Hmm... bagian yg 1 ini ngak boleh dibaca anak di bwh umur nih, fufufu... bahaya kalau nggak. Ini peringatan lho, jd jgn salahkan saya kalau membacanya ^^
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
V. Kegelapan yang melebihi pekatnya malam
Malam itu, hujan turun rintik-rintik. Marion sedang berada di sebuah penginapan kecil yang terletak di pusat kota, bersama dengan orang yang bersedia menjadi sponsor bagi dirinya.
“…Marion, apa kamu benar-benar bersedia menyerahkan dirimu kepada orang tersebut ?…”
Orang itu memanggil dirinya. Untuk sesaat, Marion hanya terdiam.
“…Mengapa ? Mengapa aku bersedia melakukan hal ini ?…”
Marion berjalan mendekat.
“…Apakah sedemikian penting bagiku mengalahkan Catherine ?
Apakah hanya dengan cara inilah aku baru dapat meraih masa depanku ?…”
Orang itu mencumbui Marion. Sementara di luar, hujan semakin deras di tengah kegelapan malam.
“…Masa depan ? Apakah aku benar-benar mempunyainya ?…”
Kegelapan menyelimuti pikiran Marion. Ia hanya dapat menerima perlakuan orang tersebut, tanpa sanggup untuk menolaknya. Tiba-tiba Marion seakan tersadar, lalu mendorong orang itu hingga terjatuh.
“Tidak ! Bukan ini yang kuinginkan !”
“Apa yang kamu katakan, Marion ? Bukankah kamu sudah setuju untuk melakukannya denganku, asalkan aku bersedia menjadi sponsormu ?”
Marion terdiam; Ia kebingungan. Orang itu mendekat kepada Marion, lalu kembali memeluknya.
“…Bukankah aku sudah menyetujuinya ? Apa lagi yang kurisaukan ?
Sekarang sudah terlambat untuk menarik diri !…”
Sekilas Marion teringat akan surat yang pernah diterimanya. ‘Sebelum disingkirkan, kita harus menyingkirkannya !’ Surat itu disertai dengan sebuah pisau sebagai hadiah untuk mengingatkan dirinya. Dan saat ini, pisau itu berada dalam sakunya !
“…Tidak ! Aku takkan menyerahkan diriku kepada orang semacam ini !…”
Semuanya berlangsung dengan cepat, sangat cepat. Marion mengambil pisaunya, lalu dengan segera menusuk perut orang itu.
“Ma.. Marion ! A.. apa yang… ARGH !”
Marion kembali menusukkan pisaunya, terus menerus. Orang itu akhirnya terkapar di lantai bersimbah darah.
“…Ia.. telah mati ? Apakah aku.. telah membunuhnya ?…”
Marion terdiam; Pisau di tangannya terjatuh.
… Pisau yang tadinya bersih, sekarang telah ternoda; Ternoda oleh darah ! …
TLUK !
Suara pisau yang menyentuh lantai menyadarkan Marion. Perlahan-lahan ia menatap ke arah tangannya sendiri; Telapak tangan yang penuh dengan darah.
“…Aku telah membunuh… aku telah membunuh seseorang…”
Tiba-tiba Marion tertawa; terus tertawa seakan-akan mendapat kebahagiaan yang luar biasa. Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk.
“Hey, hentikan tawamu itu ! Mengganggu saja !”
“Ma.. maaf.”
Orang di luar pintu pergi sambil menggerutu. Ruangan itupun kembali hening. Untuk beberapa saat lamanya, Marion hanya terdiam sambil mengamati mayat yang tergeletak di hadapannya, lalu pandangannya berpindah ke arah pisau yang penuh berlumuran darah, dan terakhir ke telapak tangannya sendiri.
“…Mengapa ? Mengapa kau memaksaku untuk melakukannya ?
Aku tidak ingin membunuhmu… aku tidak bersalah !…”
“Ya, aku tidak bersalah ! Ini semua terjadi karena kesalahannya sendiri. Aku tidak mau, tetapi ia tetap memaksaku.”, Marion berkata kepada dirinya sendiri.
Setelah itu Marion pergi ke WC untuk mencuci tangan dan pisaunya.
“Aku tidak bersalah. Aku tidak bersalah.”, berulang-ulang Marion mengatakan itu pada dirinya sendiri.
Melihat wajahnya di cermin, ia terdiam sejenak.
“Wajah seorang pembunuh.”, lalu ia tertawa perlahan.
Segera setelah mencuci segalanya, ia memikirkan cara untuk membuang mayat itu.
“Akan sangat sulit untuk membawanya keluar tanpa dilihat orang. Tetapi aku harus segera mencari cara, harus ! Aku tidak ingin tertangkap hanya karena orang menjijikkan ini.”
Marion menutupi luka-luka pada mayat tersebut, lalu memakaikan baju yang sangat tertutup. Dengan sangat hati-hati ia membopong mayat tersebut keluar kamar. Ketika sedang menuruni tangga, tiba-tiba ia bertemu dengan seseorang dari arah berlawanan.
“Hey, apa yang terjadi ?”
DEG ! Jantung Marion berdegup sangat kencang. Dengan perasaan was was, Marion menjawab, “I.. ia sedang mabuk berat. Aku.. tidak mungkin meninggalkannya di kamar, jadi akan kubawa ia pulang.”
“Oh begitu. Kalau demikian, berhati-hatilah, karena hujan masih turun cukup deras.”
“I.. iya. Terima kasih atas nasehatnya.”
Orang itupun segera berlalu. Marion masih terdiam beberapa saat untuk menenangkan diri.
“Aku tidak boleh gugup. Aku harus bertindak sewajarnya.”, kembali Marion menasehati dirinya sendiri.
Sesampainya di lobby, Marion menaruh mayat itu setengah tertunduk. Ketika ia hendak check out, pegawai penerima tamu merasa bingung.
“Bukankah Mr. Manning telah membayar kamar untuk satu malam ? Mengapa tiba-tiba kalian ingin pergi ?”
“Itu… karena Mr. Manning terlalu banyak minum. Awalnya kami berencana untuk menginap, tetapi karena ia mabuk berat, akhirnya kuputuskan untuk segera pulang.”
“Baiklah. Terima kasih telah datang ke hotel ini.”
Akhirnya Marion berhasil membawa mayat Mr. Manning keluar dari hotel tersebut.
“…Mengapa semua ini harus terjadi ? Mengapa aku harus mengalami semua ini ?…”
Malam itu, di tengah hujan yang sudah mulai mereda, Marion berjalan seorang diri. Ia baru saja membuang mayat itu.
“Malam yang sangat panjang. Dan sekarang aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”
Tiba-tiba seseorang memanggilnya, “Marion !”
Marion menengok dan melihat Edward sedang mengejarnya.
“Manajer ? Apa yang Anda lakukan disini ?”
“Saya sangat mengkhawatirkanmu. Apa kau baik-baik saja ? Apa orang itu memperlakukanmu dengan baik ?”
Marion mengangguk.
“Syukurlah. Dan, mengapa kamu sekarang berjalan sendirian di tengah hujan begini ?”
“I.. itu…”
“…Apa aku dapat menceritakan segalanya kepada manajer ?
Aku ingin sekali melepaskan beban berat ini.. ingin sekali…”
Marion menggeleng dengan keras.
“Marion ? Ada apa ?”
“…Tidak ! Aku tidak boleh melibatkan manajer dalam masalah ini…”
“Tidak apa-apa. Saya hanya merasa agak lelah malam ini.”
“Kalau demikian, saya akan mengantarkanmu pulang.”
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yap, ini lanjutannya. Disini mulai terlihat salah satu sifat utama Marion (yg dapat menjerumuskan dirinya ke dalam sesuatu yg tak terbayangkan sebelumnya).
Share This Thread