Page 1 of 2 12 LastLast
Results 1 to 15 of 18
http://idgs.in/273616
  1. #1
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default Before Time Goes By

    Hmm... akhirnya saya coba posting salah satu cerita, yg menurut banyak org sih salah satu karya terbaik saya ^^a Padahal ini buatnya pas lagi stress gara2 kena banjir... grr...

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    - Cinderella -
    When it becomes a fairy tale, it will bring sweet and beautiful memories.
    But, when it becomes a reality, it will bring terror and fear.


    Di sebuah kamar rumah sakit, tampak seorang gadis muda sedang terbaring. Sinar matahari masuk melalui jendela di antara tirai putih, menghadirkan keheningan yang misterius.
    “…Apakah semuanya sudah berakhir sekarang ?…”

    Di luar jendela, terdengar burung-burung berkicau dengan riangnya.
    “…Kapan ? Kapan semua ini dimulai ?…”

    Dari tengah kegelapan, tiba-tiba muncullah seorang gadis mungil, dengan usia sekitar 9 – 10 tahun, yang sedang berlari dengan penuh semangat.
    “…Ah, aku ingat sekarang . Ya, semua berawal dari sana.
    Di rumah besar itu, disanalah segalanya bermula…”


    I. Sebuah ramalan
    1899; Suatu awal dari perjalanan yang panjang.
    Di pinggir suatu kota, tepatnya di daerah perbukitan, ada sebuah rumah besar bagaikan istana, dengan halaman yang sangat luas dihiasi oleh patung-patung yang berasal dari jaman renaissance. Pilar-pilar raksasa memberi kesan kokoh, dengan nuansa putih di setiap bagian istana. Itulah sebabnya, nama yang diberikan sangat tepat baginya : White Castle. Dahulu, istana itu digunakan sebagai tempat istirahat bagi para bangsawan; Tetapi sekarang tempat itu telah menjadi hotel bagi para pengunjung daerah tersebut. Di dapur, tampak kesibukan luar biasa.
    “Marion !”
    Seorang gadis mungil berambut pirang dengan pakaian pelayan masuk.
    “Ya, ada apa ?”
    “Tolong bawakan pesanan ini ke meja nomor 13.”
    “Baik.”
    Dengan cekatan, gadis yang bernama Marion itu membawa pesanan tersebut. Orang yang memesannya adalah seorang nenek tua memakai kerudung warna biru gelap.
    “Terima kasih, gadis manis.”
    Baru saja Marion hendak melayani pesanan lain, ketika tiba-tiba tangan nenek itu mencengkram lengannya.
    “Tunggu sebentar !”
    Marion terkejut, lalu menengok.
    “A.. ada apa, nek ?”, Marion merasa agak takut.
    “Hmm…. sangat jarang gadis dengan bola mata indah sepertimu; Hijau kebiruan yang sangat cantik … Sekarang, dengarkan pesanku baik-baik.”
    Marion mengangguk.
    “Akan tiba saatnya, dimana semua orang akan mengagumi kecantikanmu ini. Tetapi ada satu hal yang harus selalu kamu ingat : semua itu hanyalah sihir yang bersifat sementara, bukan untuk selamanya ! Jangan sampai kamu terjatuh ke dasar kegelapan karenanya !”
    Bola mata indah Marion semakin terbelalak, “Apa maksud nenek ?”
    “Semua yang berasal dari kegelapan, akan kembali ke dasar kegelapan ! Nah, ingatlah baik-baik nasehatku itu.”
    Walau masih tidak mengerti, Marion mengangguk. Itu adalah awal dari segalanya.

    2 tahun kemudian.
    Pagi-pagi benar, Marion bersama dengan beberapa pelayan lainnya pergi berbelanja di kota. Inilah pertama kalinya Marion pergi ke kota. Suasana kota tampak begitu berbeda; Rumah-rumah terletak berdekatan, sangat banyak kereta kuda yang lalu lalang di jalan. Pasar merupakan tempat yang sangat ramai, penuh dengan orang yang menjual atau membeli sesuatu. Tiba-tiba…
    “Hentikan ! Anak laki-laki itu telah mencuri barang daganganku !”
    Marion terkejut, dan ia segera berbalik ke arah datangnya suara. Tiba-tiba seorang anak laki-laki menabraknya, dan mereka berdua-pun terjatuh. Anak laki-laki itu segera bangkit dan berusaha untuk berlari, tetapi Marion menjegalnya.
    “Aduh ! Kau.. kau… !”
    Tetapi pada saat itu, orang sekitar sudah mengepungnya.
    “Kau takkan bisa lari lagi !”
    Pedagang yang barangnya dicuri tersebut segera menghajar anak laki-laki itu dengan segenap tenaga. Bertubi-tubi pukulan dilancarkan olehnya.
    Marion-pun merasa tidak enak, “Paman, kurasa lebih baik paman menyerahkannya kepada polisi.”
    “Huh, kau beruntung, maling kecil ! Oh ya, saya hampir lupa berterima kasih kepadamu, gadis kecil. Terima kasih kau telah berhasil menangkapnya.”
    “Ah, itu biasa saja. Kalaupun bukan saya, pasti orang lain akan melakukan hal yang sama, paman.”
    Pedagang itu tersenyum.
    Tiba-tiba terdengar anak laki-laki itu tertawa dengan suara rendah, “Fufufu… apa kau pikir kau telah menjadi pahlawan karena berhasil menangkapku ?! Apa kau pikir kau sudah menolongku dengan meminta orang itu menyerahkanku kepada polisi ?! Hey ingatlah, aku tidak akan pernah melupakan hari ini, dan suatu hari nanti, akan kubalas kejadian ini berpuluh kali lipat !”
    Marion terkejut, lalu memandang anak itu. Tatapan anak laki-laki itu sangat tajam ke arahnya. Setelah itu, ia segera dibawa pergi ke kantor polisi.
    “Sudahlah Marion, jangan kau pikirkan kata-katanya. Kamu telah melakukan sesuatu yang sangat hebat, perbuatanmu benar-benar berani. Ayo, kita segera pulang, lalu menyiapkan perayaan kecil atas kejadian ini.”
    “Su.. sudah kubilang, ini bukanlah…”
    Temannya tersenyum, “Marion, janganlah menolak kebaikan kami.”
    Marion terdiam sejenak, lalu ikut tersenyum, “Baiklah kalau demikian. Terima kasih.”
    Lalu mereka segera menyelesaikan belanjanya, dan segera pulang.

    Setetes air jatuh menimbulkan riak gelombang…
    Di tengah kegelapan, tampak berdiri seorang laki-laki. Marion berlari mendekatinya.
    “Jangan mendekat !”
    “Te.. tetapi…”
    “Diam ! Kau bukan anakku, kau bukan anak siapapun juga.”
    Bola mata Marion membelalak, “Papa !”
    “… kau terlahir dari kegelapan, kecantikanmu adalah dosa, dan kebahagiaanmu adalah penderitaan dan kesedihan …”
    Setetes air kembali jatuh… bukan, itu adalah setetes darah…
    Marion menunduk, “Mengapa ? Mengapa tidak ada yang pernah mengakui keberadaanku ? Bahkan ayah-pun tidak mengakui aku sebagai anaknya…”
    “Itu karena kamu spesial, gadis manis.”
    Marion terkejut. Suara itu adalah suara seorang nenek yang pernah menasehatinya sekitar 2 tahun lalu. Memang benar, nenek itu sedang berdiri disana.
    “Gadis manis, apakah kamu masih ingat dengan nasehatku waktu kita bertemu dahulu ?”
    Marion mengangguk, “Tetapi nek, saya tidak mengerti maksudnya.”
    Nenek itu tersenyum ramah, “Jika saatnya tiba, kamu akan mengerti. Semoga pada saat itu, kamu dapat memilih dengan benar.”
    Setetes darah jatuh dan menimbulkan riak geombang…
    “Aku tidak akan pernah melupakan ini, dan suatu hari nanti, akan kubalas apa yang terjadi padaku ini berpuluh kali lipat !”
    Suara itu kembali membuat Marion tersentak. Ia menengok ke arah datangnya suara. Disana ia melihat, anak laki-laki yang berhasil ditangkapnya, tangan dan kakinya dirantai, serta tubuhnya penuh dengan luka dan darah. Melihat itu, Marion merasa ngeri dan takut. Anak laki-laki itu tampak menjerit, tetapi tidak terdengar suara sedikit-pun. Tiba-tiba, muncullah puluhan tangan menarik kaki Marion ke dalam kegelapan.
    “TIDAAAAK !”, dan Marion-pun terbangun.

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    oK, bagian pertama dari Before Time Goes By ^^a BTW cerita ini terbagi 3 bagian, 1 main story dan 2 sub story. Lalu nanti akan saya post timeline-nya. Selamat menikmati

  2. Hot Ad
  3. #2
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Hmm, bagian kedua

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    II. Cinderella
    4 tahun kemudian.
    Marion telah tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat menarik; Rambut pirang bergelombang, dengan bola mata indah berwarna hijau kebiruan yang menggoda, juga tubuh yang tinggi semampai. Walau ia hanya seorang pelayan, banyak pemuda yang menyukainya. Tetapi Marion selalu menolak untuk berpacaran. Akhirnya tibalah hari dimana akan terjadi perubahan terhadap seluruh kehidupan Marion. Pada hari itu, Marion, bersama semua pelayan lainnya, seperti hari-hari biasa, sedang sibuk melayani para tamu. Baru saja Marion hendak pergi, ketika orang yang baru saja dilayaninya kembali memanggilnya.
    “Nona, tunggu sebentar.”
    Marion menengok dan tersenyum ramah, “Ada apa, Tuan ? Apakah Anda hendak memesan yang lain ?”
    “Tidak. Bolehkah saya mengetahui nama Anda, nona ?”
    Marion terkejut, “Eh, bo.. boleh saja. Nama saya Marion Knighton, tetapi untuk apa Anda menanyakan hal tersebut ?”
    “Marion, nama yang indah. Anda memiliki suara yang sangat jernih, Nona Marion. Saya adalah seorang manajer teater. Tidak pernahkah Anda berkeinginan untuk menjadi seorang bintang panggung ?”
    Marion tertegun; Ia terkejut mendengar penawaran itu.
    “Saya mengerti, mungkin ini terlalu mendadak bagi Anda. Pikirkanlah hal ini baik-baik.”, lalu orang itu mengambil secarik kertas dan menulis sesuatu, “Kalau Anda berubah pikiran, silahkan menghubungi saya pada alamat tersebut.”
    Marion menerima kertas itu, lalu pergi. Ia masih terkejut dengan apa yang baru didengarnya.

    “Mengapa kamu tidak langsung menerima tawaran tersebut ? Kapan lagi akan ada tawaran sebagus itu ?”
    “Te.. tetapi…”
    “Marion !”, salah seorang temannya memotong, “Kalau kamu memang memikirkan kami, sudah seharusnyalah kamu menerima tawaran tersebut. Kami akan bangga jika kamu dapat menjadi seorang bintang.”
    “Tetapi, bagaimana dengan pekerjaan disini ?”
    Salah seorang yang paling tua dan dihormati di antara mereka maju, lalu menepuk bahu Marion.
    “Marion, kamu adalah seorang pelayan termuda di antara kami. Tetapi, kamu yang paling muda ini, juga merupakan pelayan yang paling serius dalam bekerja. Kami sangat senang kamu bisa menjadi teladan bagi kami disini. Sekarang saatnya bagi kami untuk mulai bisa bekerja sendiri tanpa bantuanmu lagi. Marion, ambillah kesempatan tersebut.”
    Air mata tampak menggenang di mata indah Marion, “Semuanya, terima kasih. Aku berjanji akan menjadi seorang bintang terkenal, dan membuat kalian semua bangga.”
    Tetapi saat itu, tidak ada seorang-pun yang menyangka, bahwa apa yang telah dipilih Marion akan menjadi suatu hal yang menyedihkan baik, bagi dirinya sendiri maupun bagi orang-orang yang berhubungan dengannya.

    Marion segera menghubungi manajer theatre tersebut. Setelah semua persiapan selesai, Marion-pun segera melakukan debut pertamanya. Sebagai seorang penyanyi baru, ia cukup sukses. Dari hari ke hari, penggemarnya semakin bertambah… seperti keajaiban… seperti sihir… bagai Cinderella…
    … Tetapi, apakah ia tetap ingat bahwa sihir itu bersifat sementara ?…


    Setengah tahun kemudian.
    Ketika Marion baru saja turun dari panggung setelah pertunjukannya, seorang laki-laki menyambutnya dengan tepukan tangan.
    “Hebat sekali, Marion. Suatu performance yang luar biasa, bahkan penonton sampai memintamu untuk tampil kembali !”
    “Pujian Anda terlalu berlebihan, manajer. Apa yang saya lakukan seperti biasa, hanya berusaha untuk menampilkan yang terbaik.”
    “Ha ha ha…. Oh ya, ada kiriman untukmu. Mungkin dari penggemar.”
    Sang manajer mengambil sebuah kotak yang terbungkus rapi, lengkap dengan setangkai bunga sebagai penghias hadiah. Saat itu pula Marion terkejut melihatnya.
    “Ada apa, Marion ? Wajahmu tampak pucat.”
    “Ti.. tidak ada apa-apa. Kubuka di sana yah ?”
    Tanpa menunggu jawaban, Marion segera pergi ke tempat yang ditunjuknya. Tempat yang sepi di bagian belakang panggung.
    “Mungkin manajer tidak mengerti arti bunga. Bunga ini adalah Hollyhock, yang memiliki arti suatu ambisi. Apa maksud pengirimnya memberi hiasan bunga ini ?”
    Ketika Marion membuka bungkusan itu, hampir saja ia terpekik. Isinya sebuah surat, dengan sebuah pisau mengkilat di atasnya. Dengan tangan gemetar, Marion mengambil surat tersebut dan membacanya :
    Pertama-tama kuucapkan selamat atas kesuksesan Anda. Hanya dalam waktu singkat, Anda telah berhasil menjadi seorang bintang yang patut diperhitungkan. Saya benar-benar salut. Tetapi, ingatlah satu hal; Dunia bintang adalah dunia yang penuh dengan perjuangan ! Jikalau Anda tidak ingin disingkirkan, Anda harus menyingkirkan saingan Anda. Bersama dengan surat ini ada hadiah kecil dari saya, untuk selalu mengingatkan Anda akan hal tersebut. Semoga Anda dapat bertahan di dunia yang penuh dengan kelicikan ini.
    Dari seorang penggemar.
    Marion terdiam. Tiba-tiba, “Marion, kita harus pergi !”
    “Baiklah !”
    Marion menyimpan surat dan pisau tersebut, lalu pergi.

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    oK, bagian kedua sudah mulai memasuki bagian yg serius, fufufu... dari siapakah surat yg mengaku dari Penggemar itu ? Dan apa makna di balik surat tersebut ? Nantikan bagian selanjutnya yaaa...

  4. #3
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Bagian ketiga ^^

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    III. Persaingan – kemenangan atau kekalahan I
    Layar panggung dibuka, dan para penonton tampak menantikan Sang bintang. Marion dengan penuh rasa percaya diri berjalan ke atas panggung. Ia mulai bergerak dengan gemulai, dan menyanyi… tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Saat itu pula tampak para penonton mulai kebingungan.
    “A.. apa yang terjadi ?! Mengapa suaraku tidak keluar ?!”, Marion terus membatin dalam hati.
    Para penonton saling bertanya-tanya satu dengan yang lain. Dan akhirnya, dengan rasa kecewa, mereka meninggalkan bangku masing-masing.
    “Tu.. tunggu ! Saya... saya masih bisa bernyanyi !”, tetapi tidak ada yang dapat mendengarnya.
    Akhirnya layar-pun ditutup. Marion jatuh berlutut.
    “Suaraku ! Mengapa suaraku tidak keluar ?”
    Tiba-tiba, layar kembali terbuka. Para penonton sudah kembali, mereka berdiri sambil bertepuk tangan. Apakah tepuk tangan itu untuk Marion ?
    “Tentu tidak ! Tepuk tangan itu untukku, Sang primadona panggung.”
    Marion menengok ke arah datangnya suara tersebut.
    “Catherine !”
    Catherine, saingan utama Marion yang lebih senior, memandangnya dengan pandangan merendahkan.
    “Lihatlah dirimu, Marion ! Saat ini, di atas sebuah panggung, kamu hanya dapat berlutut; Betapa menyedihkan ! Mau kuberi saran ? Lebih baik kau berganti profesi sebelum kau benar-benar jatuh. Hmm, aku ada usul, bagaimana jika kau menjadi seorang pemain pantomime !”
    “A.. apa katamu ?! Saya…”, pada saat itu, Marion menyadari sesuatu. Ia dapat bersuara lagi, tetapi suara yang keluar bukan suara jernih miliknya, melainkan suara yang parau seperti suara nenek-nenek. Tiba-tiba para penonton tertawa.
    “Ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha…”
    Suara tawa itu berputar-putar mengelilingi Marion.
    “Ti.. TIDAK ! Kembalikan.. kembalikan suaraku… kembalikanlah suaraku seperti semula… KEMBALIKAN !”
    Marion terbangun. Selama beberapa saat ia terdiam; Wajahnya tampak pucat.
    “Mimpi ? Tetapi mengapa semua itu bagaikan kenyataan ?”

    Keesokan harinya di belakang panggung, secara tidak sengaja Marion bertemu dengan Catherine. Mereka hanya berdiri, saling berpandangan selama beberapa saat. Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Marion, “Catherine, sebentar lagi pertunjukanmu akan segera dimulai !”
    “Baiklah.”
    Ketika melewati Marion, Catherine berkata perlahan, “Jangan pernah kau berpikir kau dapat melebihiku. Dalam pertunjukan ini, akan kuperlihatkan besarnya perbedaan kemampuan kita !”
    Walau Catherine sudah berlalu, Marion tetap terdiam di tempatnya.
    Pertunjukan Catherine; Secara sembunyi-sembunyi, Marion mengintip. Penampilan Catherine sungguh memukau. Keselarasan gerakan dengan nyanyiannya, sungguh mengagumkan. Marion juga terpana. Setelah pertunjukan usai, para penonton masih terdiam. Mereka seakan-akan masih terbawa suasana. Setelah beberapa saat, barulah mereka berdiri dan bertepuk tangan, sangat meriah.
    “Itulah besarnya perbedaan kita, Marion.”
    Marion terkejut. Ternyata Catherine telah berdiri di sampingnya.
    “A.. apa maksudmu ?”
    “Dari cara bagaimana penonton menyambut penampilan kita, dari situlah dapat dilihat besarnya perbedaan kemampuan kita. Apakah sekarang kau mengerti ?”
    Walau kesal, tetapi Marion tidak dapat membantahnya. Karena pada kenyataannya, ia memang terpesona dengan pertunjukan tersebut.
    “Marion, kamu itu terpilih bukan karena bakat ataupun suaramu. Kamu memasuki dunia ini hanya karena kecantikanmu ! Oh ya, aku punya sebuah saran untukmu. Mengapa kau tidak berhenti saja dari dunia tarik suara, dan menjadi seorang pemain pantomime ?”
    DEG ! Marion tersentak mendengar kata-kata tersebut, sementara Catherine pergi sambil tertawa.
    “Ti.. tidak mungkin ! Mimpiku… mimpi itu, akankah menjadi kenyataan… ?”, tanpa disadari, tubuh Marion bergetar.

    Sejak hari itu, perasaan Marion menjadi tidak menentu. Memang, dalam setiap penampilannya, penonton selalu menyambutnya dengan antusias. Tetapi keraguan itu selalu muncul; Apakah ia masih memiliki kemampuan untuk mengalahkan Catherine ?
    Suatu hari, tampak manajer Marion sedang berbincang-bincang dengan seseorang.
    “Aku tidak mengerti, mengapa kamu masih tetap mempertahankan gadis itu, Edward ? Walau penonton masih tampak antusias, tetapi sebenarnya mereka mulai merasa jenuh dengan penampilan Marion ! Ia hanya dapat menampilkan sesuatu yang monoton, tidak dapat melakukan improvisasi. Saranku, lebih baik kamu segera mencari pengganti-nya !”
    Edward, Sang manajer, terdiam sejenak sebelum menjawab.
    “Mr. Blackwood, apapun yang Anda katakan, saya tidak akan menyingkirkan Marion !”
    Lawan bicaranya hanya dapat menghela nafas, “Baiklah. Kalau demikian, aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Aku akan mengalihkan dana-ku untuk men-sponsori penyanyi lain yang memiliki masa depan lebih cerah, yaitu Catherine.”
    Setelah berkata demikian, Mr. Blackwood pergi. Ketika berbalik, Edward terkejut. Disana telah berdiri Marion.
    “Manajer, apakah yang dikatakan olehnya benar ? Apa penonton sebenarnya telah merasa jenuh ? Apakah pertunjukanku terlalu monoton ?”
    “Marion, itu…”
    Dengan cepat Marion memotong, “Manajer, saya tidak perlu kata-kata penghiburan ! Katakan saja yang sebenarnya.”
    Edward terdiam. Akhirnya, sambil menunduk ia berkata.
    “…Marion, saya tidak pernah salah memilihmu. Bahkan sampai saat inipun, saya tetap yakin pada kemampuanmu. Tetapi harus diakui, Catherine memang memiliki kemampuan lebih; Ia dapat membuat penonton terhanyut dalam suasana. Maafkan saya.”
    Mendengar itu, Marion tidak dapat menjawab apa-apa. Ia hanya dapat berlari, tanpa terasa air matanya mengalir. Kegalauannya terjawab sudah; Ia telah kalah dari saingan utamanya, Catherine.
    … Seorang gadis kecil menangis,
    karena boneka kesayangannya direbut secara paksa oleh temannya …


    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Mulai konflik pertama Marion dengan saingannya, Catherine. Bagaimanakah Marion menyikapi masalah yg dihadapinya ini ? Fufufu... nantikan lanjutannya hanya di sini ^_^

  5. #4
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    IV. Percaya diri dan harapan baru
    Marion berlari keluar. Ia hanya dapat berjalan tak tentu arah. Tanpa disadarinya, beberapa orang mulai memperhatikannya.
    “Eh, bukankah itu Marion ?”
    “Marion ? Mana ?”
    “I.. iya, itu Marion !”
    Ketika akhirnya tersadar dari lamunannya, Marion melihat banyak orang berlari ke arahnya. Ia segera melarikan diri.
    “Memang, saat ini aku masih mempunyai penggemar. Tetapi, sampai kapankah hal ini dapat bertahan ? Walau kadang menyusahkan, tetapi aku sangat mencintai dunia panggung ! Aku tidak ingin meninggalkannya, apalagi dengan membawa kekalahan menyakitkan seperti ini…”, Marion terus membatin.
    Akhirnya Marion berhasil lolos dari kejaran para penggemarnya. Ia bersembunyi di sebuah gang sempit yang terletak di antara gedung.
    “Di manakah ini ?”
    Marion berjalan menuju sisi yang berlawanan dari arah jalan utama. Sesampainya di ujung jalan, ia terkejut. Ia berada di suatu tempat yang kumuh, tempat para gelandangan tinggal. Dengan segera, Marion memutuskan untuk segera pergi. Baru saja ia berbalik, ketika seseorang menegurnya.
    “Marion ?”
    Marion tertegun. Ia sangat mengenal suara tersebut, dan ia seakan-akan tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya.
    “Marion, benarkah itu kamu ?”
    Perlahan-lahan Marion menengok.
    “Bi.. Bibi Margareth ? Ba.. bagaimana mungkin… ?”
    “Ternyata memang benar, kamu adalah Marion. Kamu sekarang sudah sangat terkenal, saya benar-benar bangga. Saya senang, masih dapat bertemu denganmu.”
    Margareth, adalah orang yang telah membangkitkan rasa percaya diri Marion, dan meyakinkan Marion untuk menerima tawaran menjadi seorang bintang.
    “Bibi Margareth, apa yang Anda lakukan disini ?”
    “Oh, itu…”, sekilas wajah Margareth tampak sedih, “Tuan besar menganggap saya sudah terlalu tua untuk menjadi seorang pelayan. Memang beliau tidak berkata apa-apa, tetapi saya rasa lebih baik jika saya pergi dari sana.”
    “Pa.. paman beranggapan demikian ?!”
    “Sudahlah.”, Margareth berusaha untuk tersenyum, “Lebih baik kita membicarakan masalah lain saja. Marion, kamu tahu, kami selalu membicarakan dirimu, lho. Wajahmu terpampang di mana-mana. Kamu sekarang benar-benar telah menjadi seorang bintang.”
    Mendengar kata-kata itu, Marion tertunduk dan tak dapat berkata apa-apa.
    “Marion, ada apa ?”
    Secara tiba-tiba, Marion langsung memeluk Margareth lalu menangis.
    “Ma.. Marion, tak pantas saya dipeluk olehmu…”
    “Bibi Margareth, tolong, biarkan saya menangis di pelukan bibi.”
    Akhirnya Margareth membiarkan Marion memeluk dirinya sambil menangis.

    “Begitukah ?”
    Marion mengangguk. Ia baru saja menceritakan semuanya kepada Margareth.
    “Maafkan saya, Marion. Tak pernah kusangka, bahwa jalan yang telah kau pilih malah membuatmu sedih dan menderita. Akulah yang telah mendorongmu untuk mengambil kesempatan itu. Maaf, aku benar-benar tidak menyangka akan jadi seperti ini.”
    Marion menggeleng, “Bibi Margareth tidak salah. Saya sebenarnya sangat mencintai dunia panggung. Tetapi, mengapa saya harus kalah terhadap Catherine ?!”
    Margareth tersenyum.
    “Marion, mengapa kamu mencintai dunia panggung ?”
    “Saya benar-benar bahagia saat berada di atas panggung, menampilkan yang terbaik dari diriku. Lalu juga, saat bersama para penggemar, walau kadang merepotkan.”
    “Dan saat ini, bukankah kamu baru saja mengatakan kalau kamu habis melarikan diri dari kejaran para penggemarmu ? Kalau kamu masih memiliki penggemar, walau hanya satu orang sekalipun, kamu tidak boleh membuatnya kecewa ! Marion, apakah kamu yakin kamu sudah menampilkan yang terbaik bagi para penggemarmu ? Kalau belum, mengapa kamu harus merasa kalah ?”
    Marion tertegun mendengar kata-kata Margareth.
    “Menurutku, kamu merasa kalah akibat melihat penampilan Catherine. Karena kamu terpengaruh oleh pertunjukannya, maka kamu merasa kamu tidak akan mampu untuk menang darinya. Marion, kalau kamu memang sangat mencintai dunia panggung, jangan melarikan diri ! Kamu masih memiliki kesempatan untuk bangkit.”
    Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya senyum terlihat di bibir Marion.
    “Kurasa bibi benar. Saya memang sangat terpesona dengan apa yang saya lihat, sehingga saya merasa tidak mampu untuk bersaing dengannya. Tetapi bibi benar, saya masih memiliki kesempatan, dan saya akan berusaha menunjukkan yang terbaik ! Bibi Margareth, terima kasih.”
    “Kalau demikian, cepatlah balik ke tempatmu yang seharusnya.”
    “Bibi Margareth, saya tidak akan mengucapkan selamat tinggal. Pada saat kepercayaan diriku sudah pulih, dan saya sudah memenangkan pertarungan ini, saya akan kembali kemari !”
    Setelah berkata demikian, Marion pergi dengan perasaan lega. Margareth tersenyum, tetapi senyum itu senyum sedih.
    “Maafkan saya, Marion. Pada saat kamu kembali ke sini, mungkin saya sudah tidak akan berada disini lagi.”

    Kepercayaan diri Marion telah pulih, tetapi ada sebuah masalah besar menantinya. Mr. Blackwood, sponsor utamanya, telah mengalihkan dana kepada saingan utamanya, yaitu Catherine.
    “Manajer, apa yang harus kita lakukan ? Tidak mungkin kita mengadakan pertunjukan tanpa dukungan sponsor !”
    “Kurasa sudah tidak mungkin lagi meyakinkan Mr. Blackwood. Satu-satunya cara, adalah dengan mencari sponsor baru.”
    “Tetapi bagaimana caranya ?”
    “Mencari sponsor tidaklah mudah. Kita harus dapat memberi jaminan.”
    Marion tampak merenung, “Jaminan ? Apakah yang dapat kita berikan sebagai jaminan ?”
    Sesaat Edward tampak mendapatkan ide, tetapi dengan segera ia menggelengkan kepala sambil memukul meja.
    “Manajer ? Apakah Anda mendapatkan suatu cara ?”
    “Tidak. Hanya suatu pikiran gila terlintas di benakku.”
    Wajah Marion tampak serius ketika berkata, “Manajer, tolong beritahu saya, ide yang terlintas di benak Anda !”
    “Marion, itu tidak mungkin. Cara itu terlalu…”
    Dengan segera Marion memotong, “Manajer, saat ini rasa percaya diriku sudah mulai pulih, dan saya tidak ingin perjuanganku terhenti akibat masalah ini. Saya tidak ingin kalah dari Catherine !”
    Edward terdiam. Ia memperhatikan Marion yang sedang menunduk, lalu bertanya perlahan, “Marion, apakah kamu benar-benar serius ? Walau harus mengorbankan dirimu ?”
    Marion mengangguk. Akhirnya Edward menghela nafas.
    “Cara yang kumaksud untuk jaminan, adalah dengan memberikan dirimu kepada calon sponsor baru.”
    Bola mata Marion terbelalak. Ia sangat terkejut mendengar kata-kata Edward, dan tanpa disadari olehnya, tubuhnya bergetar. Melihat hal itu, Edward tersenyum.
    “Sudah kukatakan, cara tersebut terlalu gila dan tidak mungkin dilakukan. Sudahlah, saya akan berusaha mencari cara lain.”
    Baru saja Edward berbalik, ketika tiba-tiba Marion memegang lengannya.
    “Manajer, saya.. saya bersedia melakukannya ! Jika hal tersebut memang diperlukan, akan saya lakukan !”
    “Ma.. Marion ! Ka.. kamu serius ?”
    Marion mengangguk dengan sungguh-sungguh. Edward terdiam, tidak dapat berkata apa-apa lagi.

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Marion mulai edhan ^^a

  6. #5
    Jin_Botol's Avatar
    Join Date
    Aug 2007
    Location
    Jakarta "Kota 3in1"
    Posts
    1,111
    Points
    1,058.00
    Thanks: 30 / 38 / 24

    Default

    nice.... update nya aku tunggu ya
    Gemini, The Two-Facets Personality

  7. #6
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Hmm... bagian yg 1 ini ngak boleh dibaca anak di bwh umur nih, fufufu... bahaya kalau nggak. Ini peringatan lho, jd jgn salahkan saya kalau membacanya ^^

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    V. Kegelapan yang melebihi pekatnya malam
    Malam itu, hujan turun rintik-rintik. Marion sedang berada di sebuah penginapan kecil yang terletak di pusat kota, bersama dengan orang yang bersedia menjadi sponsor bagi dirinya.
    “…Marion, apa kamu benar-benar bersedia menyerahkan dirimu kepada orang tersebut ?…”

    Orang itu memanggil dirinya. Untuk sesaat, Marion hanya terdiam.
    “…Mengapa ? Mengapa aku bersedia melakukan hal ini ?…”

    Marion berjalan mendekat.
    “…Apakah sedemikian penting bagiku mengalahkan Catherine ?
    Apakah hanya dengan cara inilah aku baru dapat meraih masa depanku ?…”
    Orang itu mencumbui Marion. Sementara di luar, hujan semakin deras di tengah kegelapan malam.
    “…Masa depan ? Apakah aku benar-benar mempunyainya ?…”

    Kegelapan menyelimuti pikiran Marion. Ia hanya dapat menerima perlakuan orang tersebut, tanpa sanggup untuk menolaknya. Tiba-tiba Marion seakan tersadar, lalu mendorong orang itu hingga terjatuh.
    “Tidak ! Bukan ini yang kuinginkan !”
    “Apa yang kamu katakan, Marion ? Bukankah kamu sudah setuju untuk melakukannya denganku, asalkan aku bersedia menjadi sponsormu ?”
    Marion terdiam; Ia kebingungan. Orang itu mendekat kepada Marion, lalu kembali memeluknya.
    “…Bukankah aku sudah menyetujuinya ? Apa lagi yang kurisaukan ?
    Sekarang sudah terlambat untuk menarik diri !…”
    Sekilas Marion teringat akan surat yang pernah diterimanya. ‘Sebelum disingkirkan, kita harus menyingkirkannya !’ Surat itu disertai dengan sebuah pisau sebagai hadiah untuk mengingatkan dirinya. Dan saat ini, pisau itu berada dalam sakunya !
    “…Tidak ! Aku takkan menyerahkan diriku kepada orang semacam ini !…”


    Semuanya berlangsung dengan cepat, sangat cepat. Marion mengambil pisaunya, lalu dengan segera menusuk perut orang itu.
    “Ma.. Marion ! A.. apa yang… ARGH !”
    Marion kembali menusukkan pisaunya, terus menerus. Orang itu akhirnya terkapar di lantai bersimbah darah.
    “…Ia.. telah mati ? Apakah aku.. telah membunuhnya ?…”

    Marion terdiam; Pisau di tangannya terjatuh.
    … Pisau yang tadinya bersih, sekarang telah ternoda; Ternoda oleh darah ! …
    TLUK !
    Suara pisau yang menyentuh lantai menyadarkan Marion. Perlahan-lahan ia menatap ke arah tangannya sendiri; Telapak tangan yang penuh dengan darah.
    “…Aku telah membunuh… aku telah membunuh seseorang…”

    Tiba-tiba Marion tertawa; terus tertawa seakan-akan mendapat kebahagiaan yang luar biasa. Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk.
    “Hey, hentikan tawamu itu ! Mengganggu saja !”
    “Ma.. maaf.”
    Orang di luar pintu pergi sambil menggerutu. Ruangan itupun kembali hening. Untuk beberapa saat lamanya, Marion hanya terdiam sambil mengamati mayat yang tergeletak di hadapannya, lalu pandangannya berpindah ke arah pisau yang penuh berlumuran darah, dan terakhir ke telapak tangannya sendiri.
    “…Mengapa ? Mengapa kau memaksaku untuk melakukannya ?
    Aku tidak ingin membunuhmu… aku tidak bersalah !…”
    “Ya, aku tidak bersalah ! Ini semua terjadi karena kesalahannya sendiri. Aku tidak mau, tetapi ia tetap memaksaku.”, Marion berkata kepada dirinya sendiri.
    Setelah itu Marion pergi ke WC untuk mencuci tangan dan pisaunya.
    “Aku tidak bersalah. Aku tidak bersalah.”, berulang-ulang Marion mengatakan itu pada dirinya sendiri.
    Melihat wajahnya di cermin, ia terdiam sejenak.
    “Wajah seorang pembunuh.”, lalu ia tertawa perlahan.
    Segera setelah mencuci segalanya, ia memikirkan cara untuk membuang mayat itu.
    “Akan sangat sulit untuk membawanya keluar tanpa dilihat orang. Tetapi aku harus segera mencari cara, harus ! Aku tidak ingin tertangkap hanya karena orang menjijikkan ini.”

    Marion menutupi luka-luka pada mayat tersebut, lalu memakaikan baju yang sangat tertutup. Dengan sangat hati-hati ia membopong mayat tersebut keluar kamar. Ketika sedang menuruni tangga, tiba-tiba ia bertemu dengan seseorang dari arah berlawanan.
    “Hey, apa yang terjadi ?”
    DEG ! Jantung Marion berdegup sangat kencang. Dengan perasaan was was, Marion menjawab, “I.. ia sedang mabuk berat. Aku.. tidak mungkin meninggalkannya di kamar, jadi akan kubawa ia pulang.”
    “Oh begitu. Kalau demikian, berhati-hatilah, karena hujan masih turun cukup deras.”
    “I.. iya. Terima kasih atas nasehatnya.”
    Orang itupun segera berlalu. Marion masih terdiam beberapa saat untuk menenangkan diri.
    “Aku tidak boleh gugup. Aku harus bertindak sewajarnya.”, kembali Marion menasehati dirinya sendiri.
    Sesampainya di lobby, Marion menaruh mayat itu setengah tertunduk. Ketika ia hendak check out, pegawai penerima tamu merasa bingung.
    “Bukankah Mr. Manning telah membayar kamar untuk satu malam ? Mengapa tiba-tiba kalian ingin pergi ?”
    “Itu… karena Mr. Manning terlalu banyak minum. Awalnya kami berencana untuk menginap, tetapi karena ia mabuk berat, akhirnya kuputuskan untuk segera pulang.”
    “Baiklah. Terima kasih telah datang ke hotel ini.”
    Akhirnya Marion berhasil membawa mayat Mr. Manning keluar dari hotel tersebut.

    “…Mengapa semua ini harus terjadi ? Mengapa aku harus mengalami semua ini ?…”

    Malam itu, di tengah hujan yang sudah mulai mereda, Marion berjalan seorang diri. Ia baru saja membuang mayat itu.
    “Malam yang sangat panjang. Dan sekarang aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”
    Tiba-tiba seseorang memanggilnya, “Marion !”
    Marion menengok dan melihat Edward sedang mengejarnya.
    “Manajer ? Apa yang Anda lakukan disini ?”
    “Saya sangat mengkhawatirkanmu. Apa kau baik-baik saja ? Apa orang itu memperlakukanmu dengan baik ?”
    Marion mengangguk.
    “Syukurlah. Dan, mengapa kamu sekarang berjalan sendirian di tengah hujan begini ?”
    “I.. itu…”
    “…Apa aku dapat menceritakan segalanya kepada manajer ?
    Aku ingin sekali melepaskan beban berat ini.. ingin sekali…”
    Marion menggeleng dengan keras.
    “Marion ? Ada apa ?”
    “…Tidak ! Aku tidak boleh melibatkan manajer dalam masalah ini…”

    “Tidak apa-apa. Saya hanya merasa agak lelah malam ini.”
    “Kalau demikian, saya akan mengantarkanmu pulang.”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Yap, ini lanjutannya. Disini mulai terlihat salah satu sifat utama Marion (yg dapat menjerumuskan dirinya ke dalam sesuatu yg tak terbayangkan sebelumnya).

  8. #7
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    VI. Terbukanya gerbang ingatan masa lalu
    “Aneh, bukankah seharusnya Mr. Manning datang ke pertunjukanmu hari ini ? Apakah ia melarikan diri dari tanggung jawabnya untuk menjadi sponsormu ?”
    Wajah Edward menunjukkan kekesalannya. Marion hanya terdiam. Tiba-tiba Mr. Blackwood dan Catherine muncul di hadapan mereka. Tatapan Mr. Blackwood tampak mengejek Edward.
    “Bagaimana usahamu, Edward ? Apakah kau sudah mendapatkan sponsor baru untuk gadis kesayanganmu ini ?”
    Edward segera membuang muka, sementara Mr. Blackwood melewatinya sambil tertawa. Sambil melewati Marion, Catherine kembali berkata, “Kamu akan hancur, Marion, karena kamu memang seorang pecundang ! Apakah kamu sudah memikirkan saranku ?”
    Tanpa diduga Catherine, Marion membalas perkataannya.
    “Miss Catherine, saat ini mungkin Anda merasa memiliki segalanya. Tetapi, akan tiba saat dimana Anda akan kehilangan segalanya !”
    “Ka.. kamu ! Berani sekali kau berkata seperti itu kepadaku ! Kau akan menyesal !”
    Setelah berkata dengan nada mengancam, Catherine segera pergi. Marion menunduk.
    “…Aku bisa saja berkata demikian, tetapi apakah aku dapat membuktikan kata-kataku tersebut ?…”

    Tiba-tiba Edward menepuk bahunya.
    “Kau benar, Marion. Tidak akan pernah ada seseorang yang dapat menjadi idola untuk selamanya. Pastilah akan datang saat kamu dapat melebihinya. Mengenai masalah Mr. Manning, serahkan saja padaku. Untuk saat ini, berkonsentrasilah untuk menampilkan penampilan yang terbaik, Marion.”
    Kata-kata lembut dari Edward cukup untuk membuat Marion terharu. Ia langsung memeluk Edward, dan menangis.

    Marion berada seorang diri di tengah kegelapan.
    “Hello, apakah ada orang disini ? Orang lain selain diriku ?”
    Suara itu bergema, tetapi tanpa jawaban. Begitu sunyi, bagai kuburan.
    “Mengapa aku berada disini ?”
    Tiba-tiba saja pertanyaan Marion tersebut mendapat sebuah jawaban; Sebuah suara dari tengah kegelapan.
    “Karena kamu mencampakkanku ke tengah kegelapan ini !”
    Mendengar suara yang menjawabnya itu, Marion sangat terkejut. Itu adalah suara Mr. Manning, orang yang telah dibunuhnya.
    “Ti.. tidak ! Aku tidak bersalah. Bukankah sudah kukatakan, aku tidak mau, tetapi mengapa kamu tetap memaksaku untuk melakukannya ?!”
    Tiba-tiba terdengar sebuah suara lain yang menjawabnya, “Oh… tentu tidak ! Bukankah kamu seorang pahlawan ?! Bukankah kamu telah menyebabkan seorang pencuri kecil tertangkap ?!”
    Bola mata Marion semakin melebar. Kali ini, suara anak laki-laki itu; Pencuri kecil yang pernah ditangkap olehnya.
    “Mengapa ? Mengapa harus aku yang selalu dipersalahkan ?”
    “Kelahiranmu merupakan sesuatu yang terlarang; Sebagaimana kecantikanmu adalah dosa, dan kebahagiaanmu adalah penderitaan, bagi orang lain dan bagi dirimu sendiri !”
    “Papa ! Mengapa papa tidak pernah bersedia menerima diriku ?”, suara Marion bagai tercekat.
    Sunyi, kembali tanpa jawaban. Marion menangis… tiba-tiba ia tersentak. Yang mengalir dari matanya itu bukanlah air mata, melainkan.. darah !
    “Akh ! Me.. mengapa aku menangis darah ?”
    Sebuah paduan suara mengalunkan lagu; Lagu yang menyuarakan keadilan !
    “Akan tiba saatnya keadilan bagi Si Mati. Akan tiba saatnya pembalasan diberikan. Tuhan Maha Adil, balaskanlah darah kami !”
    Sebuah api berwarna biru muncul di tengah kegelapan. Api itu membentuk sebuah sayap, tetapi orang yang berada di tengah-tengah api itu tetap tidak terlihat. Orang itu mendekat ke arah Marion. Marion segera melarikan diri.
    “Tidak ! Jangan mendekat !”
    Tampak sebuah cahaya muncul, Marion berlari ke arah cahaya itu, lalu…

    Marion terbangun.
    “Mimpi lagi ? Mengapa aku selalu bermimpi seperti itu ?”
    Marion bangkit dari tempat tidurnya. Tiba-tiba ia kembali terjatuh ke ranjangnya. Di lantai, tampak mayat Mr. Manning.
    “Ti.. tidak mungkin ! Ba.. bagaimana…”, kata-katanya terputus. Saat itu pula, mayat Mr. Manning mulai bergerak, kepalanya menengadah ke arah Marion. Wajahnya hancur dan setengah membusuk.
    “Mengapa takut melihatku, Marion ? Aku rindu padamu.”
    Marion langsung berbalik dan pergi. Baru saja ia membuka pintu, ketika ia kembali harus terkejut. Di ruangan yang dimasukinya itu, tampak ayahnya, yang meninggal akibat gantung diri.
    “Pa.. papa !”, tiba-tiba Marion menyadari, ia kembali menjadi Marion kecil. Ini adalah perulangan kejadian masa lalunya. Ibu Marion masuk ke ruangan karena mendengar jeritan Marion kecil, lalu terpekik dan jatuh pingsan.
    “Mengapa ayah tidak pernah mau mengakuiku ? Mengapa ayah sampai bunuh diri ? Mengapa aku harus mengalami semua ini ?!”, Marion menutup wajahnya lalu menangis.
    “Marion, mengapa kamu menangis ?”
    Suara itu membuat Marion tersadar. Saat ini ia sedang memeluk Edward. Ia melepas pelukannya dari Edward, lalu menghapus air matanya.
    “Tidak ada apa-apa, manajer. Saya hanya sedikit mengenang masa lalu.”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Kenangan akan masa lalu Marion, akan dijelaskan lbh lanjut pada Sub Story mengenai Marion.

  9. #8
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    VII. Dan kegelapan kembali menyelimuti
    Beberapa hari kemudian.
    “Marion, ada kabar baik ! Aku sudah menemukan orang yang bersedia menjadi sponsor untukmu.”
    “Te.. tetapi, apa yang dapat kita berikan sebagai jaminan ?”
    Edward tersenyum, “Sudahlah. Bukankah sudah kukatakan, yang terpenting, kamu harus dapat menampilkan yang terbaik. Untuk urusan di luar panggung, serahkan saja padaku.”
    Marion tampak agak ragu.
    “Manajer, apakah… ada kabar mengenai Mr. Manning ?”
    Edward mengangkat bahu, “Entahlah. Orang kurang ajar itu benar-benar menghilang, bagai ditelan bumi saja ! Kuharap suatu saat ia akan mati dengan menderita !”
    Marion terkejut. Wajah Edward tampak sedemikian marah, tidak pernah Marion melihat Edward seperti itu.
    “…Ternyata jika marah, manajer bisa menjadi sangat menakutkan…”

    Tiba-tiba Marion dipanggil untuk tampil. Edward menepuk bahunya, “Ingat, tampilkanlah yang terbaik darimu, dan jangan kalah dari Catherine.”
    Marion mengangguk lalu pergi. Untuk beberapa saat lamanya, Edward hanya terdiam.
    ‘Kuharap ia akan mati dengan menderita’….. sebenarnya untuk siapa kata-kata itu kutujukan ?”, Edward setengah merenung. Kemudian ia tersenyum lalu berjalan pergi.

    Lambat laun Marion semakin tenar, bahkan mulai menyaingi kepopuleran Catherine. Rasa percaya dirinya telah pulih, dan ia benar-benar bagai bintang yang bersinar semakin terang. Penggemarnya terus bertambah dari hari ke hari, bahkan termasuk orang-orang dari kalangan pemerintah. Pada suatu hari, Marion kembali ke tempat dimana ia pernah bertemu dengan Margareth. Tetapi setibanya ia disana, ia menemukan suatu kenyataan pahit.
    “Bibi Margareth ! Akhirnya aku…”, tetapi tidak ada seorang-pun disana.
    Untuk beberapa saat lamanya, Marion termenung. Hingga akhirnya ada seorang pelayan yang keluar melalui pintu belakang sebuah gedung. Marion langsung bertanya padanya, “Nona, apakah Anda mengetahui dimana ibu yang biasa berada di sini ?”
    “Oh, maksudmu nenek itu ? Ia baru saja meninggal beberapa hari yang lalu.”
    “A.. APA ?!”, Marion sangat terkejut mendengar hal itu, “A.. apa yang sebenarnya terjadi ?”
    “Nenek itu sudah lama menderita suatu penyakit, yang sepertinya sulit untuk disembuhkan. Selain itu, aku yakin ia tidak mempunyai uang untuk pergi ke dokter. Dan, beberapa hari yang lalu, akhirnya ia meninggal. Beberapa orang dari gereja yang baik hati, telah bersedia memakamkannya.”
    “Di.. di mana makamnya ?”
    Pelayan itu berpikir sejenak, “Sepertinya di sebuah pemakaman gereja, tidak jauh dari sini. Dari depan gedung ini, teruslah berjalan ke arah kanan. Nanti akan terlihat sebuah gereja, nah taman pemakaman itu terletak di belakang gereja.”
    “Terima kasih.”, setelah itu Marion segera pergi.

    “…Bibi Margareth sudah meninggal.. dan ia sudah lama menderita suatu penyakit…
    Mengapa aku sama sekali tidak mengetahuinya ?!…”

    Sambil berlari menuju gereja yang dimaksud, Marion terus mengingat saat-saat terakhir ia bertemu dengan Margareth. Ketika itu, Margareth masih tampak penuh semangat, bahkan beliau berhasil memulihkan rasa percaya diri Marion.
    “…Sepertinya saat itu Bibi Margareth sehat-sehat saja. Ataukah mungkin… bibi menutup-nutupi penyakitnya, agar aku jangan menjadi khawatir ?…”
    Akhirnya Marion tiba di gereja yang dimaksud. Gereja itu berdiri megah, dengan arsitektur Gothik yang khas. Patung-patung dari abad renaissance menghiasi dinding dan pilar-pilar gereja. Dengan lunglai, Marion memasuki kompleks gereja, hingga akhirnya tiba di sebuah taman pemakaman yang terletak tepat di belakang gereja.
    Tiba-tiba… “Apakah ada yang dapat saya bantu, nona ?”
    Marion menengok. Seorang pengurus makam yang sudah tua, sedang memandangnya.
    “Sa.. saya sedang mencari makam bibi saya. Ia.. ia.. meninggal beberapa hari yang lalu. Saya dengar beliau dimakamkan disini.”
    Pengurus makam itu berpikir sejenak.
    “Apakah mungkin maksud Anda, wanita tua yang meninggal di belakang gedung tersebut ?”
    Marion mengangguk; Ia tidak sanggup menahan air matanya lagi. Pengurus makam itu menghela nafas.
    “Makamnya ada di belakang. Akan saya tunjukkan tempatnya.”
    Mereka berjalan melalui makam-makam yang indah, hingga sampai pada sebuah makam kecil yang sederhana. Hanya dihiasi oleh salib dari kayu, bahkan tanpa nama atau tulisan apapun pada nisan sederhana itu. Marion jatuh berlutut dan menangis.
    “Nona, maafkanlah saya. Tetapi bukankah Anda adalah Nona Marion, penyanyi terkenal itu ?”
    Marion mengangguk.
    “Anak saya adalah salah seorang penggemar Anda. Tentunya ia akan sangat gembira jika mengetahui Anda datang kemari.”
    Marion hanya terdiam. Pengurus taman itu menyadari ia telah bicara pada waktu yang tidak tepat.
    “Ma.. maaf. Anda sedang berduka, tetapi saya malah membicarakan hal lain. Maafkan saya.”
    Tiba-tiba Marion menengok ke arahnya, “Paman, saya ada sebuah permintaan. Apakah makam ini dapat dipugar, dipindahkan ke bagian depan, dan nisannya diganti dengan yang lebih bagus ? Seluruh biaya akan saya tanggung.”
    “Te.. tentu saja. Saya akan membantu Anda mengurus segalanya.”
    “Terima kasih.”

    Dalam waktu yang tidak terlalu lama, makam itu telah dipugar. Tetapi kejadian itu memberikan dampak yang sangat besar terhadap Marion. Ia sulit untuk berkonsentrasi di atas panggung, dan sering melakukan kesalahan. Akhirnya, secara perlahan, Marion mulai kehilangan penggemar. Sebaliknya dengan Catherine, yang menjadi semakin tenar.
    “Marion, mengapa penampilanmu akhir-akhir ini menurun ?”
    Marion terdiam dan tertunduk. Edward menghela nafas.
    “Saya mengerti, kamu masih sedih atas meninggalnya seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu. Tetapi, kalau begini terus, lama kelamaan kamu akan benar-benar jatuh. Marion, kamu harus berusaha bangkit kembali. Saya-pun yakin, kalau hal itu pula yang diinginkan oleh bibimu. Jangan kalah terhadap Catherine !”
    Marion mengangguk lemah, “Saya mengerti. Tetapi saya tetap membutuhkan waktu untuk menghadapi semua ini.”
    “Baiklah. Marion, besok saya akan menemanimu ke makam bibimu.”
    “Eh ?”, Marion terkejut mendengar kata-kata Edward.
    “Walau bagaimanapun, bukankah bibimu yang telah meyakinkanmu menerima tawaranku itu ? Saya ingin berterimakasih kepadanya, walau saat ini sudah terlambat.”
    Marion hanya terdiam, tidak memberi jawaban apapun.

    Keesokan hari, sesuai janji, mereka pergi berkunjung ke makam Margareth. Di depan makam, Marion tidak kuasa menahan air matanya dan menangis, sementara Edward berdiri di belakangnya sambil berdoa. Selesai berdoa, Edward menepuk bahu Marion sambil berkata, “Marion, tabahkan hatimu. Bibimu tentu tidak mengharapkan kamu terus-menerus bersedih untuknya. Apakah kamu akan menghancurkan harapan bibimu dengan membiarkan dirimu dikalahkan oleh Catherine ?”
    Marion menghapus air matanya, memandang Edward, lalu mengangguk dengan pasti.
    “Saya tidak akan membiarkan Catherine untuk melampaui saya lebih jauh lagi. Manajer, terima kasih telah menemani saya hari ini.”
    … Sang gadis kecil telah bertekad untuk mengambil kembali boneka kesayangannya,
    dari tangan teman yang telah merebutnya…


    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Poor Aunt Margaret, hix hix hix... yah, dgn tekad barunya, bagaimanakah Marion akan melangkah di dalam kehidupannya ? Dan........ apa maksud kata2 Edward ? Fufufu...

  10. #9
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    VIII. Persaingan – kemenangan atau kekalahan II
    Tetapi, usaha Marion untuk memperbaiki penampilannya di atas panggung, mendapat halangan yang tidak sedikit. Tanpa diketahui oleh siapapun, Catherine telah menjalin hubungan dengan banyak orang ternama, dan meminta bantuan mereka untuk menjatuhkan Marion. Hingga, pada suatu malam, Marion diserang oleh beberapa orang tak dikenal.
    “A.. apa yang kalian inginkan dariku ?!”
    “Apa yang kami inginkan ? Kurasa kau sudah dapat menebak apa yang kami inginkan, Nona Marion. Kau sangat cantik, dan memiliki tubuh yang sangat indah.”
    Rasa takut bagai mencengkram Marion. Perlahan-lahan ia mundur, tetapi orang-orang itu telah mengepung dirinya. Secara diam-diam Marion mengambil pisau dari dalam sakunya.
    “Ayolah. Kami takkan menyakitimu. Hahahaha…”
    “Jangan mendekat atau kalian akan menyesal !”
    Mendengar itu, mereka tertawa semakin keras.
    “Kalian dengar itu ? Ooh, aku sangat takut… hahahaha…”, orang yang mengolok-olok itu mendekati Marion.
    Dan, dengan cepat Marion menusukkan pisau yang dipegangnya ke perut orang tersebut.
    “ARGH ! Ka.. kau… !”
    “Aku sudah memperingatkan kalian !”
    Teman-temannya langsung menyerang Marion. Mati-matian Marion berusaha melindungi dirinya sendiri. Benar-benar perkelahian yang sangat tidak seimbang; Marion seorang diri, melawan orang-orang bertubuh kekar. Marion hanya dapat menahan rasa sakit akibat serangan bertubi-tubi yang dilancarkan orang-orang itu, sambil sesekali menyerang balik dengan pisaunya. Untunglah ada seseorang yang mendengar keributan itu.
    “Hey, ada apa disana ?”
    “Sial, ada pengganggu ! Ayo, kita segera pergi dari sini !”
    Mereka-pun berlari meninggalkan Marion yang babak belur seorang diri. Orang yang tadi memanggil, mendatangi Marion.
    “Wah, tampaknya lukamu parah. Aku akan membawamu ke rumah sakit.”
    Sambil menahan sakit, Marion menggelengkan kepala.
    “Ti.. tidak perlu ! A.. aku… baik-baik saja.”
    Lalu Marion pergi dengan tertatih-tatih, sementara orang itu hanya terpana memandang Marion dengan bingung.

    Keesokan harinya.
    “Ma.. Marion ? Apa yang terjadi ? Mengapa tubuhmu penuh luka begitu ?”, Edward tampak bingung.
    “Tidak ada apa-apa, manajer. Saya hanya terjatuh.”
    “Tidak mungkin ! Ini pasti bukan luka akibat terjatuh !”, wajah Edward menunjukkan kekhawatiran yang teramat sangat, “Marion, kamu tidak ingin mengatakan padaku apa yang sebenarnya terjadi ?”
    Marion menunduk, “Sesungguhnya, saya juga tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi. Saya.. saya tidak tahu siapa mereka, tetapi…”, Marion tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
    “Ada orang yang menyerangmu ? Keterlaluan sekali ! Apakah mungkin ada orang yang merasa iri dengan keberhasilanmu ?”
    Pada saat itu, hanya ada satu nama yang muncul dalam benak mereka; Catherine !
    “Mungkinkah Catherine berada di belakang semua ini ?”
    “Entahlah, saya tidak tahu. Bisa ya, bisa juga tidak. Mungkin saja ada orang lain yang juga merasa iri terhadap saya. Selain itu, jika memang benar Catherine, kita tidak mempunyai bukti apa-apa.”
    Edward mengangguk, “Kamu benar. Hanya ada satu hal yang dapat saya lakukan. Marion, mulai saat ini, saya akan selalu mendampingimu.”
    “Te.. tetapi, apakah hal ini tidak merepotkan Anda ?”
    “Tenang saja, Marion. Sudah merupakan tugas dari seorang manajer theatre untuk selalu melindungi bintangnya. Kamu tidak perlu khawatir akan hal tersebut.”
    “Terima kasih, manajer.”
    Secara tiba-tiba, Catherine muncul dari belakang mereka.
    “Wah, apa yang terjadi padamu, Marion ? Mengapa kamu penuh luka begitu ?”
    Terasa jelas nada sindiran dalam kata-kata Catherine. Baik Edward maupun Marion diam saja.
    “Bukankah kamu pernah mengatakan bahwa kamu ingin mengalahkanku ? Apakah kamu masih tetap yakin dengan wajah penuh luka seperti itu ? Kuberitahukan satu hal padamu, Marion. Kamu dapat naik panggung, hanya dengan bermodalkan kecantikanmu. Jika wajahmu yang cantik ini rusak, takkan ada seorang-pun lagi yang bersedia menonton pertunjukanmu.”
    Tiba-tiba Edward tersenyum.
    “Rupanya Anda begitu yakin dalam hal itu, Nona Catherine. Lalu, apakah menurut Anda, saya memilih Marion hanya karena kecantikannya ? Ataukah mungkin, Anda yang sebenarnya merasa takut akan tersaingi oleh Marion, sehingga memakai cara-cara licik ?”
    “A.. apa maksudmu ?! Jangan sembarangan menuduh ! Apakah kalian mempunyai bukti aku terlibat dalam hal ini ?!”
    “Tidak, memang tidak. Selain itu, kami memang tidak ingin mempermasalahkan hal ini lebih jauh. Tetapi Nona Catherine, saya peringatkan Anda..”, Edward menatap tajam ke arah Catherine, “jangan sampai Anda melakukan hal-hal seperti ini lagi, atau Anda tidak akan pernah dapat tampil lagi di panggung manapun ! Kalau Anda hendak memakai cara-cara licik, saya-pun dapat melakukan hal yang sama, bahkan jauh melebihi apa yang Anda lakukan.”
    Sebenarnya nada suara Edward terdengar biasa saja, tetapi ketajaman kata-katanya membuat Catherine terdiam. Tanpa berkata apapun, ia segera pergi.
    “Manajer, itu…”
    “Marion, saya tidak pernah memilihmu hanya karena kecantikanmu. Saya percaya pada kemampuanmu, dan saya harap kamu jangan sampai mengecewakan saya !”
    Wajah Edward sangat serius serta pandangannya tajam. Marion mengangguk.
    “Saya mengerti. Saya sangat berterimakasih pada manajer, dan saya berjanji tidak akan mengecewakan manajer.”

    Di sebuah gubuk yang terletak di pinggir kota, tampak beberapa orang sedang berkumpul dengan hanya diterangi oleh dua buah batang lilin. Mereka adalah orang-orang yang menyerang Marion.
    “Cewek itu ternyata mampu melawan juga ! Kupikir ia hanyalah seorang cewek yang lemah.”
    “Apakah lukamu sudah sembuh ?”
    “Lumayan. Kita harus minta bayaran besar untuk tugas ini !”
    Mereka terdiam sejenak, karena merasa mendengar sesuatu. Tetapi tidak terdengar apapun lagi.
    “Eh, menurut kalian, apakah Marion akan melaporkan kejadian ini kepada polisi ? Dia pasti ingat dengan wajah-wajah kita. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi kita !”
    “Entahlah. Mungkin lebih baik kalau…”, kata-katanya terputus akibat kedua lilin yang tiba-tiba mati.
    “Hey, apa yang terjadi ?!”
    Di dalam kegelapan, tiba-tiba terdengar suara seperti sedang terjadi perkelahian. Lalu ada yang menjerit.
    “Siapa itu ?!”
    Terdengar beberapa jeritan lagi, hingga akhirnya sunyi. Seseorang tampak keluar dari rumah itu.
    “Marion adalah milikku, takkan kuserahkan ke tangan orang-orang seperti kalian !”
    Orang itu tersenyum dingin, lalu pergi.

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Hmm... luaper... bkn berhubungan dengan cerita ini sih, tp kok sy lg laper ya ? Fufufu... J/K
    Dan... siapakah sosok misterius itu ?

  11. #10
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    IX. Surat kedua
    1 tahun kemudian.
    Persaingan antara Marion dan Catherine masih terus berlangsung. Tetapi Catherine tidak berani lagi memakai cara-cara licik lagi untuk menjatuhkan Marion.
    Pada suatu hari, Marion kembali menerima surat.
    Nona Marion, sepertinya Anda mampu bertahan di dalam dunia ini. Saya sangat gembira, Anda tidak kalah dari orang-orang yang ingin menjatuhkan Anda. Tetapi, Anda masih belum menang sepenuhnya. Anda masih menjadi bayang-bayang dari Nona Catherine. Suatu hari nanti, saya ingin melihat hanya Anda yang berada di atas panggung.
    Dari seorang penggemar.
    Marion meraba sakunya. Di sana masih tersimpan pisau dari pengirim yang sama.
    “Siapakah ia sebenarnya ? Walau mengaku sebagai penggemarku, tetapi mengapa aku merasa tidak demikian ?”, Marion membatin dalam hati.
    “Surat dari penggemar, Marion ?”, Edward tiba-tiba muncul.
    “E.. eh, iya.”
    Edward tersenyum, “Ingatlah Marion, penggemar adalah segala-galanya bagi seorang bintang. Tanpa penggemar, seseorang tidak akan menjadi bintang, walau sehebat apapun penampilannya di panggung. Saya senang kamu mendapat surat dari penggemar.”
    Marion mengangguk, “Saya mengerti. Bibi Margareth juga pernah berkata hal yang sama; Kita harus tetap menampilkan yang terbaik, walau hanya mempunyai seorang penggemar.”
    “Baguslah jika demikian.”, Edward berjalan pergi.
    “…Tetapi, mengapa firasatku mengatakan ada sesuatu di balik surat ini ?
    Sesuatu… yang sangat menakutkan ?…”

    Marion sedang termenung memikirkan surat terakhir yang diterimanya.
    “ ‘Aku masih menjadi bayang-bayang Catherine ?’ Mengapa.. mengapa ia berpikir seperti itu ? Bintang panggung bukan hanya aku dan Catherine saja. Mengapa ia sampai dapat melihat Catherine sebagai sainganku ? Apakah mungkin… orang itu sebenarnya adalah seseorang yang kukenal ?”
    Perlahan Marion mengambil pisau dari sakunya.
    “Pisau ini diberikan sebagai pengingat akan kerasnya dunia panggung; Sesuatu yang sudah kurasakan sendiri. Aku terus berusaha untuk tetap bertahan, dan penggemarku semakin hari semakin bertambah, tetapi.. apakah yang dikatakan olehnya; Bahwa aku masih menjadi bayang-bayang Catherine, benar ?”
    Tiba-tiba Marion melihat Edward. Baru saja ia hendak memanggilnya, ketika terlihat Edward sedang berbincang-bincang dengan seseorang; Catherine !
    “Mengapa ? Mengapa manajer tampak begitu akrab dengan Catherine ?!”
    …saat itu Marion menyadari, bahwa Edward adalah orang yang sangat berarti dalam hidupnya…
    “Kalau.. kalau sampai manajer meninggalkanku..”, Marion menutup wajahnya, “.. bagaimana aku dapat tampil ? Bagaimana aku dapat bertahan di dunia panggung ?”

    X. Kebencian dan kehancuran yang diakibatkannya
    Malam itu, Marion telah mengambil sebuah keputusan. Ia akan menyingkirkan Catherine untuk selama-lamanya. Rasa kebenciannya terhadap Catherine sudah melampaui batas; Marion tidak memikirkan lagi segala resiko yang akan dihadapinya kelak.
    … Sekali membunuh, kau akan menganggap hal itu sebagai cara termudah di dalam menyelesaikan suatu masalah.
    Perlahan tapi pasti, hati nuranimu takkan kau hiraukan lagi, hingga akhirnya kau menjadi seseorang tanpa perasaan; Pembunuh berdarah dingin …
    Marion membuat janji dengan Catherine di sebuah taman yang sepi. Alasan yang diberikan Marion sederhana, yaitu mengenai masalah Edward. Setelah menunggu agak lama, akhirnya Catherine datang.
    “Mengapa kamu ingin membicarakan masalah manajer-mu itu denganku, Marion ?”
    “Tadi siang, aku melihatmu sedang berbincang-bincang dengan manajer. Apa yang kalian bicarakan ?”
    Mendengar pertanyaan Marion, Catherine tertawa, “Oh, jadi kamu melihatnya ? Sudah kuduga. Apakah salah kalau kami berbincang-bincang ? Ataukah mungkin, kamu cemburu ?”
    “Apa yang kalian bicarakan ?!”
    “Tidak ada yang istimewa. Ia hanya memuji penampilanku, itu saja.”
    Bola mata Marion terbelalak, “Ma.. manajer… memuji penampilanmu ?”
    “Lho, memangnya kenapa ? Aku sangat yakin penampilanku memang hebat, dan menurutku itu wajar saja dilakukan olehnya.”
    Marion tertunduk, lalu berkata perlahan, “Sudah lama manajer tidak pernah lagi memuji penampilanku, dan sekarang.. ia malah memuji penampilan Catherine ? Tidak, hal ini tidak mungkin terjadi !”
    “Marion, dahulu sudah pernah kukatakan, perbedaan antara kita jauh sekali. Kamu tidak pernah mendapat permintaan encore dari penonton, khan ? Aku selalu mendapatkannya. Kalau sudah tidak ada yang mau dibahas lagi, aku mau pulang.”
    Catherine berbalik lalu pergi.

    “Kamu terlalu sombong, Catherine !”, Marion mengambil pisaunya, lalu hendak menusukkannya pada Catherine. Pada saat itu, tiba-tiba Marion kembali teringat sesuatu yang sudah lama dilupakannya; Kata-kata dari seorang nenek yang pernah menasehatinya.
    … Akan tiba saatnya, dimana semua orang akan mengagumi kecantikanmu ini. Tetapi ada satu hal yang harus selalu kamu ingat; Semua itu hanyalah sihir yang bersifat sementara, bukan untuk selamanya ! Jangan sampai kamu terjatuh ke dasar kegelapan karenanya ! …
    Ingatan itu membuat Marion tertegun. Tetapi, pada saat bersamaan, Catherine sudah menengok ke arahnya, dan melihat pisau yang dipegang oleh Marion.
    “A.. apa yang hendak kau lakukan, Marion ?!”, suara Catherine terpekik akibat terkejut.
    Dengan hampir menangis, Marion langsung menusukkan pisaunya ke arah Catherine.
    “Maafkan aku, nek. Semuanya sudah terlambat sekarang. Pada saat aku menyadarinya, sudah tidak ada jalan lain yang dapat kupilih…”
    Jeritan Catherine menggema di taman sepi tersebut. Catherine sempat mencakar leher Marion, tetapi semua usaha perlawanannya sia sia. Akhirnya tubuh Catherine terjatuh, demikian pula dengan pisau Marion. Pandangan Marion tampak begitu hampa.
    … Sang gadis kecil telah melenyapkan teman yang telah merebut bonekanya
    tetapi, apakah boneka kesayangannya akan kembali kepadanya ? …

    “Kyaa ! Ada pembunuhan !”
    Jeritan itu menyadarkan Marion; Suatu hal yang tidak diduga oleh Marion sebelumnya. Karena panik, Marion segera mengambil pisaunya dan hendak menyerang orang itu. Tetapi orang itu sudah kabur terlebih dahulu.
    “Pembunuh ! Gadis itu seorang pembunuh !”, orang itu terus berlari hingga jalan raya.
    Marion yang pada awalnya mengejar orang tersebut, berbalik melarikan diri dari kejaran orang banyak. Ia berlari, dan terus berlari, hingga tiba-tiba…

    Koran yang terbit keesokan harinya memuat berita itu menjadi topik utama.
    ‘Seorang bintang panggung yang sangat terkenal, Marion, telah membunuh saingannya yang lebih senior, yaitu Catherine. Tetapi, Marion sendiri mengalami sebuah kecelakaan yang cukup fatal, ketika sedang melarikan diri. Sebuah kereta kuda dengan kecepatan tinggi telah menabraknya, dan saat ini kondisinya masih sangat kritis.’

    … Mengapa ? Mengapa begitu mudahnya manusia membenci orang lain ?
    Mengapa begitu mudahnya melenyapkan nyawa seseorang ?
    Mengapa hati manusia begitu lemah terhadap dosa ? …





    Marion masih mendengar burung-burung yang berkicau dengan riang. Tetapi, secara perlahan, suara-suara itu seakan-akan menjauh.
    “…Kurasa, semuanya sudah berakhir sekarang…”

    Sementara itu, di depan pintu kamar Marion, Edward sedang berdiri. Ia mengeluarkan suatu benda dari sakunya; Pisau yang diberikannya kepada Marion.
    “Dengan ini, semuanya telah berakhir. Kuharap kau dapat beristirahat dalam damai, Chris. Kau adalah adik yang sangat berharga bagiku, dan takkan kubiarkan orang yang telah menyebabkan kau meninggal dapat hidup dengan tenang !”
    Edward berjalan pergi meninggalkan kamar itu.


    1907 – END

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    oK, main story sudah selesai, tinggal 2 sub story ^^

  12. #11
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    oK, sekarang saya akan mem-posting Sub Story bagian pertama, yang berjudul :

    Marion - The Unwanted Child


    I. Bayangan suram akan masa depan
    1889, di suatu desa di daratan Eropa.

    BRAK !!
    “Tidak ! Pokoknya, sampai kapanpun tanah ini tidak akan kuserahkan kepada kalian !”
    Tampak seorang laki-laki setengah baya sedang berhadapan dengan beberapa orang. Mereka ingin membeli tanah milik laki-laki itu dengan harga murah.
    “Tetapi Pak, kami memberi penawaran yang sangat bagus. Harga seperti ini tidak akan bapak dapatkan dari orang lain.”
    Sekali lagi laki-laki itu menggebrak meja.
    “Apa kalian sudah tuli ?! Sudah kukatakan, aku tidak akan menjual tanah ini ! Sekarang, cepat keluar atau akan kugunakan kekerasan untuk mengusir kalian dari sini !”
    Orang-orang itu tampak kesal, “Baiklah. Tetapi Anda pasti akan menyesal dengan keputusan ini di kemudian hari !”
    Mereka keluar dengan tergesa-gesa karena laki-laki itu sudah mulai mengepalkan tinjunya.
    Seorang perempuan keluar dari kamar, “Apakah mereka sudah pergi ?”
    Laki-laki itu menengok.
    “Istriku, jangan terlalu banyak bergerak. Bukankah dokter sudah menasehatimu ?”, lalu laki-laki itu mengelus perut istrinya, “Sebentar lagi, bayi kita akan lahir. Kuharap ia akan menjadi seorang penerus yang berani seperti ayahnya.”
    Sambil tersenyum, istrinya berkata lembut, “Ah, sepertinya kamu sangat yakin anak kita seorang laki-laki. Aku tidak ingin anak kita ini mewarisi sifat keras kepalamu itu. Kalau aku, sebenarnya menginginkan seorang anak perempuan yang manis dan lemah lembut.”
    “Ya, sebenarnya aku juga tidak berkeberatan, jika yang lahir nanti adalah anak perempuan. Pokoknya, akan kita rawat anak ini sampai dapat menjadi kebanggaan keluarga. Sekarang, lebih baik kamu beristirahat. Tubuhmu sangat lemah, perlu banyak istirahat.”
    Sang istri mengangguk, lalu kembali masuk ke dalam kamar.
    Suatu saat yang sangat membahagiakan; Menunggu kelahiran bayi pertama.
    Tetapi, apakah kebahagiaan itu dapat terus berlangsung ?
    Masa-masa yang sangat sulit, terutama bagi orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran. Demikian pula bagi pasangan Richard dan Anne Knighton, yang sedang menantikan kelahiran bayi pertama mereka. Richard sendiri bekerja sebagai buruh sebuah pabrik di dalam kota; Penghasilannya sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun begitu, keluarga kecil itu bahagia, apalagi seiring dengan akan hadirnya Sang bayi yang sudah dinanti-nantikan.

    “Papa !”
    Richard menengok ke arah datangnya suara itu. Seorang gadis kecil mungil berambut pirang bergelombang sedang datang menghampirinya. Dengan agak bingung, Richard bertanya, “Apakah kamu anakku ?”
    “Iya. Apakah papa lupa padaku ?”
    Richard berusaha untuk tersenyum, walau masih merasa aneh, “Tentu tidak. Kemarilah, biar papa bisa menggendongmu.”
    Gadis kecil itu berlari ke arah Richard, tetapi ketika Richard akan memeluknya, tiba-tiba gadis itu menghilang. Tinggal Richard kembali seorang diri di tengah kegelapan.
    “Eh ? Apa yang terjadi ?”
    Tiba-tiba terdengarlah suara tawa beberapa orang. Richard menengok dan terkejut; Tampak seorang gadis remaja yang sangat cantik, dengan rambut berwarna keemasan yang sangat indah, serta bola mata berwarna hijau kebiruan yang mempesona. Richard bertanya-tanya dalam hati, apakah gadis cantik itu gadis yang sama dengan gadis kecil yang tadi dilihatnya. Gadis itu sedang dikelilingi oleh banyak pemuda tampan, dan mereka berada di tengah sebuah pesta yang sangat meriah.
    “Hey !”, Richard berusaha memanggil gadis itu.
    Tetapi tiada seorang-pun yang dapat mendengar suara Richard. Akhirnya, seorang pemuda mengajak gadis itu berjalan-jalan di taman. Mereka berjalan di dalam taman sambil berbincang-bincang dengan akrab.
    “Apakah mungkin gadis cantik itu anakku ?”, Richard bertanya pada diri sendiri.
    Tiba-tiba Richard kembali harus terkejut; Gadis cantik tadi mengambil sebuah pisau, dan menusukkannya ke perut pemuda tampan itu. Pemuda itu menjerit, sementara Sang gadis menusukkan pisaunya berulang-ulang, hingga akhirnya pemuda itu tewas. Setelah itu, Sang gadis tertawa, seakan-akan mendapatkan kebahagiaan luar biasa.
    Richard yang melihat semua itu tertegun; Ia masih tidak percaya akan hal yang dilihatnya. Tiba-tiba Sang gadis menengok ke arahnya, dengan senyum sinis dan tatapan yang tajam, sangat tajam.
    “ARGH !”
    Richard terbangun. Ia berada di dalam kamarnya, dan Anne masih tidur di sampingnya.
    “Mimpi ? Apakah karena anakku akan lahir, maka aku bermimpi seperti itu ? Tetapi, mengapa mimpi itu seakan-akan menjadi... suatu pertanda buruk ?”

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Bagian pertama dari Sub story ini mengisahkan masa lalu Marion. Selamat dinikmati

    PS : Setelah kedua Sub Story saya post, akan saya post timeline dari keseluruhan cerita BTGB. Untuk lebih memudahkan melihat tahun berapa ada kejadian apa saja sih ^^a

  13. #12
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    II. Kelahiran yang dinanti-nantikan
    Richard sedang bekerja, ketika tiba-tiba ia mendapat kabar bahwa bayinya akan lahir. Dengan terburu-buru, Richard segera pulang. Di tengah perjalanannya menuju rumah, ia melihat sebuah boneka kecil yang berada di etalase sebuah toko. Untuk sesaat Richard berhenti berlari; Boneka itu benar-benar mirip dengan gadis kecil dalam mimpinya. Dan, di bagian bawah boneka itu, tercantum sebuah tulisan. Richard bertanya pada orang yang kebetulan lewat di situ, apa yang tertulis disana.
    “Mungkin itu nama boneka ini.”
    “Siapa namanya ?”
    “Marion.”
    “Ma – ri – on.”, Richard kembali mengulang apa yang diucapkan orang itu, seakan-akan ingin meyakinkan dirinya.
    “Benar, Marion. Baiklah, aku masih ada urusan lain.”
    “Iya, terima kasih telah membantuku.”
    Richard-pun kembali melanjutkan perjalanannya.

    Sesampainya di rumah, Richard segera melihat keadaan Anne. Di kamar kecil itu, tampak Anne sedang terbaring di ranjang, sementara seorang bidan sedang menggendong seorang bayi mungil.
    “Bayi perempuan.”, kata Sang bidan, yang khusus datang ke rumah itu untuk membantu persalinan.
    Richard mendekat, dan bertanya dengan lembut kepada Anne, “Bagaimana keadaanmu ?”
    Anne tersenyum lemah, “Aku baik-baik saja. Lihatlah, bayi kita manis sekali khan ?”
    Richard memperhatikan wajah bayi itu.
    “Dia mirip denganmu. Oh iya, tadi aku sudah memikirkan mengenai nama yang cocok.”
    “Benarkah ? Siapa namanya ?”
    “Marion. Bukankah nama itu sangat cocok dengannya ?”
    Anne mengangguk.

    III. Kebahagiaan yang terkoyak
    Kehadiran Marion membuat keluarga kecil itu sangat berbahagia, bahkan Richard telah merencanakan sebuah pesta untuk merayakan kehadiran Marion. Walau sederhana, pesta kecil itu tampak penuh kehangatan. Tetapi sayang, orang-orang yang pernah berniat membeli tanah milik Richard mengacaukan pesta itu, dan mereka membawa tukang pukul untuk membantu mereka.
    “Wah wah wah, sepertinya kalian sedang bersenang-senang. Apakah kami mengganggu ?”
    Richard terkejut, “Kalian lagi ?! Perlu berapa kali kukatakan, aku takkan menjual tanah ini !”
    “Kami memang tidak akan membeli tanah ini dari kamu, tetapi kami akan merebutnya dari tanganmu ! Hey, hancurkan semuanya !!”
    Maka, terjadilah kekacauan di rumah itu. Richard berusaha mati-matian melindungi keluarga dan rumahnya dari para tukang pukul, sementara Anne, Marion beserta beberapa tamu pergi melarikan diri. Akhirnya sungguh menyedihkan; Rumah mereka terbakar habis, tubuh Richard babak belur, bahkan lengan kanannya patah.
    “Besok kami akan datang lagi kemari. Kalau kamu masih mencoba mempertahankan tanahmu, maka kami tidak akan segan-segan untuk membunuhmu ! Ha ha ha...”
    Setelah berkata demikian, orang-orang itu pergi. Richard hanya terdiam menahan sakit, sambil memperhatikan rumahnya yang terbakar.
    “Richard, rumah kita...”
    Richard terkejut lalu menengok. Anne telah berdiri di belakangnya. Tiba-tiba Anne jatuh pingsan.
    “Anne !”, Richard berusaha menopang tubuh Anne, tetapi lengannya tidak dapat digerakkan.
    Ia berlutut di samping Anne, sambil menangis.
    “Mengapa? Mengapa hal seperti ini harus terjadi pada kami?! Mengapa Tuhan begitu tidak adil ?!”

    Mengapa di dalam setiap musibah, manusia selalu menyalahkan Tuhan ? Apakah mereka tidak sadar, bahwa sebenarnya semua itu disebabkan oleh ulah manusia juga ?
    Sering tidak kita sadari, bahwa keegoisan, kesombongan, iri hati, dengki, dapat menyebabkan orang lain menderita.


    Dengan berat hati, akhirnya Richard dan Anne harus pergi. Beban keluarga kecil itu semakin bertambah, karena Richard dipecat dari pabriknya dengan alasan, mereka tidak membutuhkan buruh yang cacat. Masih banyak orang sehat yang dapat menggantikannya.

    Kehidupan Richard, Anne dan Marion terlunta-lunta. Mereka hidup berpindah-pindah, menumpang di tempat orang yang bersedia menerima mereka. Dengan hanya bermodalkan tangan kirinya, Richard berusaha bekerja sebagai pemecah batu pada sebuah pertambangan, sementara Anne akhirnya diterima bekerja sebagai pelayan di tempat kakak Richard. Mr. Bertrand, kakak Richard, mempunyai sebuah hotel mewah di pinggir kota; Hotel yang dahulu merupakan tempat peristirahatan para bangsawan. Akan tetapi, hubungan Richard dengan Mr. Bertrand tidak begitu baik. Itulah sebabnya, Richard yang berusaha agar ia dan keluarganya dapat pindah dari tempat itu, mengumpulkan uang untuk kembali membangun sebuah rumah. Sementara itu Marion sangat diperhatikan oleh para pelayan hotel, termasuk Margareth, yang sangat menyayanginya bagaikan anak sendiri. Mereka mengajarinya banyak hal, termasuk membaca dan menulis. Bahkan setelah keluarga kecil itu berhasil membeli sebuah rumah kecil di pinggir kota, Margareth masih sering mengunjungi mereka.

    ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

  14. #13
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    IV. Anak yang terbuang
    3 tahun kemudian
    Sebenarnya Richard sudah melupakan mimpinya. Tetapi, ia kembali mengingatnya, karena Marion tumbuh menjadi seorang gadis kecil persis seperti mimpinya itu. Hal itulah yang membuat Richard akhir-akhir ini sering tampak merenung. Ia tidak dapat melupakan sorot tajam tatapan gadis remaja dalam mimpi tersebut, juga akan apa yang telah dilakukan oleh gadis itu. Batinnya terus bertanya-tanya, apakah mimpi itu akan menjadi kenyataan di masa yang akan datang ?
    Hingga kejadian pada suatu hari seakan-akan memberi jawaban atas kegalauan hatinya. Pada suatu malam, ketika Richard baru pulang, ia tersentak menemukan Marion dalam keadaan terluka.
    “Marion, apa yang terjadi ?”
    Marion diam saja. Anne-lah yang menjawab pertanyaan itu.
    “Tadi ada beberapa anak laki-laki mengganggunya. Karena tidak tahan, akhirnya ia berkelahi dengan anak-anak itu.”
    “Aku tidak bersalah ! Mereka dahulu yang memulai !”
    Pada saat memandang Marion itulah, Richard langsung terhenyak. Pandangan Marion, sama persis seperti sorot tajam tatapan gadis remaja dalam mimpinya. Ia menyadari, bahwa mimpinya benar-benar merupakan sebuah ramalan; Ramalan mengerikan akan masa depan Marion.

    Sejak hari itu, Richard bersikap dingin terhadap Marion. Ia seakan-akan tidak menghiraukan keberadaan Marion. Semisal ketika Marion sedang menarik-narik tangannya.
    “Richard, Marion ingin bermain denganmu !”, Anne memandang Richard dengan bingung.
    Tidak satu-pun jawaban dilontarkan oleh Richard.
    Dan lama kelamaan, Richard bukan hanya bersikap dingin, tetapi juga mulai sering membentak.
    “Kamu bukan anakku ! Mengapa kamu harus terlahir ke dunia ini ?!”
    “Richard ! Kata-katamu itu sangat keterlaluan !”, Anne, walau dengan tubuhnya yang lemah, tetapi selalu berusaha membela Marion ketika Richard memperlihatkan sikap kasarnya terhadap Marion. Richard sendiri tidak pernah menjelaskan alasan mengapa ia bertindak seperti itu. Ia selalu menyimpan semuanya di dalam dirinya sendiri.

    4 tahun kemudian
    Marion tetap tidak pernah mengerti, mengapa ayahnya begitu membenci dirinya. Tetapi pada suatu hari, ketika kemarahan Richard sedang meledak, secara tak langsung ia mengatakannya.
    “Walau terlahir dalam keluarga ini, tetapi kamu bukanlah anak siapa-pun juga ! Kau terlahir dari kegelapan, kecantikanmu adalah dosa, dan kebahagiaanmu adalah penderitaan dan kesedihan ! Mengapa Tuhan harus menghukum kami seberat ini ?!”
    “Papa, mengapa papa selalu membenci Marion ?”
    Kembali tanpa jawaban apapun, Richard pergi ke kamar dan mengurung diri. Anne terdiam; Ia sudah tidak bisa mengerti apa-pun yang dilakukan Richard. Tiba-tiba ia terjatuh.
    “Mama ! Mama baik-baik saja ?”
    Anne, sambil menahan sakit, berusaha untuk tetap tersenyum.
    “Marion, kumohon maafkan papa ya ? Mama sendiri tidak mengerti, tetapi pastilah ada alasan mengapa papa melakukan hal tersebut.”
    Marion mengangguk.
    Sore itu, Marion berniat memanggil ayahnya untuk makan malam bersama. Ketika membuka pintu, ia langsung jatuh terduduk. Pemandangan di hadapannya sangat mengerikan; Richard bunuh diri dengan cara menggantung lehernya. Selama beberapa saat, Marion terdiam, hingga...
    “Pa.. PAPA !!”
    Mendengar jeritan Marion, Anne segera pergi ke kamar itu.
    “KYAAA !!”, dan ia-pun jatuh pingsan.

    Setelah Richard meninggal, tubuh Anne semakin hari semakin melemah, hingga tak lama kemudian ia menyusul Richard. Dan sejak saat itu Marion Knighton tinggal di hotel Mr. Bertrand, dan bekerja sebagai pelayan.
    Hingga pada suatu hari yang cerah di tahun 1899, dimana seluruh jalan hidup Marion akan berubah.




    1896 – END


    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    oK, masa lalu Marion telah selesai. Berikutnya adalah masa lalu Edward ^^a

  15. #14
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Edward – Shadow of Brother


    I. Di Balik Sebuah Kesuksesan
    1894, di suatu kota di daratan Eropa.
    Di sebuah rumah besar yang terletak di sekitar pusat kota, sedang diadakan suatu pertemuan untuk membahas masalah-masalah negara.
    “Apakah keadaan ini harus kita biarkan terus ? Perekonomian kita semakin ditekan oleh perusahaan dagang asing !”
    “Tetapi, apakah Anda mempunyai solusi untuk mengatasi masalah ini ?”
    Untuk sesaat, suasana tampak hening. Tetapi kemudian menjadi suatu perdebatan sengit.
    “Bukankah untuk membahas masalah tersebut maka kita semua berkumpul disini ?!”
    “Kurasa kita bisa mengatasinya dengan cara menaikkan pajak. Hasil pajak itu kita gunakan untuk memperkuat struktur bidang ekonomi.”
    “Apa Anda sudah gila ?! Apakah Anda ingin membuat rakyat yang sudah miskin menjadi lebih sengsara ?!”
    “Tetapi keadaan perekonomian kita merupakan prioritas utama, sedangkan masalah rakyat bisa kita pikirkan apabila perekonomian kita sudah membaik !”
    Tiba-tiba, seseorang bertanya pada tuan rumah.
    “Mr. Cardigan, bagaimana menurut pendapat Anda ? Apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang ?”
    Semua peserta pertemuan terdiam, memandang ke arah Mr. Cardigan sebagai tuan rumah.
    Beliau menjawab dengan hati-hati, “Menurut pendapatku, kalau kita mengorbankan rakyat, kita hanya akan makin dibenci oleh rakyat. Cara terbaik sebenarnya dengan membentuk suatu serikat dagang yang bisa melindungi perekonomian kita dari pihak asing. Hanya saja, biaya yang dibutuhkan pastilah tidak sedikit, dan masih ada kemungkinan penolakan dari pengusaha lokal yang merasa diuntungkan dengan kehadiran pihak asing disini.”
    Setelah itu, semuanya mulai membahas pembentukan serikat dagang yang dimaksud.
    Sementara itu, dari balik pintu ruang rapat, seorang anak laki-laki sedang mengintip ke dalam ruangan.
    “Tuan Edward, tidak baik mengintip begitu. Nanti saya dimarahi oleh Tuan besar lagi.”
    Anak laki-laki yang berusia sekitar 7 tahun itu menunduk dengan kesal.
    “Habisnya, sampai kapan ayah terus berada disana ? Aku khan, juga ingin bermain dengan ayah !”
    “Tuan besar lagi membahas masalah yang sangat penting. Setelah selesai, pastilah Tuan besar bersedia bermain dengan Tuan muda. Sekarang, biar bibi yang menemani Tuan muda bermain dulu yah ?”
    Edward mengintip sekali lagi ke dalam ruangan, baru akhirnya pergi bersama bibi pengurusnya.

    Nelson Cardigan, ayah dari Edward Cardigan, adalah seorang anggota konggres yang mempunyai pengaruh cukup kuat dalam pemerintahan. Pendapat-pendapat beliau selalu mendapat perhatian khusus untuk dibahas lebih lanjut. Semua itu dikarenakan beliau pernah membangun sebuah perusahaan dagang yang sangat sukses, bahkan melebihi para pesaingnya yang jauh lebih berpengalaman.
    Tetapi, akibat terlalu sibuk, perhatian Nelson terhadap keluarganya sangat minim. Ia sering tidak mempunyai waktu untuk Edward maupun Steffany, istrinya. Itulah sebabnya mengapa Edward sangat membenci politik dan pemerintahan. Ia selalu beranggapan bahwa semua itulah yang telah merebut ayahnya dari sisinya. Edward kecil lebih sering bermain dengan bibi pengurusnya, dan belakangan ia malah tertarik membaca karya-karya sastra dan drama.

    Pada suatu hari, ketika sedang asyik membaca buku di beranda rumah, tiba-tiba Edward melihat seorang anak laki-laki sedang melihat-lihat rumahnya dari balik pagar.
    “Hey, mengapa kamu melihat-lihat rumahku ? Apakah kamu mempunyai niat buruk ?”
    Mendengar pertanyaan itu, anak laki-laki itu dengan cepat menyanggah, “Te.. tentu tidak ! Jangan sembarangan menuduh !”
    “Kalau begitu, pasti ada alasan lain. Apa itu ?”
    Anak laki-laki itu menunduk dan terdiam. Setelah beberapa lama, ia bertanya perlahan.
    “Apakah kamu anak pemilik rumah ini ?”
    Edward mengangguk, “Tentu saja. Ini rumah ayahku, jadi ini juga rumahku.”
    “Ayah..... Bolehkah aku bertanya, seperti apa ayahmu itu ?”
    Edward memandang anak itu dengan bingung.
    “Kamu tertarik dengan ayahku ? Aneh sekali. Ada apa sebenarnya ?”
    Anak laki-laki itu tidak menjawab, hanya kembali menunduk. Akhirnya Edward berusaha menjelaskan mengenai ayahnya.
    “Ayahku orang yang sangat hebat. Dari yang kudengar, beliau bekerja untuk pemerintah. Banyak orang yang menghormatinya.”
    “Jadi begitu. Lalu, apakah kamu sayang ayahmu ?”
    Giliran Edward yang terdiam sesaat.
    “Me.. mengapa kamu bertanya seperti itu ?! Siapa kamu sebenarnya ?!”
    Anak laki-laki itu malahan melarikan diri.
    “Bah, benar-benar menyebalkan ! Apa yang diinginkannya, sampai bertanya seperti itu ?!”

    Pada suatu malam, Nelson bersiap-siap hendak pergi.
    “Ayah, hendak kemana malam-malam begini ?”
    “Masih ada urusan yang harus ayah kerjakan.”
    “Te.. tetapi, bukankah ayah sudah berjanji untuk bermain denganku ?”
    Nada suara Nelson tiba-tiba meninggi.
    “Edward, bukankah kamu masih bisa main dengan bibi dan mama ?! Jangan ganggu ayah !”
    Setelah berkata demikian, Nelson pergi. Edward merasakan ada sesuatu yang aneh, dan secara diam-diam mengikuti ayahnya. Ia bersembunyi di bagian belakang kereta kuda yang dinaiki ayahnya. Kereta itu melaju di tengah kegelapan malam, dan menuju ke sebuah daerah perumahan kumuh.
    “Aneh, mengapa ayah pergi ke daerah seperti ini ?”, Edward bertanya dalam hatinya.
    Akhirnya kereta itu berhenti di depan sebuah rumah sederhana. Setelah Nelson masuk ke rumah, Edward langsung menuju jendela depan rumah tersebut, lalu mengintip ke dalam. Seorang wanita menyambut Nelson; Wanita yang sangat cantik, dengan rambut berwarna pirang keemasan dan berombak.
    “Bagaimana kabarmu, Jane ? Kuharap kalian baik-baik saja.”
    “Aku senang kamu bisa datang, Nelson. Akhir-akhir ini Chris mulai sering menanyakan mengenai dirimu.”
    Nelson terkejut, “Ka.. kamu tidak mengatakan apa-apa padanya khan ?”
    Jane menunduk, “Aku sudah tidak bisa menutup-nutupinya lagi, Nelson. Aku menjelaskan segalanya kepadanya.”
    “Jane !!”
    “Maafkan aku, Nelson. Tetapi akupun sering memikirkan hal ini. Sampai kapan aku akan berstatus sebagai istri gelapmu ?”
    DEG ! Edward tertegun mendengar semua itu.
    “Jadi... wanita cantik itu... istri gelap ayah ? Ti.. tidak mungkin !”, batinnya seakan hendak menolak kenyataan tersebut.
    Untuk beberapa saat lamanya, baik Nelson maupun Jane hanya terdiam. Akhirnya, dengan perlahan, Nelson berkata, “Aku mengerti. Tentunya kamu tahu, bahwa hanya kamulah satu-satunya wanita yang berarti dalam hidupku. Aku menikah dengan Steffany karena terpaksa. Bersabarlah Jane, suatu hari nanti aku akan menjadikanmu sebagai istri resmiku.”
    Di luar, Edward merasa seakan-akan apa yang dipercayainya selama ini telah hancur. Ayah yang sangat dibanggakannya, hendak mencampakkan dirinya dan ibunya. Baru saja Edward memutuskan untuk mendobrak masuk ke rumah sederhana itu, ketika tiba-tiba dari ruangan dalam muncullah seorang anak laki-laki; Anak yang sama yang pernah ditemui oleh Edward.
    “Chris, bagaimana keadaanmu ?”
    “Baik. Papa, aku sudah mengetahui semuanya dari mama.”
    “..... lalu, apakah kamu akan menolak papa ?”
    Christopher terdiam sejenak.
    “Kurasa, aku masih dapat menerimanya. Aku dan mama akan tetap menunggu sampai papa menyelesaikan semua urusan papa.”
    “Kamu memang anak yang baik.”, Nelson tersenyum dan menepuk bahu Christopher.
    Edward terdiam. Belum pernah sekalipun ayahnya memuji dirinya, selalu bersikap dingin dan tidak pernah memarahi ataupun menyayangi dirinya. Ia tidak sanggup mendengar lebih jauh, dan akhirnya lari menuju jalan besar.
    Edward berjalan tanpa tujuan, dan tanpa disadari olehnya, air matanya mengalir. Ia sudah tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya.

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Bagian pertama dari Sub Story kedua, mengenai Edward Cardigan.

  16. #15
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    II. Keputusan akan Masa Depan
    Ketika tersadar, Edward melihat bahwa dirinya sudah dikepung oleh anak-anak anggota geng yang sangat ditakuti di kota itu.
    “Berani sekali kamu datang ke daerah kekuasaan kami. Kamu ini sok jagoan ya ?”
    “Ti.. tidak. Aku tidak tahu ini daerah kalian. Ma.. maafkan aku, aku akan balik ke jalan tadi.”
    “Maaf ? Kamu pikir kami ini siapa, hah ?! Apa kamu pikir, kami akan membiarkanmu pergi begitu saja ?! Ok, kamu boleh pergi, asal menyerahkan uang keamanan kepada kami.”
    Edward memandang mereka dengan bingung, “U.. uang keamanan ? Te.. tetapi, untuk apa ? Selain itu, aku tidak punya uang...”
    “Uang keamanan, untuk keamanan dirimu sendiri ! Tetapi, kalau kamu tidak punya uang, asalkan ada barang yang bisa dijual, boleh juga.”
    “Tetapi aku tidak membawa apapun juga.”
    Wajah anak-anak itu semakin menyeramkan.
    “Hey, kami sudah cukup bersabar terhadapmu ! Kalau kau tidak punya apa-apa, serahkanlah baju yang kamu pakai ! Kelihatannya cukup mahal kalau dijual.”
    “Ti.. tidak mungkin ! Apakah aku harus pulang dengan telanjang ?!”
    “Itu urusanmu. Sekarang, cepat lepaskan bajumu, atau kami tidak menjamin keselamatanmu, anak kecil !”
    Edward sadar, bahwa bagaimanapun, ia tetap harus menghadapi mereka.
    “Tidak ! Kalau kalian memang menginginkannya, cobalah rebut dariku !”
    “Rupanya kamu memang ingin dihajar. Baiklah, serang dia !”
    Mendengar komando itu, semua anggota geng yang mengepung Edward menyerangnya secara bersamaan. Edward langsung mengambil sebuah tutup tong sampah yang ada di dekatnya, dan berusaha bertahan. Tentu saja, dengan jumlah yang lebih banyak, mereka berhasil menghajar Edward habis-habisan. Setelah Edward babak belur dan sudah tidak sanggup berdiri lagi, pimpinan mereka mendekat, lalu melepaskan baju yang dipakai oleh Edward.
    “Hey, dengar. Di dunia ini, hanya yang kuat yang dapat bertahan ! Yang lemah hanya akan menjadi mangsa dari yang kuat ! Kalau tidak mau menjadi orang yang kalah, kita harus menjadi kuat. Aku paling benci dengan orang-orang kaya seperti kalian, yang selalu mendapatkan apa yang kalian inginkan ! Ingatlah, kalau kamu berani lagi muncul dihadapan kami, jangan harap kamu bisa pulang dengan selamat !”
    Setelah berkata demikian, anak itu menendang Edward tepat di wajahnya, lalu pergi dengan diikuti semua anak buahnya.
    Untuk beberapa saat lamanya, Edward terdiam menahan sakit. Bukan hanya tubuhnya yang babak belur, tetapi juga ia ditelanjangi. Pada saat itu, ada suatu perubahan mendasar dalam diri Edward; Ia tidak ingin menjadi pihak yang kalah, pihak yang dipermalukan ataupun disingkirkan. Ia harus berubah, itulah tekad yang timbul di dalam hatinya.
    “Di dunia ini hanya yang kuat yang dapat bertahan... memang benar. Cardigan; Nama itu sudah tidak mempunyai arti apa-apa bagiku ! Ayah, lihatlah. Aku tidak akan membiarkan ayah membuangku dan ibu begitu saja. Akan kubuktikan, bahwa aku juga bisa melakukan sesuatu, dan pada saat itulah, aku akan menghancurkanmu, ayah !”

    Pada malam yang sangat dingin itu, Edward pulang ke rumah dengan bertelanjang dada. Tetapi dinginnya malam tidak dapat mengalahkan hatinya yang telah membeku. Seluruh pelayan terkejut melihat keadaan Edward, tetapi ia tidak mengatakan apapun. Ia hanya mengurung diri di kamar setelah merawat sendiri semua luka-lukanya.

    1 tahun kemudian
    Sudah setahun setelah kejadian itu. Edward kini lebih sering mengurung diri di dalam kamar, dan membaca buku-buku yang berhubungan dengan sastra dan drama, tetapi selain itu juga buku-buku mengenai politik. Kadangkala Edward memberi masukkan kepada ayahnya ketika menghadapi masalah yang sulit, sehingga lambat laun ayahnya mulai mengakui keberadaan dirinya.
    Pada suatu hari, ketika sedang istirahat, Nelson bertanya pada Edward.
    “Edward, apakah kamu ingin menjadi penerus ayah ?”
    Edward terdiam sejenak sebelum bertanya balik.
    “Mengapa ayah menanyakan hal itu ?”
    “Kamu dapat diandalkan di dalam memecahkan masalah-masalah politik. Dan sepertinya anggota partaiku sudah mulai mempercayaimu. Jadi, bagaimana menurutmu, Edward ?”
    Edward hanya tersenyum.
    “Sayangnya, aku sudah memutuskan ke arah mana bidang pekerjaanku nanti.”
    “Lalu, apakah itu ?”
    “Sastra dan drama.”
    “Edward, bidang sastra dan drama tidak akan memberikan keuntungan apapun bagi dirimu ! Apakah kamu tidak berniat untuk mengubah keputusanmu itu ?”
    “Aku tidak tahu. Mungkin keputusanku itu masih dapat berubah, tetapi semuanya bergantung kepada ayah.”
    “Maksudmu ?”
    “Kalau ayah dapat menunjukkan ayah berhasil lebih dari sekadar menjadi seorang panutan saja, mungkin aku akan mengubah keputusanku.”
    Nelson terkejut, “Edward, ma.. maksudmu...”
    Dengan dingin, Edward memberikan jawaban.
    “Tunjukkanlah padaku, bahwa ayah mampu merebut jabatan pimpinan parlemen !”
    Sebuah tantangan telah diberikan Edward kepada Nelson.
    Apakah Nelson akan menerima tantangan tersebut ?
    Apakah jabatan dan kekuasaan jauh lebih penting daripada apapun juga ?


    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Edward Cardigan, mungkin baginya org yg plg membuatnya dendam adalah ayahnya sendiri...

Page 1 of 2 12 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •