Arthroscopy, Deteksi Kelainan Sendi

JAKARTA – Berjalan, naik tangga, hingga mengangkat maupun bertepuk tangan, semua melibatkan sendi.

Ani, 54, kerap merasakan sakit di sekitar lutut. Tak pelak kegiatan sehari-hari pun terganggu. Di satu sisi, temannya menyarankan dia tidak banyak bergerak untuk mengurangi rasa sakit. Di lain pihak, ada saran yang mengatakan bahwa lutut harus dipaksa bergerak supaya tetap terlatih.

“Mana yang benar?” ungkap Ani yang hadir pada acara “Ngobrol Sehat Sekitar Nyeri Lutut” di RS Jakarta, beberapa waktu lalu.

Nyeri lutut, walau mungkin tampak sepele, sering kali terasa mengganggu. Pengetahuan tentang nyeri lutut diperlukan agar dapat diambil tindakan penanganan paling tepat. Jika dibiarkan terus-menerus, bukan mustahil kedua lutut mengalami pengapuran dan menjadi rusak atau hancur. Akibatnya, pengangkatan lutut secara keseluruhan (total knee replacement) bisa jadi harus ditempuh.

Menurut spesialis ortopedi dari Rumah Sakit Jakarta dr Jose Rizal Jurnalis SpOT, pengangkatan total tidak menjamin tulang utuh seterusnya. Dalam jangka 15-20 tahun, tulang bisa rusak lagi. Untuk itu, pengangkatan total biasanya direkomendasikan pada pasien 60 tahun ke atas. Bagi yang belum mencapai usia itu, penundaan merupakan pilihan terbaik. Misalkan dengan meminimalisasi faktor risiko, minum obat, dan fisioterapi.

Pengangkatan total bisa dikatakan sebagai “upaya pamungkas” memperbaiki kondisi lutut yang sudah parah. Namun, jangan tunda sampai tahap ini. Jika ada keluhan nyeri lutut berkepanjangan atau kambuhan, jangan ambil tindakan sendiri, lakukan diagnosis ke dokter.

Salah satu langkah preventif yang mungkin diambil adalah melakukan prosedur arthroscopy. “Arthroscopy adalah ‘jembatan’ untuk menunda proses kerusakan. Kalau sendi sudah rusak, memang harus ditangani,” ujar dr Jose.

Berasal dari dua kata Grika, arthro (sendi) dan skopien (melihat), arthroscopy berarti ‘melihat ke dalam sendi’. Ini mengacu pada prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan ahli bedah ortopedi untuk melihat, memeriksa atau mengevaluasi dan memperbaiki kelainan di dalam sendi.

“Pemeriksaan arthroscopy bisa dilakukan pada hampir semua sendi. Seperti sendi bahu, pergelangan tangan, panggul, lutut, pergelangan kaki,” ungkap dr Lukman Shebubakar SpOT.

Pada arthroscopy, ahli bedah membuat sayatan kecil (5 mm), lalu memasukan alat kecil seukuran pensil berisi lensa kamera dan lampu ke dalam sendi. Alat ini cukup fleksibel melihat ke segala sudut, ditambah lagi lensa kamera bisa memperbesar objek. Dengan begitu, bagian dalam sendi dapat dipantau dan diperiksa dengan jelas melalui monitor yang terhubung dengan alat tersebut. Setelah diagnosa di- tegakkan, ahli bedah ortopedi dapat memperbaiki kelainan yang ada bila diperlukan.

Adapun kelainan yang sering dijumpai adalah peradangan, loose bodies (bagian sendi yang terlepas dari tempatnya dan melayang di dalam sendi), robekan ligamen, dan meniscus.

Kendati bagian dalam sendi dimasuki alat, jangan membayangkan rasa sakit saat menjalaninya. Sayatan sangat kecil dan si pasien akan dibius. Bisa jadi bius umum, spinal atau lokal, tergantung derajat penyakit. ”Pada pasien yang hanya dibius lokal,mereka bahkan masih bisa ngobrol sambil menjalani arthroscopy,”ujar dr Lukman.

Lamanya operasi dan rehabilitasi tergantung jenis kerusakan sendi dan kesulitan tindakan. Selepas operasi, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan diberi obat antisakit. Program rehabilitasi dimulai keesokan harinya untuk memulihkan kekuatan otot dan mengurangi stres di sendi.

Soal keamanan, dr Lukman mengatakan, komplikasi pascaarthroscopy paling sering adalah infeksi, phlebitis (bekuan darah pada vena), pembengkakan atau perdarahan,dan kerusakan pembuluh darah atau saraf. “Namun, ini sangat jarang terjadi. Kasusnya kurang 1% dari seluruh tindakan arthroscopy,” tegasnya. (inda susanti/sindo/via)