Survei LSI, Masih Kuat jika Head to Head
JAKARTA - Tingkat kepuasan publik atas kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang terus merosot tajam. Meski begitu, presiden pertama yang langsung dipilih rakyat itu masih menjadi yang terfavorit dibandingkan tokoh lain.
Menurut hasil riset mutakhir Lembaga Survei Indonesia (LSI), penurunan tingkat kepuasan terhadap pemerintahan SBY cukup signifikan. Yakni, dari 80 persen (pada akhir 2004) menjadi 54 persen atau jatuh 26 persen (Oktober 2007).
"Sumber ketidakpuasan itu terjadi di hampir semua sektor," kata Saiful Mujani, direktur eksekutif LSI, saat merilis hasil risetnya di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, kemarin (7/10).
Sejumlah politikus dari beberapa partai politik juga hadir dalam acara tersebut. Di antaranya, Wasekjen Partai Golkar Rully Chaerul Azwar, Sekretaris Fraksi PDIP Ganjar Pranowo, dan Ketua DPP Partai Demokrat Jhony Allen Marbun.
Survei LSI tersebut dilakukan terhadap 1.300 responden di seluruh Indonesia selama seminggu (25 September-2 Oktober 2007) dengan toleransi kesalahan (margin of error) 2,8 persen. Menurut hasil survei, tingkat ketidakpuasan paling maksimal dikeluhkan oleh masyarakat Jawa dan Bali, yakni mencapai 51 persen. Masyarakat luar Jawa mencapai 28 persen.
Hasil survei LSI Saiful Mujani itu memiliki kecenderungan yang sama dengan hasil survei LSI (Lingkar Survei Indonesia) milik Denny J.A. yang diumumkan lebih dulu pada Kamis, 4 Oktober lalu. Perbedaannya, menurut hasil riset Lingkar Survei Indonesia, penurunan tingkat kepuasan publik terhadap SBY jauh lebih tajam, yakni tinggal 35,3 persen.
Saiful menjelaskan, meski tingkat kepuasan terhadap SBY merosot tajam, presiden asal Pacitan, Jatim, tersebut masih tetap yang terfavorit. Dia mengibaratkan, bila pemilihan presiden diadakan sekarang, lebih banyak rakyat yang tetap menjatuhkan pilihan kepada SBY. Sebab, para capres yang ada saat ini belum bisa menandingi popularitas SBY.
Di antara 20 nama yang diajukan LSI, SBY ternyata masih berada pada urutan teratas, yaitu 33 persen. Angka tersebut mengalahkan Megawati (25 persen), Amien Rais (5 persen), Wiranto (5 persen), Sultan (5 persen), Jusuf Kalla (4 persen), dan Sutiyoso (1 persen). "Di mata pemilih, Megawati, Kalla, Wiranto, Amien, Sultan, dan Sutiyoso sementara belum menjadi alternatif," jelasnya.
SBY memang masih terlalu kuat kalau dihadapkan head to head, misalnya, dengan Megawati maupun Kalla. Ketika hanya ada dua pilihan, yaitu SBY atau Mega, kata Saiful, 55 persen responden tetap mantap memilih SBY. Megawati yang telah resmi dicalonkan PDIP itu hanya mendapat 35,5 persen.
Begitu juga ketika SBY dikompetisikan dengan JK. Temuan LSI menunjukkan SBY melejit dengan 66 persen dan JK hanya mendapat 15 persen.
Hanya, bila dilihat secara umum, sebenarnya telah terjadi penurunan tren sikap elektoral terhadap SBY dalam rentang setahun ini. Yakni, dari 47 persen pada Oktober 2006 menjadi 33 persen pada Oktober 2007. "Jadi, penurunan kepuasan ini sejalan dengan penurunan sentimen elektoral kepada SBY," katanya.
Bila tingkat kepuasan dan sikap elektoral masyarakat terhadap SBY turun, mengapa tetap tidak ada tokoh lain yang bisa menyalip? "SBY sebenarnya tidak terlalu kuat, tapi publik memang belum melihat ada alternatif lain lebih baik darinya. Paling tidak untuk sementara ini," ujarnya.
Posisi SBY kian diuntungkan, karena dari hasil survei LSI, warga yang tetap memilih SBY cenderung dari kelompok yang lebih terpelajar, berpendapatan baik (di atas Rp 2 juta), dan terbiasa mengikuti berita-berita lewat koran dan TV. "Pemilih SBY lebih banyak yang kompeten dibanding pemilih tokoh-tokoh lain. Jadi, mereka bukan termasuk tipe kelompok yang gampang ditipu," paparnya.
Mengapa mereka tetap memilih SBY? Jawabannya sederhana. Menurut para responden, SBY lebih bisa dipercaya (30,5 persen), lebih perhatian pada rakyat (35 persen), lebih tegas (34 persen), dan lebih pintar (26 persen). "Untuk semua ini, Pak SBY dianggap lebih unggul. Bahkan, Pak SBY yang katanya peragu itu pun tetap dipersepsi paling tegas dibanding yang lain," tandasnya.
Wasekjen Partai Golkar Rully Chaerul Azwar yang hadir mengatakan, hasil survei LSI itu merupakan potret yang tidak bisa dinafikan begitu saja. Termasuk, lemahnya posisi JK dibanding sejumlah alternatif lain. "Ini fakta. Suka nggak suka, faktanya begitu," katanya.
Kendati tingkat kepuasan publik dipersepsi menurun, Istana Kepresidenan tetap girang dengan hasil jajak pendapat LSI itu. Soalnya, masih ada 54 persen responden mengaku puas dengan kepemimpinan SBY. Istana menilai hasil survei tersebut membuktikan SBY masih disukai rakyat.
"Alhamdulillah, rakyat tetap memercayai SBY," ujar Juru Bicara Kepresidenan Andi Alfian Mallarangeng mengomentari hasil survei LSI yang dipaparkan kemarin. Menurut Andi, Presiden SBY mengakui tiga tahun kepemimpinannya masih menyisakan persoalan-persoalan yang belum dapat diatasi pemerintah. "Jadi, SBY pun belum puas dengan apa yang telah dicapai saat ini," ungkap Andi.
Karena belum puas dengan kinerja pemerintahan yang dipimpinnya, ujar Andi, SBY menganggap dua tahun tersisa dari masa jabatannya sebagai waktu untuk fokus bekerja. "Tujuannya tentu menjalankan amanah rakyat, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, meningkatkan lapangan kerja, dan menggalakkan roda perekonomian," terangnya.
Andi mengakui, SBY selalu mencermati jajak pendapat dari berbagai lembaga survei. Meski demikian, SBY menilai ada dua macam lembaga survei. Yakni, lembaga survei yang bekerja untuk mendapatkan keuntungan dan lembaga survei yang bekerja secara nonprofit.
"Polling yang dilakukan LSI ini termasuk yang nonprofit. Karena itu, hasilnya tentu lebih objektif dan dapat dicermati dengan baik. Apa yang belum baik akan diperbaiki. Apa telah baik akan ditingkatkan," ujarnya. (pri/noe)
Share This Thread