Results 1 to 2 of 2
http://idgs.in/29148
  1. #1
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default Pilkada DKI tanpa Calon Independen, Bencana Demokrasi

    Pilkada DKI tanpa Calon Independen, Bencana Demokrasi

    Koran Sindo

    Oleh Wimar Witoelar

    Gagalnya mengizinkan calon independen merupakan bencana bagi Pilkada DKI dilihat dari perkembangan demokrasi. Secara lebih luas, ia juga menandakan beratnya jalan ke arah demokrasi selama elite politik masih berpikir defensif. Politik DKI belum digunakan untuk menampung keinginan Orang Biasa. Partai menjadi oligarki untuk mempertahankan kekuasaan. Secara lebih skeptis bisa dikatakan reformasi akan mandek, karena hasil korupsi pemegang kekuasaan akan dilindungi terus oleh elite politik.

    Pergantian pimpinan membuka harapan
    Bila pemegang kekuasaan di suatu Daerah Tingkat 1 digantikan oleh yang baru, bisa ada harapan Gubernur baru melakukan gerakan pembersihan pada awal masa jabatannya. Sebaliknya, bila Pilkada menghasilkan Gubernur yang satu kubu dengan Gubernur lama, dengan sendirinya korupsi akan dibiarkan. Seorang penguasa baru dari kubu incumbent tidak berkepentingan melakukan pembersihan. Mana bisa, karena yang harus dibersihkan itu justru senior yang mensponsor kemenangan menjadi Gubernur baru.

    Semangat mencari calon ketiga
    Pilkada DKI sempat dihangatkan ketika beredar pikiran bahwa perlu ada calon ketiga, ketika tahap pencalonan kelihatan akan mandek pada dua calon. Berbagai lembaga survei mengumumkan temuan bahwa lebih dari 70 persen pemilih menginginkan ada calon ketiga. Tidak dilaporkan lebih lanjut mengapa banyak keinginan ini. Tapi sangat jelas salah satu sebabnya adalah bahwa kedua calon yang mapan itu tidak menarik untuk dipilih rakyat. Mengapa tidak?

    Dua calon yang kurang menimbulkan gairah
    Cagub Fauzi Bowo adalah Wakil Gubernur incumbent yang didukung oleh Gubernur Sutiyoso. Kalau calon ini nampak kuat, ini adalah karena dari awal pemerintahan DKI dipakai sebagai mesin kampanye. Semua yang memerlukan dukungan Gubernur digiring untuk mendukung Fauzi Bowo. Ini berlaku baik bagi perusahaan dagang, yang diminta diam-diam untuk menyumbang dana kampanye, sampai kepada stasion televisi yang tidak berani berbeda pendapat sama sekali dengan Gubernur dan Wakil Gubernur. Kasus penggunaan dana APBD untuk poster dan iklan kampanye Gubernur hanya puncak gunung es berupa penyelewengan fasilitas pemerintah daerah untuk kampanye politik.

    Fauzi Bowo adalah orang yang berpendidikan tinggi dan berpengalaman lama, sayang kapabilitas itu tidak dipakai. Keahlian yang dipakai bukan dalam pemerintah kota tapi justru dalam pemanfaatan birokrasi dan uang. Pakar pemerintahan daerah dan komunikasi direkrut menjadi penasehat dan pelindung kampanye terselubung. Aneh sekali kalau Fausi Bowo tidak menang. Suasana DKI dibawah Sutiyoso mirip dengan suasana Indonesia dibawah Orde Baru. Tidak ada pilihan masyarakat diluar yang diinginkan regime berkuasa. Kita bisa mengatakan itu karena asumsi kita masyarakat sebagian besar tergantung pada kekuasaan Gubernur.

    Muncul calon kedua, Adang Daradjatun, yang sebetulnya memberikan angin segar, karena ia dan pendukungnya termasuk sedikit orang yang tidak tergantung dan tidak takut pada kekuasaan Gubernur sekarang. Apalagi Adang Daradjatun bersikap terbuka dan responsif, rajin tampil dimuka umum bahkan di acara televisi kritis dimana Fauzi Bowo tidak berani muncul. Tetapi orang yang skeptis mempertanyakan, mengapa dia begitu percaya diri, tidak tergantung pada fasilitas siapapun. Beredarlah cerita bahwa calon ini telah mengumpulkan uang banyak dan menyumbangkan uang dalam jumlah puluhan Milyar kepada partai yang dipilihnya sebagai pendukung. Susah juga diperoleh keterangan yang pasti, sebab menanyakan hal begitu dianggap tidak sopan dan mengeluarkan sinyalemen akan langsung diblokir oleh tantangan untuk mengeluarkan bukti. Lagipula Adang menggunakan cara kampanye yang santun dan menunjukkan penghormatan pada publik. Untuk sementara, fokus lebih ditujukan pada Fauzi Bowo dan Sutiyoso yang jelas melanggar etika komuinikasi publik dengan berbagai taktik mulai dari menyelundupkan orang kedalam acara sosialisasi Pilkada, menyewa pakar dengan ilmu yang menyesatkan, dan menghindari semua kesempatan untuk tampil dengan idenya. Orang banyak yang tahu Fauzi Bowo dari wajahnya dan kumisnya yang khas, dan juga tahu ia rajin datang ke acara massal dan membagikan hadiah. Tapi tidak ada yang tahu apa programnya kalau jadi Gubernur. Anak buahnya pernah mengatakan Fauzi akan melanjutkan kebijaksanaan Sutuyoso. Itu tidak mendapat sambutan hangat karena kebijaksanaan sekarang justru menghasilkan penderitaan. Tapi kalau Fauzi mau bilang bahwa ia akan melakukan perombakan, tidak berani juga. Soalnya, Sutiyoso tidak merasa ada yang salah. Ia selalu menekankan bahwa hanya dia yang tahu cara memerintah DKI. Menghadapi bonek, harus dengan cara yang sama keras, merupakan parafrase dari ucapan kegemarannya.

    Pemilih mulai malas
    Pemilih mulai malas. Fauzi Bowo pasti akan jadi calon, dan calon lawannya pasti Adang Daradjatun. Orang belum cukup lama mengenal Adang. Dari mana uangnya yang banyak itu? Apa dia korupsi selama menjadi orang kedua di Kepolisian RI? Katanya uangnya dari istrinya yang menjadi penguasa. Menimbulkan pertanyaan juga. Usaha apa? Apakah suksesnya karena dia istri pejabat tinggi kepolisian? Walaupun tidak ditanyakan secara terbuka, pertanyaan tetap beredar. Harusnya ada yang menasehati Adang Daradjatun agar secara sukarela membeberkan kondisi keuangannya dan hubungannya dengan keuangan PKS. Dengan demikian isu itu bisa hilang dari Pilkada. Tapi kalaupun hilang isu itu, ada isu yang lain, yaitu masalah ideologi partai dan ideologi pribadi. Sebagai polisi, Adang harus bersikap sekuler memisahkan negara dan agama. Moralitas pribadi harus diserahkan pada masing-masing individu. Negara hanya masuk dimana jelas ada rumus hukum. PKS mempunyai ideologi yang bertolak belakang. Justru kader mereka memandang dirinya sebagai pejuang partai bersih yang ingin menegakkan moralitas masyarakat melalui moralitas pribadi. PKS tidak mau memisahkan soal agama dengan soal negara. Pribadi, negara, agama harus disatukan menurut konsep mereka. Kalau mereka tidak melakukan itu, maka sifatnya adalah kompromi. Jadi kalau PKS menyetujui Adang Daradjatun dalam ucapan terkenalnya bahwa ia tidak akan melarang kehidupan malam yang tidak halal, maka pasti persetujuan PKS itu taktis, sementara dan tidak tulus. Ada kerawanan dalam hubungan Adang Daradjatun dengan PKS, dan sayang sekali kalau DKI harus menghadapi masalah semacam itu disamping masalah banjir, orang miskin, kemacetan lalu lintas, hak atas tanah dan kaki lima.

    Deadlock
    Diantara dua calon itu, pemilih DKI menghadapi deadlock. Kedua kontestan akan main defensif, tidak akan ada yang maju ndengan pemikiran bartu untuk perbaikan kota. Hanya menunggu lawannya ambil langkah Karena itu rakyat DKI perlu calon ketiga, Tapi PAN dan PKB dan partai kecil melepaskan kesempatan menjadi penyelamat, dan sekarang satu-satunya harapan adalah calon independen. Mahkamah Konstitusi tidak menyambut sejarah, tidak mdembuka kesempatan untuk mendukung adanya calon independen. Jadi orang sudah tidak tahu lagi apa yang bisa dilakukan secara aktif. Secara pasif, orang bisa menyatakan kekecewaannya dengan tidak memilih. Tapi itu bukan solusi yang membangun demokrasi. Bagaimanapun, calon independen harus diperjuangkan. Menang atau kalah, itu bukan soal. Jangan biarkan dua calon ini bersaing tanpa partisipasi pemilih. Dan jangan biarkan partai politik mencuri hasil reformasi 1998 dan menggantinya dengan kekuasan baru oligarki politik.

  2. Hot Ad
  3. #2
    Trademaks's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Indonesia
    Posts
    1,946
    Points
    3,106.70
    Thanks: 3 / 3 / 3

    Default

    Jika dibandingkan dengan Pilkada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Pilkada Jakarta masih kurang demokratis, karena hak-hak politik warga Jakarta masih kurang terakomodasi.

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •