persis Indonesia.. siapa tahu ntar ada pemerintah reformasi segala![]()
persis Indonesia.. siapa tahu ntar ada pemerintah reformasi segala![]()
Bhiksu Kalsel Hilang di Myanmar Bersama 9 Bhiksu dan 7 WNI
BANJARMASIN, BPOST - Wajah Bhikkhu Saddhaviro Thera memerah. Keringat dibiarkan membasahi pipinya. Tangannya tak pernah henti menekan tuts telepon di ruang kerjanya.
Kegelisahan tampak sekali dari raut wajah Kepala Vihara Dhammasoka Banjarmasin ini, Rabu (3/10). Ia baru menerima kabar bahwa salah seorang bhiksu asal Halong, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, hingga kini tidak ada beritanya, pasca-unjuk rasa di Myanmar, Kamis (27/9) lalu.
“Bikkhu Shantamano (32), termasuk satu dari 10 bhiksu asal Indonesia yang hilang pasca-unjuk rasa di Myanmar,” ungkap Saddhaviro Thera kepada BPost di Vihara Dhammasoka , Rabu (3/10).
Sadhaviro yang juga sebagai bhiksu pembina Sangha Theravada Indonesia itu mengatakan, Bhikkhu Shantamano bersama sembilan bikkhu dari daerah lainnya di Indonesia sedang belajar agama, terutama meditasi di Myanmar. “Mereka sudah tiga bulan berada di sana,” ujarnya.
Namun sejak gejolak politik pecah di Myanmar akhir bulan September, Saddhaviro mengaku kehilangan kontak dengan Shantamano. Bahkan Kedutaan Besar Indonesia yang selama ini menjadi penghubung komunikasi, belum bisa memastikan keberadaan 10 bhiksu asal Indonesia tersebut.
“Saya beberapa kali menghubungi Kedubes RI di sana. Tapi, mereka juga kehilangan kontak dengan 10 bhiksu asal Indonesia itu. Hanya saja, mereka bilang bahwa daerah tempat mereka tinggal aman-aman saja,” cetusnya.
Meski begitu, Saddhaviro mengaku gelisah karena hingga kini Shantamano belum ada kabar beritanya. “Mau tidak bingung, ya bagaimana. Teman kami belajar di sana dan sampai sekarang kehilangan kontak,” ujarnya.
Menurut dia, kontak terakhir dengan Shantamano terjadi satu bulan lalu. Saat itu kondisi Shantamano dalam keadaan baik-baik saja.
“Saat itu sebelum ada konflik dan situasinya aman. Sehingga saya tidak khawatir terhadap dia,” urainya.
Saddhaviro berharap pertikaian di Myanmar segera berakhir sehingga kehidupan bermasyarakat bisa kembali normal. Dia juga meminta umat Budha di Kalsel mendoakan para bhiksu yang berada di negeri itu diberi keselamatan dalam mengemban tugasnya sebagai pengajar agama dan penegak moral.
Di Jakarta, puluhan bhiksu tergabung dalam Solidaritas Buddhis Indonesia untuk Myanmar menggelar unjuk rasa di depan Kedubes Myanmar. Mereka meminta pemerintah RI mencari kabar tentang keberadaan 10 bhiksu Indonesia dan tujuh umat Budha yang sedang mempelajari agama tersebut.
“Kami minta pemerintah mencari tahu nasib saudara-saudara kami yang kini berada di Myanmar,” kata koordinator aksi, Ponijan.
Menurut Ponijan, sejak meletusnya konflik berdarah di Myanmar, Kamis (27/9) lalu, tidak ada lagi akses internet maupun saluran komunikasi yang bisa dihubungi. “Kami tidak tahu apakah 17 saudara kami itu ditangkap atau meninggal dunia ataupun masih sehat,” cetusnya.
4.000 Bhiksu
Pemerintah junta militer Myanmar pimpinan Jenderal Senior Than Shwe terus melakukan penangkapan terhadap warga sipil maupun para bhiksu di negeri itu. Sumber kantor berita BBC melaporkan, sekitar 4.000 bhiksu ditangkap di Yangon dan segera dipenjarakan jauh dari kota tersebut.
Semula para bhiksu ditahan di bekas gelanggang pacuan kuda dan sebuah kampus teknik di Yangon. Mereka ditempatkan di dalam gudang tidak berjendela dan tanpa fasilitas sanitasi.
Para biksu dilucuti pakaiannya dan dibelenggu. Karena banyaknya bhiksu yang dipenjara, aksi demonstrasi otomatis berhenti. Kuil dan vihara-vihara kosong, sementara sekelompok tentara berada di setiap sudut kota.
Para diplomat asing di Myanmar menyatakan, setiap malam kuil-kuil diserbu tentara. Para bhiksu senior diperintahkan pulang kampung, dan komunitas bhiksu dibubarkan.
Hingga kemarin kondisi di Yangon masih mencekam meski lebih tenang dari beberapa hari sebelumnya. Jam malam diberlakukan kembali pada pukul 10.00 malam hingga pukul 04.00 pagi.
Menurut seorang pejabat PBB di Myanmar, sekitar 1.000 orang kini ditahan pasukan keamanan di sebuah kampus di Yangon. Para tahanan itu direncanakan akan dipindah ke lokasi rahasia di luar Yangon.
Pejabat Myanmar mengakui militer telah menahan lebih dari 1.700 orang di kampus Institut Teknis Pemerintah. Dari jumlah itu, 200 wanita di antaranya dan seorang bhiksu berusia 10 tahun.
Reaksi keras dikeluarkan Dewan Hak Asasi PBB di Jenewa. Dewan beranggotakan 47 negara itu mengadakan pertemuan darurat untuk mendengarkan kesaksian tentang kerusuhan di negeri yang dulu bernama Birma tersebut.
Mengenai pertemuan Utusan Khusus PBB Ibrahamin Gambari dengan Pemimpin junta Myanmar, dinilai kelompok prodemokrasi tidak memberikan manfaat apa-apa.
“Kunjungannya itu tidak akan berpengaruh hingga dia dapat mempertemukan Suu Kyi dan Than Shwe. Misinya sangat lemah. Dia harus melakukan lebih dari ini,” ujar Zinn Linn, jurubicara oposisi yang mengasingkan diri di Bangkok, Thailand, Rabu.
Sebaliknya, pihak junta, melalui Meteri Luar Negeri, Nyan Win, mengatakan bahwa krisis politik di negaranya karena adanya anasir-anasir di dalam dan di luar negeri yang ingin menyelewengkan proses menuju demokrasi supaya mereka dapat mengambil keuntungan dari situasi kekacauan tersebut.
Pernyataan Nyan Win mengindikasikan, junta militer tidak akan surut dengan kebijakan garis kerasnya dan tidak segan-segan mengabaikan tuntutan internasional untuk memulihkan demokrasi serta membebaskan Aung San Suu Kyi.
http://www.banjarmasinpost.co.id/ind...3777&Itemid=72
Myanmar Duri dalam ASEAN
MYANMAR mencengangkan dunia tatkala rezim militer yang dipimpin Jenderal Than Shwe memberangus demonstran dengan kekerasan yang tak terperikan. Demonstrasi besar yang dipelopori para biksu dihentikan dengan dentuman mesiu. Puluhan orang tewas dan ratusan cedera.
Jumlah korban dan intensitas kegarangan militer tidak lagi terukur karena matinya akses informasi ke negeri anggota ASEAN itu. Tidak ada informasi resmi yang bisa dipercaya dari sana.
Demonstrasi pecah di Yangon, ibu kota negara, sehari setelah Amerika Serikat memperberat sanksi terhadap Myanmar karena rezim di negara itu tidak memedulikan demokrasi dan hak asasi warganya.
Sudah dua dekade Myanmar tenggelam dalam rezim militer yang sangat otoriter. Setelah dimulai dengan pembatalan hasil pemilu yang dimenangi tokoh oposisi dan perintis demokrasi Aung San Suu Kyi, junta militer mempertahankan otoritarianisme hingga sekarang. Aung San Suu Kyi, walaupun mendapat simpati dunia yang luar biasa, tetap saja tidak menikmati kebebasan di negerinya sendiri.
Mengapa Myanmar bisa kukuh bertahan sebagai rezim otoriter di tengah arus demokratisasi yang kian melanda dunia?
Myanmar sesungguhnya menikmati perlindungan dari berbagai segi. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa Myanmar memperoleh kawan setia, yaitu China. Faktor China itulah yang menyebabkan kebrutalan militer di Myanmar tidak pernah bisa dibawa ke Dewan Keamanan. Belum lagi India yang juga memiliki kepentingan strategis dengan Myanmar, terutama dalam sektor perdagangan.
Perlindungan lain yang dinikmati Myanmar adalah ASEAN. ASEAN membentengi Myanmar dengan argumen bahwa Myanmar bisa diselesaikan melalui ASEAN spirit. Demokratisasi di Myanmar, menurut ASEAN, akan berproses dengan sendirinya. Baik karena dorongan domestik di Myanmar, juga karena tekanan internal di kalangan ASEAN sendiri.
Namun, dua dasawarsa membiarkan rezim militer hidup di lingkungan ASEAN membuat perhimpunan bangsa Asia Tenggara itu tidak lagi bisa dipercaya di mata dunia. ASEAN oleh dunia mulai dinilai lemah berhadapan dengan Myanmar. Jangan-jangan itulah yang menjadi watak spirit ASEAN, yaitu tidak enak berbicara dengan Than Shwe bahwa rezim militer yang otoriter harus diakhiri.
Ketika kekerasan meletus di Yangon, para menlu ASEAN yang sedang bersidang di New York memang mengeluarkan pernyataan keras. Tindakan militer terhadap demonstran disebut sebagai peristiwa menjijikkan. Itulah kekerasan optimal yang bisa dihasilkan dari para menlu.
Namun, di tingkat pemimpin tertinggi ASEAN, sikap keras seperti itu tidak muncul. Tidak ada lagi tokoh senior dan berwibawa di ASEAN sekarang ini yang mampu didengar dan diikuti Than Shwe. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang diminta Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk membantu penyelesaian di Myanmar. SBY mengaku pernah dua kali bertemu dengan Than Shwe dan sudah memperoleh janji bahwa Myanmar akan beralih ke demokrasi.
Namun, hingga sekarang demokratisasi yang dijanjikan tidak terwujud. Belum juga terdengar kabar bagaimana langkah yang ditempuh SBY menjawab permintaan Ban.
ASEAN harus secara lebih tegas dan teratur menekan Myanmar agar beralih ke demokrasi. Misalnya, dengan ancaman mengeluarkan Myanmar dari ASEAN. Bila Myanmar tetap mempertahankan otoritarianisme seperti sekarang, ia akan menjadi duri dalam daging ASEAN sendiri.
ASEAN tidak akan bisa berdiplomasi dengan leluasa dan elegan di Eropa dan Amerika Serikat karena Myanmar akan selalu dipertanyakan.
Sejarah mencatat hampir tidak ada negara otoriter yang dengan sukarela berpindah ke demokrasi. Sekali sebuah negara diperintah rezim otoriter, sulit dan amat mahal untuk mengubahnya. Biasanya melalui perjuangan berdarah.
Itulah yang sekarang terjadi di Myanmar. Untuk menghindari pertumpahan darah yang mengerikan, dunia harus bertindak bersama-sama dan serentak. PBB adalah forum terbaik bila kekuatan regional seperti ASEAN tidak berfungsi semestinya.
Markas Besar PBB (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sesjen PBB), Ban Ki-moon, mengatakan bahwa utusan khususnya, Ibrahim Gambari, telah menyampaikan suatu "pesan keras" kepada penguasa militer Myanmar tentang penumpasan yang dilakukan terhadap unjuk rasa pro-demokrasi.
"Tuan Gambari telah mengantarkan sebuah pesan kuat dari saya secara pribadi," kata Ban kepada para wartawan.
"Kami sekarang sedang menunggu kepulangannya, dan saya akan mendapat taklimat dari dia besok siang," katanya, sebelum memutuskan langkah selanjutnya.
Ia menimpali, "Keprihatinan masyarakat Internasional yang sudah jelas dan jernih itu disampaikan kepada pihak berwenang Myanmar."
Ban mengatakan, Gambari memastikan bahwa dalam misi empat harinya telah bertemu dengan jenderal-jenderal penguasa Myanmar dan tokoh demokrasi yang ditahan, Aung San Suu Kyi, bahkan dia dapat melakukan kunjungan kembali pada November 2007.
Pemimpin PBB itu mengatakan, utusan khususnya akan berunding dengan 15 anggota Dewan Keamanan PBB pada Jumat untuk mempertimbangkan langkah berikutnya dari masyarakat internasional.
Ban juga diminta untuk lebih memberi reaksi atas penangkapan seorang staf PBB lokal di Yangon dan tiga anggota keluarganya.
"Saya bermaksud melakukan apa pun yang saya bisa, pertama-tama kita hadapi masalah ini, dan situasi HAM secara keseluruhan di Myanmar," ujarnya.
Di Myanmar, junta militer meneruskan tekanan kepada rakyatnya menyusul pembubaran berdarah kepada para pengunjuk rasa.
Tentara pada pekan lalu menewaskan sedikit-dikitnya 13 orang dan menangkap lebih dari seribu lainnya untuk menekan protes pro-demokrasi yang terbesar dalam 20 tahun pemerintahan milite itu.
Mereka melanjutkan penahanan satu malam dan meningkatkan patroli untuk menerapkan teror terhadap penduduk.
Protes itu timbul pada pertengahan Agustus setelah harga BBM yang naik sangat tinggi, dan dua pekan lalu protes itu meningkat saat biksu Budha tampil memimpin gerakan yang menarik 100 ribu orang ke jalanan itu, demikian laporan AFP.
referensi : http://www.antara.co.id/
Kenapa Revolusi Selalu Memakan Korban
Apakah Hasilnya Sebanding Dengan Pengorbanannya?
Tidak selamanya kediktatoran datang dari kudeta militer, tetapi bisa juga lewat mekanisme pemilu yang dimenangkan oleh kelompok sipil.
Dalam berbagai studi, peranan militer sangat dominan dalam membentuk kehidupan politik otoriter. Setidaknya ada beberapa alasan militer selalu berkehendak untuk tampil dalam kehidupan politik.
Sepertinya militer Myanmar adalah kekuatan politik yang selalu mendominasi dalam proses ekonomi-politik di negara tersebut paska merdeka.
Kendati rejim-rejim militer di berbagai negara sudah mulai tumbang satu –per satu namun kelihatannya prospek kehidupan demokrasi di Myanmar masih sangat jauh.
Akankah aksi-aksi yang semakin membesar ini petanda bagi kehancuran kekuasaan junta militer dan angin demokrasi akan berhembus?
BANGKOK (SINDO) – Aktivis prodemokrasi Myanmar berharap Indonesia bisa lebih aktif, menggunakan pengaruhnya, mendorong demokratisasi di negeri junta militer itu.
Rakyat Myanmar menilai Indonesia sebagai negara yang paling mampu menekan pemimpin junta Jenderal Senior Than Shwe melalui forum Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) maupun Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa (DK PBB). ”Saya pikir, selain China dan India, lembaga lain yang memiliki kans kuat untuk memberi tekanan kepada Than Shwe adalah ASEAN.
Dan Indonesia punya pengaruh kuat di ASEAN. Saya mohon Indonesia memainkan peran itu,” ujar Sann Aung, seorang anggota Dewan Menteri Pemerintahan Koalisi Nasional Persatuan Burma (NCGUB) kepada SINDO di Bangkok, kemarin. Dalam wawancara tersebut, Aung tidak mau menggunakan istilah Myanmar, tapi bersikeras menggunakan nama Burma.Aung adalah anggota partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi yang bersama aktivis lain giat menyuarakan demokrasi melalui NCGUB yang berpusat di Bangkok.
Menurut Aung,posisi Indonesia sangat kuat untuk mendorong ASEAN mengeluarkan kebijakan soal Myanmar. Selain itu, Indonesia juga punya bargaining position signifikan di DK PBB. ”Saya juga menginginkan agar nanti Indonesia mendukung Resolusi DK PBB untuk Myanmar,”harap Aung. Berikut wawancara lengkap SINDO dengan Aung:
Apa tanggapan Anda soal membelotnya perwira militer Myanmar Myor Hla Win ke Bangkok untuk mencari suaka politik ke Norwegia?
Saya mendengar tentang hal itu, dan saya anggap tindakan Hla Win (kabur ke Bangkok mencari suaka politik) adalah bentuk ketidaksetujuannya terhadap tindakan represif para petingginya, terutama Than Shwe. Saya hargai tindakannya.
Apakah ada lagi orang-orang seperti Hla Win yang berani menentang kebijakan junta?
Sejauh yang kita ketahui,dalam meredam aksi-aksi para demonstran, junta tak segan-segan untuk bertindak brutal: menembak, memukul, bahkan membunuh. Harap diketahui sebenarnya banyak orang-orang militer Myanmar yang tidak sepakat dengan hal demikian, terutama para petinggi militer yang masih punya hati nurani.
Menurut Anda,apakah Hla Win akan mendapat suaka politik dari Norwegia?
Itu tergantung pada Norwegia sendiri. Jika Pemerintah Norwegia setuju, dia dapat dengan mudah pergi dan tinggal di Norwegia. Tetapi, saya mengimbau negaranegara Eropa dan Asia agar memberikan bantuan kepada orangorang Burma yang telah atau sedang mengorbankan dirinya untuk menciptakan atmosfer demokrasi di Burma. Lebih spesifiknya mungkin memberikan suaka politik kepada mereka.
Sebenarnya tidak begitu banyak orang yang ingin mencari suaka politik dan tinggal di luar negeri. Banyak orang Burma yang menginginkan tinggal di Burma, tapi dengan syarat terciptanya iklim demokrasi yang kondusif, rakyat bebas dari rasa takut. Intinya, tercipta rasa aman dan nyaman untuk rakyat Burma.
Saya mendengar Hla Win berani membelot karena dia seorang penganut Buddha, benarkah?
Saya juga mendengar seperti itu, tapi saya tidak tahu apakah benar dia seorang Buddha. Namun, saya kira sentimen agama tidak begitu penting untuk konteks Burma. Apa pun agamanya, apakah Islam, Buddha atau China, selama dia punya keinginan berjuang untuk menciptakan rekonsiliasi nasional, silakan saja. Saya pikir semua agama sepakat, tindakan represif junta adalah hal yang salah.
Menurut Anda, apa solusi yang paling tepat untuk kemajuan Burma? Apa pula yang seharusnya dilakukan Dewan Keamanan PBB maupun ASEAN terhadap Burma?
Saya tetap menginginkan solusi ideal, yaitu negosiasi. Saya menginginkan masyarakat internasional mendukung gerakan prodemokrasi dan menekan Than Shwe agar mau melakukan rekonsiliasi nasional.
Di sinilah saya ingin menekankan pentingnya peran Indonesia. Saya ingin Indonesia aktif memainkan peran di ASEAN maupun DK PBB. Indonesia memiliki pengaruh kuat untuk mengajak negara- negara lain untuk menekan Burma. Di samping itu, saya berharap Presiden Indonesia bisa memainkan peran aktif di DK PBB. Sebagai negara terbesar di Asia,bahkan di dunia,saya minta Indonesia bisa menekan junta.
referensi : http://www.seputar-indonesia.com/
- Propaganda untuk meraih simpati terus dilakukan pemerintah junta militer Myanmar. Melalui surat kabar pemerintah, rezim militer itu mengaku telah membagikan uang ribuan dolar, obat, dan makanan bagi para biksu Budha.
Langkah ini dilakukan pemerintahan Jenderal Tan Shwe itu sebagai isyarat dimulainya rekonsiliasi. Demikian diberitakan news.com.au, Senin (8/10/2007).
Para biksu Budha bulan lalu telah mendeklarasikan boikot terhadap donasi dari tentara dan keluarganya, sebagai bentuk protes yang akhirnya mampu menggerakkan 100-an ribu orang ke jalan.
Surat kabar The New Light of Myanmar milik pemerintah menyebut, Menteri Pertahanan Letnan Jenderal Myint Swe kemarin mendistribusikan uang tunai USD8.877 dan sejumlah besar beras, minyak goreng, pasta gigi, dan obat-obatan bagi 50-an biara di utara Yangon.
Surat kabar yang menjadi corong pemerintah itu menyebut, sumbangan diberikan oleh anggota militer dan keluarganya, dan diterima oleh para biksu.
referensi : http://www.okezone.com/
YANGON - Junta militer Myanmar mulai mengurangi pengamanan di Yangon secara bertahap. Barikade militer yang melindungi Pagoda Shwedagon dan Sule sudah ditarik. Sepertinya, mereka yakin tidak akan ada lagi aksi massa melawan penguasa militer. Namun, jalan-jalan masih lengang dan penangkapan terus berlanjut.
Beberapa orang di jalan mengatakan masih ketakutan. Warga masih terlalu takut membicarakan situasi Yangon, meski jenderal berkuasa mengatakan untuk kali pertama bersedia berbicara dengan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi.
Seiring meningkatnya kemarahan internasional atas kekerasan yang terjadi di Myanmar, Dewan Keamanan (DK) PBB memastikan pertemuan kembali anggota DK PBB pada Senin (8/10). Pertemuan itu merupakan desakan dari negara-negara yang meminta DK PBB segera memberikan keputusan pasti mengenai sanksi yang akan diberikan kepada Myanmar.
Rencananya, ke-15 anggota DK PBB menelaah ulang rancangan pernyataan atas tindakan junta militer. Rancangan tersebut berisi kecaman terhadap tindakan junta militer. Selain itu, meminta mereka membebaskan tahanan politik dan memulai dialog dengan pihak oposisi. Draf tersebut dianggap tidak kuat. Pasalnya, itu bukan dinilai sebagai resolusi. Juga, tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan demikian, DK PBB tak bisa menerapkan sanksi jika pernyataan tersebut diabaikan junta militer.
Di sisi lain, dukungan internasional kepada aksi demo di Myanmar kembali bermunculan. Demonstran di kota-kota Eropa dan Asia bergabung dalam demo melawan junta militer. "Kami berharap bisa mengirimkan pesan kepada penguasa militer di Myanmar bahwa dunia masih melihat dan memperhatikan," tulis pernyataan yang dikeluarkan Amnesti Internasional, yang mengorganisasi demo di lebih dari 24 kota di Asia, Eropa, dan Amerika Utara.
Meski demikian, beberapa pengamat memprediksi bahwa demo tersebut tidak akan berpengaruh banyak. Sebab, elite militer tidak memedulikan opini dan tekanan dunia selama 45 tahun berkuasa. Tetapi, itu tidak mengurangi semangat peserta aksi. Bahkan, sebelum demo mulai di London, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown meminta sanksi baru negara Uni Eropa (EU) untuk melawan junta.
Sangsi tersebut mencakup larangan investasi masa depan di Myanmar. "Kemarahan dunia atas kekerasan yang terjadi pada rakyat Myanmar sudah ditunjukkan ," kata Brown sebelum melaksanakan pertemuan dengan biksu Buddha yang berkumpul di kantornya di 10 Downing Street.
referensi : http://www.indopos.co.id/
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan bertemu Senin (Selasa WIB) atas desakan dari banyak pihak untuk bersikap terhadap pemerintahan militer Myanmar yang melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Badan yang beranggotakan 15 negara akan membuat satu pernyataan yang akan menyatakan kecaman terhadap aksi kekerasan yang dilakukan terhadap para pengunjuk rasa dan meminta agar perlakuan serupa itu segera dihentikan dan semua tahanan politik agar dibebaskan termasuk Aung San Suu Kyi.
Teks pernyataan bersama itu dibuat oleh Amerika Serikat, Inggris dan Perancis diajukan pada Jumat lalu kepada seluruh anggota DK setelah mendengarkan laporan utusan khusus PBB untuk masalah Myanmar, Ibrahim Gambari setelah melakukan misinya ke negara itu.
Namun walaupun adanya protes yang mendukung gerakan demokrasi Myanmar agaknya naskah tersebut akan lebih diperhalus kata-katanya atas permintaan China, Rusia dan kemungkinan Indonesia, demikian dikatakan oleh para diplomat.
Sementara itu pernyataan dari media massa Myanmar, Minggu memberitakan pembebasan ratusan biksu dan para demonstran menjelang akan dilakukannya sidang DK=PBB.
Harian The New Light of Myanmar melaporkan lebih dari separuh orang yang ditahan dalam aksi unjuk rasa terhadap pemerintah pekan lalu yang berjumlah 2.171 telah dibebaskan dan berita itu diulang dalam siaran televisi.
Namun sejumlah truk militer masih tetap berjaga-jaga di tempat-tempat tertentu di Yangon, Minggu (07/10).
AS telah mengancam akan mendesak PBB untuk menjatuhkan sanksi terhadap para jendral Myanmar yang memimpin negeri itu termasuk embargo senjata apabila menolak untuk menghentikan tindakan yang mereka lakukan dan menolak bekerja sama dengan proses mediasi rekonsiliasi seisi negeri yang akan dipimpin Gambari.
Namun resolusi sanksi kemungkinan akan ditolak oleh China dan Rusia yang mengatakan masalah itu adalah murni masalah dalam negeri yang tak memberikan dampak negatif bagi kawasan regional maupun internasional.
Januari lalu China dan Rusia telah menggunakan hak veto yang sangat langka terjadi terhadap draft yang diusulkan AS yang meminta agar pemerintah Myanmar membebaskan semua tahanan politik dan menghentikan praktek kekerasan yang dilakukan militer.
Seorang diplomat barat mengatakan para ahli akan mencoba untuk membuat versi naskah yang telah diamandemen yang kemudian akan diajukan oleh para duta mereka untuk disetujui.
Berbeda dengan resolusi pernyataan bersama tersebut membutuhkan kesepakatan ke 15 anggota DK untuk dapat diadopsi.
Para perwakilan negara Barat mengatakan mereka berharap persetujuan akan dapat diperoleh dalam waktu beberapa hari mendatang.
Jumat lalu, Gambari mengatakan sikap satu suara para anggota DK adalah kunci untuk dapat membuat pemerintahan militer Myanmar bersikap sesuai yang diharapkan banyak pihak yaitu Myanmar yang damai dan demokratis dengan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia."
Gambari mengatakan semua anggota DK setuju bahwa kondisi status quo di Myanmar "tak dapat diterima dan tak dapat dibiarkan terus menerus", dan mendukung agar Gambari melanjutkan misinya dan berkunjung kembali ke Myanmar sebelum pertengahan November, agar tidak kehilangan momentum ."
China yang memiliki hubungan dekat dengan Myanmar yang lebih memilih cara pendekatan konstrukstif dengan pihak pemerintahan militer telah mengingatkan apabila tekanan terlalu keras diberikan kepada pihak junta maka hal itu akan menimbulkan satu konfrontasi.
Duta China di PBB, Wang Guangya Jumat mengatakan agar DK mengambil sikap pendekatan "yang bertanggung jawab".
"Apabila situasi di Myanmar semakin memburuk karena adanya campur tangan pihak luar maka rakyat dan negeri Myanmar lah yang akan menanggung akibatnya," katanya.
Gambari juga mengatakan bahwa anggota DK setuju bahwa mitra Myanmar di ASEAN dan negara-negara seperti China, India dan Jepang dapat berperan untuk mengatasi masalah tersebut.
YANGON - Junta militer Myanmar mulai mengurangi pengamanan di Yangon secara bertahap. Barikade militer yang melindungi Pagoda Shwedagon dan Sule sudah ditarik. Sepertinya, mereka yakin tidak akan ada lagi aksi massa melawan penguasa militer. Namun, jalan-jalan masih lengang dan penangkapan terus berlanjut.
Beberapa orang di jalan mengatakan masih ketakutan. Warga masih terlalu takut membicarakan situasi Yangon, meski jenderal berkuasa mengatakan untuk kali pertama bersedia berbicara dengan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi.
Seiring meningkatnya kemarahan internasional atas kekerasan yang terjadi di Myanmar, Dewan Keamanan (DK) PBB memastikan pertemuan kembali anggota DK PBB pada Senin (8/10). Pertemuan itu merupakan desakan dari negara-negara yang meminta DK PBB segera memberikan keputusan pasti mengenai sanksi yang akan diberikan kepada Myanmar.
Rencananya, ke-15 anggota DK PBB menelaah ulang rancangan pernyataan atas tindakan junta militer. Rancangan tersebut berisi kecaman terhadap tindakan junta militer. Selain itu, meminta mereka membebaskan tahanan politik dan memulai dialog dengan pihak oposisi. Draf tersebut dianggap tidak kuat. Pasalnya, itu bukan dinilai sebagai resolusi. Juga, tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan demikian, DK PBB tak bisa menerapkan sanksi jika pernyataan tersebut diabaikan junta militer.
Di sisi lain, dukungan internasional kepada aksi demo di Myanmar kembali bermunculan. Demonstran di kota-kota Eropa dan Asia bergabung dalam demo melawan junta militer. "Kami berharap bisa mengirimkan pesan kepada penguasa militer di Myanmar bahwa dunia masih melihat dan memperhatikan," tulis pernyataan yang dikeluarkan Amnesti Internasional, yang mengorganisasi demo di lebih dari 24 kota di Asia, Eropa, dan Amerika Utara.
Meski demikian, beberapa pengamat memprediksi bahwa demo tersebut tidak akan berpengaruh banyak. Sebab, elite militer tidak memedulikan opini dan tekanan dunia selama 45 tahun berkuasa. Tetapi, itu tidak mengurangi semangat peserta aksi. Bahkan, sebelum demo mulai di London, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown meminta sanksi baru negara Uni Eropa (EU) untuk melawan junta.
Sangsi tersebut mencakup larangan investasi masa depan di Myanmar. "Kemarahan dunia atas kekerasan yang terjadi pada rakyat Myanmar sudah ditunjukkan ," kata Brown sebelum melaksanakan pertemuan dengan biksu Buddha yang berkumpul di kantornya di 10 Downing Street.
http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=307229
LONDON - Seorang Diplomat Myanmar Ye Min Tun yang bertugas di Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di London mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap sikap represif junta militer terhadap aktivis prodemokrasi dan biksu saat menggelar demo di jalan.
"Saya tak pernah membayangkan semua itu terjadi dalam hidup saya. Pemerintah Myanmar dengan semena-mena menahan dan memukul para biksu Buddha yang menggelar demo damai," tuturnya kepada BBC, Rabu (10/10/2007).
Ye Min Tun segera mengirimkan surat resmi pengunduran dirinya ke Kedubes Myanmar di London. Kepada BBC, Ye Min Tun menyatakan sudah bekerja selama sepuluh tahun di Kedubes Myanmar.
Meski dia tak menjelaskan posisinya di Kedubes, berdasarkan data dari web site Kedubes Myanmar diketahui dia menjabat sebagai Sekretaris Kedua. Dia mengimbau agar pemerintah Myanmar mau menggelar dialog dengan para aktivis prodemokrasi untuk mencari solusi yang tepat.
"Ini merupakan revolusi, kejadian ini akibat berbagai faktor dan untuk meredamnya pemerintah harus membuka diri mengajak berunding. Sayangnya, pemerintah Myanmar enggan melakukannya dan tak melihat realitas di lapangan," ujar Ye Min Tun.
Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat (AS) di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zalmay Khalilzad menyerukan agar pemerintah Myanmar menyiapkan diriuntuk memasuki perubahan masa transisi. Hal itu perlu dilakukan Junta Militer untuk menjamin kelangsungan masa depan Myanmar.
referensi : http://www.okezone.com/
Perdana Menteri (PM) Myanmar, Soe Win, yang dikenal sebagai salah satu anggota garis keras dari rejim militer, meninggal setelah lama sakit, ungkap media pemerintah, Jum`at (12/10).
Radio pemerintah Myanmar menyiarkan, "Perdana Menteri, Jenderal Soe Win, meninggal malam ini di rumah sakit militer di Yangon" --kota utama negara tersebut.
Soe Win, yang diyakini berumur 59 tahun, dirawat di Singapura sejak Maret, dan disebut-sebut menderita leukemia.
Dia diyakini kembali ke Yangon pada pekan-pekan terakhir ini.
Pada Mei dia memberikan tugas-tugasnya kepada Letnan Jenderal Thein Sein, yang berada di nomor urut lima rejim tersebut dan media pemerintah merujuknya sebagai pejabat perdana menteri.
Kematian Soe Win diperkirakan tidak membuat dampak besar di pemerintahan karena semua kekuasaan berada pada Jenderal Senior Than Shwe dan junta militer, yang pekan lalu melancarkan penumpasan dengan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa yang pro-demokrasi.
referensi : http://www.gatra.com/
Potret Kenji Nagai seorang wartawan video untuk APF News di Tokyo, tewas pada 27 September di Yangon saat memfilmkan penumpasan pada demonstran.
Tokyo, 16 Oktober 2007 10:52
Jepang telah memutuskan, Selasa (17/10), untuk membatalkan hibah hingga 552 juta yen (sekitar Rp40 miliar) kepada Myanmar menyusul penembakan terhadap seorang wartawannya.
Menteri Luar Negeri Jepang, Masahiko Komura, menyatakan, negaranya telah memutuskan untuk menghentikan bantuannya sehubungan pembunuhan Kenji Nagai, 50 tahun, di Myanmar pada bulan lalu.
Langkah tersebut merupakan pemberian sanksi pertama yang dilakukan Tokyo, sejak pemerintah Myanmar melancarkan penumpasan berdarah kepada para demonstran.
Jepang, yang selama ini berbeda pendapat dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam soal Myanmar, merupakan salah satu donor terbesar untuk negara itu, meski Jepang mengemukakan bahwa mereka hanya menyediakan bantuan kemanusiaan ke Myanmar.
Dana bantuan Jepang untuk Myanmar berjumlah keseluruhan 1.353 miliar yen, mulai tahun fiskal yang lalu hingga Maret 2007.
Nagai, seorang wartawan video untuk APF News di Tokyo, tewas pada 27 September di Yangon saat memfilmkan penumpasan pada demonstran.
Cuplikan tayangan di televisi menunjukkan dia tampaknya ditembak dari dekat oleh pasukan keamanan.
Dana bantuan yang dibatalkan itu sebelumnya ditujukan untuk membiayai pembangunan gedung pusat sumber daya manusia di Myanmar.
Para pejabat Jepang sebelumya telah mengungkapkan kecemasan atas penghukuman kepada Myanmar, karena khawatir mereka tidak rugi sebab masih dapat mengandalkan bantuan ekonomi dari sekutu utama yaitu ****.
Jepang dan **** kerap bersaing untuk mendapatkan pengaruh di Asia.
Jepang pada 2003 menangguhkan pinjaman berbunga rendah bagi proyek-proyek prasarana di Myanmar, sebagai protes atas penahanan yang terus menerus terhadap penerima penghargaan Nobel Perdamaian sekaligus pemimpin oposisi, Aung San Suu Kyi.
referensi : http://www.gatra.com/
Share This Thread