Kuterbangun di pagi hari karena sapaan cahaya mentari yang hangat. Dan aku tersenyum bahagia saat kulihat wajahmu disampingku, masih tertidur lelap. Dan aku bersyukur, karena kamu masih disisiku. Kubisikkan kata, "aku sayang kamu", dan itu membuatmu terbangun. Segera kau pun tersenyum, bagai seorang malaikat yang memenuhi hatiku dengan kedamaian.

"Dear, mari kita nikmati hari ini, 'kan kubuat kau tertawa bahagia sepanjang hari." Itu janjiku padamu.

Kurangkul bahumu saat memasuki Dufan, dan kau pun menggenggam erat tanganku. Disana kulihat seorang badut yang menyapa dengan keceriaannya. Mungkin ingin menggoda melihat kemesraan kita, sayang.
"Kamu mirip badut itu", dan akupun tertawa lepas sambil menghindari kejaranmu yang ingin meng"hukum"ku.
Andai saja ini padang rumput yang luas, aku tak akan berhenti berlari hingga kau lelah, dan akan kuberikan bahuku untukmu beristirahat dan bersandar.

Berbagai wahana kami nikmati bersama, Istana Boneka, Kincir Angin, sampai ***-*** Car. Ah, untung saja kau tak memintaku untuk naik kuda-kudaan, bisa jadi bahan tertawaan orang se-Dufan.

Di tengah hari saat rasa lapar datang, kita memilih sebuah tempat makan yang kau sukai. Setelah memesan, aku duduk di tempat yang tidak terlalu ramai, aku ingin menikmati saat-saat ini hanya denganmu. Kupegang jarimu dengan lembut, dan kau menatapku heran seakan bertanya, mengapa?
"Begitu lama aku melewati hari-hari bersamamu, namun sangat jarang aku menghargai apa yang kumiliki. Sekarang, biarkan aku nikmati apa yang paling berharga untukku, hal-hal kecil yang seringkali terlewatkan karena ketidakpedulianku. Tak kusangka jarimu begitu mungil dan indah."
Kau tersenyum malu, atau entah terharu, dan rona merah menghiasi wajah cantikmu, juga telingamu.
"Kau sangat cantik, melebihi semua wanita yang pernah kulihat."
Kau hampir tersedak mendengarnya, dan stop... aku tahu apa yang akan kau katakan padaku. "Gombal!"
Haha, aku tak dapat menahan tawaku melihat ekspresimu saat itu, mata sedikit melotot, dan tentu saja masih malu-malu.
Dalam hati aku berkata, "Semua yang kuucapkan padamu selalu tulus, jadi hapus saja kata gombal dari kamusmu."

Setelah hilang rasa lapar dan lelah, kembali kita nikmati wahana-wahana lain disana. Ingatkah kau, setelah 1 jam penuh mengantri di wahana 3D, akhirnya kita berhasil masuk. Bayangkan, untuk bisa berada 5 menit di dalam sana, kita harus mengantri selama 1 jam. Ditambah lagi, aku tak sempat mengunci safety-beltku, duh! Kau tertawa memandang wajah panikku saat kursi sial yang kududuki mulai bergerak seiring pertunjukkan, namun kau ulurkan tanganmu untuk membantuku agar aku tak terjatuh, atau lebih tepatnya terlempar ke depan, atau ke samping...
Tangan kiriku memegang pinggiran kursi dengan sangat-sangat kencang, dan tangan kananku menggenggam erat pergelangan tanganmu.
Akhirnya, 5 menit bagai neraka berakhir juga, dan di luar kembali kau terbahak-bahak saat kau rasakan jari-jemariku terasa sangat dingin. Dan aku berdalih, "AC di dalem dingin banget ya!"
Dalam hati aku berkata, " Jangan tertawa terlalu lama, aku siap untuk membalasnya."

Kuajak kamu ke wahana berikutnya, wahana terakhir yang akan kami nikmati sore ini, "Waterfall", atau apapun itu namanya, yang jelas wahana itu adalah kereta dimana di bagian akhirnya ada tanjakan yang sangat tinggi dan kemudian menurun menuju rel yang dipenuhi air, dijamin basah.
Setelah 5 menit penuh bujuk rayu, akhirnya kau setuju untuk naik wahana itu bersamaku.
Dan seperti sudah kutebak, saat kita keluar dari wahana itu kamu basah kuyup, aku cuma terciprat air sedikit karena aku menunduk di saat yang tepat, saat air menyiram bajumu.
Kini, giliranku tertawa tanpa henti melihat wajahmu yang cemberut dan mendengar protesmu.
"Sana, beli baju ganti." Akhirnya aku tak tega juga melihat badanmu sedikit menggigil kedinginan.
"Kutunggu kamu disini." Kau kembali protes ingin mengajakku dan kujawab, "Boleh aja gw ikut, tapi nanti sekalian ikut ke kamar ganti ya." Haha, aku terbahak-bahak melihatmu pergi dengan wajah yang semakin cemberut.

5 menit kutunggu, kau belum kembali, dan akupun mulai bosan. Kudatangi stand permainan ketangkasan disana, kupilih lempar kaleng. Aku melempar dengan penuh semangat. Ah sial, kurang 2 kaleng lagi dan aku bisa membawa pulang sebuah boneka imut untukmu. Kini yang kudapat hanyalah sebuah buku dan pena.
Aku kembali ke tempatku menunggumu, dan kau belum juga datang.

Iseng, kutulis sebuah puisi.


(Sapaan hangat cahaya mentari, tak pernah seindah senyummu
Dan waktu-waktu ceria yang pernah kulalui, bagaikan kehampaan jika tanpamu
Tetes embun yang mengenai kulitku tak pernah sesejuk sentuhanmu
Dan tawa yang selama ini menghias wajahku kan menjadi air mata jika kau tak ada

Biar saja waktu berlalu, dan purnama tersenyum
Kau adalah semua keindahan bagiku
Dan saat kupandang pelangi, hatiku berkata "Kau tak lebih indah dari kekasih hatiku."

Saat aku mendaki bukit yang terjal dan ingin menyerah
kuberkata pada diriku, aku pernah berusaha lebih keras, saat aku berusaha mendapatkan hatimu
Dan saat aku memandang gunung yang akhirnya berhasil kudaki
aku berseru, "Kau tak setegar aku. Aku kuat menghadapi hidup ini, karena ada dia di sisiku.

Ps: Sayang, aku begitu mencintaimu, melebihi apapun. Aku tak pernah meminta apapun dalam hidupku, karena satu-satunya hal yang menjadi impianku telah kuraih, yaitu hidup selalu bersamamu.
Jangan pernah tinggalkan aku, karena saat kau pergi, itulah saat jiwaku berhenti bernafas.
Itulah saat dimana semua yang kumilihi hilang tak berbekas, dan aku akan menjadi boneka hidup, yang tak memiliki keinginan dan masa depan.
Aku mencintaimu, setiap kali aku menghirup udara untuk bernafas. Dan aku selalu mengingatmu di setiap detik yang berlalu.
Malam-malam sunyi penuh dengan kesendirian dan air mata, semua berhasil kulewati karena aku tahu, esok hari kau akan kembali berada di sini bersamaku.)


Tak terasa, setengah jam berlalu saat aku menulis, dan kamu belum juga kembali. Aku mulai bingung dan kuatir. Aku berlari kecil mengitari luasnya Dufan untuk mencarimu, tapi tak kutemukan.
Di saat rasa panikku mulai mencapai puncaknya, kudengar pengumuman "Ada pesan bagi pemilik kendaraan bernomor B xxxx RS, ditunggu di tempat parkir."
Segera kuberlari menuju tempat mobilku kuparkir, dan kulihat engkau di dalam sana. Saat aku mendekatimu dengan wajah panik dan lelah, kau malah tertawa lepas. "Sial...gw dikerjain lagi."
"Balasan karena aku basah gara-gara kamu tadi", gumammu tak jelas karena tawa yang begitu puas.
... ... ...

Oh yes, u make it looks like we're sworn enemies, what a nice "take and give"!
"Tunggu sampai gw peluk loe sampe ga bisa bergerak nanti ya", kataku membatin.

Akhirnya malam tiba.
Dan..........
(buat yang baca, itupun kalo ada yg baca LoL, jangan mikir yang aneh-aneh dulu ya, I know some
of you will think about...)

Di beranda rumahku, aku duduk sendiri ditemani malam yang sunyi. Air mataku tak terbendung.

Ratusan malam telah kulalui tanpamu, ratusan lembar puisi tertumpuk rapi di meja tulisku. Puisi tentangmu, hanya tentang kamu. Apa kau tahu, saat kau pergi, jiwaku pun pergi.
Yang tersisa di raga ini hanyalah kehampaan. Betapa keras aku berusaha agar kau kembali, berapa banyak teriakan yang kuserukan pada bintang agar kau kembali hadir disini, namun kau tak pernah kembali.

Entah berapa kali dalam doaku, aku memohon padaNya agar Dia memanggilku ke pangkuanNya, agar aku terbebas dari sakit ini, dari derita ini, dari kesepian ini.
Namun hingga saat ini, ternyata aku masih bernafas.

Kehadiranmu tak pernah tergantikan oleh siapapun, dan kecantikan yang kulihat setelah engkau pergi, hanya bagaikan bayang-bayang buram yang tak pernah sedikitpun membuat hatiku bergetar, tak pernah sedikitpun membuatku mengenal cinta kembali. Hanya kamu satu-satunya yang berarti dalam hidup ini. Cinta, jangan kau pergi tanpa membawaku bersamamu.

Saat kesepianku memuncak tak tertahankan lagi, saat sakit karena engkau tak lagi ada disini begitu menderaku, saat yang kurasakan hanyalah neraka tanpa batas, aku hanya dapat membayangkan engkau ada di sisiku. Membayangkan saat-saat indah bersamamu, dan menjadikan itu seakan nyata dalam hidupku. Bayangmu, itu yang membuat aku dapat sedikit menahan sakit ini, sedikit menahan derita yang setiap waktu menyiksaku.

Tuhan, apa kau dengar doaku? Aku rela jika jutaan helaan nafasku bisa ditukar dengan satu hari bersamanya, dan aku akan dapat pergi terbang ke atas awan dengan senyum kedamaian.

Aku mencintaimu, selamanya.