Peraih Nobel Mendiskusikan Perubahan Iklim
Sumber: Deutsche Welle
Kanselir Jerman Angela Merkel mengundang peraih hadiah nobel dari berbagai bidang ke Potsdam untuk berdiskusi soal perubahan iklim.
Masalahnya sudah diketahui. Bumi makin panas. Solusinya tidak rumit: manusia harus mereduksi emisi gas rumah kaca. Hanya saja, penerapan solusi ini sampai sekarang tetap bermasalah. Karena manusia bertindak sebaliknya. Mereka makin lama memproduksi makin banyak gas rumah kaca, terutama di negara-negara industri kaya. Mengapa? Alasannya sederhana: penduduk bumi tidak mau meninggalkan alat-alat yang mengeluarkan gas rumah kaca. Ketua komisi iklim PBB, Rajendra Pachauri menerangkan apa yang perlu dilakukan.
Rajendra Pachauri: „Jika kita ingin membatasi meningkatnya suhu udara 2 sampai 2,4 derajat Celcius, kita hanya bisa mengijinkan emisi karbondioksida meningkat sampai tahun 2015. Lalu sampai tahun 2050 kita harus mereduksi emisi karbondioksida sebanyak 50 sampai 85 persen. Ini tugas yang sangat berat. Tapi kita harus menyadari, jika kita tidak melakukan apa-apa, dampaknya akan mengerikan."
Orang tidak perlu meraih hadiah nobel untuk memahami masalahnya. Tapi memang, perundingan tentang reduksi gas rumah kaca bisa jadi rumit. Misalnya kalau setiap pihak saling berhitung apa yang harus mereka lakukan. Peraih hadiah nobel perdamaian dari Kenya, Wangari Maathai: „Apa yang harus kita kita bicarakan adalah soal keadilan karbon. Saya senang mendengar bahwa di sini kita berbicara tentang etika. Kita tidak hanya berbicara tentang tanggung jawab, melainkan juga soal sikap yang fair dan tindakan yang adil." Jadi, kanselir Jerman Angela Merkel mulai berhitung.
Angela Merkel: „Jika kita lihat situasinya, tingkat emisi dunia adalah 4 ton per kapita. Jika sampai 2050 angka ini ingin direduksi sampai setengahnya, artinya 2 ton per orang. Di Eropa, rata-rata tingkat emisi adalah 9 ton per orang. Di Jerman 11, di Amerika Serikat 20 ton. Di **** 3,5 ton per orang."
Kalau harus adil, artinya Amerika Serikat perlu mereduksi 90% emisi karbondioksida, Jerman 80%. Sedangkan ****, yang ingin mendongkrak pertumbuhan ekonominya dalam dekade-dekade mendatang, harus berusaha mereduksi emisi karbondioksida sampai 50%. Tapi bisa diragukan, apakah negara-negara ini mau menerima argumentasi dengan angka-angka tersebut. Jadi, kanselir Jerman Angela Merkel mempromosikan sistem jual-beli emisi karbondioksida.
Angela Merkel: „Jika kita menerapkan sistem sertifikasi ini, dan semua orang katakanlah punya hak emisi yang sama, artinya orang India misalnya masih punya banyak sertifikat emisi, yang mereka tidak perlukan. Nah, orang India bisa mendapat uang dengan menjual hak emisinya. Lalu, dengan uang yang didapat, bisa melakukan investasi di sektor teknologi untuk mereduksi emisi."
Sistem jual beli dengan sertifikat sudah diberlakukan di Uni Eropa. Tapi sistem ini juga sering dikritik. Para peraih nobel di Potsdam tampaknya menyambut gagasan itu. Jerman ingin membawa tema jual-beli emisi ini ke konferensi iklim di Bali Desember mendatang.
Share This Thread