Results 1 to 3 of 3
http://idgs.in/278667
  1. #1
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default PDI-P Masuk Koalisi, Demokrat Bahas dalam Rakornas

    JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana merapatnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P ke partai penguasa memang bukan sekadar isu. Buktinya, hal tersebut telah lama dibicarakan dalam rapat-rapat DPP Partai Demokrat. Hal ini disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat Djafar Hafsah kepada para wartawan, Selasa (23/3/2010) di Jakarta. "Nanti juga akan dibicarakan di rakornas," ujarnya.

    Rakornas Partai Demokrat akan berlangsung pada akhir Mei 2010 di Bandung. Merangkul PDI-P, partai besar yang telah beroposisi selama lebih dari setengah dasawarsa ini tentunya bukanlah tanpa risiko. Berkaca pada pengalaman Partai Demokrat berkoalisi dengan Partai Golkar, tentunya ada peluang bagi "Partai Moncong Putih" tersebut untuk membelot setelah resmi bergabung.

    Djafar mengatakan, Partai Demokrat menyadari hal ini dan telah membahasnya. Kendati demikian, partai pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut akan menekankan soal komitmen kepada PDI-P seandainya partai itu resmi bergabung. "Dalam koalisi, yang penting adalah komitmen," ujarnya singkat.

    Selama berinteraksi dengan PDI-P di Parlemen, Partai Demokrat menurutnya lebih merasa nyaman dengan partai senior tersebut karena memang sejak awal telah mengambil posisi sebagai oposisi. Hingga saat ini, PDI-P belum pernah secara resmi mengatakan akan bergabung dengan Partai Demokrat. Hal ini akan dibahas pada Rakernas PDI-P yang digelar pada April mendatang di Bali.

    http://nasional.kompas.com/read/2010...dalam.Rakornas.



    Selasa, 23 Maret 2010 | 03:09 WIB

    Jakarta, Kompas - Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Daerah Istimewa Yogyakarta berharap, ketua umum terpilih dan pengurus hasil kongres Bali tidak pragmatis menghadapi pilihan untuk tetap menjadi oposisi atau menjadi mitra koalisi dengan Partai Demokrat. Namun, pilihan tetap diserahkan sepenuhnya kepada pengurus terpilih.

    ”Namanya politik, hari ini A, besok bisa B, bisa C, dan lainnya. Perkembangannya sangat dinamis sekali. Karena itu, soal koalisi atau oposisi, kami serahkan kepada ketua umum terpilih,” ujar Idham Samawi, Ketua DPD PDI-P DIY sekaligus Bupati Bantul, Senin (22/3) di Yogyakarta.

    Sampai sekarang, suara di akar rumput di DIY terbelah antara tetap menjadi oposisi dan menjadi mitra koalisi Partai Demokrat. DPD PDI-P DIY tidak mau gegabah mengambil keputusan terkait dua pilihan yang mengemuka itu.

    Idham berpendapat, pilihan berkoalisi dengan Partai Demokrat atau oposisi tidak perlu jadi keputusan kongres karena dapat menjerat partai sehingga tidak bisa lincah bergerak sesuai dengan dinamika politik. Pilihan itu cukup menjadi keputusan ketua umum atau DPP.

    Menurut Idham, apa pun keputusan yang diambil DPP jangan sampai karena alasan pragmatis, seperti tawaran uang, jabatan, atau konsensi lain yang sifatnya sesaat dan merugikan partai. Keputusan haruslah menguntungkan partai, tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka panjang. ”Akan lebih baik jika kongres lebih berkonsentrasi pada pembesaran partai untuk pemenangan Pemilu 2014,” katanya.

    Idham mengatakan, pihaknya mewanti-wanti munculnya kemungkinan pragmatisme politik di kongres Bali. Untuk itu, pihaknya akan mengawasi secara ketat 18 utusan dari DIY dalam kongres Bali agar tidak terjebak dan larut dalam kepentingan sesaat itu.

    Terkait calon ketua umum, Idham menegaskan, PDI-P DIY dalam konferensi daerah sudah bulat memutuskan kembali mengusung Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umum. ”Tidak ada nama lain selain Bu Mega. Sejak rapat tingkat PAC, sudah final memilih beliau,” katanya.

    Ketua DPP PDI-P Maruarar Sirait, Minggu di Jakarta, mengatakan, dari berita acara konferensi daerah di sejumlah daerah, hampir pasti Megawati akan kembali memimpin PDI-P. ” Tanpa beliau, PDI-P mungkin sudah dilikuidasi,” katanya.

    http://cetak.kompas.com/read/xml/201...dak..pragmatis
    Kira2 bagaimana yah kalau pdip masuk koalisi? Dan bagaimana dengan perkembangan pemerintahan kedepanny nanti?
    Last edited by Sterling; 23-03-10 at 21:31.

  2. Hot Ad
  3. #2
    ekspresi's Avatar
    Join Date
    Nov 2006
    Location
    Jakarta - Lampung - Jogja - Kediri
    Posts
    2,178
    Points
    3,169.30
    Thanks: 5 / 3

    Default

    pemikiran yang brilian...dalam koalisi memang harus ada 1 partai bebasis massa.

    koalisi pemerintah yg hampir kehilangan PKS dengan basis massa yang pasti tentunya akan mencari alternatif partai massa laennya...dan tentunya PDI adalah satu" nya pilihan tersebut.

  4. #3
    Sterling's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Jakarta
    Posts
    22,501
    Points
    2.48
    Thanks: 63 / 822 / 597

    Default

    yang berbasis masa selain pdip dan pks?

    koalisi dengan golkar dan pks saya dengar lagi goyang, jadi demokrat mencari koalisi lain. ~.~


    Mengkaji Langkah Politik PDI-P

    Rabu, 24 Maret 2010 | 04:23 WIB

    Ikrar Nusa Bhakti

    Silang pendapat antara Ketua Dewan Pertimbangan Pusat DPP PDI-P Taufiq Kiemas dan Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri soal apakah akan berkoalisi atau beroposisi terhadap pemerintah merupakan fenomena politik yang menarik untuk dikaji.

    Taufiq Kiemas, yang adalah juga suami Megawati Soekarnoputri, telah lama mewacanakan pandangan kubu pragmatis di dalam PDI-P yang menginginkan agar PDI-P berkoalisi dengan Partai Demokrat di dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Kubu pragmatis tampaknya sudah amat lelah menjadi oposan dan merasa tidak ada manfaatnya. Selain itu, jika selalu beroposisi, dalam pandangan kubu ini, akan sulit bagi partai untuk mendapatkan penyandang dana untuk pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden.

    Sebaliknya, sang istri, Megawati Soekarnoputri, dapat dikatakan sebagai busur dari kubu ideologis yang tetap bersikukuh pada amanat Kongres Nasional II PDI-P 2005 agar partai bersikap mengkritisi pemerintah. Langkah-langkah politik PDI-P bukan sebagai oposan yang membabi buta, melainkan penyeimbang politik yang loyal yang suatu saat bersikap kritis terhadap pemerintah, tetapi pada saat lain dapat saja mendukung kebijakan pemerintah jika itu baik bagi bangsa dan negara.

    Kubu ini berupaya mempertahankan visi dan platform partai untuk melaksanakan Pancasila (lebih khusus lagi Pancasila yang dipidatokan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945) dengan menegakkan Trisakti, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

    Salah satu hal menarik dari silang pendapat itu, dua pimpinan PDI-P itu berstatus suami-istri. Keduanya juga merasa menyuarakan suara arus bawah atau akar rumput (grass root). Pertanyaannya, mengapa urusan partai menjadi urusan keluarga dan seolah dalam satu atap rumah berdiam dua orang yang memiliki visi berbeda mengenai masa depan partai. Mengapa pula persoalan itu tidak dapat diselesaikan di meja makan atau kamar tidur, diskusi serius dalam suasana santai dan romantis.

    Hal menarik lainnya, jika kita membaca pesan singkat yang beredar menjelang Kongres Nasional III PDI-P di Inna Sanur Beach Hotel, Bali, 6-9 April mendatang, politik di PDI-P juga bagian dari kericuhan politik keluarga, Taufiq didukung Puan Maharani, sedangkan Megawati didukung oleh putranya, Prananda Prabowo, yang mulai tampak aktif di dalam partai dan diperkenalkan oleh Mega kepada jajaran partai sebagai calon penerusnya. Dari segi wajah, Prananda mirip sekali dengan Soekarno muda, dari segi sikap, ia adalah pendukung setia Mega dan ideologi partai. Pembawaannya juga tenang. Prananda pula yang sering menjadi pelindung ibunya.

    Biduk yang sedang limbung?

    Menjelang Kongres Nasional III ini tampak jelas betapa PDI-P bagaikan biduk yang sedang limbung. PDI-P tampaknya harus memilih, meminjam istilah kawan penulis dosen di Universitas Gadjah Mada, Cornelis Lay, tiga orientasi kepartaian: pertama, partai sebagai mesin politik pengumpul suara (electoral machine) di mana partai berfungsi sepenuhnya sebagai pemburu suara (voter seeker); kedua, partai sebagai sarana pencapaian kekuasaan dan jabatan (power seeking atau office seeking) atau kendaraan bagi perebutan jabatan politik dan jabatan publik; ketiga, partai sebagai sarana pencapaian cita-cita ideologis (partai ideologis) yang dicapai melalui kontrol atas kekuasaan politik dan memberi pengaruh atas kebijakan negara (policy seeking).

    Tiga orientasi partai itu tidak harus didikotomikan satu dengan lainnya. Namun, PDI-P harus memilih apakah dalam mengedepankan orientasi pertama itu harus dilalui melalui opsi orientasi politik yang kedua atau opsi ketiga.

    Pilihan atas orientasi partai tersebut tentunya mengandung konsekuensi politik tersendiri. Jika memenangkan hati dan dukungan rakyat pada Pemilu 2014 menjadi sasaran politik PDI-P, tak ada pilihan lain selain PDI-P harus tetap menjalankan amanat Kongres Nasional II PDI-P, yakni partai sebagai penyeimbang pemerintah atau policy seeking. Ini menjadi pilihan terbaik bukan saja agar PDI-P dapat mempertahankan atau bahkan menambah dukungan dari konstituen partai yang amat ideologis dan emosional, melainkan juga untuk mempertahankan citra bahwa PDI-P konsisten menjalankan amanat kongres dan perjuangan partai.

    Mempertahankan citra partai juga dapat memperbaiki citra sistem politik, sistem perwakilan politik dan demokrasi Indonesia yang sedang tumbuh. Menjadi oposisi bukanlah suatu yang hina, melainkan juga bermartabat, apalagi jika PDI-P tetap konsisten menjalankan fungsinya untuk sementara waktu sampai 2014 sebagai penyeimbang pemerintah yang loyal, profesional, dan proporsional.

    Jika pilihan jatuh pada opsi kedua, yaitu lebih memilih mencari jabatan politik dan jabatan publik, rakyat atau konstituen partai akan bertanya, buat apa ada pemilu legislatif jika pada akhirnya perbedaan atas ideologi dan program partai itu melebur di dalam kekuasaan. Pemilu itu pada dasarnya bukan saja memilih orang yang akan duduk di lembaga legislatif atau eksekutif, melainkan juga memilih program yang ditawarkan oleh partai-partai politik.

    Pilihan pada opsi kedua akan menyebabkan demokrasi Indonesia tiada bermakna karena tidak ada partai yang mau menjadi penyeimbang terhadap pemerintah. Kita menganut sistem demokrasi yang membutuhkan checks and balances antara eksekutif dan legislatif. Kita tidak menganut gagasan kekuasaan dalam kebudayaan Jawa yang menekankan bahwa kekuasaan itu bulat dan tidak terbagi-bagi.

    Menilik hasil berbagai Konferensi Daerah PDI-P, tampaknya Megawati Soekarnoputri akan tetap terpilih menjadi ketua umum partai pada Kongres Nasional III mendatang. Ini berarti kubu ideologis akan tetap menentukan ke mana arah politik PDI-P. Pertarungan berikutnya ialah bagaimana kedua kubu itu, pragmatis dan ideologis, bertarung untuk menaruh orang-orangnya pada posisi ketua-ketua dan sekretaris jenderal (sekjen)/wakil sekjen DPP PDI-P. Ceteris paribus, Megawati akan mampu mengendalikan biduk partai agar tidak limbung dan mereka yang ingin melakukan politik divide et impera di dalam PDI-P atau antara PDI-P dan kelompok koalisi pembangkang (Partai Golkar, PKS, dan PPP) akan gigit jari.

    http://cetak.kompas.com/read/xml/201....politik.pdi-p
    Last edited by Sterling; 25-03-10 at 00:09.

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •