
Originally Posted by
Rivanne
5. Kebenaran akan Masa Lalu yang Mulai Terkuak
Lance menengok ke arah Lufia.
“A.. apa maksudmu, Lufia ? Kamu bilang, kamu.. yang membunuh Mikhail ?”
Lufia mengangguk. Lance langsung menggelengkan kepala dengan keras.
“Bukan, kamu salah, Lufia ! Aku-lah yang telah membunuh Mikhail !”, kemudian ia berusaha mengangkat lengan kanannya, “Ya, dengan tangan kanan ini, aku telah membunuh Mikhail ! Walau lewat lukisan...”
Lufia segera memotongnya, “Sampai kapan kakak akan terus berbohong seperti ini ?!”
Lance tertegun mendengar jeritan Lufia, dan sejenak, hanya ada keheningan di antara mereka.
Dengan terisak, Lufia melanjutkan kata-katanya, “Waktu itu, kakak juga bilang ‘Nggak apa-apa, Lufia. Mikhail nggak apa-apa kok, kamu tenang saja.’ Ya, waktu itu Lufia masih kecil, masih nggak ngerti apa yang terjadi. Tapi sekarang Lufia yakin, pasti waktu itu Kak Mikhail telah meninggal !”
Lance-pun menunduk.
“Kenapa kamu bisa mengingat hal itu lagi, Lufia ? Padahal akan lebih baik jika kamu tetap tidak mengingatnya...”
Lufia menyeka air matanya, lalu menatap Lance dengan tajam.
“Tidak, kakak salah ! Kalau Lufia tahu mengenai suara Lufia, pasti sekarang nggak akan jadi begini !”
Lance menengok ke arah tubuh pemuda yang sudah tak bernyawa itu, lalu terhenyak ke dinding.
“Apa aku salah, Lufia ? Padahal aku.. hanya nggak ingin kamu terluka...”
Tiba-tiba...
“Kyaa ! Ru.. Rufus...”
Baik Lance maupun Lufia menengok, ternyata Airin telah berdiri di depan pintu. Biola yang dipegangnya terjatuh, dan sebelum ada yang sempat berbicara, Airin jatuh pingsan.
Selama beberapa saat, baik Lance maupun Lufia hanya terdiam memandang Airin yang terbaring pingsan. Lalu Lance pergi dengan pandangan hampa, dan tak lama kemudian ia kembali ke ruang itu dengan membawa sebilah pisau. Bola mata indah Lufia langsung terbelalak.
“Jangan, Kak Lance ! Apa kakak.. benar-benar mau jadi pembunuh ?!”
Mendengar kata-kata Lufia, Lance seakan tersadar. Ia-pun melihat ke tangan kirinya yang masih memegang pisau, lalu dengan ketakutan ia membuang pisau tersebut. Lance jatuh berlutut sambil menutup wajahnya.
“Aku.. aku... apa yang hendak kulakukan ?! Apa aku.. sudah gila ?”
Lufia menegarkan hatinya, lalu dengan menyeret kakinya, ia berusaha mendekat ke arah Lance.
“Sudah cukup, Kak ! Lufia ngerti, kakak cuma ingin ngelindungin Lufia. Tapi.. semakin kakak berbuat gitu, Lufia semakin ngerasa sedih.”
Lance memandang ke arah Lufia dengan pandangan sedih.
“Kadang, aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa kita harus mengalami semua ini ? Padahal aku suka melukis, tapi kenapa nggak boleh melukis makhluk hidup ? Padahal kamu sangat suka menyanyi, tapi kenapa nggak bisa nyanyi di depan orang lain ? Kenapa kita nggak boleh melakukan hal-hal yang kita sukai ?!”
Dengan penuh amarah, Lance memukul lantai dengan tinjunya.
“Benar juga.”, Lufia berkata perlahan, “Padahal kakak sudah memperingati Lufia jangan nyanyi di depan orang lain, tapi malah Lufia langgar. Maaf Kak, Lufia.. salah.”
Lance mengelus rambut Lufia sambil menjawab, “Nggak, aku juga salah. Aku nggak pernah memberitahu, mengapa kamu nggak boleh menyanyi di depan orang lain.”
Lance menengok ke arah Airin yang masih pingsan, lalu menatap tajam ke arah Lufia.
“Sekarang dengar, Lufia. Aku-lah yang secara nggak sengaja, telah membunuh pemuda itu.”
“Eh ?”, Lufia memandang Lance dengan bingung.
Tapi Lance hanya melanjutkan, “Waktu aku pulang, aku melihat kalian berdua. Karena marah, kami bertengkar dan akibat kecelakaan, dia meninggal ! Kamu mengerti, Lufia ?”
“Kakak mau berbohong lagi ?!”, tanya Lufia dengan suara melengking.
Lance menunduk, “Aku ini pembunuh, Lufia. Tangan ini.. sudah terlanjur ternoda darah.”
“Ta.. tapi, yang membunuh Kak Mikhail kan...”
Lance langsung memotong kata-kata Lufia, “Itu karena kamu nggak tahu tentang suaramu ! Kamu nggak sengaja melakukannya. Sekarang juga begitu. Beda denganku...”
Lufia terkejut mendengar kata-kata Lance.
“Masa kakak.. pernah ngebunuh orang ?”
Untuk sesaat, Lance terlihat ragu.
Apa aku harus mengatakannya kepada Lufia ? Kalau aku menceritakannya, pastilah Lufia akan membenciku. Tapi.. mungkin lebih baik bagi Lufia jika ia membenciku.
Lance menatap tajam ke arah Lufia.
“Kamu masih ingat kejadian kecelakaan itu kan ? Kecelakaan yang merenggut nyawa papa dan mama. Sebenarnya, ada hal yang nggak pernah kukatakan padamu, berkaitan dengan kecelakaan tersebut.”
Jeda sejenak, sementara Lufia masih memandang Lance, menunggu.
“Pas mobil jatuh ke jurang, hanya papa yang langsung meninggal. Sebenarnya mama masih hidup, tapi tubuhnya tertindih reruntuhan mobil. Mama terus minta tolong, tapi aku nggak bisa menolongnya. Karena nggak tahan melihat kondisi mama, akhirnya aku.. membunuh mama.”
Lufia memandang Lance dengan terkejut, “Nggak.. Itu nggak mungkin !”
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
3 paragraph kali ini, fufufu... apakah Lance kali ini berkata jujur, ataukah demi melindungi Lufia lagi ???
Share This Thread