Malaysia: ASEAN Tidak Akan Pernah Cabut Keanggotaan Myanmar
Malaysia: ASEAN Tidak Akan Pernah Cabut Keanggotaan Myanmar
Sumber : ANTARA News
Negara-negara Asia Tenggara tidak akan pernah mencabut keanggotaan Myanmar dari ASEAN, organisasi perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara, meski Myanmar melakukan penumpasan berdarah terhadap unjuk rasa besar, kata menteri luar negeri Malaysia, Selasa, sesudah melakukan percakapan dengan utusan PBB.
Rezim militer di Myanmar sedang berada dalam tekanan kuat internasional, setelah bulan lalu membubarkan unjuk rasa damai.
Menteri luar negeri Malaysia, Syed Hamid Albar, menolak saran sejumlah pihak, agar Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencabut keanggotaan Myanmar.
"Jika anda ingin Myanmar tetap terlibat, maka pertama-tama kita tidak boleh berbicara mengenai pencopotan. Tak ada yang bisa berbicara jika anda mengancam dengan berbagai macam hal," kata menteri luar negeri Malaysia itu saat jumpa pers.
"Yang kedua, tidak ada mekanisme pencabutan keanggotaan di ASEAN. ASEAN tidak akan pernah menempuh jalan itu," katanya sesudah bertemu dengan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ibrahim Gambari.
Gambari sedang melakukan perjalanan regional untuk menambah tekanan kepada rezim di Myanmar supaya mereka menghentikan penindasan terhadap para penentang, melepaskan tahanan politik dan mengadakan pembicaraan dengan oposisi yang pro-demokrasi.
Malaysia mensponsori Myanmar untuk bergabung dengan ASEAN pada 1997, tetapi belum lama ini mereka menjadi sangat kritis terhadap negara yang diperintah para jenderal itu, setelah Syed Hamid diabaikan saat berkunjung ke negara itu tahun lalu.
Menteri tersebut mengatakan, para tetangga Myanmar harus berusaha mencegah bangsa tertinggal itu dari semakin terisolasi secara internasional, khususnya dengan membina dialog antara Myanmar dengan PBB.
"Tugas terpenting ASEAN adalah memberi dorongan dan dukungan, setiap kali kami dapat berperan, untuk mengajaknya, yang sesama anggota ASEAN, untuk bekerja bersama dengan PBB. Kami akan terus meminta Myanmar bekerjasama dengan PBB karena saya pikir inilah saluran terbaik bagi mereka," ujarnya.
Syed Hamid tidak terlalu yakin dengan perkembangan di Myanmar sejak kunjungan pertama Gambari pada awal bulan ini, mengingat situasi tetap tenang dan rezim tersebut sudah mengangkat seorang pejabat untuk memelihara "hubungan" dengan pemimpin demokrasi yang ditahan, Aung San Suu Kyi.
Dia mengatakan, masih banyak yang harus dilakukan, tetapi perubahan itu harus datang dari dalam negara tersebut.
Myanmar, Selasa, mengisyaratkan akan terus bertahan dari tekanan luar, meski Jepang memotong bantuan dan Uni Eropa memperluas sanksi.
Gambari mengatakan di Bangkok, Senin, bahwa laporan-laporan tentang berlanjutnya penahanan para aktivis adalah "benar-benar sangat meresahkan."
Setelah percakapannya dengan Syed Hamid, Gambari mengatakan dia akan menemui Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, di Kuala Lumpur, Rabu.
Pertemuan itu untuk menyampaikan pesan dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengenai cara yang bisa dilakukan negara-negara Asia Tenggara untuk meringankan krisis tersebut.
Diplomat kelahiran Nigeria itu juga akan mengunjungi Indonesia, India, China dan Jepang.
Dia menyatakan dirinya bermaksud kembali ke Myanmar pada pertengahan November dan berharap junta akan membolehkannya lebih cepat berkunjung
Utusan PBB Kunjungi Presiden SBY
Sumber : JawaPos Online
Konsultasikan Masalah Myanmar
JAKARTA - Sebelum kembali ke Myanmar, Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari akan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara besok (18/10). Gambari akan meminta masukan kepada SBY terkait dengan upaya yang kedua untuk menemui tokoh kunci krisis Myanmar.
Pada 3 Oktober lalu, Gambari melakukan kunjungan lima hari ke Myanmar. Saat itu dia berhasil menemui pemimpin tertinggi junta militer Myanmar Jenderal Than Swee dan tokoh prodemokrasi Aung San Suu Kyi. Sidang Dewan Keamanan PBB minggu lalu merekomendasikan Gambari kembali ke Myanmar untuk menuntaskan rekonsiliasi di antara keduanya.
Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal mengatakan, sebelum bertemu dengan SBY, Gambari dijadwalkan bertatap muka dengan Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda. Atas permintaan Presiden SBY, Gambari akan menjelaskan secara detail hasil kunjungannya ke Myanmar Rabu lalu (3/10). "Presiden juga ingin mengetahui kebijakan apa yang akan diambil PBB setelah kunjungan itu," ujarnya. Pertemuan dengan Gambari juga membahas rencana Indonesia untuk membantu Myanmar.
Dino mengungkapkan, Jenderal Senior Than Swee mengirimkan sepucuk surat kepada presiden pada Jumat (12/10). "Saya kurang tahu isi detailnya. Tapi, yang jelas, ada dua poin positif yang bisa diungkapkan," tambahnya. Poin tersebut adalah kesediaan Jenderal Than Swee untuk bekerja sama dengan PBB dan komitmennya untuk melanjutkan roadmap to democracy (peta demokrasi).
"Presiden ingin mengetahui seberapa jauh komitmen-komitmen itu dijalankan dari pembicaraan dengan Gambari. Meskipun, beberapa waktu lalu beliau sudah memanggil duta besar Myanmar untuk Indonesia," tutur Dino.
Mengenai pertemuan Gambari-Menlu, Jubir Deplu Kristiarto Legowo mengatakan, Menlu ingin mendapatkan informasi lebih dalam tentang kunjungan Gambari ke Myanmar beberapa waktu lalu. Apakah informasi tersebut akan digunakan untuk melengkapi informasi yang didapat Direktur Asia Timur dan Pasifik (Aspasaf) Deplu Yuri Thamrin ketika berkunjung ke Myanmar Senin (15/10)?
Kris -sapaan Kristiarto Legowo- buru-buru membantah. "Agendanya kan lain. Pak Yuri ke sana sebagai utusan Indonesia untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum PM Myanmar Soe Win," katanya, lantas tertawa.
Senada dengan Dino, Kris juga mengatakan bahwa Menlu ingin mengetahui seberapa jauh pelaksanaan komiten junta militer di Myanmar untuk melaksanakan peta demokrasi. Isi peta demokrasi tersebut, pertama, pelaksanaan sebuah konvensi nasional. Kedua, konvensi itu akan menghasilkan prinsip-prinsip tentang pembentukan konstitusi negara yang baru. Dari konstitusi baru itu, diharapkan sebuah draf soal statuta dasar bisa terbentuk.
Lalu, sebuah pemilihan umum yang bebas dan adil bisa dilaksanakan dari statuta itu. Dengan begitu, dari pemilu yang bebas dan adil itu, bisa terpilih sebuah parlemen yang demokratis. Akhirnya, dari parlemen tersebut bisa dihasilkan pemerintahan baru yang demokratis. (nue/tom)
Presiden SBY Kirim Pesan ke Than Shwe
Sumber : Sindo
JAKARTA (SINDO) – Indonesia menyatakan kesediaannya membantu Myanmar dalam rangka membuka jalan menuju demokrasi.Salah satu langkah yang sudah diambil, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengirim pesan khusus kepada pemimpin Junta Militer Myanmar Jenderal Senior Than Shwe melalui Duta Besar Myanmar untuk Indonesia U Khin Zaw Win, beberapa waktu lalu.
”Presiden baru-baru ini mengirim surat kepada Than Shwe. Beliau (SBY) memanggil Dubes Myanmar (U Khin Zaw Win) dan bertemu langsung,” ungkap Juru Bicara (Jubir) Kepresidenan Dino Patti Djalal saat dihubungi SINDO,kemarin. Menurut Dino, pesan Presiden tersebut sudah diterima dengan baik oleh Jenderal Than Shwe.
Apalagi, Indonesia dikenal memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Myanmar. Pada awal 2006, Presiden SBY sempat berkunjung selama beberapa hari ke negara tersebut dan bertemu langsung dengan Than Shwe. Kemudian pada Februari 2007, Menteri Luar Negeri Myanmar U Nyan Win berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden SBY di Kantor Presiden, Jakarta ”Kita dan Myanmar memiliki sejarah yang sama soal demokrasi,” terang Dino.
Sementara itu, utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ibrahim Gambari dijadwalkan berkunjung ke Indonesia pada 18 Oktober 2007. Dalam kunjungan ini, Gambari direncanakan bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda di Jakarta. ”Gambari tiba di Indonesia pada 17 Oktober malam dan pulang pada 19 Oktober,” ungkap Juru Bicara (Jubir) Departemen Luar Negeri (Deplu) Y Kristiarto Soeryo Legowo kepada SINDO, kemarin.
Menurut Kristiarto, agenda utama Gambari di Indonesia antara lain melakukan konsultasi dengan Menlu tentang masalah Myanmar. Seperti diketahui, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Ban Ki-moon menugaskan Gambari untuk membujuk Junta Militer Myanmar agar menghentikan tindak kekerasan dalam menghadapi aksi prodemokrasi.
”Agenda, tentu berkonsultasi tentang Myanmar. Sebelumnya, yang bersangkutan (Gambari) juga melakukan konsultasi dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia,”paparnya.
Dalam pertemuan nanti, kata Kristiarto, Indonesia akan meminta informasi lebih dalam kepada Gambari mengenai situasi terakhir di Myanmar mengingat utusan khusus PBB tersebut sempat bertemu dengan Than Shwe di Myanmar awal Oktober ini. Di samping bertemu dengan Menlu, Gambari juga direncanakan melakukan pertemuan dengan Presiden SBY.Namun, lanjut Kristiarto, pertemuan tersebut belum pasti karena waktunya sendiri masih diatur.
”Kita belum bisa pastikan,” jelasnya. Senada dengan Kristiarto,Dino juga mengatakan, pihaknya masih mengupayakan pertemuan Presiden dengan Gambari. Apabila pertemuan tersebut jadi terlaksana, maka kemungkinan besar dilakukan pada 18 atau 19 Oktober. ”Masih diupayakan,” ujarnya. Indonesia, terang Dino, dipastikan akan meminta penjelasan lebih lanjut dari Gambari tentang Myanmar dan perkembangan terbaru di sana.
Sementara itu, Gambari sendiri akan meminta pandangan Indonesia mengenai Myanmar. ”Gambari sangat ingin mendengar pandangan Indonesia sebagai negara yang memiliki hubungan dekat dengan Myanmar,” ungkap Dino. Menanggapi rencana Gambari ke Indonesia, pengamat masalah internasional dari Center for Strategic & International Studies (CSIS) Bantarto Bandoro mengharapkan ajang itu digunakan untuk menyampaikan tekanan terhadap junta militer Myanmar agar tidak melakukan aksi-aksi represif. Aksi represif, menurut dia, akan membuat Myanmar terkucil di antara negara-negara ASEAN lainnya.
”Indonesia harus bisa mengimbau bahwa apa yang dilakukan Myanmar saat ini tidak akan menguntungkan Myanmar dalam keanggotaannya di ASEAN,” tuturnya saat dihubungi SINDO tadi malam. Indonesia, ungkapnya, juga harus bisa membujuk China, India, dan negara-negara lain yang punya pengaruh di Myanmar agar menerapkan pengaruh mereka sehingga junta militer dapat mengubah sikap. ”Negara tersebut yang seharusnya menekan junta militer untuk mengubah sikapnya,”katanya.
Tawaran Oposisi
Sementara itu, oposisi Myanmar menawarkan enam langkah demi terciptanya rekonsiliasi nasional di Myanmar, kemarin. Keenam langkah tersebut, pertama, transisi harus bersifat inklusif, di mana seluruh kelompok oposisi, etnik, dan militer bersinergi menuju rekonsiliasi dan pembagian kekuasaan. Kedua, junta harus menghentikan cara-cara represifnya.
Ketiga, pembebasan seluruh tahanan politik. Keempat, Aung San Suu Kyi diberi posisi kunci dalam proses rekonsiliasi dan transisi tersebut.Kelima,ASEAN menjadi moderator dalam negosiasi antara junta dan kelompok oposisi. Oposisi menilai junta lebih menginginkan negosiasi bersama ASEAN ketimbang dengan negara-negara Barat.
Keenam,atau yang terakhir adalah persoalan ekonomi harus diserahkan kepada ahlinya.Tawaran oposisi itu disampaikan oleh Kyaw Zwa Moe, managing editor majalah oposisi Myanmar, The Irrawaddy. Langkah itu disebutnya sangat berat.Namun, bagaimanapun proses rekonsiliasi harus segera dimulai dengan keenam hal di atas.
”Tidak ada pilihan lain, rekonsiliasi nasional adalah satu-satunya cara yang mampu mencegah terulangnya pertumpahan darah di Myanmar,” ujarnya. Banyak pengamat pesimistis terhadap niat junta untuk melakukan dialog dengan kelompok oposisi, terutama Aung San Suu Kyi.
Seperti dilansir surat kabar The Nation, Kolonel (Purn) Aye Myint yang pensiun dari dinas militer Myanmar pascapemberontakan 1988 mengatakan, ”Semua orang tahu Than Shwe tidak memiliki niatan tulus untuk melakukan dialog dengan Suu Kyi. Bisakah Anda mempercayai orang yang dulu menginstruksikan pembunuhan kepada Suu Kyi di Depayin dan sekarang orang tersebut justru menginginkan dialog dengan Suu Kyi?” ujarnya skeptis.
Sementara itu, dalam pertemuannya dengan utusan khusus PBB Ibrahim Gambari, Senin lalu (15/10), Perdana Menteri (PM) Thailand Surayud Chulanont meminta PBB membuat kelompok kerja yang terdiri atas negaranegara anggota ASEAN ditambah China dan India untuk menyelesaikan persoalan Myanmar.
Menurut PM Surayud, hal ini terinspirasi dari perundingan enam pihak dalam resolusi nonproliferasi nuklir Korea Utara (Korut) yang digagas oleh Amerika Serikat (AS). Enam negara yang terlibat ketika itu adalah AS, China, Rusia, Jepang, Korut dan Korea Selatan. ”Kami pikir, hal tersebut merupakan contoh yang baik yang bisa dicoba untuk mengakhiri masalah di Myanmar,” tandas Surayud sesaat setelah bertemu Gambari di Government House,Bangkok.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan aktivasi ”ASEAN Troika” untuk krisis Myanmar –seperti yang pernah dilakukan pada kudeta Kamboja 1997– Surayud menyatakan, hal ini akan menjadi pertimbangan para pemimpin negara-negara ASEAN dalam pertemuan di Singapura bulan mendatang.
Utusan khusus PBB Ibrahim Gambari kemarin meninggalkan Thailand untuk melakukan lawatan ke Malaysia, Indonesia, Jepang, India, dan China sebelum akhirnya mendarat di Myanmar bulan depan.(maya sofia/CR-01/*)
Malaysia: ASEAN Tidak Akan Pernah Cabut Keanggotaan Myanmar
Sumber : ANTARA News
Negara-negara Asia Tenggara tidak akan pernah mencabut keanggotaan Myanmar dari ASEAN, organisasi perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara, meski Myanmar melakukan penumpasan berdarah terhadap unjuk rasa besar, kata menteri luar negeri Malaysia, Selasa, sesudah melakukan percakapan dengan utusan PBB.
Rezim militer di Myanmar sedang berada dalam tekanan kuat internasional, setelah bulan lalu membubarkan unjuk rasa damai.
Menteri luar negeri Malaysia, Syed Hamid Albar, menolak saran sejumlah pihak, agar Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencabut keanggotaan Myanmar.
"Jika anda ingin Myanmar tetap terlibat, maka pertama-tama kita tidak boleh berbicara mengenai pencopotan. Tak ada yang bisa berbicara jika anda mengancam dengan berbagai macam hal," kata menteri luar negeri Malaysia itu saat jumpa pers.
"Yang kedua, tidak ada mekanisme pencabutan keanggotaan di ASEAN. ASEAN tidak akan pernah menempuh jalan itu," katanya sesudah bertemu dengan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ibrahim Gambari.
Gambari sedang melakukan perjalanan regional untuk menambah tekanan kepada rezim di Myanmar supaya mereka menghentikan penindasan terhadap para penentang, melepaskan tahanan politik dan mengadakan pembicaraan dengan oposisi yang pro-demokrasi.
Malaysia mensponsori Myanmar untuk bergabung dengan ASEAN pada 1997, tetapi belum lama ini mereka menjadi sangat kritis terhadap negara yang diperintah para jenderal itu, setelah Syed Hamid diabaikan saat berkunjung ke negara itu tahun lalu.
Menteri tersebut mengatakan, para tetangga Myanmar harus berusaha mencegah bangsa tertinggal itu dari semakin terisolasi secara internasional, khususnya dengan membina dialog antara Myanmar dengan PBB.
"Tugas terpenting ASEAN adalah memberi dorongan dan dukungan, setiap kali kami dapat berperan, untuk mengajaknya, yang sesama anggota ASEAN, untuk bekerja bersama dengan PBB. Kami akan terus meminta Myanmar bekerjasama dengan PBB karena saya pikir inilah saluran terbaik bagi mereka," ujarnya.
Syed Hamid tidak terlalu yakin dengan perkembangan di Myanmar sejak kunjungan pertama Gambari pada awal bulan ini, mengingat situasi tetap tenang dan rezim tersebut sudah mengangkat seorang pejabat untuk memelihara "hubungan" dengan pemimpin demokrasi yang ditahan, Aung San Suu Kyi.
Dia mengatakan, masih banyak yang harus dilakukan, tetapi perubahan itu harus datang dari dalam negara tersebut.
Myanmar, Selasa, mengisyaratkan akan terus bertahan dari tekanan luar, meski Jepang memotong bantuan dan Uni Eropa memperluas sanksi.
Gambari mengatakan di Bangkok, Senin, bahwa laporan-laporan tentang berlanjutnya penahanan para aktivis adalah "benar-benar sangat meresahkan."
Setelah percakapannya dengan Syed Hamid, Gambari mengatakan dia akan menemui Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, di Kuala Lumpur, Rabu.
Pertemuan itu untuk menyampaikan pesan dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengenai cara yang bisa dilakukan negara-negara Asia Tenggara untuk meringankan krisis tersebut.
Diplomat kelahiran Nigeria itu juga akan mengunjungi Indonesia, India, China dan Jepang.
Dia menyatakan dirinya bermaksud kembali ke Myanmar pada pertengahan November dan berharap junta akan membolehkannya lebih cepat berkunjung
YANGON - Pagi tadi, Junta Myanmar melalui koran pemerintah New Light of Myanmar menegaskan, tidak akan ada perubahan besar di Myanmar. Meski desakan komunitas internasional untuk membebaskan para tahanan politik di Yangon terus menguat.
"Kami akan jalan terus. Tidak ada alasan bagi kami untuk mengubah apa yang telah ditentukan," tulis New Light of Myanmar, Rabu (17/10/2007). Lebih lanjut New Light of Myanmar menulis saat ini tidak ada tahanan politik di penjara Myanmar. Yang ada hanyalah mereka yang ditahan karena melanggar hukum.
"Kenyataannya, tidak ada tahanan politik di sini. Mereka ditangkap karena melanggar hukum," ujar New Light of Myanmar.
Junta menyatakan, saat ini terdapat sekitar 500 tahanan di Myanmar. Di antara jumlah tersebut, sebanyak 190 orang ditahan di Yangon. Angka itu jauh lebih sedikit dibanding jumlah tahanan yang dirilis sejumlah LSM nasional dan internasional. Mereka memperkirakan saat ini terdapat 3.000 tahanan di penjara Myanmar.
Selain kukuh tidak akan membebaskan para tahanan, termasuk aktivis prodemokrasi Aung San Suu Kyi, Junta juga mengkritis kebijakan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Asia. Junta menyatakan bahwa persoalan di Myanmar tidak mengganggu stabilitas keamanan di kawasan sehingga tidak harus menjadi masalah internasional.
"Situasi di Myanmar tidak memengaruhi keamanan regional dan perdamaian internasional," tulis New Light of Myanmar.
Pernyataan tegas Junta ini dirilis kurang dari 24 jam setelah Jepang membatalkan bantuan dana kemanusiaan senilai USD4,7 juta untuk Myanmar. Junta yakin tekanan internasional saat ini tidak akan memengaruhi stabilitas ekonomi dan keamanan Myanmar.
Sebelumnya, Uni Eropa (EU) juga memberlakukan larangan ekspor produk Myanmar yang meliputi, batu permata, kayu, dan logam berharga.
Sementara itu, pagi tadi, Menteri Luar Negeri Malaysia Syed Hamid Albar menyatakan, ASEAN tidak pernah akan mengeluarkan Birma dari keanggotaan blok 10 negara itu meski terjadi penumpasan oleh militer terhadap pengunjuk rasa. Hamid menyatakan, dialog dengan Birma harus diteruskan, tapi hal itu harus dilakukan tanpa dibayangi ancaman.
"Cara terbaik menyelesaikan kasus ini adalah lewat PBB. Semua pembicaraan dengan Myanmar tidak akan melibatkan isu tentang pengusiran Myanmar dari keanggotaan ASEAN," jelasnya.
Dari Amerika Serikat (AS) dilaporkan, pemimpin Tibet Dalai Lama mengutuk perbuatan semena-mena Junta. Dia menyatakan, apa yang dialami para biksu di Yangon sama seperti yang dialami biksu China. "Ketika saya melihat gambar para biksu Birma, saya melihat penderitaan yang pernah dialami biksu Tibet, seperti saya. Sungguh, saya sangat bisa merasakan perasaan mereka," ujar Lama. (sindo sore)
Usulan RI Soal Myanmar Direspons Positif Parlemen Eropa
Siswanto - Okezone
JAKARTA - Ketua DPR Agung Laksono mengatakan dalam pertemuan parlemen uni eropa di Jenewa, Swiss, beberapa waktu lalu, Indonesia menjadi negara pengusul solusi Myanmar. Di luar dugaan usulan Indonesia direspons positif sebagian besar negara anggota.
"Kita mendesak pemerintah Myanmar menghentikan tindakan kekerasan HAM dan memulihkan kehidupan Demokrasi di negara itu," kata Agung di Gedung DPR, Kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2007).
Agung menambahkan, dalam pertemuan tersebut Indonesia meminta agar dihentikan Perlakuan yang kejam dari junta militer kepada rakyat di sana.
"Agar dihentikan akibat perlakuan itu tidak ada demokratisasi dan pemerintah Myanmar mengisolir diri dari dunia luar. Pemerintahannya tertutup," jelasnya.
Agung juga menjelaskan, usulan Indonesia tersebut kemudian dijadikan satu-satunya item tambahan dalam resolusi emergency item di Myanmar.
"Usulan Indonesia ternyata mendapat sambutan luar biasa bahkan melebihi 2/3 yang hadir di sana," ujarnya.(ahm)
Presiden Yudhoyono Janji Bantu Selesaikan Myanmar
Sumber : ANTARA News
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji akan membantu proses penyelesaian krisis politik di Myanmar dengan menjalin kerja sama dengan negara-negara Asean dan Asia untuk berhubungan dengan Myanmar.
"Presiden juga menjanjikan untuk melakukan apa yang Indonesia bisa bantu memperlancar dan mendukung misi utusan khusus PBB Ibrahim Gambari," kata Menlu Hassan Wirajuda dalam jumpa pers bersama Ibrahim Gambari usai bertemu Presiden Yudhoyono di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.
Menurut Hassan, dalam pertemuannya dengan Gambari, Presiden sangat mendukung langkah utusan khusus PBB itu dan menginginkan bekerja sama dengan negara-nagara Asean dan Asia lainnya untuk bersama-sama berhubungan dengan Myanmar.
Presiden Yudhoyono mengharapkan penyelesaian krisis politik di Myanmar selain mengupayakan demokrasi dan penegakan HAM juga mempertimbangkan masalah keamanan dan stabilitas negara itu dari potensi ancaman disintegrasi.
Presiden juga menilai keberhasilan Gambari mengunjungi Myanmar dan bertemu dengan tokoh pro demokrasi Myanmar Aun San Su Kyi sebagai langkah keberhasilan awal tugasnya dan mengharapkan bisa dilanjutkan dengan keberhasilan lainnya.
Dukungan Presiden Yudhoyono, lanjut Hassan, dilakukan antara lain dengan menjalin komunikasi melalui surat dengan pemimpin tertinggi Myanmar Jenderal Than Shwe yang menyatakan penghargaan atas diterimanya utusan PBB itu di Myanmar.
Dalam kesempatan itu Ibrahim Gambari menyampaikan penghargaan atas dukungan Indonesia membantu menyelesaikan masalah di Myanmar dan mengharapkan Indonesia bisa menjalin komunikasi dengan negara Asean dan Asia lainnya untuk mencari jalan keluar penyelesaian kasus Myanmar.
"Misi saya minta Indonesia termasuk negara-negara Asean bisa melakukan dialog dengan pemerintah Myanmar dalam waktu segera yang bisa menghasilkan sesuatu yang produktif," katanya.
Dalam kesempatan itu Gambari juga mengusulkan agar masyarakat internasional juga memikirkan pemberian insentif kepada pemerintah Myanmar terutama bantuan kemanusiaan dan kemiskinan.
"Insentif bagi Myanmar untuk bidang sosial dan ekonomi, seperti bantuan keuangan," katanya.
Hassan menambahkan bahwa dunia internasional sudah memiliki pikiran untuk memberikan insentif kepada Myanmar agar negara itu mau menerapkan jalan demokrasi.
"Penting untuk mendorong Myanmar untuk menjalani 'road map democracy, menghormati HAM dan melepas Aun San Su Kyi, tetapi penting pula untuk menekankan dimensi lain, seperti kemiskinan, kondisi kemanusiaan di negara itu. Jadi selain bicara sanksi kita juga telah bicara tentang 'economic package' sebagai insentif, variasi antara tekanan dan insentif kepada Myanmar, yang selama ini tekanan sanksi tidak bisa mengubah Myanmar," katanya.
China Diminta Embargo Senjata ke Myanmar
Sumber : ANTARA News
Pengamat HAM internasional Human Rights Watch, Kamis mengirim surat kepada Presiden China Hu Jintao yang isinya menyerukan kepadanya untuk menjatuhkan suatu embargo senjata terhadap Myanmar guna membantu mencegah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penguasa militer.
China adalah pemasok besar senjata kepada rezim militer di Myanmar, yang bulan lalu melakukan tindakan keras dalam membubarkan protes-protes anti pemerintah yang dipimpin oleh para biksu Budha di seluruh negara yang dulu dikenal sebagai Burma itu.
Sedikitnya 13 orang tewas dan lebih dari 3.000 lainnya ditahan ketika tentara dan polisi anti huru-hara membubarkan aksi-aksi demonstrasi, terbesar yang pernah terjadi dalam menentang penguasa militer hampir selama 20 tahun itu.
"Sebagai salah satu negara tetangga Burma, yang merupakan investor terbesar, dan juga pemasok senjata terbesar, China tak dapat disangkal lagi mempunyai kekuatan pengaruh yang positif terhadap situasi ini," kata direktur eksekutif Human Rights Watch Ken Roth di dalam suratnya.
"Kami telah mencatat pernyataan-pernyataan pemerintah China yang cukup khawatir, namun belum melakukan tindakan nyata sedikitpun terhadap Burma."
Kelompok yang bermarkas di New York itu juga menyerukan China memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar, di samping sanksi-sanksi lain terhadap kepemimpinan, seraya mendesak pemerintah junta militer membuka proses politik dengan pihak oposisi dengan tujuan memulihkan kehidupan demokrasi setelah 45 tahun di bawah kekuasaan militer.
Human Rights Watch juga menyerukan Beijing tidak mengeblok kepada suatu upaya di Dewan Keamanan PBB yang akan mengenakan sanksi-sanksi terhadap rezim itu, dan menangguhkan investasi-investasi terhadap perusahaan perminyakan milik negara di Myanmar, yang meningkat pesat di bidang energi.
Surat juga mencatat bahwa China akan membukan Olimpiade Beijing pada 8 Agustus 2008, bertepatan dengan peringatan ke-20 tahun pemberontakan yang dipimpin mahasiswa di Myanmar yang dibasmi oleh militer, yang menyebabkan sekitar 3.000 orang tewas.
"Kami mengetahui bahwa pemerintah anda memilih membuka Olimpiade Beijing pada 08-08-08 yang merupakan simbol yang sarat isyarat, namun kejadian-kejadian di Burma baru-baru ini berarti bahwa sorotan terhadap tanggal itu juga berarti akan terus berlanjutnya penderitaan rakyat Burma,` katanya kepada AFP
Lima Juta Orang Akan Kelaparan di Myanmar
Sumber : ANTARA News
Kebijakan negara yang represif dan pasar "yang terganggu fungsinya" di Myanmar yang diperintah militer menyebabkan lima juta orang tidak mendapat makanan yang cukup di negara yang pernah menjadi gudang beras Asia, kata Program Pangan Dunia (WFP), Rabu.
"Di sebuah negara surplus pangan seperti Myanmar, seharusnya tidak seorangpun kelaparan, tetapi jutaan orang mengalaminya," kata Direktur rejional WFP Tony Banbury setelah kunjungan lima hari yang direncanakan sebelum tindakan keras berdarah terhadap protes-protes pro demokrasi.
Myanmar dapat memproduksi surplus pangan dengan sangat mudah, tetapi kini gagal menyediakan pangan yang dibutuhkan penduduknya, katanya yang menyerukan dana lebih banyak bagi operasi bantuan WFP.
Pada saat ini, badan PBB itu-- satu dari beberapa organisasi bantuan yang diizinkan beroperasi oleh junta-- sedang berusaha untuk menyediakan pangan bagi 500.000 orang, walaupun organisasi itu memperkirakan sekitar lima juta orang, hampir 10 persen dari penduduk negara itu berada dalam risiko kekurangan pangan.
PBB memperkirakan sepertiga dari anak-anak berusia di bawah lima tahun berat badan mereka terlalu ringan dan 10 persen diklasifikasikan sebagai "lemah", atau mengalami kekurangan gizi yang akut. Tingkat kematian anak-anak 106 per 1.000 orang termasuk yang terburuk di Asia.
Junta terus memaksa para petani menjual beras kepada pemerintah di bawah pasar dan menolak mempertimbangkan penggendoran larangan bagi gerakan bebas perdagangan yang akan mengizinkan munculnya satu pasar yang layak, kata Banbury.
"Pihak pengussa Myanmar harus melakukan reformasi penting," katanya. "Bantuan kemanusiaan dari WFP dan organisasi-organisasi bantuan lainnya hanyalah bantuan sementara. Hal yang menyakitkan adalah bahwa sekarang dunia bahkan tidak ingin membayar bagi bantuan darurat itu.
Operasi-operasi bantuan WFP langsung disalurkan kepada mereka yang membutuhkan dan tidak melalui pemerintah, senilai 51 juta dolar untuk tahun 2007-2009. Akan tetapi 35 dolar juta yang dijanjikan oleh donor-donor belum direalisasikan.
Australia membuka jalan dengan memberikan dana 5 juta dolar disusul dua juta dolar dari kas PBB dan masing-masing satu juta dolar dari Jepang dan Uni Eropa.
AS, yang biasanya menyediakan dana 40 persen dari proyek-proyek WFP di mana pun, hanya menyumbang 300.000 dolar, sedangkan Inggris sama sekali tidak memberikan bantuan, demikian Reuters.
YANGON - Di tengah upaya Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari menggalang dukungan negara-negara ASEAN untuk "menindak" Myanmar, junta militer negeri itu mengumumkan terbentuknya Komisi Pembentuk Konstitusi kemarin (18/10). Mereka mengklaim, lahirnya komisi tersebut merupakan salah satu perwujudan junta untuk menegakkan demokrasi di Myanmar.
Dalam pengumuman yang disiarkan stasiun radio dan TV nasional tersebut, junta militer menyatakan bahwa Komisi Pembentuk Konstitusi akan beranggota 54 orang. "Kepala Kehakiman Aung Toe ditunjuk sebagai ketua dan Jaksa Agung Aye Maung sebagai wakilnya," jelas junta militer kemarin.
Untuk anggota komisi tersebut, junta militer sempat menyebutkan sejumlah pejabat pemerintah, pensiunan dokter, dan dosen. Sayangnya, dalam pengumuman itu, tidak disebutkan mulai kapan komisi tersebut bekerja. Padahal, perumusan konstitusi di negeri yang dikuasai militer sejak 1967 itu merupakan langkah yang sangat penting.
Sebab, lahirnya konstitusi diharapkan bisa menggiring rakyat pada sebuah pemilihan umum yang bebas, suatu saat nanti. Artinya, peluang untuk menyingkirkan militer dari pemerintahan akan lebih terbuka.
Junta militer di bawah pimpinan Jenderal Than Shwe menegaskan bahwa mereka hanya akan mereformasi sistem demokrasi Myanmar berdasar prinsip mereka.
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush memutuskan untuk memperluas sanksi yang dijatuhkan kepada beberapa pemimpin Junta Militer Myanmar lainnya. Ini merupakan sanksi kedua yang dijatuhkan Gedung Putih dalam kurun waktu kurang dari sepekan kepada negeri yang dulu bernama Burma.
Sanksi ini diberikan terkait sikap Junta Militer yang enggan berdialog dengan para pemimpin prodemokrasi untuk mengakhiri krisis di Myanmar serta membentuk pemerintahan transisi. Bulan lalu, Bush sudah menjatuhkan sanksi kepada 14 pemimpin Junta Militer.
AS pun mengirim sinyal bahwa sanksi itu akan lebih keras dan berlaku dalam kurun waktu lama, jika Junta Militer tak melakukan perubahan berarti untuk mengatasi krisis di Myanmar. Beberapa pejabat yang aset-asetnya dibekukan, antara lain Jenderal Senior Than Shwe, Menteri Pertahanan sekaligus Juru Bicara Istana dan Dewan Pembangunan (SPDC) Wakil Jenderal Senior Maung Aye, Komandan Tentara Angkatan Darat dan dan Wakil SPDC Letnan Jenderal Thein Sein, Perdana Menteri dan Sekretaris pertama SPDC Jenderal Thura Shwe Mann.
Kini, suami Laura ini membidik 11 pemimpin Junta Militer lainnya dengan menjatuhkan sanksi serupa. Sanksi yang dijatuhkan berupa pembekuan aset-aset kekayaan mereka yang berada di negeri Paman Sam. Selain itu, Washington menyertakan 12 nama tokoh Myanmar yang menerima sanksi yang sama.
Sejauh ini belum ada data resmi dari 23 nama pejabat tersebut dan jumlah kekayaan mereka di AS. Sanksi juga berupa larangan kunjungan bagi pejabat dan keluarganya ke AS. Bukan hanya membekukan aset-aset kekayaan sejumlah pejabat Junta Militer dan tokoh Myanmar, AS juga melarang ekspor barang-barang canggih ke Myanmar, seperti komputer berteknologi tinggi.
Karena peralatan berteknologi canggih itu dikhawatirkan digunakan untuk melakukan tindakan represif. "Para pemimpin Myanmar harus bisa menunjukkan kepada dunia untuk menghentikan tindakan represifnya," papar Bush, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/10/2007).
Namun, ujar Bush, Myanmar sampai kini masih belum menunjukkan hal itu dan tak memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk hidup bebas di bawah pemimpin yang mereka pilih sendiri.
Selain menjatuhkan sanksi tambahan, Bush juga meminta dua negara tetangga Myanmar, yaitu China dan India, untuk lebih berperan aktif membantu mengatasi krisis di Yangon. Beijing dan New Delhi diminta bisa memberikan tekanan lebih berat kepada Junta Militer Myanmar agar mau memenuhi tuntutan dunia internasional.
China dan India diharapkan bisa meninjau ulang kebijakan luar negerinya dengan Myanmar. Pasalnya, kedua negara ini merupakan penyuplai terbesar senjata kepada Junta Militer dan memiliki investasi di bidang ekonomi. Dengan peran serta kedua negara itu, maka sanksi yang dijatuhkan AS dan dunia internasional akan semakin efektif. (SINDO SORE)
Beberapa Perusahaan Myanmar Di"blacklist" ke Singapura
Sumber : ANTARA News
Tiga perusahaan yang punya jaringan kuat ke Singapura adalah di antara tujuh perusahaan yang dikenakan blacklist oleh Amerika Serikat berdasarkan pengenaan sanksi baru terhadap Myanmar setelah penguasa negara tersebut melakukan tindakan keras terhadap para pemrotes pro demokrasi yang menimbulkan banyak korban.
Menurut Presiden George W. Bush, perusahaan-perusahaan yang berpangkalan di atau berjaringan ke Singapura adalah: Pavo Trading Pte Ltd, Air Bagan Holdings Pte Ltd dan Htoo Wood Products Pte Ltd, yang juga terdaftar di Yangon, kota terbesar Myanmar.
Pemberian sanksi-sanksi baru itu diumumkan Jum`at dan dirancang dengan sasaran organisasi-organisasi yang berhubungan dengan pemerintah junta militer Myanmar, dengan harapan sebagai desakan terhadap rezim tersebut.
Dave Mathieson, seorang konsultan HAM mengenai Myanmar di Bangkok mengatakan, mungkin sudah saatnya AS melakukan hal itu. Tapi sanksi-sanksi itu, menurutnya, biasanya dilakukan setelah ada pembayaran dari junta. Ditambahkan, bahwa mereka juga bertugas sebagai `penyeru bangun` bagi Singapura.
Jurubicara pemerintah Singapura tak segera menanggapi persoalan ini. Pada saat ini, Singapura adalah ketua Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan telah mengecam tindakan junta Myanmar bulan lalu, yang menewaskan sedikitnya 13 orang, dan lebih dari 3.000 lainnya ditahan.
Singapura membantah keras tuduhan-tuduhan bahwa pihaknya mengizinkan bank-bank yang berkantor pusat di sini untuk menerima dana haram atas jenderal-jenderal Myanmar.
Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan kepada televisi CNN baru-baru ini, bahwa negara tidak menerima `dana haram` dan juga tidak menerima praktek pencucian uang.
Junta Cabut Jam Malam di Yangon
Sumber : ANTARA News
Junta militer Myanmar, Sabtu, mencabut jam malam yang diberlakukan sejak bulan lalu di kota utama negara itu, Yangon, menyusul penumpasan unjuk rasa besar-besaran.
Pengumuman itu disampaikan lewat truk-truk berpengeras suara yang melewati berbagai jalan di kota Yangon.
Tidak jelas apakah larangan berkumpul lebih dari lima orang juga telah dilonggarkan.
Jam malam tersebut diberlakukan pada 25 September saat puncak dilakukan penumpasan terhadap unjuk rasa yang dipimpin para biksu. Junta militer telah berkuasa selama 45 tahun di negara asia tenggara itu.
Belum jelas apakah dicabut pula jam malam di kota Mandalay, yang turut mengalami unjuk rasa besar-besaran menentang junta.
Pemerintah mengemukakan 10 orang tewas saat militer membubarkan unjuk rasa besar-besaran tersebut, namun, pemerintah negara-negara Barat mengatakan jumlah korban tewas yang sebenarnya kemungkinan jauh lebih banyak.
Tentara dan polisi menggerebek puluhan biara di Yangon maupun tempat lainnya serta menangkap hampir tiga ribu orang maupun biksu.
Media pemerintah mengemukakan bahwa hingga pekan ini 377 orang masih ditahan.
Penumpasan tersebut telah mengundang kemarahan internasional dan negara-negara barat kemudian menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Myanmar.
Militer sejak 1962 memerintah di negara yang dulu disebut Burma itu, dan mereka menolak menyerahkan kekuasaan kepada Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi, yang memenangi Pemilu 1990, demikian Reuters.
AS Berikan Sanksi Atas Myanmar
Sumber : ANTARA News
Pemerintahan militer Myanmar kembali berada dalam tekanan, Sabtu, menyusul Amerika Serikat (AS) yang mengumumkan sanksi putaran baru setelah terjadinya penumpasan berdarah terhadap para penentang pemerintah di Yangon.
Sanksi baru dari Presiden AS, George W Bush, Jumat malam, ditujukan kepada para pemimpin militer dan AS juga menyeru kepada China dan India, negara tetangga dan sekutu utama Myanmar, untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Myanmar.
Pengetatan sanksi itu merupakan kedua kalinya bagi AS dalam empat pekan terakhir menyusul terjadinya penumpasan unjuk rasa di Yangon oleh pemerintah Myanmar.
Media pemerintah di Yangon belum mengemukakan tanggapan atas sanksi terbaru AS tersebut, dan hal serupa juga dilakukan pemimpin oposisi yang ditahan, Aung San Suu Kyi, yang juga ketua partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Namun, seorang diplomat di Yangon menyatakan skeptisme tentang dampak sanksi terbaru AS, yang dirancang untuk mendesak junta mengakhiri penindasan terhadap para aktivis pro-demokrasi.
"Para pemimpin junta mungkin merasa tegang karena AS sangat cepat meningkatkan tekanan," kata diplomat yang minta namanya ditulis itu.
"Tetapi, dampak sanksi terbaru AS itu terbatas. Saya pikir para pemimpin Myanmar tidak lagi punya banyak aset di Amerika Serikat," katanya.
Pemerintah militer itu telah berada di bawah tekanan internasional karena menggunakan kekerasan untuk membubarkan unjuk rasa damai yang dipimpin para biksu Budha di Yangon pada 26 September.
Penumpasan itu membunuh sedikit-dikitnya 13 orang dan menahan kira-kira tiga ribu orang.
Akibat kekerasan itu, AS memerintahkan pembekuan aset 14 pejabat tinggi Myanmar, termasuk pemimpin junta, Jenderal Than Shwe.
Pada Jumat, Washington makin memperketat sanksi dengan menambahkan 11 lagi pemimpin junta, di antaranya adalah 10 menteri, ke daftar pejabat yang asetnya di AS dibekukan.
Unjuk rasa anti-junta dimulai pada Agustus akibat kenaikan besar-besaran harga BBM, dan selanjutnya berkembang menjadi protes terbesar selama hampir dua dasawarsa terhadap rezim tersebut, demikian AFP.
Militer Tetap Ajukan Syarat
YANGON - Niat junta militer Myanmar untuk menghelat pertemuan dengan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi sepertinya isapan jempol belaka. Lewat media pemerintah New Light of Myanmar, junta tetap mengajukan syarat agar pertemuan itu bisa berlangsung.
Syarat terbaru mereka adalah Suu Kyi tidak mendukung sanksi yang dijatuhkan negara lain kepada Myanmar. "Seiring tawaran resmi pemerintah, sekarang waktu Anda (Suu Kyi, Red) untuk bertindak," tulis harian corong pemerintah itu.
Harian tersebut mengungkapkan bahwa dialog memerlukan pengorbanan, termasuk dari Suu Kyi. "Anda harus memahami tindakan natural untuk menyerahkan sesuatu demi mendapatkan ganti yang sepuluh kali lebih bernilai dan bermanfaat," tambah media yang dianggap sebagai alat propaganda pemerintah tersebut.
Ditambahkan, pemimpin junta Jenderal Senior Than Shwe kembali menawarkan pembicaraan dengan Suu Kyi. Catatannya, Suu Kyi menolak segala bentuk konfrontasi, sanksi perekonomian, dan sanksi lain kepada Myanmar.
Sementara itu, warga Yangon menyambut hangat berakhirnya jam malam yang diberlakukan junta. Mereka merasa lega karena peraturan jam malam yang berlaku mulai 23.00-03.00 itu berakhir.
Tetapi, warga yakin, hidup dan perasaan mereka belum kembali normal. "Orang sangat senang dengan berakhirnya jam malam. Kami bebas sekarang. Namun, kami, termasuk saya, tetap cemas pada situasi itu," jelas seorang warga berusia 30 tahun.
Seorang ibu rumah tangga berusia 55 tahun mengaku sangat senang peraturan itu diakhiri. Tetapi, dia memutuskan tetap menjauh dari Pagoda Shwedagon yang menjadi pusat demonstrasi berdarah bulan lalu. "Saya ingin pergi ke Pagoda Shwedagon, namun saya tidak ingin ke sana saat ini. Saya terlalu takut," tambahnya.
Meski otoritas sudah mengurangi dengan drastis penjagaan militer di beberapa pagoda, beberapa petugas berpakaian preman masih berjaga.
Hal tersebut membuat warga masih diliputi ketakutan. "Anak lelaki saya sangat senang karena dia bisa pergi ke rumah temannya saat malam. Namun, saya masih takut dengan situasinya. Jadi, saya minta anak-anak tidak berada di luar rumah terlalu lama," kata ibu berusia 41 tahun.
Saat jam malam berlaku, bisnis di Yangon tutup lebih cepat. Padahal, biasanya setiap malam aktivitas belum berhenti. Khususnya di kedai-kedai teh dan kopi.
Salah seorang pemilik toko teh berharap agar bisnis dan konsumennya kembali setelah jam malam dihapus. "Bisnis saya merana saat jam malam. Sebab, saya harus menutup toko pukul 21.00. Namun, di atas semua itu, pengunjung saya menurun drastis," kata lelaki 50 tahun itu.
Kedai minum teh menjadi tujuan populer untuk bersantai di Myanmar. Sebagai salah satu negara termiskin di dunia, kedai tersebut menjadi hiburan bagi mereka yang tidak bisa makan di restoran. "Saya harap, konsumen segera berkunjung. Saya ingin bisnis kembali seperti semula," sambungnya.
Namun, meski jam malam sudah dihapus, pemerintah masih menutup jaringan internet. Tindakan itu menghindari tersebarnya gambar dan informasi dari bentrokan tersebar ke seluruh dunia.
Akses internet memang membaik, tetapi hanya sesaat. Junta masih melarang media asing, termasuk BBC dan Voice of America, serta perwakilan berita untuk beroperasi.
Share This Thread