Page 2 of 3 FirstFirst 123 LastLast
Results 16 to 30 of 32

Thread: Canta per Me

http://idgs.in/349816
  1. #16
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    “Nya.. nyanyian.. Lufia ?”
    Sejenak, Lufia teringat akan kata-kata Lance, “Kamu boleh menyanyi, tapi tolong berjanjilah padaku, jangan sampai terdengar orang lain. Bernyanyilah di tempat yang sepi.
    Kak Lance belum ngejelasin apapun sama Lufia mengenai itu, tapi.. pasti ada sesuatu !
    Melihat Lufia yang tampak ragu, pemuda itu saling berpandangan dengan gadis di belakangnya.
    “Nona Lufia, apa ada masalah ?”
    “Se.. sebenarnya, kakak melarang Lufia nyanyi di depan orang laen. Ja.. jadi...”
    Mendengar kata-kata Lufia, amarah pemuda itu langsung bangkit.
    “Apa sih maksud kakakmu itu ?! Padahal suara Nona Lufia sangat indah dan merdu, bagai suara malaikat, kenapa dia harus melarangmu menyanyi sih ?!”
    Lufia tertegun, dan wajahnya tampak sedikit takut. Pemuda itu-pun menyadarinya.
    “Ah ma.. maaf, saya.. tidak bermaksud marah kepada Anda, Nona Lufia. Saya hanya merasa kesal pada kakak Anda.”
    Dengan setengah menunduk, Lufia berkata perlahan, “Tapi Lufia yakin, pasti ada alasan kenapa kakak melarang Lufia menyanyi...”
    Untuk kedua kalinya, pemuda itu saling berpandangan dengan gadis di belakangnya. Dan kali ini, gadis itu mendekat ke arah Lufia.
    “Nona Lufia, bolehkah saya menanyakan satu hal pada Anda ? Apakah Anda suka menyanyi ?”
    DEG ! Lufia terkejut mendengar pertanyaan gadis itu, lalu memandang ke arahnya. Dan Lufia mengangguk dengan penuh semangat.
    “Tentu aja ! Kalau lagi kesepian atau sedih, dengan menyanyi Lufia bisa melupakan semua itu.”
    Gadis itu-pun tersenyum ramah.
    “Kalau begitu, nggak masalah kan ? Sementara Anda menyanyi, kami akan mengiringi Anda dengan permainan musik kami.”
    Walau masih ada keraguan dalam diri Lufia, tapi tawaran menyanyi diiringi permainan musik sangat sulit untuk ditolak. Akhirnya Lufia tersenyum, dan mempersilahkan keduanya masuk ke dalam rumah.

    Sementara itu di plaza kota, terlihat Lance sedang mempersiapkan lukisan-lukisannya, lalu duduk menunggu calon pembeli.
    Tak jauh darinya, ada seorang laki-laki paruh baya yang tampak kebingungan mencari-cari sesuatu. Lance-pun bangkit dan mendekatinya.
    “Ada apa, Pak ? Anda sepertinya sedang bingung.”
    Laki-laki itu menengok ke arah Lance.
    “Ah, sebenarnya saya.. lagi mencari pasangan pemusik keliling itu. Mereka berjanji akan main musik di plaza hari ini, tapi kok belum tampak ya ?”
    “Pasangan pemusik keliling ?”, Lance berusaha mengingat-ingat.
    Tiba-tiba ada sebuah suara dari belakang mereka, “Oh pasangan pemusik keliling itu ? Kayaknya mereka menunda penampilannya hari ini deh. Kemarin mereka bertanya-tanya mengenai kakak beradik yang tinggal di bukit itu.”
    Lance menengok, dan pemuda yang tadi berbicara-pun terkejut.
    “Ah, bukankah kamu Sang kakak ? Pemusik keliling itu menanyakan alamatmu !”
    Lance-pun tertegun.
    Benar juga, pantas rasanya pernah mendengar mengenai mereka; Mereka yang waktu itu hendak memaksa Lufia menyanyi !
    “Jadi sekarang, mereka pergi ke rumahku ?”
    Pemuda itu mengangguk, dan Lance segera membereskan lukisan-lukisannya.
    Gawat ! Kalau mereka sampai meminta Lufia menyanyi...
    Merasakan adanya firasat buruk, Lance-pun langsung berlari cepat balik menuju rumahnya.

    “Lufia !”, dengan setengah menjerit, Lance membuka pintu rumah. Hal pertama yang dilihat, adalah kursi roda Lufia yang setengah terguling. Lalu tak jauh dari kursi roda itu, tergeletak seorang pemuda yang dikenali Lance sebagai pemusik keliling itu. Lukisan yang dipegang Lance terjatuh, dan dengan langkah lunglai, Lance berjalan memasuki rumahnya. Pada sudut ruangan, tampaklah Lufia duduk meringkuk dengan gemetaran.
    “Kakak, Lufia... Lufia...”
    Lance mendekat, dan memeluknya dengan tangan kirinya.
    “Sudahlah Lufia, aku.. mengerti. Ini bukan salahmu, bukan salah siapapun juga.”
    Dan tangis Lufia-pun akhirnya meledak di dalam pelukan Lance. Sambil membiarkan Lufia menangis di pelukannya, Lance melihat ke sekelilingnya. Pemuda itu tergeletak dengan mata terbelalak, dan mulut terbuka. Sekilas Lance teringat akan pemandangan mengerikan serupa, yang pernah dilihatnya ketika masih kecil...
    Tapi kemudian ia menyadari sesuatu.
    “Tunggu dulu ! Kalau aku nggak salah ingat, bukankah pemuda ini seharusnya bersama dengan seorang gadis ? Dimana gadis itu ?”
    Di tengah isak tangisnya, Lufia masih berusaha menjawab.
    “Karena.. biolanya.. ketinggalan, Nona Airin.. pulang dulu.. untuk.. mengambilnya.”
    “Jadi gadis itu selamat, syukurlah. Tapi kalau ia sampai melihat situasi ini...”, Lance tak dapat melanjutkan kata-katanya. Kembali ia teringat akan Mikan, yang menjerit ke arahnya, “Dasar pembunuh ! Kembalikan.. kembalikanlah Kak Mikhail padaku !
    Tiba-tiba Lance melepaskan pelukannya, dan menyebabkan Lufia bingung.
    “Kakak ?”
    “Dengar Lufia. Kita harus menyembunyikan mayat pemuda ini, sebelum gadis itu kembali !”

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Nyanyian Lufia... apakah sebenarnya di balik suara indah Lufia ??? Dan... apa yg sebenarnya terjadi ?
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  2. Hot Ad
  3. #17
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    “E.. eh ?”, bola mata indah Lufia terbelalak ketika mendengar kata-kata Lance.
    Sementara itu Lance, tanpa menunda lagi, langsung melepaskan perban yang membalut lengan kanannya. Sempat terlihat Lance menahan sakit.
    Aku nggak mungkin menarik tubuh pemuda itu hanya menggunakan tangan kiri. Kuatkan dirimu, Lance ! Rasa sakit ini nggak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang mengancam Lufia !
    Dengan agak memaksakan diri, Lance berusaha menarik mayat pemuda itu.
    “He.. hentikan, Kak !”
    Lance berusaha tersenyum, walau lebih terlihat seperti meringis.
    “Nggak apa-apa, Lufia. Aku pasti akan selalu melindungimu.”
    Lufia tertegun; Kata-kata Lance terngiang-ngiang dalam benaknya, lalu sebuah ingatan seakan menghantam pikirannya...
    Siang hari itu, Lance sedang melukis Mikhail. Dan Lufia yang melihat keduanya, berlari mendekat sambil berusaha memanggil keduanya. Tapi tiba-tiba terasa sakit yang tak tertahankan pada tenggorokannya. Lufia-pun terjatuh, sambil terus memegangi lehernya.
    “Kakak.. Kak Mi..khail.. to..long... sakit...”
    Tiba-tiba Mikhail muncul di hadapannya, dan berusaha menolongnya. Rasa sakit dan panas itu semakin tak tertahankan, dan kesadaran Lufia semakin menipis. Tiba-tiba saja seluruh rasa sakit itu lenyap. Perlahan Lufia membuka matanya, dan di hadapannya tampaklah Mikhail tergeletak dengan mata terbelalak !
    Lufia-pun terhenyak.
    “Jadi.. begitu rupanya.”
    Lance, yang masih berusaha menarik mayat pemuda itu, menengok ke arah Lufia dengan bingung.
    “Kenapa, Lufia ?”
    Air mata Lufia perlahan mulai mengalir lagi di pipinya yang mulai mengering.
    “Lufia udah ingat semuanya, kak. Ya, sama seperti sekarang, waktu itu Lufia pula-lah yang telah membunuh Kak Mikhail dengan suara ini ! Ya, suara yang seperti suara malaikat ini...”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Akhirnya Lufia ingat dengan apa yg terjadi ketika mereka masih kecil. Lalu, bagaimana akankah kedua kakak beradik ini menghadapi situasi tersebut ?
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  4. #18
    -~H~E~A~V~E~N~-'s Avatar
    Join Date
    Dec 2010
    Location
    Wherever my dear is
    Posts
    1,617
    Points
    102.50
    Thanks: 185 / 139 / 100

    Default

    Quote Originally Posted by Rivanne View Post
    “E.. eh ?”, bola mata indah Lufia terbelalak ketika mendengar kata-kata Lance.
    Sementara itu Lance, tanpa menunda lagi, langsung melepaskan perban yang membalut lengan kanannya. Sempat terlihat Lance menahan sakit.
    Aku nggak mungkin menarik tubuh pemuda itu hanya menggunakan tangan kiri. Kuatkan dirimu, Lance ! Rasa sakit ini nggak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang mengancam Lufia !
    Dengan agak memaksakan diri, Lance berusaha menarik mayat pemuda itu.
    “He.. hentikan, Kak !”
    Lance berusaha tersenyum, walau lebih terlihat seperti meringis.
    “Nggak apa-apa, Lufia. Aku pasti akan selalu melindungimu.”
    Lufia tertegun; Kata-kata Lance terngiang-ngiang dalam benaknya, lalu sebuah ingatan seakan menghantam pikirannya...
    Siang hari itu, Lance sedang melukis Mikhail. Dan Lufia yang melihat keduanya, berlari mendekat sambil berusaha memanggil keduanya. Tapi tiba-tiba terasa sakit yang tak tertahankan pada tenggorokannya. Lufia-pun terjatuh, sambil terus memegangi lehernya.
    “Kakak.. Kak Mi..khail.. to..long... sakit...”
    Tiba-tiba Mikhail muncul di hadapannya, dan berusaha menolongnya. Rasa sakit dan panas itu semakin tak tertahankan, dan kesadaran Lufia semakin menipis. Tiba-tiba saja seluruh rasa sakit itu lenyap. Perlahan Lufia membuka matanya, dan di hadapannya tampaklah Mikhail tergeletak dengan mata terbelalak !
    Lufia-pun terhenyak.
    “Jadi.. begitu rupanya.”
    Lance, yang masih berusaha menarik mayat pemuda itu, menengok ke arah Lufia dengan bingung.
    “Kenapa, Lufia ?”
    Air mata Lufia perlahan mulai mengalir lagi di pipinya yang mulai mengering.
    “Lufia udah ingat semuanya, kak. Ya, sama seperti sekarang, waktu itu Lufia pula-lah yang telah membunuh Kak Mikhail dengan suara ini ! Ya, suara yang seperti suara malaikat ini...”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Akhirnya Lufia ingat dengan apa yg terjadi ketika mereka masih kecil. Lalu, bagaimana akankah kedua kakak beradik ini menghadapi situasi tersebut ?
    pendek amad lanjutan kaks. .
    ga puas jadinya. .
    lol

  5. #19
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Ah maap, itu lanjutannya cm 1 paragraph, karena berikutnya udah bab baru ^^a
    BTW ada masukkan atau komentar atau saran mungkin ? Lg agak males pajang lanjutannya skr, fufufu... sabar yeee ^^
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  6. #20
    -~H~E~A~V~E~N~-'s Avatar
    Join Date
    Dec 2010
    Location
    Wherever my dear is
    Posts
    1,617
    Points
    102.50
    Thanks: 185 / 139 / 100

    Default

    Quote Originally Posted by Rivanne View Post
    Ah maap, itu lanjutannya cm 1 paragraph, karena berikutnya udah bab baru ^^a
    BTW ada masukkan atau komentar atau saran mungkin ? Lg agak males pajang lanjutannya skr, fufufu... sabar yeee ^^
    hmmm. . .
    kl komentar keknya ga ad dch. . .
    kl saran lain x post lanjutan jgn cma 1-2 paragraph dunk. . .
    =pp

  7. #21
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    5. Kebenaran akan Masa Lalu yang Mulai Terkuak
    Lance menengok ke arah Lufia.
    “A.. apa maksudmu, Lufia ? Kamu bilang, kamu.. yang membunuh Mikhail ?”
    Lufia mengangguk. Lance langsung menggelengkan kepala dengan keras.
    “Bukan, kamu salah, Lufia ! Aku-lah yang telah membunuh Mikhail !”, kemudian ia berusaha mengangkat lengan kanannya, “Ya, dengan tangan kanan ini, aku telah membunuh Mikhail ! Walau lewat lukisan...”
    Lufia segera memotongnya, “Sampai kapan kakak akan terus berbohong seperti ini ?!”
    Lance tertegun mendengar jeritan Lufia, dan sejenak, hanya ada keheningan di antara mereka.
    Dengan terisak, Lufia melanjutkan kata-katanya, “Waktu itu, kakak juga bilang ‘Nggak apa-apa, Lufia. Mikhail nggak apa-apa kok, kamu tenang saja.’ Ya, waktu itu Lufia masih kecil, masih nggak ngerti apa yang terjadi. Tapi sekarang Lufia yakin, pasti waktu itu Kak Mikhail telah meninggal !”
    Lance-pun menunduk.
    “Kenapa kamu bisa mengingat hal itu lagi, Lufia ? Padahal akan lebih baik jika kamu tetap tidak mengingatnya...”
    Lufia menyeka air matanya, lalu menatap Lance dengan tajam.
    “Tidak, kakak salah ! Kalau Lufia tahu mengenai suara Lufia, pasti sekarang nggak akan jadi begini !”
    Lance menengok ke arah tubuh pemuda yang sudah tak bernyawa itu, lalu terhenyak ke dinding.
    “Apa aku salah, Lufia ? Padahal aku.. hanya nggak ingin kamu terluka...”
    Tiba-tiba...
    “Kyaa ! Ru.. Rufus...”
    Baik Lance maupun Lufia menengok, ternyata Airin telah berdiri di depan pintu. Biola yang dipegangnya terjatuh, dan sebelum ada yang sempat berbicara, Airin jatuh pingsan.

    Selama beberapa saat, baik Lance maupun Lufia hanya terdiam memandang Airin yang terbaring pingsan. Lalu Lance pergi dengan pandangan hampa, dan tak lama kemudian ia kembali ke ruang itu dengan membawa sebilah pisau. Bola mata indah Lufia langsung terbelalak.
    “Jangan, Kak Lance ! Apa kakak.. benar-benar mau jadi pembunuh ?!”
    Mendengar kata-kata Lufia, Lance seakan tersadar. Ia-pun melihat ke tangan kirinya yang masih memegang pisau, lalu dengan ketakutan ia membuang pisau tersebut. Lance jatuh berlutut sambil menutup wajahnya.
    “Aku.. aku... apa yang hendak kulakukan ?! Apa aku.. sudah gila ?”
    Lufia menegarkan hatinya, lalu dengan menyeret kakinya, ia berusaha mendekat ke arah Lance.
    “Sudah cukup, Kak ! Lufia ngerti, kakak cuma ingin ngelindungin Lufia. Tapi.. semakin kakak berbuat gitu, Lufia semakin ngerasa sedih.”
    Lance memandang ke arah Lufia dengan pandangan sedih.
    “Kadang, aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa kita harus mengalami semua ini ? Padahal aku suka melukis, tapi kenapa nggak boleh melukis makhluk hidup ? Padahal kamu sangat suka menyanyi, tapi kenapa nggak bisa nyanyi di depan orang lain ? Kenapa kita nggak boleh melakukan hal-hal yang kita sukai ?!”
    Dengan penuh amarah, Lance memukul lantai dengan tinjunya.
    “Benar juga.”, Lufia berkata perlahan, “Padahal kakak sudah memperingati Lufia jangan nyanyi di depan orang lain, tapi malah Lufia langgar. Maaf Kak, Lufia.. salah.”
    Lance mengelus rambut Lufia sambil menjawab, “Nggak, aku juga salah. Aku nggak pernah memberitahu, mengapa kamu nggak boleh menyanyi di depan orang lain.”

    Lance menengok ke arah Airin yang masih pingsan, lalu menatap tajam ke arah Lufia.
    “Sekarang dengar, Lufia. Aku-lah yang secara nggak sengaja, telah membunuh pemuda itu.”
    “Eh ?”, Lufia memandang Lance dengan bingung.
    Tapi Lance hanya melanjutkan, “Waktu aku pulang, aku melihat kalian berdua. Karena marah, kami bertengkar dan akibat kecelakaan, dia meninggal ! Kamu mengerti, Lufia ?”
    “Kakak mau berbohong lagi ?!”, tanya Lufia dengan suara melengking.
    Lance menunduk, “Aku ini pembunuh, Lufia. Tangan ini.. sudah terlanjur ternoda darah.”
    “Ta.. tapi, yang membunuh Kak Mikhail kan...”
    Lance langsung memotong kata-kata Lufia, “Itu karena kamu nggak tahu tentang suaramu ! Kamu nggak sengaja melakukannya. Sekarang juga begitu. Beda denganku...”
    Lufia terkejut mendengar kata-kata Lance.
    “Masa kakak.. pernah ngebunuh orang ?”
    Untuk sesaat, Lance terlihat ragu.
    Apa aku harus mengatakannya kepada Lufia ? Kalau aku menceritakannya, pastilah Lufia akan membenciku. Tapi.. mungkin lebih baik bagi Lufia jika ia membenciku.
    Lance menatap tajam ke arah Lufia.
    “Kamu masih ingat kejadian kecelakaan itu kan ? Kecelakaan yang merenggut nyawa papa dan mama. Sebenarnya, ada hal yang nggak pernah kukatakan padamu, berkaitan dengan kecelakaan tersebut.”
    Jeda sejenak, sementara Lufia masih memandang Lance, menunggu.
    “Pas mobil jatuh ke jurang, hanya papa yang langsung meninggal. Sebenarnya mama masih hidup, tapi tubuhnya tertindih reruntuhan mobil. Mama terus minta tolong, tapi aku nggak bisa menolongnya. Karena nggak tahan melihat kondisi mama, akhirnya aku.. membunuh mama.”
    Lufia memandang Lance dengan terkejut, “Nggak.. Itu nggak mungkin !”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------

    3 paragraph kali ini, fufufu... apakah Lance kali ini berkata jujur, ataukah demi melindungi Lufia lagi ???
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  8. #22
    -~H~E~A~V~E~N~-'s Avatar
    Join Date
    Dec 2010
    Location
    Wherever my dear is
    Posts
    1,617
    Points
    102.50
    Thanks: 185 / 139 / 100

    Default

    Quote Originally Posted by Rivanne View Post
    5. Kebenaran akan Masa Lalu yang Mulai Terkuak
    Lance menengok ke arah Lufia.
    “A.. apa maksudmu, Lufia ? Kamu bilang, kamu.. yang membunuh Mikhail ?”
    Lufia mengangguk. Lance langsung menggelengkan kepala dengan keras.
    “Bukan, kamu salah, Lufia ! Aku-lah yang telah membunuh Mikhail !”, kemudian ia berusaha mengangkat lengan kanannya, “Ya, dengan tangan kanan ini, aku telah membunuh Mikhail ! Walau lewat lukisan...”
    Lufia segera memotongnya, “Sampai kapan kakak akan terus berbohong seperti ini ?!”
    Lance tertegun mendengar jeritan Lufia, dan sejenak, hanya ada keheningan di antara mereka.
    Dengan terisak, Lufia melanjutkan kata-katanya, “Waktu itu, kakak juga bilang ‘Nggak apa-apa, Lufia. Mikhail nggak apa-apa kok, kamu tenang saja.’ Ya, waktu itu Lufia masih kecil, masih nggak ngerti apa yang terjadi. Tapi sekarang Lufia yakin, pasti waktu itu Kak Mikhail telah meninggal !”
    Lance-pun menunduk.
    “Kenapa kamu bisa mengingat hal itu lagi, Lufia ? Padahal akan lebih baik jika kamu tetap tidak mengingatnya...”
    Lufia menyeka air matanya, lalu menatap Lance dengan tajam.
    “Tidak, kakak salah ! Kalau Lufia tahu mengenai suara Lufia, pasti sekarang nggak akan jadi begini !”
    Lance menengok ke arah tubuh pemuda yang sudah tak bernyawa itu, lalu terhenyak ke dinding.
    “Apa aku salah, Lufia ? Padahal aku.. hanya nggak ingin kamu terluka...”
    Tiba-tiba...
    “Kyaa ! Ru.. Rufus...”
    Baik Lance maupun Lufia menengok, ternyata Airin telah berdiri di depan pintu. Biola yang dipegangnya terjatuh, dan sebelum ada yang sempat berbicara, Airin jatuh pingsan.

    Selama beberapa saat, baik Lance maupun Lufia hanya terdiam memandang Airin yang terbaring pingsan. Lalu Lance pergi dengan pandangan hampa, dan tak lama kemudian ia kembali ke ruang itu dengan membawa sebilah pisau. Bola mata indah Lufia langsung terbelalak.
    “Jangan, Kak Lance ! Apa kakak.. benar-benar mau jadi pembunuh ?!”
    Mendengar kata-kata Lufia, Lance seakan tersadar. Ia-pun melihat ke tangan kirinya yang masih memegang pisau, lalu dengan ketakutan ia membuang pisau tersebut. Lance jatuh berlutut sambil menutup wajahnya.
    “Aku.. aku... apa yang hendak kulakukan ?! Apa aku.. sudah gila ?”
    Lufia menegarkan hatinya, lalu dengan menyeret kakinya, ia berusaha mendekat ke arah Lance.
    “Sudah cukup, Kak ! Lufia ngerti, kakak cuma ingin ngelindungin Lufia. Tapi.. semakin kakak berbuat gitu, Lufia semakin ngerasa sedih.”
    Lance memandang ke arah Lufia dengan pandangan sedih.
    “Kadang, aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa kita harus mengalami semua ini ? Padahal aku suka melukis, tapi kenapa nggak boleh melukis makhluk hidup ? Padahal kamu sangat suka menyanyi, tapi kenapa nggak bisa nyanyi di depan orang lain ? Kenapa kita nggak boleh melakukan hal-hal yang kita sukai ?!”
    Dengan penuh amarah, Lance memukul lantai dengan tinjunya.
    “Benar juga.”, Lufia berkata perlahan, “Padahal kakak sudah memperingati Lufia jangan nyanyi di depan orang lain, tapi malah Lufia langgar. Maaf Kak, Lufia.. salah.”
    Lance mengelus rambut Lufia sambil menjawab, “Nggak, aku juga salah. Aku nggak pernah memberitahu, mengapa kamu nggak boleh menyanyi di depan orang lain.”

    Lance menengok ke arah Airin yang masih pingsan, lalu menatap tajam ke arah Lufia.
    “Sekarang dengar, Lufia. Aku-lah yang secara nggak sengaja, telah membunuh pemuda itu.”
    “Eh ?”, Lufia memandang Lance dengan bingung.
    Tapi Lance hanya melanjutkan, “Waktu aku pulang, aku melihat kalian berdua. Karena marah, kami bertengkar dan akibat kecelakaan, dia meninggal ! Kamu mengerti, Lufia ?”
    “Kakak mau berbohong lagi ?!”, tanya Lufia dengan suara melengking.
    Lance menunduk, “Aku ini pembunuh, Lufia. Tangan ini.. sudah terlanjur ternoda darah.”
    “Ta.. tapi, yang membunuh Kak Mikhail kan...”
    Lance langsung memotong kata-kata Lufia, “Itu karena kamu nggak tahu tentang suaramu ! Kamu nggak sengaja melakukannya. Sekarang juga begitu. Beda denganku...”
    Lufia terkejut mendengar kata-kata Lance.
    “Masa kakak.. pernah ngebunuh orang ?”
    Untuk sesaat, Lance terlihat ragu.
    Apa aku harus mengatakannya kepada Lufia ? Kalau aku menceritakannya, pastilah Lufia akan membenciku. Tapi.. mungkin lebih baik bagi Lufia jika ia membenciku.
    Lance menatap tajam ke arah Lufia.
    “Kamu masih ingat kejadian kecelakaan itu kan ? Kecelakaan yang merenggut nyawa papa dan mama. Sebenarnya, ada hal yang nggak pernah kukatakan padamu, berkaitan dengan kecelakaan tersebut.”
    Jeda sejenak, sementara Lufia masih memandang Lance, menunggu.
    “Pas mobil jatuh ke jurang, hanya papa yang langsung meninggal. Sebenarnya mama masih hidup, tapi tubuhnya tertindih reruntuhan mobil. Mama terus minta tolong, tapi aku nggak bisa menolongnya. Karena nggak tahan melihat kondisi mama, akhirnya aku.. membunuh mama.”
    Lufia memandang Lance dengan terkejut, “Nggak.. Itu nggak mungkin !”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------

    3 paragraph kali ini, fufufu... apakah Lance kali ini berkata jujur, ataukah demi melindungi Lufia lagi ???
    hmmm. . .
    kekna demi ngelindungi lufia lagi. . .
    IMO

  9. #23
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Matahari perlahan terbenam di barat. Lance terus duduk berdiam diri di tempatnya, sementara Lufia juga sama. Tak ada yang bersuara sejak Lance bercerita. Waktu seakan berhenti di antara mereka. Sampai sebuah suara lemah, seakan menyadarkan keduanya.
    “Aku.. kenapa aku...”, Airin mulai membuka matanya.
    Tiba-tiba ingatannya akan Rufus membuatnya terkejut, dan ia-pun dengan cepat bangkit.
    “Rufus !”
    Pandangan Airin langsung tertuju pada tubuh Rufus yang masih tergeletak di tempatnya. Dan air mata mulai mengalir di pipinya.
    “Ke.. kenapa... ?”
    Lalu dengan penuh amarah, Airin mengalihkan pandangannya ke arah Lufia.
    “Apa kamu yang sudah membunuh Rufus ?!”
    Lufia hanya menunduk, tak berani memandang Airin. Lance-pun bangkit, lalu melihat Airin.
    “Maaf, aku benar-benar minta maaf, Nona Airin ! Tadi ketika pulang, aku melihat dia dan adikku bersama. Emosiku meledak, dan aku langsung menyerangnya tanpa bertanya lebih dulu. Secara nggak sengaja, aku mendorongnya dan kepalanya terantuk sudut meja. Aku.. benar-benar minta maaf.”
    Kakak berbohong, dan terus berbohong, demi melindungi Lufia. Kenapa Kak, kenapa ?
    Sementara Airin, yang menemukan pelampiasan kekesalannya, langsung memukul dan terus memukul Lance.
    “Padahal Rufus hanya ingin mendengar nyanyian adikmu, tapi kenapa kamu.. kenapa sampai.. membunuhnya ?! Kembalikan, kembalikan Rufus padaku !”
    Lance membiarkan dirinya terus dipukul oleh Airin.
    Kata-kata yang sama, yang pernah kudengar dari Mikan. Kehilangan orang yang disayangi itu.. memang sangat menyakitkan.
    Lalu ia menengok ke arah Lufia, yang masih tertunduk.
    Karena itu, walau harus menanggung semua ini, bahkan walau sampai membunuh mama, aku tak pernah menyesal. Karena Lufia, kamu-lah yang paling berharga bagiku.

    “Aku tak ingin bersama orang yang telah membunuh Rufus !”
    Kata-kata itu diucapkan Airin sambil menatap tajam ke arah Lance, ketika menanggapi tawaran Lufia agar Airin menginap di situ, karena hari sudah larut malam. Lufia-pun hanya terdiam.
    Padahal, Lufia-lah yang telah membunuh Kak Rufus ! Tapi kakak harus menanggung kebencian dari Nona Airin...
    Tiba-tiba... “Baiklah. Nona Airin, kalau aku tidak ada di sini, kamu nggak keberatan khan menemani Lufia ?”
    Baik Lufia maupun Airin sama-sama terkejut mendengar pertanyaan Lance.
    “A.. apa maksudmu ?!”, tanya Airin dengan penuh kecurigaan, “Ini khan rumahmu, kenapa kamu bilang begitu ?”
    Lance memandang ke arah Lufia.
    “Untuk saat ini, kurasa lebih baik bagi Lufia bersama orang selain diriku.”
    Mendengar jawaban Lance, Airin langsung tersenyum sinis.
    “Oh, tentu saja ! Kamu telah membunuh orang di hadapannya, pasti dia shock !”, lalu ia menengok ke arah Lufia, “Baik, aku janji akan menemani Nona Lufia, kalau kamu pergi.”
    “Ka.. kakak !”
    Lufia bermaksud mencegah, tapi Lance hanya tersenyum ke arahnya, dan mengelus rambutnya. Lalu, tanpa berkata apa-apa, Lance-pun pergi dari rumah itu.
    Kamu benar, Lufia, semua ini salahku. Kalau saja aku mengatakan alasannya ketika itu, pasti semua ini takkan terjadi. Maafkan aku, Lufia...

    ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Mungkin ini merupakan salah satu bentuk penebusan dosa bagi Lance...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  10. #24
    kentutnaga's Avatar
    Join Date
    Nov 2010
    Posts
    331
    Points
    398.10
    Thanks: 9 / 101 / 52

    Default

    Ini cerita nya mundur yah?!
    Awal cerita itu pasti lance ama lufia, nah sekarang cerita nya menuju kesitu kan?
    Bagus kak ceritanya, brb nunggu lanjutan nya..

  11. #25
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Yap, alurnya agak flashback, walau nggak sampe backtrack kayak Memento sih ^^a
    Ok deh, agak sabar ya, lg agak males post lanjutannya sekarang ^^a
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  12. #26
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Malam semakin larut. Airin sedang berdiri di halaman, di hadapan sebuah gundukan tanah yang merupakan kuburan Rufus.
    “Bahkan untuk memberimu makam yang layak saja, aku nggak bisa. Maafkan aku, Rufus. Tapi kupastikan, aku akan membalaskan dendam-mu !”
    Usai berdoa, ia-pun masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba dari arah kamar mandi, terdengar suara Lufia yang memanggilnya.
    “Nona Airin, bisakah Anda datang kemari ?”
    Airin mendatangi kamar mandi dengan bingung.
    “Ada apa, Nona Lufia ?”
    Lufia mengintip dari balik pintu kamar mandi sambil tersenyum polos.
    “Maaf, ta.. tapi.. bisa nggak nolongin Lufia pake piyama ? Selama ini Lufia memang ganti baju sendiri, soalnya nggak mungkin minta tolong sama kakak. Tapi susah banget. Karena kita sama-sama perempuan, Lufia pengen minta tolong.”
    Airin tertegun sejenak, tapi kemudian ia tersenyum.
    “Ah, Nona Lufia kesulitan karena harus ganti pakaian sambil duduk ya ? Baiklah, aku akan membantumu.”
    Dengan pipi bersemu merah, Lufia kembali berkata, “Ma.. maaf kalau merepotkan.”
    Di dalam kamar mandi, baru saja Airin hendak membantu Lufia, ketika matanya tertuju pada bagian belakang pinggang Lufia.
    “Nona Lufia, sepertinya ada sesuatu di belakang pinggang Anda.”
    Lufia menoleh, kemudian ia tersenyum.
    “Oh, itu. Luka itu karena kecelakaan mobil pas Lufia masih kecil. Kaki Lufia juga jadi lumpuh gara-gara kecelakaan itu.”
    Merasa penasaran, Airin mendekat ke pinggang Lufia.
    “Tapi, ini bukan luka. Ini.. lebih mirip gambar. Ya, ini adalah gambar wajah seorang wanita !”

    “Gambar.. wajah ?”, Lufia memperlihatkan keterkejutannya.
    Airin mengangguk. Kemudian ia mengambil sebuah cermin, dan berusaha memperlihatkan gambar tersebut kepada Lufia. Tetapi Lufia masih kesulitan untuk melihatnya.
    “Mungkin lebih baik kalau aku menggambarkannya saja.”
    Lufia terkejut mendengar kata-kata Airin.
    “Eh ? Nona Airin bisa menggambar ?”
    “Sedikit-sedikit. Aku lebih mahir bermain biola, tapi kurasa aku masih bisa melukis gambar wajah ini. Nona Lufia, apakah ada kertas dan pena yang bisa kupakai ?”
    Lufia berkata, “Tolong bantu Lufia memakai piyama dulu, Nona Airin.”
    Setelah memakai piyama, Lufia kembali duduk di kursi rodanya. Lalu dengan diikuti Airin, Lufia menuju ruang kerja Lance. Ketika masuk ke ruang tersebut, Airin terkejut.
    “I.. ini...”
    “Kamar ini adalah tempat kerja Kak Lance. Ia memang sangat suka melukis, bahkan sehari-hari ia menjual lukisan karyanya di kota, agar kami bisa bertahan hidup.”
    Airin terdiam mendengar kata-kata Lufia. Sementara Lufia mengayuh kursi rodanya, menuju sebuah meja yang terdapat tumpukkan kanvas baru.
    “Nona Airin bisa memakai kanvas ini, dan juga kuas serta catnya. Lufia penasaran, kenapa ada gambar wajah di pinggang Lufia ?”
    Selama beberapa saat berikutnya, yang terdengar hanyalah suara sapuan kuas pada kanvas. Tak berapa lama kemudian, Airin memperlihatkan gambarnya kepada Lufia.
    Bola mata Lufia terbelalak, dan matanya langsung tertuju pada foto yang terletak di atas meja.
    “Ti.. tidak mungkin ! I.. ini kan.. wajah mama ? Kenapa ada gambar wajah mama di pinggang Lufia ?!”

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Wajah Sang ibunda terdapat pada pinggang Lufia ? Apa ini ?
    Lufia merasakan kalau kebenaran masih jauh dari yang diketahuinya. Apakah Lance kembali membohonginya ? Ataukah...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  13. #27
    kentutnaga's Avatar
    Join Date
    Nov 2010
    Posts
    331
    Points
    398.10
    Thanks: 9 / 101 / 52

    Default

    Belum ada kelanjutan nya nih kak?!

  14. #28
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    6. Dendam Terpendam
    Mentari sudah cukup tinggi, ketika perlahan Lance membuka matanya.
    Huh, ternyata bisa juga aku tidur di luar. Apa sebaiknya aku membiasakan diri, kalau sampai Lufia membenciku ?
    Baru saja Lance hendak bangkit, ketika sebuah suara yang dikenalnya menegurnya.
    “Hey, bukankah kamu anak muda pelukis itu ?”
    Lance menengok, dan melihat kakek yang pernah memintanya untuk melukis gubuk itu.
    “Ke.. kenapa kakek ada di tempat ini ?”, tanya Lance dengan gugup.
    Sambil tersenyum ramah, beliau berkata, “Setiap pagi, aku selalu jalan-jalan di pinggir sungai ini. Yah maklumlah, namanya juga orang tua, kalau nggak menggerakkan otot, badan rasanya ngilu. Kamu sendiri, kenapa ada di sini ?”
    Lagi-lagi Lance merasa kalau kakek itu memergokinya.
    “A.. aku.. lagi istirahat sejenak di sini.”
    “Istirahat sejenak sampai ketiduran ?”, kakek itu tersenyum penuh arti.
    Dan Lance-pun tidak bisa membalas sindiran Sang kakek. Lalu kakek itu duduk di sampingnya.
    “Dengar ya, anak muda. Apapun yang kamu perbuat, bukanlah urusanku. Aku juga tak ingin mencampuri masalahmu. Tapi semakin keras kamu berusaha menutupi sesuatu, semakin hal itu akan jelas terlihat. Kalau memang ada masalah dan kamu ingin menceritakannya, kakek tua ini akan bersedia mendengarkan.”
    Lance memperhatikan kakek itu dalam-dalam.
    Lalu, bagaimana aku bisa berkata, kalau aku-lah orang yang bertanggung jawab atas kematian cucunya ? Selain itu, mana mungkin beliau bisa percaya kalau lukisanku, dan nyanyian Lufia, dapat membunuh orang...
    Sejenak, baik Lance maupun kakek itu, tak ada yang bersuara. Sampai terdengar sebuah suara tak jauh dari belakang mereka.
    “Aduh kakek, lagi ngapain sih ? Kok nggak langsung pulang ?”
    Baik Lance maupun kakek itu menengok. Ternyata Mikan telah berdiri di belakang mereka. Lance terkejut, begitu pula Mikan.
    “Mi.. Mikan ?”

    “Ah Mikan, apa kamu masih ingat dengan pemuda ini ? Dia adalah Lance Harrington, bekas tetangga kalian dulu.”
    Mikan menatap tajam ke arah Lance.
    “Jadi, ceritamu kalau kamu sempat berjumpa dengan kakek, benar ya Lance ?”
    Lance hanya terdiam. Sementara Sang kakek tertegun.
    “Lho, jadi kamu udah pernah ketemu cucuku lagi ? Kenapa nggak bilang ?”, kemudian beliau tersenyum lebar, “Baguslah. Ayo kita ke rumahku, anak muda.”
    “Jangan menginjakkan kaki di tempat tinggal baruku, dasar pembunuh !”
    Kata-kata Mikan itu, membuat baik Lance maupun Sang kakek terkejut.
    “Mi.. Mikan, apa maksudmu berkata begitu ? Bukankah kalian teman lama ?”
    Bola mata Mikan terbelalak, dan ia-pun langsung menutup mulutnya.
    “Ma.. maaf Lance, aku.. aku...”
    Mikan menggelengkan kepalanya keras-keras, lalu berbalik dan melarikan diri. Sementara kakek itu menghela nafas.
    “Aneh sekali anak itu, padahal biasanya dia nggak begitu. Jangan dipikirkan ya, anak muda. Walau kata-katanya terdengar kejam, tapi pasti ia tak bermaksud buruk.”
    Ketika melihat wajah Lance, kakek itu kembali terkejut; Lance menunduk, dengan wajah tegang.
    “Tidak kek, apa yang dikatakan Mikan memang benar. Aku.. tak pantas ke rumah kakek.”
    Sambil menepuk bahu Lance, kakek itu berkata, “Su.. sudahlah, jangan terlalu memikirkan kata-kata cucuku. Kamu telah sangat menolongku, dengan melukis rumah kenangan itu. Oh ya, pasti kamu juga ingin melihat, bagaimana aku memajang lukisan tersebut khan ?”
    Lance tersenyum sedih.
    “Terima kasih atas tawarannya, tapi.. memang lebih baik aku jangan ke rumah kakek.”
    Ketika Lance hendak melangkah pergi, kakek itu-pun berkata, “Anak muda, datanglah kapanpun kamu ingin berkunjung ke rumahku. Aku pasti akan menerimamu, dan aku yakin, Mikan juga pasti sama denganku.”

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Ah maaf2 ^^ Ini lanjutannya ^^
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  15. #29
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Post terakhir bulan 2... hmm... lama bgt ya sy nggak lanjutin ^^a Maaf2, sy pikir nggak ada yg baca lagi...

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Padahal, aku tak bermaksud bilang begitu. Tapi...
    Mikan menghentikan langkahnya. Sekilas ia menengok ke belakang, melihat kakeknya dan Lance dari kejauhan. Sebuah suara dalam benaknya, kembali mengejutkannya.
    Tapi.. kenyataan bahwa Lance-lah yang telah membunuh Kak Mikhail takkan pernah berubah ! Apa kamu benar-benar ingin melupakan hal itu, Mikan ?!
    Mikan menggelengkan kepalanya keras-keras sambil menutup telinganya.
    “Tidak, tentu tidak ! Aku tahu itu, tapi...”
    Suara dalam benaknya seakan melanjutkan kata-kata Mikan.
    Tapi.. di sisi lain, kamu juga menyukainya, kan ? Kamu menyukai pembunuh kakakmu kan ?!
    Mikan-pun terduduk lemas.
    “Aku bingung, apa yang harus kulakukan ? Memang, Lance telah membunuh kakak, tapi aku juga tak bisa membohongi perasaanku sendiri.”
    Sejenak hanya kesunyian yang ada, sampai suara dalam batinnya membuat Mikan terbelalak.
    Apa yang harus kamu lakukan ? Mudah saja. Berikan tubuhmu padaku, dan biarkan aku yang membalaskan dendam Kak Mikhail !
    Seakan mengulang kata-kata dalam benaknya, Mikan bertanya, “Berikan.. tubuhku.. padamu ?”
    Benar. Kamu cukup mengosongkan pikiranmu, dan segalanya pasti beres.
    Mikan bangkit berdiri.
    “Aku nggak bisa melakukannya. Kalau ada yang harus membalaskan dendam kakak, dia adalah diriku sendiri.”
    Sunyi, tanpa jawaban. Mikan-pun menghela nafas lega.

    Siang itu, mendung menggantung di langit. Sementara orang-orang bergegas menuju tempat tujuannya masing-masing, Lance masih berjalan tanpa arah.
    Apa sebaiknya aku pulang ? Tapi kalau Nona Airin masih di rumah...
    Belum sempat Lance berpikir lebih jauh, ketika sebuah suara yang sangat dikenalnya memanggil.
    “Kakak !”
    Lance menengok, dan melihat Lufia sedang berusaha mengejar di atas kursi rodanya. Dan Airin membantu mendorongnya.
    “Akhirnya ketemu juga. Dari semalam, kakak kemana aja sih ?!”
    “Aku.. tidur di luar. Lalu, kenapa mencariku ?”
    “Tidur di luar ?”, sorot mata Lufia langsung menjadi tajam, “Gimana kalau sampe sakit ?! Kita kan nggak punya uang untuk ke dokter ?! Dasar kakak bodoh !”
    Melihat air mata Lufia yang mulai mengalir, Lance-pun menjadi gugup.
    “Ma.. maafkan aku.”
    Sementara, Airin yang sejak tadi hanya memperhatikan saja, akhirnya bertanya kepada Lufia.
    “Nona Lufia, bukankah ada yang ingin kamu tanyakan pada kakakmu ?”
    “Ah, benar juga.”, lalu ia menyeka air matanya, dan kembali memandang Lance, “Kak, kakak pernah bilang kalau luka di belakang pinggang Lufia, akibat kecelakaan waktu itu. Tapi Kak, itu sebenarnya bukan luka kan ?!”
    “Eh ?”
    “Selama ini Lufia nggak memeriksanya, karena percaya kata-kata kakak. Tapi kemarin, ketika Nona Airin melihatnya, ternyata itu bukan luka ! Itu gambar wajah mama, yang dilukis dengan darah, benar kan ?!”
    Sekilas Lance menatap tajam ke arah Airin, tapi kemudian ia-pun menunduk.
    “Lufia yakin, pasti kakak-lah yang melukis gambar itu. Kak, ceritakanlah, apa yang sebenarnya terjadi saat kecelakaan itu ?”
    Terdengar gemuruh geluduk, dan perlahan hujan mulai turun. Semua terjadi begitu cepat; Seseorang berlari dengan cepat ke belakang Lance, dan Lance jatuh berlutut sambil memegang pinggangnya yang penuh darah. Baik Lufia maupun Airin hanya terpana menyaksikan semua itu.
    “Akhirnya.. akhirnya aku bisa membalaskan dendam Kak Mikhail !”
    Dan tawa Mikan-pun menggema di jalan yang sepi itu.

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Kali ini, ada pertentangan batin di dalam diri Mikan. Dan akhirnya, terjadilah tragedi itu...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  16. #30
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    “Kakak !”, jeritan Lufia terdengar di antara bunyi hujan yang semakin deras.
    Lufia yang berusaha mendekati Lance, terjatuh dari kursi rodanya, sementara Airin hanya bisa terpana menyaksikan semua itu.
    “Kakak, bertahanlah...”, Lufia tetap memaksakan diri untuk merangkak.
    Di sisi lain, tawa Mikan perlahan-lahan berubah menjadi tangisan.
    “Aku.. aku.. tak bisa mencegahnya. Padahal aku sudah menetapkan hati, tapi... maaf, maafkan aku, Lance...”
    Beberapa orang penduduk mulai mendatangi tempat itu. Lufia yang melihat itu, menjerit minta tolong, “Tolong, siapapun juga, tolonglah Kak Lance !”
    Tapi mereka hanya saling berpandangan satu sama lain, dan tak seorang-pun yang bertindak.
    “Benar-benar keterlaluan !”
    Airin, yang sejak tadi berdiam diri, akhirnya mulai merasa marah atas sikap diam itu.
    Lalu ia berkata kepada Lance, “Dengar ya, aku mencari pertolongan bukan demi kamu, tapi demi Nona Lufia !”
    Usai berkata demikian, Airin-pun berlari menerobos hujan dan kepungan para penonton.
    Apa yang kupikirkan ? Kenapa aku harus menolong pembunuh Rufus ?!”
    Sementara, dengan suara lemah, Lance berusaha mengalahkan suara hujan.
    “Lu..fia, tolong.. hentikan.. Mikan !”
    “Eh ?”
    Ketika Lufia melihat ke arah Mikan, ternyata Mikan telah mengarahkan pisau yang dipegangnya ke lehernya sendiri.
    “Mikan.. henti...”
    Mikan menggeleng. Ia hanya tersenyum, walau senyumnya terlihat sedih.
    “Aku mencintaimu, Lance.”
    Dan dengan kata-kata itu, Mikan menusukkan pisaunya ke lehernya sendiri.
    “Mikan !”

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Tragedi demi tragedi... mengapakah semua ini terjadi ? Mungkin pertanyaan itu terus terngiang di benak Lance.
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

Page 2 of 3 FirstFirst 123 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •