oW... akhirnya selesai jg disini :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Matahari sudah terbenam, ketika tiba-tiba Rigel mengajak Rivanne pergi ke Ashton Park.
“Apakah kakak masih ingat, ketika kecil kakak sering mengajakku jalan-jalan disana ?”
Rivanne mengangguk.
“Kamu gembira sekali setiap aku mengajakmu jalan-jalan di Ashton Park. Terus, kamu juga senang berlama-lama berdiri menatap jam besar yang terletak di tengah-tengah taman.”
Mereka bersama-sama berjalan menuju jam besar yang terletak di taman itu. Ketika sampai, jam tepat berdentang tujuh kali, dan Rivanne terkejut melihat Thoran dan Wilfred sedang berdiri di bawah jam tersebut.
“Thoran, Wilfred, mengapa kalian...”, Rivanne menghentikan pertanyaannya sendiri, lalu memandang ke arah Rigel, “Rigel, apa lagi yang kau rencanakan sekarang ?!”
Rigel mengangkat bahu sambil tersenyum.
“Tidak ada. Hanya saja, di depan jam inilah tempat pertarungan terakhir antara aku dengan Thoran !”
“A.. APA ?! Kamu...”
Rigel segera memotong kata-kata Rivanne, “Kak Rivanne, minggirlah ! Pertarungan kami akan segera dimulai !”
Dengan anggukannya, Thoran meminta Wilfred untuk segera membawa Rivanne menjauh.
“Wilfred, apa yang kamu lakukan ? Mungkin saja salah seorang diantara mereka bisa mati hari ini, dan kamu akan membiarkan hal itu terjadi ?”
“Aku tahu, tetapi kita sudah tidak mungkin dapat menghentikan mereka. Apa kamu masih tidak menyadarinya, Rivanne ?”
Rivanne memandang kepada Rigel, lalu mengalihkan pandangannya ke Thoran. Keduanya telah siap untuk mempertaruhkan nyawa mereka di dalam pertarungan ini. Akhirnya Rivanne menyerah
“Aku tahu, bagaimanapun juga hal ini tidak dapat dihindari. Tetapi, tetap saja aku merasa...”, Rivanne sengaja membiarkan kalimatnya tidak terselesaikan.
Sementara itu, kedua orang yang hendak bertarung itu saling menatap tajam lawannya. Dengan cepat Thoran mencabut pistolnya, tetapi tenaga yang dilepaskan Rigel membuatnya terpental dan pistol itu terlepas dari tangannya.
“Kamu masih kalah cepat dariku, Thoran !”
“Sial !”
Thoran mengira-ngira jarak tempatnya berada dengan tempat pistol itu; Cukup jauh, sekitar 4 meter. Thoran segera bergerak untuk mengambil pistol itu, tetapi baru saja ia melangkah, serangan Rigel membuatnya kembali terpental, dan jaraknya dengan pistol itu semakin jauh.
“Kalau terus seperti ini, aku bisa kalah telak ! Terkena serangannya dua kali berturut-turut, luka lamaku sudah mulai terbuka. Aku harus dapat mengalihkan perhatiannya, lalu mengambil pistol tersebut. Tetapi, apa yang dapat kulakukan ?”
“Apa kamu sudah menyerah, Thoran ? Ini baru permulaan, pertarungan kita masih panjang.”
Diam-diam Thoran mengeluarkan pisau lipatnya, lalu berlari ke arah Rigel. Ketika Rigel menyerangnya, ia segera melemparkan pisaunya. Akibat serangan mendadak yang tidak diantisipasi oleh Rigel tersebut, lengan kiri Rigel terluka, bahkan Thoran sudah memperhitungkan ia akan terpental ke arah tempat pistol itu berada. Sambil mengarahkan pistolnya kepada Rigel, Thoran berkata, “Lukaku memang cukup parah, tapi saat ini, akulah yang sedang memegang pistol yang terarah kepadamu, Rigel ! Kita sudahi saja pertarungan ini, dan akulah pemenangnya !”
“Menyudahi pertarungan ? Jangan bercanda ! Oh ya, aku lupa mengatakannya padamu. Pertarungan kali ini hanya akan berhenti, apabila salah seorang dari kita sudah mati ! Jadi, selama aku masih bernafas, jangan harap pertarungan ini selesai !”
Rigel kembali melepaskan tenaganya ke arah Thoran, sementara Thoran masih ragu untuk menembak Rigel, yang mengakibatkannya kembali terpental dan pistolnya kembali terlepas dari tangannya. Serangan Rigel kali ini benar-benar dahsyat, sehingga ketika Thoran hendak bangkit, ia muntah darah dan kembali terjatuh.
“Thoran !”, baik Rivanne maupun Wilfred segera berlari ke arahnya.
Di sisi lain, darah segar juga keluar dari mulut Rigel.
“Ugh ! Tubuhku terasa dicabik-cabik. Apakah ini akibat aku terlalu berlebihan memakai kekuatanku ? Tetapi, aku harus tetap bertahan sampai ada kepastian menang atau kalah.”
“ARGH !”, sambil menahan sakit, Thoran berusaha berdiri lagi.
“Thoran, jangan paksakan dirimu. Tubuhmu sudah terluka cukup parah, istirahatlah dahulu.”
“Tidak ! Pertarunganku dengan Rigel masih belum selesai, dan aku masih sanggup untuk menghadapinya.”
Wilfred, yang dari tadi memperhatikan sekeliling mereka, menepuk bahu Thoran sambil berkata, “Tenanglah. Rigel juga sepertinya hendak menghentikan pertarungan dahulu.”
Baik Thoran maupun Rivanne menengok ke arah Rigel. Agak jauh dari mereka, Rigel jatuh berlutut, tangan kanan menopang tubuhnya sementara tangan kiri menutup mulutnya yang terus mengeluarkan darah. Melihat keadaan Rigel, Rivanne terkejut.
“Rigel, kamu.. apakah kamu terluka parah ? Bukankah pisau Thoran hanya melukai lenganmu saja ?”
“Kak Rivanne, kakak tidak perlu mencemaskan keadaanku. Lebih baik kakak memperhatikan keadaan Thoran, sebab saat ini ia membutuhkan perhatian dari kakak.”
“Dasar bodoh !”, Rivanne yang sudah berada di dekat Rigel, menampar pipi Rigel cukup keras, “Sejak awal aku sudah tidak setuju terhadap pertarungan ini. Thoran adalah orang yang kusukai, tetapi kamu adalah adik yang paling kusayangi; Aku tidak ingin melihat siapapun di antara kalian berdua terluka, apalagi sampai mati ! Apakah kamu masih meragukan perasaanku terhadapmu, Rigel ?”
Rigel terdiam. Pada saat itu, tamparan dari Rivanne terasa jauh lebih menyakitkan daripada luka-luka yang dideritanya; Baik luka akibat lemparan pisau Thoran maupun luka dalamnya. Akhirnya Rigel kembali bangkit berdiri, lalu memandang Rivanne.
“Aku mengerti, Kak Rivanne; Aku sangat mengerti. Tetapi pertarungan ini tidak bisa dihentikan oleh siapapun, kakak tentunya juga mengerti akan hal itu. Satu hal yang ingin kukatakan kepada kakak : Aku bertarung dengan Thoran, bukan karena aku sangat membencinya, ataupun karena aku seorang yang maniak pertarungan. Semua ini kulakukan, semata-mata demi masa depan Kak Rivanne.”
Setelah berkata demikian, Rigel berjalan ke arah Thoran.
“Ri.. Rigel, tunggu ! Kamu mengatakan kamu sudah mengerti, tetapi mengapa kamu masih terus melanjutkan pertarungan ini ? Apa tujuanmu sebenarnya ?”
Rigel memandang Thoran dengan tajam.
“Thoran, apakah kamu masih sanggup bertarung dengan kondisi seperti itu ?”
“Saat ini, kurasa kondisi kita tidak berbeda jauh. Aku memang tidak tahu, mengapa kamu bisa sampai luka parah seperti itu, tetapi aku sudah berjanji akan melindungi Rivanne, apapun yang terjadi !”
Pada percobaan ketiga, akhirnya Thoran dapat bangkit berdiri, walaupun berdirinya masih agak goyah. Melihat kedua orang itu akan melanjutkan pertarungan, Wilfred segera menyingkir.
Dimulai dari serangan Rigel, Thoran menghindar sambil berusaha mengambil pistolnya lagi.
“Kecepatan gerak reflekmu sudah lebih baik, tetapi masih tidak sebanding dengan kecepatan Metzig.”
Kali ini giliran Rigel yang menghindar, ketika Thoran melepaskan tembakan ke arahnya, tanpa ragu lagi. Melihat itu, Rivanne terkejut.
“Thoran, kamu.. kamu benar-benar menembak.. Rigel ?! Apakah kamu benar-benar berniat saling bunuh dengan Rigel ?!”
Wilfred menahan Rivanne yang hendak berlari ke medan pertarungan.
“Jangan bodoh, Rivanne ! Dari awal sudah kukatakan, dan diulang kembali oleh Rigel, bahwa tidak ada seorang-pun, kuulangi, tidak seorang-pun yang dapat menghentikan semua ini ! Kalau kamu mendatangi mereka, pasti salah seorang dari mereka benar-benar akan mati, entah Rigel ataupun Thoran, akibat menolongmu ! Apakah itu keinginanmu ?!”
Rivanne menggelengkan kepalanya, tetapi perasaannya tetap kacau. Air mata mengalir di pipinya, terus tak henti-hentinya.
Sementara Rigel dan Thoran saling menyerang dan menghindar. Sekali-sekali mereka berhenti, akibat luka-luka di tubuh mereka, yang semakin parah. Hingga suatu saat, ketika Rigel hendak menyerang Thoran, tetapi tiba-tiba kepalanya terasa berkabut. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Thoran, yang segera menembak tepat di perutnya. Suatu jeritan keras menggema di seluruh penjuru taman yang sunyi, dan pada saat itu, jam besar yang terletak di tengah taman berdentang tujuh kali, lalu berhenti sejenak sebelum berdentang sekali lagi, yang menunjukkan waktu sudah berlalu setengah jam dari Pk 07:00. Rigel terbaring dengan memegang perutnya, lalu sambil menahan sakit, ia berusaha tersenyum.
“Sepertinya, segalanya akan segera berakhir. Lama sekali aku menanti tibanya saat ini.”, lalu pandangannya beralih ke arah Rivanne yang sedang menangis di sisinya dan Thoran yang berdiri di samping Rivanne, “Tidak perlu menangis lagi, Kak Rivanne. Sekarang, Sang pengacau akan segera menghilang selamanya, dan tidak akan mengganggu hubungan kalian lagi. Tidak akan ada hal-hal mengerikan yang terjadi di sekitar kalian lagi, jadi seharusnya kakak bahagia bersama dengannya.”
Rivanne tidak sanggup lagi menjawab Rigel, sementara Thoran berkata, “Mengapa kamu melakukan semua ini, Rigel ? Aku mengerti, kamu sengaja menantangku dalam duel hidup – mati ini agar aku bersungguh-sungguh melindungi Rivanne. Tetapi, dengan mengorbankan dirimu sendiri... ?”, Thoran tidak melanjutkan kalimatnya.
“Tidak ! Kalau kau berpikir aku akan merestui hubungan kalian, kau salah ! Aku pernah berkata, Kak Rivanne hanya milikku seorang. Tetapi dalam pertarungan ini, aku telah kalah darimu. Aku tidak sanggup melindungi Kak Rivanne, dan kau lebih baik dariku. Itu saja.”
Rigel kembali terbatuk darah. Dengan sisa tenaganya, ia menengok ke arah Wilfred.
“Kak Wilfred, sebenarnya aku tidak ingin ‘melenyapkan’ Yardive. Selama ini, tangan ini selalu dipenuhi oleh darah dari orang-orang yang kubunuh, padahal tangan ini bukanlah tanganku sendiri. Aku telah menggunakan tangan Yardive untuk melakukan kejahatan yang tidak pernah ia duga. Ugh...”, Rigel mengumpulkan kekuatannya, “Maafkan aku...”
“Aku tidak pernah menyalahkanmu, Rigel. Mungkin, akibat dari keinginanmu untuk bertahan hidup, dan keinginan Yardive untuk lenyap dari dunia ini, yang mengakibatkan hal yang tidak mungkin menjadi kenyataan. Kamu benar, selama ini aku sebagai kakaknya-lah yang paling bersalah, sehingga Yardive menjadi seperti itu. Akulah yang seharusnya minta maaf pada Yardive.”
Nafas Rigel terengah-engah.
“Thoran, kumohon.. jagalah Kak Rivanne. Aku.. tidak akan.. pernah memaafkanmu.. apabila kamu.. membuatnya menangis !”
Memandang ke arah langit, terlihat olehnya senyum ayah dan ibunya.
“Mama... papa... apakah kalian.. dapat memaafkanku ?”
Akhirnya, dalam malam yang sunyi, Rigel menghembuskan nafas terakhir. Untuk pertama kalinya terlihat sebuah senyum yang tulus di bibirnya, wajahnya tampak bahagia. Hujan turun rintik-rintik, membasahi bumi, melenyapkan segala kepedihan...
Beberapa bulan kemudian.
Di lorong sekolah, tampak Rivanne Othello sedang berjalan bersama teman-temannya.
“Terus, bagaimana dengan kencanmu kemarin, Rivanne ?”
“Wah, asyik sekali. Kami berjalan-jalan, menonton bioskop, juga makan es krim bersama.”
“Hee ? Dia juga bersedia kamu ajak makan es krim ? Hebat sekali.”
Pada saat itu, rombongan kecil itu berpas-pasan dengan Thoran Steinbach. Baik Rivanne maupun Thoran tidak saling melihat sedikit-pun; Keduanya seakan-akan dipisahkan oleh tembok yang tidak terlihat.
“Tetapi Rivanne, kusangka kamu pacaran dengan Thoran.”
Rivanne hanya tersenyum; Tanpa ada yang menyadari, senyum Rivanne mengandung kepedihan yang mendalam. Sekilas ia teringat akan kata-katanya sendiri yang diucapkannya kepada Thoran, setelah pemakaman Rigel.
“Maafkan aku, Thoran. Aku sangat menyukaimu, tetapi kurasa.. lebih baik apabila kita tidak menjadi pasangan. Walau bagaimanapun, kamulah pembunuh adikku. Mungkin waktu dapat menghapus kesedihanku, tetapi tidak akan pernah dapat menghapus kenyataan. Sekali lagi, maafkan aku Thoran.”
Saat itu, Thoran hanya berbisik, “Aku mengerti.”, lalu pergi begitu saja. Sejak hari itu, hubungan mereka berdua seakan-akan begitu jauh, bagai dipisahkan oleh tembok tak terlihat.
“Eh lihat, adikmu yang keren itu datang menjemputmu.”
Kata-kata temannya itu segera menyadarkan Rivanne kembali. Di dekat gerbang sekolah, berdirilah Jerko bertopang pada tongkatnya, menunggu Rivanne pulang sekolah. Sambil tersenyum, Rivanne menggoda temannya itu.
“Nah ya, apa kamu suka sama Jerko ? Aku bisa membantumu.”
“Ah.. ti.. tidak, tidak kok. Aku.. aku hanya asal bicara saja.”, tetapi melihat wajah gadis itu yang memerah, teman-temannya tertawa.
... Seluruh kehidupan kembali normal. Tetapi bagi Rivanne Othello, Thoran Steinbach, dan Wilfred von Kittengard, tentunya mereka tidak akan pernah dapat melupakan keberadaan seseorang bernama Rigel Othello; Orang yang telah menyebabkan terjadinya teror tak henti dan hari-hari yang bagai mimpi buruk ...
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bagi Rivanne dan Thoran, tidak mungkin ada kata 'kembali'. Hubungan mereka sudah tak mungkin diperbaiki, dengan kematian Rigel. Karena walau bagaimanapun, Rigel tetaplah adik dari Rivanne Othello... dan Thoran-lah yg telah membunuh Rigel.
Share This Thread