. #8
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Hmm... maaf, bukan bermaksud lama nggak post, tapi sekitar 6 hari saya lagi liburan ^^a Jd nggak bisa online sama sekali. BTW ada link Multi saya ya ? Fufufu... kok tahu ?

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    4 bulan kemudian
    Sambutan terhadap penampilan Lanscaux dan Ilya, pada pertunjukkan ‘Twin Piano of the Twilight Around the World’ di berbagai negara, sangat luar biasa. Bahkan dalam beberapa penampilan mereka, jumlah penonton sangat banyak, sehingga ada sebagian penonton yang rela berdiri. Akhirnya setelah 1 bulan penuh mengadakan perjalanan ke berbagai penjuru dunia, mereka kembali ke kota tempat tinggal Ilya. Di bandara, Ilya disambut dengan meriah. Tetapi orang yang paling diharapkan oleh Ilya untuk menyambutnya, justru tidak ada.
    Vaslav mendatangi Ilya dengan tersenyum bangga, “Kamu benar-benar hebat, Ilya. Sekarang kamu bahkan telah melebihi ayahmu ini. Aku benar-benar bangga terhadapmu.”
    Ilya hanya tersenyum kecil, “Terima kasih, ayah.”
    Setelah mengikuti jamuan makan malam yang diadakan oleh walikota, Ilya memutuskan untuk langsung pulang.
    “Maaf, saya masih lelah akibat perjalanan jauh. Saya mohon diri dahulu pada Anda sekalian, dan terima kasih atas sambutannya terhadap saya.”
    Sergey mengantar Ilya pulang, sementara Vaslav dan Lanscaux masih berada di tempat jamuan itu. Di tengah perjalanan, Sergey berkata, “Tuan Ilya, sekarang Anda tidak perlu khawatir akan masalah dana. Banyak perusahaan besar yang bersedia menjadi sponsor Anda, dan saya sudah mengatur pertemuan dengan beberapa di antaranya.”
    Ilya menghela nafas, “Sergey, maaf, tetapi bisakah kita tidak membicarakan masalah ini dahulu ? Aku capek sekali.”
    Sergey tertegun sesaat, baru menjawab, “Maafkan saya.”
    Sesampainya di rumah, Ilya segera menghempaskan tubuhnya ke ranjang.
    “Aku benar-benar harus berterima kasih kepada Tuan Lans. Walau sangat melelahkan, tetapi aku sangat puas, bisa melihat antusiasme orang-orang dari berbagai negara terhadap musik.
    Musik benar-benar bahasa universal,
    dan aku akhirnya mulai bisa merasakan kenikmatan bermain piano.”

    Keesokan paginya, ketika Ilya sampai di sekolahnya, sambutan yang luar biasa kembali diterimanya. Semua teman dan gurunya memuji-muji dirinya, dan mengatakan sekolah mereka bangga memiliki murid seperti dirinya.
    Ilya yang merasa tidak enak, akhirnya berkata, “Maaf, tetapi aku bukanlah seperti yang kalian bayangkan. Aku tetaplah Ilya yang dulu, yang pendiam dan tidak suka berteman; Tidak ada yang berubah pada diriku.”
    Mendengar kata-kata Ilya, mereka semua terdiam. Sementara Ilya, tanpa memperdulikan reaksi mereka, langsung pergi menuju kelas Kathya.
    “Kathya ? Dia lagi absen, sepertinya sakit.”, ujar salah seorang teman sekelas Kathya.
    “Oh. Apakah aku bisa minta alamatnya ? Aku.. ingin menjenguknya.”
    Selesai memberikan alamat, teman sekelas Kathya itu berkata lagi, “Tunggu ! Bukankah kamu Ilya Tokarev, yang mengadakan perjalanan ‘Twin Piano of the Twilight Around the World’ bersama pianis terkenal Tuan Lanscaux itu khan ?”, lalu gadis itu mengulurkan tangannya, “Wah, aku benar-benar tidak menyangka, kalau kamu bersekolah disini lho. Salam kenal, aku Tathiana Svarinska, dan aku adalah penggemar beratmu.”
    “Eh ?”, Ilya terkejut sekaligus merasa canggung, bertemu seseorang yang mengaku penggemarnya. Ia menerima jabat tangan itu dengan perasaan bingung.
    “Aku selalu menonton setiap pertunjukkan ‘Twin Piano of the Twilight Around the World’, yang ditayangkan di televisi.”
    “Te.. terima.. kasih...”
    Tathiana kemudian mengambil sebuah buku dari tasnya, lalu mengajukannya kepada Ilya, “Maaf, bisakah kamu menandatangani buku ini ? Ketika pertama kali melihat pertunjukkan kalian, aku segera mencari buku yang memuat catatan rencana perjalanan dan kegiatan kalian. Begitu kudapat, aku segera membelinya.”
    Ilya, masih merasa kaget dan bingung, menandatangani buku tersebut.
    “Waaii, terima kasih, terima kasih.”, Tathiana mendekap buku itu di dadanya, sambil melonjak kegirangan, “Eh Ilya, apakah aku.. boleh menjadi..”, pipi Tathiana memerah, “.. temanmu juga ?”
    “Te.. tentu saja. Terima kasih atas alamatnya, Kak Tathiana.”
    Tathiana mengangguk. Ketika Ilya hendak keluar kelas, Tathiana kembali berkata, “Oh ya Ilya, kalau kamu ingin menjenguk Kathya, katakan semoga dia cepat sembuh. Dan juga sampaikan maafku, karena tidak bisa menjenguknya akibat terlalu sibuk.”

    Ketika sampai di depan rumah Kathya, tiba-tiba Ilya menjadi ragu.
    “Aku benar-benar tidak menyangka, kalau Kak Kathya putri orang kaya.”

    Untuk beberapa saat lamanya, ia hanya berdiri mematung di depan gerbang rumah mewah itu. Akhirnya, setelah memberanikan diri, ia menekan tombol interkom.
    “Apakah ada yang dapat saya bantu ?”, terdengar suara dari interkom.
    Ilya menjawab dengan gugup, “A.. apakah ini.. benar rumah Kak Kathya ?”
    “Maksud Anda Nona Kathya ? Anda siapa ?”
    “Na.. nama saya Ilya, dan saya.. teman Kak Kathya. Saya dengar dia sakit.”
    Orang di ujung interkom terdiam sejenak, baru berkata lagi, “Tunggu sebentar, akan saya tanyakan dulu pada Nona Kathya.”
    Ilya menarik nafas panjang. Perasaannya masih agak tegang. Setelah cukup lama, tiba-tiba pintu gerbang terbuka. Orang di ujung interkom itu kembali berkata, “Nona Kathya mempersilahkan Anda masuk, Tuan Ilya.”
    “Terima kasih.”
    Ketika sedang melewati halaman, Ilya memperhatikan sekelilingnya; Patung-patung bergaya renaisance berderet menghias pinggiran jalan, sementara berbagai bunga warna-warni menjadikan taman itu sangat indah. Seorang pelayan telah berdiri di depan pintu rumah, khusus menyambut kedatangan Ilya.
    “Silahkan ikut dengan saya, Tuan.”
    Pelayan itu mengantar Ilya melewati pinggir rumah, menuju ke sebuah rumah kaca yang terletak di belakang rumah utama. Di dalam rumah kaca itu, Kathya menyambut kedatangan Ilya dengan sebuah senyum yang sangat manis.
    “Selamat datang, Ilya. Oh ya, aku harus mengucapkan selamat padamu, atas suksesmu dalam pertunjukkan ‘Twin Piano of the Twilight Around the World’ bersama dengan Tuan Lanscaux.”
    Ilya hanya terdiam, masih merasa canggung dengan suasana sekitarnya. Melihat itu, Kathya tertawa, “Tenang saja Ilya. Kamu tak perlu merasa gugup disini, anggap saja rumahmu sendiri.”
    “Aku.. benar-benar tak menyangka, kalau Kak Kathya putri orang kaya.”
    Kathya menggeleng, “Tidak juga. Sebenarnya, aku bukanlah putri kandung dari pemilik rumah ini.”
    “Eh ? Apa maksud Kak Kathya ?”
    “Aku hanyalah anak yang dititipkan pada keluarga ini. Dan karena keluarga angkatku ini tidak mempunyai anak, aku mendapat kasih sayang yang sangat luar biasa. Walau demikian..”, Kathya setengah merenung, “.. kadang aku ingin juga mengetahui, siapa sebenarnya orang tua kandungku.”
    “Ma.. maafkan aku, sudah berkata yang tidak-tidak.”
    “Tidak apa.”, lalu Kathya bertanya dengan lembut, “Ilya, apakah kamu suka bunga ?”
    “Eh ? Ah, aku tidak pernah memikirkannya.”
    “Apa kamu tahu, ada beberapa lagu yang terinspirasi dari kekaguman pencipta lagunya terhadap keindahan bunga ? Mengagumi bunga dan keindahan alam, merupakan bentuk penghargaan tertinggi terhadap seni.”
    Ilya hanya terdiam mendengar kata-kata Kathya. Tiba-tiba Kathya terhuyung, sambil memegang keningnya.
    “Kak Kathya, ada apa ?”, Ilya berlari mendekat.
    “Hehehe, rupanya demamku masih belum sembuh benar.”, lalu ia duduk di sebuah bangku, “Padahal kamu sudah datang kemari, tetapi aku malah sedang sakit.”
    “Tidak juga, aku datang memang ingin menjenguk kakak yang sedang sakit.”
    “Eh ?”, Kathya terkejut, “Oh ya, kamu tahu alamatku ini dari siapa ?”
    “Dari teman kakak, Kak Tathiana.”

    Kathya terdiam ketika mendengar nama itu disebut Ilya. Sementara Ilya, yang tidak menyadari adanya perubahan pada mimik wajah Kathya, kembali melanjutkan, “Kak Tathiana juga berpesan, agar kakak cepat sembuh, dan dia juga ingin minta maaf, nggak bisa berkunjung akibat sibuk.”
    Kathya hanya mengangguk. Lalu ia berkata, “Ilya, aku sempat mendengar permainan pianomu pada pertunjukkan ‘Twin Piano of the Twilight Around the World’. Sepertinya, ada yang berubah pada permainan pianomu.”
    Ilya mengangguk dengan penuh semangat, “Ya ! Aku telah menemukan apa yang pernah hilang dalam diriku, ketika aku bermain piano. Bertemu dengan orang dari berbagai negara yang benar-benar menghargai permainan pianoku, membuatku kembali merasakan apa yang pernah kurasakan, ketika pertama kali aku bermain piano. Kebahagiaan, kebanggaan, dan kepuasan karena berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada para penonton, benar-benar tak tergantikan oleh apapun.”
    Kathya tersenyum, “Baguslah kalau begitu. Seperti yang telah kukatakan, yang dapat menemukan hal itu, hanyalah dirimu sendiri. Orang lain hanya bisa membantu, dan orang tersebut rupanya Tuan Lanscaux du Volant, bukan aku.”
    “E.. eh, tetapi aku tetap ingin bermain piano bersama Kak Kathya !”
    Kathya tertegun sejenak, lalu kembali tersenyum.
    “Terima kasih. Tetapi lain kali saja ya, soalnya aku masih belum sembuh benar.”
    Ilya mengangguk. Ketika Kathya kembali merawat bunga, Ilya berkata, “Oh ya, tadi Kak Tathiana mengatakan kalau ia adalah fans-ku. Ia bahkan sampai khusus membeli buku yang berisi rencana perjalananku dan Tuan Lans. Aku sangat gembira, tetapi sekaligus agak gugup juga. Baru kali ini aku mempunyai seorang fans.”
    Kathya kembali terdiam. Akhirnya ia memandang Ilya sambil berkata, “Ilya, apa kamu tidak tahu, siapa Tathiana yang sebenarnya ?”
    “Eh ?”, Ilya terkejut, “Yang aku tahu, dia adalah teman Kak Kathya.”
    Kathya tersenyum sedih. Lalu ia bangkit, dan berjalan menuju pintu keluar ruang kaca.
    “Ikutlah denganku, ada yang ingin kutunjukkan padamu.”
    Kathya berjalan mendahului Ilya, masuk ke dalam rumah utama. Setelah melewati lorong yang panjang, akhirnya Kathya masuk ke dalam sebuah ruangan yang sangat luas. Ruangan itu diterangi oleh banyak lampu, sementara lemari-lemari tinggi menutupi dindingnya. Lemari-lemari itu penuh dengan buku-buku; Banyak di antaranya yang sudah sangat tua. Ilya menyadari, kalau ruangan itu adalah ruang baca. Kathya mengambil sebuah album foto tua dari lemari, membukanya, lalu memperlihatkannya kepada Ilya. Sebuah foto yang agak buram, memperlihatkan seorang anak perempuan yang sedang memegang piala, berdiri di samping sebuah grand piano.
    “Apakah ini Kak Kathya ketika masih kecil ?”
    Kathya menggeleng, “Gadis kecil ini adalah Tathiana.”
    “Eh, benarkah ? Kalau begitu, Kak Tathiana hebat main pianonya ya ?”
    “Tidak lagi.”, lalu Kathya menarik nafas panjang, “Kamu tahu Ilya, ketika masih kecil, aku adalah pengagum berat Tathiana. Dia pernah dijuluki ‘Pianis mungil jenius’, karena walau masih kecil, tetapi permainan pianonya mampu memukau semua orang. Ketika itu, banyak yang mengatakan dia adalah calon pianis kebanggaan Rusia di masa depan.”
    “Tetapi semua itu tidak terwujud.”
    Kathya mengangguk.
    “Aku mulai sekelas dengan Tathiana, waktu kelas SMP II. Ketika tahu bahwa aku sekelas dengan orang yang kukagumi, aku benar-benar gembira. Kami menjadi teman dekat. Dan akhirnya, aku tahu alasan mengapa ia menghilang dari dunia musik.”
    Kathya terdiam selama beberapa saat, dan ruangan itu menjadi sangat sunyi.
    “Semakin tenar seseorang, semakin banyaklah orang yang merasa iri terhadapnya. Demikian pula halnya dengan Tathiana, banyak pianis yang lebih dewasa yang merasa iri. Mereka merancang rencana untuk menakut-nakuti Tathiana. Tetapi akibatnya sangat fatal; Jari tangan Tathiana tidak dapat lagi dipakai untuk main piano selamanya. Terpukul oleh kejadian itu, Tathiana sempat dirawat di rumah sakit jiwa.”
    “Ja.. jahat sekali mereka ! Lalu, apakah mereka ditangkap ?”
    Kathya menggeleng, “Tidak ada bukti. Sebenarnya, aku mengetahui hal ini bukan dari Tathiana sendiri, melainkan dari salah seorang yang melakukannya. Sepertinya perasaan bersalah terus menghantuinya. Setiap kali melihat Tathiana, aku benar-benar merasa sedih. Dulu aku adalah pengagumnya, sekarang malah ia yang mengagumiku.”
    “Kak Tathiana mengagumi Kak Kathya ? Mengapa ?”
    “Ia kagum pada permainan pianoku. Padahal dulu, ia-lah yang telah banyak memberi pengaruh dan semangat untuk bermain piano padaku. Mungkin di dalam hati kecilnya, ia ingin sekali kembali bermain piano seperti dulu.”
    “Dan ia juga mengagumi permainan pianoku.”, Ilya menunduk sedih, “Aku bisa mengerti, mengapa Kak Kathya merasa sedih melihat Kak Tathiana. Hal itu rasanya.. sangat menyakitkan.”
    Mereka terdiam sejenak. Lalu Kathya berkata perlahan, “Maaf, jadi memberitahumu masalah ini. Apakah kamu lapar, Ilya ? Kurasa lebih baik kita makan siang dulu.”
    Ilya mengangguk, dan mereka berjalan keluar ruangan.

    Ketika sedang berjalan ke ruang makan, mereka mendengar bunyi pintu depan rumah dibuka.
    “Apakah ayah sudah pulang ?”
    Kathya berlari menuju ruang tamu, dengan diikuti oleh Ilya. Ternyata perkiraan Kathya benar; Ayahnya pulang. Kathya segera menyambutnya dengan senyum, “Ayah, selamat datang.”
    “Bagaimana keadaanmu, apakah masih sakit ?”
    Kathya menggeleng, “Sudah jauh lebih baik. Oh ya ayah, kenalkan, ini temanku, Ilya Tokarev.”
    Ketika melihat ayah Kathya, Ilya sangat terkejut.
    “Tu.. Tuan Oleg ? Rupanya, Anda adalah ayah Kak Kathya.”
    Sementara itu Tuan Oleg juga sama terkejutnya dengan Ilya.
    “Tuan Ilya, Anda.. teman Kathya ?”, lalu ia menggelengkan kepala, “Apa ini.. yang disebut takdir ?”
    “Ayah, apa maksud ayah ?”
    Tuan Oleg mengajak mereka duduk terlebih dulu, baru kemudian bertanya, “Kathya, dimana kamu mengenal Tuan Ilya ?”
    “Ketika sedang jalan-jalan dengan temanku, aku melihat sebuah selebaran resital piano. Dan akibat penasaran, aku menonton resital tersebut. Itulah untuk pertama kalinya, aku melihat permainan piano Ilya. Dan ternyata, dia adalah adik kelasku. Memangnya ada apa sich ?”
    Tuan Oleg terdiam, sementara Ilya berusaha menjelaskan, “Kak Kathya, ayahmu adalah orang yang pernah ingin menjadi sponsor untuk peluncuran album perdanaku. Tetapi karena suatu alasan, hal itu tidak jadi terwujud.”
    “Benarkah itu, ayah ?”
    Tuan Oleg mengangguk, “Itu memang benar. Tetapi yang kumaksud dengan ‘takdir’, sebenarnya sama sekali tidak berhubungan denganku. Hal itu..”, untuk sesaat, Tuan Oleg ragu melanjutkan kalimatnya, “.. sebenarnya berhubungan dengan masa lalumu, Kathya.”
    “Eh ? Masa laluku ? Jangan-jangan...”, Kathya dan Ilya saling berpandangan.
    “Ya, orang tua kandungmu sebenarnya adalah Vaslav Tokarev, dan kalian sebenarnya kakak – adik. Ketika masih bayi, Vaslav menitipkanmu pada kami, Kathya. Saat itu ia beralasan, ia masih belum siap untuk mempunyai anak. Kebetulan kami juga tidak mempunyai anak, jadi kami menerima tawaran tersebut.”
    Perlahan-lahan air mata Kathya mulai mengalir.
    “Jadi, orang yang telah mencampakkanku adalah... Vaslav Tokarev, Sang Maestro piano. Padahal, aku selalu berharap ingin mengetahui, siapa sebenarnya orang tua asliku. Tetapi ini.. rasanya begitu menyakitkan !”
    Setelah berkata demikian, Kathya berlari pergi sambil menangis.
    “Kak Kathya !”, lalu Ilya menengok ke arah Tuan Oleg, “Tuan Oleg, mengapa Kak Kathya sangat terpukul, mengetahui orang tua aslinya adalah ayahku ?”
    Tuan Oleg menghela nafas panjang.
    “Bagi Kathya, Vaslav adalah orang yang sangat dikaguminya. Kathya pernah berkata, permainan piano Vaslav seakan-akan merasuk ke dalam sanubari. Bahkan Kathya mulai bermain piano setelah melihat resital piano Vaslav, selain pengaruh dari Tathiana.”
    “Seperti diriku.”, Ilya setengah menggumam.
    “Itulah sebabnya, selama ini aku terus merahasiakan hal ini. Tetapi aku sadar, tidak mungkin terus menyembunyikan kenyataan ini dari Kathya. Tuan Ilya, saat ini hanya Anda sejalah yang dapat menghibur Kathya.”
    Ilya mengangguk, lalu pergi menyusul Kathya.

    Ketika mengejar Kathya, tiba-tiba Ilya tertegun; Tubuh Kathya roboh di lorong rumah.
    “Kak Kathya !”, Ilya segera berlari mendekat, “Kakak kenapa ?”
    Ilya tak perlu bertanya lebih lanjut. Wajah Kathya pucat, dan ketika Ilya memegang keningnya, terasa panas.
    “Kakak masih sakit, jangan memaksakan diri berlari seperti itu.”, lalu Ilya berusaha memapah tubuh Kathya, dan membawanya kembali ke ruang tamu.
    Melihat Ilya yang kembali ke ruang tamu dengan membawa Kathya, Tuan Oleg segera bangkit dan meninggalkan ruangan. Sementara Ilya membaringkan tubuh Kathya di sofa.
    “Tunggu sebentar Kak, aku akan mengambilkan minum.”
    Baru saja Ilya hendak beranjak pergi, ketika suara lemah Kathya menghentikan langkahnya.
    “Ilya, orang yang seperti apakah.. Vaslav Tokarev itu menurutmu ? Apakah ia.. ayah yang baik ?”
    Ilya terdiam di tempatnya selama beberapa saat. Akhirnya ia menghela nafas, lalu berkata, “Saat ini yang terpenting adalah kesehatan Kak Kathya. Aku pasti akan menceritakan segala hal mengenai ayah kita, setelah Kak Kathya sembuh.”
    Ilya berjalan di lorong menuju dapur dengan setengah merenung.
    “Ayah yang baik ? Orang yang telah menelantarkan istrinya demi karirnya ?!”

    Ilya hanya tersenyum pahit. Kemudian ia menarik nafas dalam-dalam.
    “Tetapi, apa yang harus kukatakan pada Kak Kathya ?
    Tak mungkin aku menceritakan hal yang sebenarnya.”
    Ilya mengambil segelas minuman, lalu segera kembali ke ruang tamu. Setelah Katnya minum, Ilya bertanya, “Kak Kathya, mengapa kakak mengagumi permainan piano Vaslav ?”
    Kathya tersenyum lembut, “Sebenarnya, aku juga tidak paham. Ketika mendengar permainan piano-nya, perasaanku seakan terhanyut oleh nada-nada yang dimainkannya. Aku percaya, bahwa orang yang dapat bermain piano seperti itu, pastilah seseorang yang sangat ramah, penuh kelembutan dan baik hati.”, lalu senyum Kathya berubah menjadi senyum sedih, “Itulah sebabnya, aku benar-benar terpukul, ketika mendengar bahwa dia-lah ayah kandung yang telah membuangku.”
    Mendengar jawaban Kathya, Ilya terdiam, menunduk.
    “Ayah, ayah bukan saja mengkhianati kepercayaanku, tetapi juga Kak Kathya !
    Aku.. takkan membiarkan ayah !”


    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Hmm... saya memang suka mengarang cerita dengan karakter2 yang memiliki beban psikologis. Bentrokkan2 yg terjadi di dalam kehidupan, walau sederhana, tapi jika memiliki makna, saya sangat menyukainya.

  12. #9
    Aerrio's Avatar
    Join Date
    Jan 2009
    Location
    in Your Heart
    Posts
    485
    Points
    330.10
    Thanks: 7 / 7 / 5

    Default

    yg mau saya pertanyakan, apakah benar2 karangan anda??
    apakan anda bisa memberi bukti bahwa karangan dilink itu karangan anda?

  13. #10
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    oW... maaf, maaf, baru sadar maksudnya ^^a Itu memang alamat Multiply saya. Tepatnya, semua cerita yang ada di bawah Tag : Illusion Memories, adalah karangan saya. Excelsior adalah nama asli saya, sementara Rivanne adalah nick saya, yg saya ambil dari salah satu cerita saya sendiri (Circle of Terror). BTW kk tahu link Multiply saya itu dari mana ?
    Tenang saja, saya selalu mengarang sendiri semua cerita saya. Idea mungkin mengambil dari bbrp tempat, tapi semua cerita merupakan karangan saya sendiri

    oK, bukti plg mudah, di halaman utama Cerpen Online, ada 1 admin dengan nick : Rivanne. Sama dgn nick saya ini khan ? ^^a

    Lanjutannya...

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Angin bertiup lembut, menerpa wajah Ilya Tokarev yang sedang berjalan pulang. Ketika berada tak jauh dari rumahnya, tiba-tiba Sergey berlari menghampirinya dengan wajah marah.
    “Ilya, kemana saja kamu ?! Dari tadi aku terus mencarimu kemana-mana !”
    “Bukankah sudah kukatakan, kalau selama beberapa hari ini aku tidak ingin diganggu, Sergey ?”
    “Maaf, tetapi sepertinya tidak bisa. Kamu harus segera mempersiapkan diri untuk resital tiga hari yang akan datang.”
    “A.. APA ?! Sergey, aku baru saja balik dari...”
    Kata-kata Ilya segera dipotong oleh Sergey, “Ilya, ini permintaan dari walikota.”
    Mendengar itu, Ilya tertegun. Sergey melanjutkan, “Menurut walikota, banyak penduduk kota ini yang berharap agar dapat melihat resital-mu secara langsung, dan mereka memohon pada walikota untuk memintanya secara resmi padamu.”, lalu nada suara Sergey merendah, “Ilya, apakah kamu ingin menolak permintaan penduduk kota ini ?”
    Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Ilya menarik nafas panjang, “Tentu tidak. Sergey, kamu tentu sudah menyetujui permintaan walikota bukan ? Tolong persiapkan segalanya, dan aku akan segera latihan.”
    Sergey mengangguk, lalu pergi. Sementara Ilya hanya tersenyum.
    “Kalau kupikir-pikir, selama ini aku mengadakan resital hanya ditonton oleh sedikit orang saja, terutama para pengusaha dan pelaku bisnis, yang ingin memanfaatkanku demi keuntungan mereka.
    Mungkin, kali ini aku benar-benar bisa bermain untuk semua orang tanpa kecuali.”
    Dengan berpikir demikian, Ilya segera masuk ke dalam rumah untuk berlatih.

    Sehari sebelum resital piano Ilya Tokarev.
    Sesampainya di sekolah, Ilya segera menuju ke kelas Kathya.
    “Kak Kathya, apakah kakak bisa datang ke pertunjukkan resital piano-ku besok ?”
    Kathya tidak menjawab, hanya termenung.
    “Kak Kathya ?”
    “Eh Ilya. Maaf, kau bilang apa tadi ?”
    “Apakah kakak baik-baik saja ?”
    “Eh ? Te.. tentu saja, aku baik-baik saja. Aku hanya lagi memikirkan sesuatu. Tadi kamu bilang apa, Ilya ?”
    “Apa besok kakak bisa datang ke resital piano-ku?”
    Kathya terdiam sejenak.
    “Maaf Ilya, mungkin aku.. tidak bisa.”
    Ilya memandang Kathya dalam-dalam, “Pasti telah terjadi sesuatu khan ?”
    “Apa maksudmu ?”
    “Kalau tidak, tak mungkin Kak Kathya tidak bersedia menonton resital-ku ! Pasti hal itu pula yang jadi pemikiran Kak Kathya tadi khan ? Apa yang terjadi ?”
    Kathya hanya terdiam. Tiba-tiba seseorang menegur Ilya dari belakang, “Ilya !”
    Ilya menengok, dan melihat Tathiana sedang tersenyum ramah kepadanya.
    “Kak Tathiana. Apa besok kakak bisa datang ke resital piano-ku ?”
    Tathiana mengangguk dengan penuh semangat, “Tentu saja ! Aku selalu menantikan saat untuk menonton permainan piano-mu secara langsung.”
    Untuk sesaat, Ilya teringat kata-kata Kathya, ‘Mungkin di dalam hati kecilnya, ia ingin sekali kembali bermain piano seperti dulu.
    “Kalau begitu, hari ini aku akan mengundang Kak Kathya dan Kak Tathiana untuk melihat langsung latihanku di rumah. Bagaimana ?”
    Bola mata Tathiana terbelalak, “Be.. benarkah.. kami boleh melihat latihanmu, Ilya ? Yay, aku senang sekali !”
    Sementara Kathya tertegun. Lalu ia bangkit berdiri, dan berkata, “Maaf Ilya, aku.. tidak bisa.”
    Setelah berkata demikian, ia berlari keluar kelas.
    “Kak Kathya !”, awalnya Ilya bermaksud mengejar Kathya, tetapi kemudian ia menengok ke arah Tathiana, “Kak Tathiana, apa kakak tahu mengapa Kak Kathya bersikap aneh begitu ?”
    “Mungkin, karena kemarin ia pergi menemui Vaslav Tokarev. Oh ya, bukankah beliau ayahmu ?”
    “A.. APA ?! Kak Kathya pergi menemui ayah ?”

    Kathya berdiri di pinggir pagar pembatas atap gedung sekolah, memperhatikan murid-murid yang berada di halaman sekolah. Walau angin bertiup kencang, tetapi Kathya tidak merasa dingin. Ilya akhirnya menyusulnya.
    “Kak Kathya !”, Ilya berjalan mendekat, “Kalau kakak disini terus, kakak bisa sakit lagi.”
    Kathya hanya diam saja.
    “Kata Kak Tathiana, kemarin kakak pergi menemui ayah ya ? Apa yang dikatakan oleh ayah ?”
    “Ilya, kamu belum menjawab pertanyaanku. Apakah Vaslav.. ayah yang baik ?”
    Mendengar pertanyaan itu, giliran Ilya yang terdiam sejenak. Ilya menarik nafas dalam-dalam.
    “Sebenarnya, aku juga seperti Kak Kathya. Awal aku bermain piano, karena kagum akan permainan piano ayah, dan ketika pertama kali menyentuh tuts piano, rasanya bahagia sekali. Tetapi untuk saat ini, bermain piano bagiku terasa sebagai suatu beban. Dan yang pertama menyadarinya adalah Kak Kathya.”
    Kathya menengok ke arah Ilya, “Ilya, apakah hal tersebut ada hubungannya dengan Vaslav ?”
    Ilya mengangguk.
    “Sekitar 7 tahun yang lalu, ibu mengalami kecelakaan, sementara malam harinya ayah harus tampil. Malam itu, kondisi ibu kritis, dan berulang kali ibu memanggil-manggil nama ayah. Aku langsung menelepon ayah, tetapi ayah sama sekali tidak perduli. Baginya, resital piano adalah segalanya ! Akhirnya ibu meninggal, tanpa pernah bertemu ayah untuk terakhir kalinya. Sejak hari itu, aku tidak lagi merasakan kebahagiaan bermain piano. Aku tidak mengerti, mengapa ayah bisa bersikap begitu dingin, padahal orang yang disayanginya hampir meninggal !”
    Dengan kesal, Ilya memukul pagar pembatas. Sementara Kathya berkata perlahan, “Ketika kemarin aku menemui Vaslav, dan mengatakan bahwa aku adalah putrinya, ia hanya berkata, ‘Aku tidak mengenalmu, dan aku tidak pernah mempunyai seorang anak perempuan. Anakku satu-satunya adalah Ilya Tokarev.’ Tanpa memperdulikan aku lagi, ia segera berlalu begitu saja.”, lalu Kathya tertawa sedih, “Mungkin aku saja yang bodoh, masih berharap ia dapat mengakuiku.”
    Untuk sesaat, hanya suara angin yang terdengar; Baik Ilya maupun Kathya terdiam. Akhirnya Ilya menepuk bahu Kathya sambil berkata, “Kak Kathya, kakak harus datang ke pertunjukkanku besok ! Aku ada suatu rencana. Aku takkan membiarkan ayah begitu saja.”
    “Te.. tetapi...”
    Ilya berlari pergi, sambil berkata, “Pokoknya kakak harus datang !”

    Pada pertunjukkan resital piano Ilya keesokan malamnya, penonton memenuhi seluruh kursi, bahkan tidak sedikit orang yang harus berdiri akibat kehabisan kursi. Duduk di bagian depan antara lain, bapak walikota dan Vaslav Tokarev. Dari balik panggung, Ilya terus mencari-cari seseorang. Tiba-tiba Sergey menepuk pundaknya dari belakang.
    “Apa kamu merasa gugup, Ilya ?”
    “Eh ? Kenapa kamu bertanya seperti itu, manager ?”
    Sergey tersenyum, “Habisnya, dari tadi kamu terus-menerus memperhatikan penonton. Penonton pada malam ini memang luar biasa banyak, tidak seperti pada pertunjukkanmu yang biasa.”
    “Ya, memang benar. Ini bukan pertunjukkan yang biasa. Sebenarnya aku..”, tiba-tiba Ilya berhasil menemukan orang yang dicarinya; Pada sisi kiri tempat penonton, Kathya sedang berdiri bersama dengan Tathiana. Lalu Ilya menengok ke arah Sergey sambil berkata, “Tetapi manager, tenang saja. Walau penontonnya sebanyak ini, aku tidak akan gugup. Aku akan menjadikan pertunjukkan malam ini menjadi sebuah pertunjukkan yang istimewa !”
    Akhirnya, tepat pada Pk 19.00, Ilya berjalan menuju piano dan memulai resitalnya. Setiap Ilya selesai memainkan lagu, sambutan yang diterimanya sangat meriah. Dan selesai lagu ketiga, Ilya bangkit berdiri, lalu memandang ke arah penonton.
    “Sebenarnya pada malam ini, ada seseorang yang sangat istimewa bagi saya, yang hadir di tengah Anda sekalian. Dan saya akan memperkenalkannya kepada Anda semua.”
    Mendengar kata-kata Ilya, Vaslav bangkit berdiri. Tetapi Ilya tidak memandang ke arah Vaslav, melainkan ke arah pinggir panggung.
    “Kak Kathya, kemarilah !”
    Baik Kathya maupun Vaslav terkejut. Sementara Ilya mengulang panggilannya. Akhirnya Kathya mendekat dan naik ke panggung.
    Vaslav ikut naik ke atas panggung, “Ilya, apa-apaan ini ?!”, lalu ia melihat Kathya, “Kamu ! Bukan-kah kamu gadis yang mengaku-aku sebagai putriku ? Apa maumu hah ?!”
    Para penonton merasa bingung dengan situasi yang terjadi di atas panggung. Lalu Ilya, tanpa memperdulikan Vaslav, memperkenalkan Kathya, “Perkenalkan, ia adalah Kathya Tokarev, kakak kandungku.”
    “Ilya !”, Vaslav tampak marah, tetapi ia sadar tidak dapat melakukan apa-apa.
    Ilya melanjutkan, “Mungkin Anda sekalian merasa bingung, bagaimana mungkin saya mempunyai kakak, padahal saya adalah anak tunggal. Hal itu sederhana saja; Kak Kathya telah dibuang oleh ayah kami sejak kecil.”
    Akhirnya Vaslav tak dapat menahan amarahnya. Ia menampar Ilya di hadapan para penonton.
    “Kamu benar-benar sangat keterlaluan, Ilya ! Apa yang kamu katakan itu ?!”
    Setelah mendapat tamparan, barulah Ilya menatap Vaslav dengan pandangan penuh kemarahan, “Ayah, saya punya saksi yang menguatkan kalau Kak Kathya adalah kakak kandungku. Dan itu juga berarti bahwa ia adalah putri ayah !”, lalu Ilya menengok ke arah belakang panggung, “Tuan Oleg, tolong Anda keluar dan menjelaskan kepada para penonton !”
    Tuan Oleg keluar sambil berkata, “Vaslav, lama tak berjumpa.”
    “Oleg, kamu... kamu... !”, Vaslav yang kehabisan kata-kata, hanya dapat terdiam menahan amarah.
    “Tuan Oleg adalah ayah angkat Kak Kathya, dan kepada beliau-lah ayahku telah membuang Kak Kathya. Pada kesempatan malam ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Kak Kathya, karena berkat ia dan Pak Lancaux-lah permainan piano saya dapat kembali seperti semula.”
    Lalu Ilya meminta piano kedua dibawa ke atas panggung.
    “Kak Kathya, sesuai janji saya, saya harap Kak Kathya dapat mengiringi permainan piano saya pada malam ini.”
    “Tetapi, apakah ini.. tidak terlalu tiba-tiba ?”
    “Aku percaya kakak pasti bisa.”
    Kathya memandang Ilya dalam-dalam, lalu akhirnya ia mengangguk. Dan permainan keduanya mendapat sambutan yang jauh lebih meriah dari sebelumnya.

    Beberapa hari kemudian.
    Ilya sedang merenung sendirian di atap gedung sekolahnya. Tiba-tiba terdengar suara dari belakang, “Rupanya kamu ada disini, Ilya.”
    Ilya menengok; Kathya sedang berlari ke arahnya.
    “Surat kabar dan televisi ramai sekali membicarakan masalah itu ya ? Bahkan sampai hari ini juga, masalah itu masih terus menjadi topik pembicaraan.”
    Ilya tersenyum, “Sudah kukatakan bukan, aku takkan membiarkan ayah begitu saja. Aku sudah berhasil membuat ayah bertanggung jawab terhadap Kak Kathya khan ?”
    Kathya mengangguk, “Ya, terima kasih Ilya. Sekarang ayah bersedia mengakuiku sebagai putrinya, karena takut mendapat sanksi dari pengadilan atas kasus menelantarkan anak kandung. Tetapi ketika di atas panggung, aku benar-benar terkejut atas apa yang kamu katakan lho.”
    “Aku memang sudah berniat melakukan itu. Dan kupikir, waktu yang paling tepat adalah, pada saat resital pianoku itu bukan ?”
    Mereka berdua terdiam sejenak. Lalu Kathya kembali berkata, “Eh Ilya, sebenarnya aku mencarimu karena dititipkan pesan oleh Tathiana.”
    “Kak Tathiana ? Oh ya, bagaimana kabar Kak Tathiana sekarang ?”
    “Ia juga ingin berterima kasih padamu.”
    “Berterima kasih padaku ? Kenapa ?”
    “Menurutnya, ia mendapat keberanian saat melihatmu berani menentang ayahmu sendiri, padahal di hadapan banyak orang. Ia juga ingin bisa bermain piano denganmu, suatu hari nanti.”
    “Eh, benarkah ? Jadi...”
    Kathya menengok ke arah Ilya sambil tersenyum, “Saat ini, ia sudah pindah sekolah ke sekolah khusus musik. Tetapi ia berjanji, suatu hari nanti ia pasti akan kembali, lalu memintamu untuk mendampinginya bermain piano.”
    “Begitukah ? Syukurlah, aku senang kalau Kak Tathiana bisa bermain piano lagi.”
    Lalu Kathya tertawa, “Ilya, aku pasti senang sekali, apabila kalian ‘jadian’.”
    Ilya tertegun, lalu pipinya langsung memerah, “Kak Kathya ! Ka.. kakak salah sangka.”
    “Kamu dan Tathiana sangat memperhatikan satu dengan lainnya, kurasa kalian memang cocok jadi pasangan. Akuilah Ilya, kamu tertarik dengan Tathiana khan ?”
    Ilya hanya menunduk. Lalu tiba-tiba terdengar suara bel sekolah.
    “Wah gawat, kita harus cepat masuk kelas nich !”, Ilya segera berlari. Sementara Kathya hanya menggeleng, lalu mengikuti Ilya.

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    oK, terima kasih banyak atas segala perhatiannya. Termasuk dari Kk Aerrio, saya sangat mengucapkan terima kasih, karena telah sangat teliti agar tidak terjadi penjiplakkan BTW serius nih, mo nanya, dari mana kk tahu alamat link Multiply itu ? Maklum, nggak pernah iklan dimana2 padahal, fufufu...

  14. #11
    Aerrio's Avatar
    Join Date
    Jan 2009
    Location
    in Your Heart
    Posts
    485
    Points
    330.10
    Thanks: 7 / 7 / 5

    Default

    haha ga perlu dibahas drmn saya dpt linknya..
    jujur dr saya, saya msi ragu.. tp saya ga mempermasalhkannya...

    teruskan karyanya kk ^^

  15. The Following User Says Thank You to Aerrio For This Useful Post:
  16. #12
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Yah, cerita ini sebenarnya saya tulis karena menurut saya, Musik adalah bahasa universal. Tp kadang ada org2 yg terbeban ketika harus bermain musik, padahal ia memiliki kemampuan untuk mempengaruhi org dengan musiknya. Sedikit info : Banyak dapet inspirasi dari komik Alto, yg jg mengenai pemain musik ^^a

  17. #13
    ImPeRiUm5's Avatar
    Join Date
    Dec 2009
    Location
    Kota Mpek Mpek
    Posts
    1,046
    Points
    114.44
    Thanks: 43 / 40 / 27

    Default

    bagus ni ceritanya.. bener2 berbakat lu.. lanjutGan!!~

  18. #14

    Join Date
    Oct 2009
    Posts
    83
    Points
    94.70
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    keren banget kk...ak jd sneng liat'a...berikan yg terbaik buat karya'a yah

  19. #15
    nasir's Avatar
    Join Date
    Nov 2008
    Location
    I Think What Do You Think ;)
    Posts
    116
    Points
    142.40
    Thanks: 14 / 2 / 2

    Default

    Iya nih gw jadi pengen blajar nulis novel...karya TS bagus-bagus banget, apalagi yg judulnya Dokter !

Page 1 of 2 12 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •