TING ! Dengan lembut, Ilya menekan sebuah tuts piano. Saat ini ia sedang duduk merenung di hadapan piano yang terletak di ruang latihan rumahnya.
“Aku teringat, ketika pertama kali diperbolehkan menyentuh tuts piano seperti ini, aku sangat bahagia. Saat itu, bermain piano adalah cita-cita dan harapanku. Tetapi sekarang...”
TING ! Ilya kembali menekan tuts yang sama.
“Sejak kapan aku merasakan bermain piano menjadi beban ?”
Perlahan, ingatan Ilya kembali pada sebuah kejadian yang telah lampau...
Pada hari itu, ibunya mengalami kecelakaan tertabrak mobil. Sedang Vaslav harus tampil pada sebuah pertunjukkan malam harinya. Ilya berusaha mencegah ayahnya agar menemani ibunya yang dalam keadaan sekarat.
“Ayah, bukankah resital piano itu dapat dibatalkan ? Temanilah ibu.”
“Resital piano ini, sudah sangat lama kunanti-nantikan, dan aku tidak akan membatalkannya demi apapun juga !”
“Walau ibu sudah hampir meninggal ?”, Ilya bertanya dengan nada putus asa.
Vaslav menatap Ilya dengan pandangan dingin; Sangat dingin dan tajam.
“Kamu benar-benar tidak mengerti apa-apa, Ilya. Bagi seorang pemain piano, seluruh hidupnya harus diabdikan bagi kepentingan musik. Jadi, walaupun harus kehilangan orang yang paling disayang sekalipun, musik harus tetap diutamakan.”
“Te.. tetapi ayah...”
Vaslav berjalan pergi, meninggalkan Ilya yang sedang kebingungan.
Malam hari, Ilya menelepon Vaslav dari rumah sakit.
“Ayah, kondisi ibu sangat kritis ! Dan ibu berharap bisa bertemu dengan ayah.”
Vaslav terdiam. Tiba-tiba, seseorang menegur Vaslav dari belakang, “Vaslav, apakah kamu akan menjawab encore dari penonton ?”
Vaslav menjawab orang di belakangnya, “Tentu.”, lalu ia kembali berbicara di telepon, “Maaf Ilya, aku harus pergi sekarang. Entar saja kamu telepon lagi.”
“A.. ayah !”
Tuut... sambungan telepon telah diputus oleh Vaslav. Air mata mulai mengalir di pipi Ilya. Dalam hati ia terus bertanya-tanya, mengapa ayahnya bisa begitu tidak memperdulikan ibunya. Ketika kembali ke tempat ibunya dirawat, dokter telah berdiri di depan pintu. Ia hanya menggeleng dengan sedih. Ilya tertegun sesaat, sebelum menjerit, “TIDA..AK !”
JRENG ! Beberapa tuts piano ditekan serentak oleh Ilya.
“Sekarang, setiap bermain piano, aku selalu teringat akan kata-kata dingin ayah di telepon itu.
Apakah aku bisa bermain piano tanpa beban seperti dulu lagi ?”
Sekilas, ia teringat kembali pada kejadian di sekolahnya.
“Aku ingin bertemu dengan gadis itu sekali lagi.”
Ilya menutup kap pianonya, lalu keluar ruangan.
Keesokan paginya di sekolah, Ilya mencari gadis yang telah memberi komentar tajam mengenai permainan pianonya itu. Ternyata gadis itu setingkat di atasnya. Awalnya, Ilya merasa ragu untuk memanggilnya. Tetapi tiba-tiba, gadis itu menengok ke arahnya.
“Eh kamu... bukankah kamu Ilya ?”
Ilya mengangguk.
“Kurasa ini bukan kelasmu. Apakah kamu mencari seseorang ?”
Ilya kembali mengangguk.
“Apakah orang yang kamu cari itu.. aku ?”
Kali ini, Ilya hanya menunduk.
“Oh, bukan ya ? Sorry deh.”
“Eh, ti.. tidak. Aku.. memang mencari kakak.”, Ilya langsung merasa gugup.
Melihat kegugupan Ilya, gadis itu tersenyum, “Tenang saja, tidak usah canggung begitu.”
“Habis, aku tidak menyangka kalau kamu adalah kakak kelasku.”
“Kathya.”
“Eh ?”
“Panggil aku Kathya, itu namaku. Ada apa ingin menemuiku ?”
“Se.. sebenarnya aku.. ingin berterimakasih, atas komentar kakak kemarin.”
Kathya memandang Ilya dengan pandangan bertanya.
“Kamu ingin berterimakasih padaku, karena aku telah mencela permainan pianomu ?”, lalu ia tertawa, “Hahaha.. ternyata kamu benar-benar aneh, Ilya. Orang biasanya merasa kesal jika ada yang mengkritiknya, tetapi kamu malah berterimakasih.”
“Aku berterimakasih pada kakak, karena penilaian kakak mengenai permainan pianoku tepat sekali, walau pada awalnya aku tidak menyadari hal tersebut.”
Wajah Kathya langsung berubah menjadi serius, “Benarkah ? Berarti, ada kejadian di masa lalu yang menyebabkan bermain piano menjadi beban untukmu.”
“Kak Kathya, mengapa kakak dapat memahami semua ini ?”
“Jawabannya sederhana saja : karena aku juga seorang pemain piano. Jadi aku dapat memahami perasaan sesama pemain. Lalu, apakah ada yang dapat kubantu ?”
Ilya terkejut mendengar pertanyaan Kathya. Sementara Kathya, juga bingung akibat keterkejutan Ilya, “Eh ? Kamu.. benar-benar cuma ingin bilang terima kasih saja ?”
Akhirnya sebuah senyum terlihat di bibir Ilya, “Aku senang, Kak Kathya benar-benar memahami diriku. Aku memang berharap agar Kak Kathya dapat mengembalikan kecintaanku pada piano.”
Kathya menggelengkan kepalanya, “Maaf, aku tidak dapat membantumu mengenai hal itu. Hanya dirimu sendirilah yang dapat mengembalikannya. Tetapi mungkin..”, Kathya setengah merenung, “.. masih ada yang dapat kubantu. Bagaimana kalau kita mencoba main piano bersama-sama ?”
Ilya mengangguk, “Tetapi, dimana ?”
“Bisa dirumahku, atau dirumahmu.”
“Kalau begitu, di rumah Kak Kathya saja. Aku sedang tidak ingin main piano di rumah.”
Kathya terdiam sejenak, memperhatikan wajah Ilya. Lalu gadis itu mengangguk.
“Baik, kalau begitu kamu tunggu aku di pintu gerbang, sepulang sekolah.”
Ilya mengangguk penuh semangat, dan tepat pada saat itu, bel sekolah berdering.
Ketika sekolah usai, Ilya segera berlari menuju gerbang sekolah. Tetapi tiba-tiba... “Ilya !”
Ilya menengok dan terkejut; Sergey sedang berdiri di samping mobilnya.
“Ada apa manager ? Aku sedang terburu-buru !”
“Kita harus segera pergi.”
Sambil meneruskan larinya, Ilya berkata, “Maaf, tidak bisa ! Aku ada urusan penting !”
“Ilya, ini perintah dari ayahmu !”
Mendengar itu, Ilya tertegun.
“Ayah ? Ada urusan apa ayah denganku ?”
Sergey menghela nafas dalam-dalam, “Ada sesuatu yang ingin beliau bicarakan denganmu.”
“Sergey, jangan-jangan kau...”
Sergey langsung memotong kalimat Ilya, “Ilya, kuakui aku memang kecewa dengan penolakanmu itu, tetapi aku tidak berkepentingan melaporkan hal itu kepada ayahmu ! Kalaupun yang ingin dibicarakan oleh ayahmu adalah masalah itu, aku tidak tahu ia mendengarnya dari siapa.”
Ilya terdiam sejenak, lalu akhirnya berkata, “Baiklah. Tetapi kumohon, ijinkanlah aku minta maaf pada temanku, karena tidak bisa pergi bersamanya.”
Sergey mengangguk, lalu mereka bersama-sama menuju gerbang sekolah.
“Jadi, kamu ditunggu oleh ayahmu ?”, Kathya mengangkat bahu, “Ok, kalau begitu lain kali saja.”
Lalu Kathya berjalan pergi. Sementara Ilya dengan setengah menjerit berkata, “Kak Kathya, lain kali pasti... aku pasti akan main piano denganmu !”
Di dalam perjalanan, Sergey baru bertanya pada Ilya, “Apa maksud kata-katamu tadi, Ilya ?”
“Kata-kata yang mana ?”
“Kata-katamu kepada gadis itu. Apa kamu.. hendak main piano bersamanya ?”
“Begitulah.”
“Aneh sekali.”, Sergey sedikit melirik ke arah Ilya, “Padahal biasanya kamu selalu tidak bersedia main dengan didampingi oleh orang lain, termasuk ayahmu sendiri. Apa kamu sudah berubah ?”
Sambil tersenyum, Ilya menjawab, “Tidak, aku tidak pernah berubah. Hanya saja, sepertinya aku sudah menemukan seseorang.. yang benar-benar dapat memahami diriku.”
Mendapat jawaban seperti itu, Sergey hanya terdiam. Dan mereka tidak berbicara lagi, sampai di tempat tujuan.
Sekitar Pukul 2 siang, mereka tiba di sebuah restoran yang mewah.
“Rasanya aneh sekali, hanya untuk bicara denganku saja, janji bertemu di tempat semewah ini.
Apa kiranya yang ingin dibicarakan ayah denganku ya ?”
Vaslav sedang berbincang-bincang dengan seseorang, ketika Ilya dan Sergey mendatanginya.
“Ilya, akhirnya kamu datang juga.”, lalu beliau bangkit berdiri, dan memperkenalkan orang yang ada di sebelahnya, “Ilya, kenalkan. Beliau ini adalah Tuan Lanscaux du Volant, seorang pemain piano bertaraf internasional. Beliau pernah tampil bersama Berliner Philharmonic Orchestra, dan sering tampil dalam berbagai pertunjukkan di mancanegara.”
Lanscaux memandang Ilya dengan tatapan tajam. Seorang laki-laki setengah baya, Ilya dapat merasakan kharisma yang dimiliki Lanscaux; Rambut yang tersisir rapi, dengan sedikit bagian sudah berwarna putih, wajah berbentuk kotak yang mencerminkan sifat tegas, tatapan tajam seakan hendak melihat ke dalam pikiran lawan bicaranya, dengan tubuh tinggi tegap bagai tiang kokoh. Jabat tangannya begitu erat, sampai Ilya agak merasa sakit.
“Panggil saya Lans saja. Saya sudah banyak mendengar mengenai permainan pianomu, Ilya. Terus terang saja, saya tidak suka terhadap pujian yang tidak pada tempatnya. Oleh sebab itu, saya ingin sekali mendengar permainan pianomu.”
Ilya memandang Vaslav, dan Vaslav mengangguk.
“Baiklah, tetapi ijinkanlah kiranya aku makan terlebih dahulu.”, Ilya melirik ke arah Sergey, “Tadi manager langsung memaksaku untuk ke tempat ini, jadi aku tidak sempat makan.”
Vaslav tertawa, “Tentu saja. Tuan Sergey juga makan saja bersama kami.”
Mereka-pun kembali duduk, lalu memesan makanan.
“Bagaimana penilaian Anda terhadap permainan saya, Tuan Lans ?”
Saat itu, Ilya baru saja selesai memainkan sebuah lagu kesukaannya di rumahnya. Lanscaux terdiam sejenak, berpikir.
“Yah, permainanmu memang bagus. Berarti pujian orang kepadamu selama ini memang beralasan. Tetapi..”, Lanscaux sedikit mengerenyitkan keningnya, “.. entah mengapa, aku merasa ada yang hilang dalam permainan pianomu. Seperti makanan yang nikmat, tetapi ada bumbu yang kurang.”
Ilya menengok ke arah Vaslav, “Ayah, bagaimana menurut pendapat ayah ?”
“Aku puas dengan permainanmu, Ilya. Kamu memang benar-benar penerus nama ‘Tokarev’.”
Mendengar jawaban ayahnya, Ilya hanya tersenyum pahit. Lalu ia menengok ke arah Lanscaux.
“Tuan Lans, saya lupa menanyakannya. Apa alasan Anda ingin bertemu, lalu mendengarkan permainan piano saya ?”
“Sebenarnya, saya ingin mencari seorang pendamping untuk resital piano di berbagai penjuru dunia. Resital piano yang bertajuk : ‘Twin Piano of the Twilight Around the World’ ini, bertujuan untuk menggalang dana bagi pendidikan musik di negara-negara berkembang.”
“Dan Anda ingin mengajak saya ? Sebuah kehormatan besar bagi saya. Tetapi apakah saya benar-benar orang yang sesuai keinginan Anda, Tuan Lans ?”
Lanscaux terdiam, sementara Vaslav memandang beliau dengan penuh harapan.
Akhirnya ia memandang Ilya sambil berkata, “Kalau kamu bersedia kubimbing selama sekitar 3 bulan, aku akan mempercayakan tempat sebagai pendampingku padamu, Ilya. Bagaimana ?”
Dan kali ini, giliran Ilya yang terdiam sejenak. Baik Vaslav maupun Sergey langsung mendesak Ilya, “Ilya, kesempatan ini sangat langka. Kamu akan bertindak sebagai pendamping seorang pianis terkemuka dunia, tentunya akan banyak pengalaman yang berguna bagimu kelak. Sudah, tidak usah dipikirkan lagi, terima saja.”
Akhirnya Ilya memandang Lanscaux sambil tersenyum, “Tuan Lans sudah khusus datang menemui saya, akan sangat tidak sopan jika menolak tawaran beliau. Baiklah, saya akan menerimanya. Dan, terima kasih atas kesempatan yang sudah Anda percayakan kepada saya ini.”
Ilya dan Lanscaux-pun kembali berjabat tangan.
“Mungkin, aku ingin menemukan kembali ‘sesuatu yang hilang’ dalam permainan pianoku.
Dan kuharap, aku bisa menemukannya bersama dengan Tuan Lans.
Walau itu berarti.. untuk sementara aku tidak dapat bermain piano bersama Kak Kathya.”
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Masa lalu Ilya, dan alasan mengapa seakan ada suatu kehampaan dalam permainan piano-nya
oK deh, utk sementara, ini dulu lanjutannya.
Share This Thread