Results 1 to 1 of 1

Thread: Expellation

http://idgs.in/389417
  1. #1
    bluedarknezz's Avatar
    Join Date
    Mar 2007
    Location
    Nothingness
    Posts
    1,186
    Points
    238.60
    Thanks: 1 / 6 / 4

    Default Expellation

    Author: Bluedarknezz
    Genre: Science-Fiction, School Life, Supernatural, Action
    __________________________________________________ ______________________________________
    Expellation

    Prologue
    Spoiler untuk Prologue :
    Tahun 2022, Professor Jeremiah Manuel seorang berkebangsaan Belgia menemukan gelombang otak dengan pola yang berbeda dari gelombang alpha, beta, theta, ataupun delta.

    Gelombang ini hanya ditemukan pada beberapa kasus, dan tidak dapat ditemukan pada semua manusia. Dia kemudian menamakannya EX-Wave.

    Di luar perkiraannya, orang-orang yang memiliki EX-Wave ternyata dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa.

    Kasus pertamanya adalah seorang anak yang mengetahui semua bahasa, atau memiliki kemampuan omnilingualism.

    Tertarik akan penemuan ini, Professor Zerael Ragrev dari Rusia melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penemuan EX-Wave itu.

    Dari hasil penelitiannya Zerael Ragrev menemukan bahwa terdapat tiga jenis pola EX-Wave dan dia memberinya nama “Solar Wave”, “Lunar Wave”, dan “Stellar Wave”.

    Solar Wave, adalah gelombang yang berpolakan seperti garis putus-putus naik turun mirip dengan tebasan pedang yang berantakan. Lunar Wave berpolakan seperti gelombang transversal normal tanpa sedikitpun kecacatan, stabil dan konstan mirip dengan gelombang laut tenang sedangkan Stellar Wave memiliki pola yang tidak beraturan dan berubah-ubah tiap waktunya, tidak memiliki bentuk yang tetap.

    Sama seperti penemuan Prof. Jeremiah, orang-orang dengan EX-Wave pada penelitian Prof. Zerael juga memiliki kekuatan diluar manusia biasa, dan dari penemuannya tentang tiga jenis EX-Wave dia mendapatkan data bahwa orang yang memiliki Solar Wave memiliki kekuatan yang berhubungan dengan kemampuan fisik.

    Sedangkan orang dengan Lunar Wave memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang tadinya hanya dianggap sebagai sebuah mitos, mereka dapat menggunakan ilmu sihir.

    Kemudian Stellar Wave, orang dengan Stellar Wave memiliki kemampuan khusus untuk dapat mengendalikan sesuatu atau melakukan sesuatu yang sifatnya metafisika seperti menghentikan waktu atau teleportasi.

    Besarnya kekuatan-kekuatan ini bergantung pada tingkat frekuensi EX-Wave individu yang bersangkutan, semakin besar frekuensi EX-Wave orang itu maka semakin besar pula kekuatannya.
    Prof. Zerael menyebut kemampuan-kemampuan ini sebagai Zeal.

    Tiga tahun kemudian terjadi serangan terror dari orang-orang yang menggunakan Zeal dan akhirnya pemerintah di seluruh dunia sepakat untuk tidak menggunakan dan melarang penggunaan Zeal sebagai senjata perang.

    Dan untuk melawan serangan terror ini akhirnya dibangun dua buah sekolah untuk mengembangkan kemampuan Zeal yaitu Jeremiah’s Special School di Jakarta, Indonesia dan Zerael’s Zeal Development Institute di London, Inggris.

    Para siswa dilatih untuk menjaga keamanan dunia dari serangan terror Zealist (nama yang diberikan untuk pengguna Zeal) yang berusaha mengacaukan keamanan dunia.

    Seluruh siswa merupakan Zealist dengan frekuensi EX-Wave tinggi perwakilan dari setiap negara.


    Act I: The Golden-haired Boy

    Part 1
    Spoiler untuk Part 1 :
    Dalam hidup ini tak semua hal dapat berjalan seperti yang kita inginkan.

    Pada kenyataannya lebih banyak hal yang yang tak kita inginkan terjadi.

    Anak ini, sudah seperti melupakan bagaimana rasanya kecewa.

    Dalam pikirannya tak ada lagi kesedihan atau kekecewaan yang lebih buruk yang dapat dia rasakan semenjak hal itu terjadi.

    Kejadian itu, telah merubahnya selamanya.

    Malam yang dingin itu seakan menjadi saksi bisu kejadian berdarah itu.

    Lebih parah dari pembunuhan, lebih buruk dari pembantaian, kejadian ini telah mencabut harapan seorang anak yang ingin hidup bahagia dengan kedua orang tua dan keluarganya.

    Orang-orang itu seperti sadistik yang tak mempunyai hati, pencabut nyawa dari neraka, tangan mereka penuh darah dengan senyum yang merekah di wajah mereka. Sebutkan semua kata-kata penghinaan yang menjijikan pada mereka dan itu takkan cukup untuk menggambarkan kebusukan orang-orang ini.

    “Ibu… Ibu…”

    Teriak anak itu sambil mencari ibunya dalam kegelapan.

    Perasaannya semakin tidak karuan ketika dia melihat pintu rumahnya terbuka. Pencuri? pikirnya dalam hati, tetapi dia mempunya firasat orang yang masuk bukanlah pencuri biasa.

    Kemudian terdengar bunyi tembakan, dengan panik anak itu langsung berlari ke arah ruang kerja ibunya.

    “Ambil semua hasil penelitianku tapi jangan ambil anakku!”

    Teriak seorang wanita dari dalam ruangan itu.

    Anak itu kenal suara itu, suara yang dengan lembut membangunkannya setiap pagi, ya… itu adalah ibunya.

    “HAHAHA anak katamu? jangan bercanda!”

    Suara laki-laki itu, suara tertawanya yang terdengar seperti seorang maniak membuat anak itu ragu untuk memasuki ruangan itu.

    “Jangan mendekat!”

    Teriak wanita itu seperti melihat ***** didepannya, nafasnya memburu bak seorang pelari marathon.

    Terdengar lagi suara tembakan, tembakan yang anak itu yakin ditembakkan oleh ibunya. Ibu memegang pistol? Siapa laki-laki itu? Penelitian?. Muncul pertanyaan-pertanyaan di benak anak itu dan membuatnya semakin ragu untuk memasuki ruangan itu.

    Dengan setengah hati kemudian anak itu perlahan membuka pintu itu untuk mengintip apa yang terjadi.

    *Creak* bunyi pintu itu membuka sedikit, mengalihkan pandangan kedua orang yang sedang berhadapan didalamnya.

    Dia melihat laki-laki itu.

    Wajahnya tertutup sebagian oleh kegelapan, rambutnya berwarna putih berkilauan.

    Matanya berbinar seperti serigala yang sedang memojokkan mangsanya.

    Dia memakai jas hitam, celana hitam, dan kacamata hitam. Setelan ala mafia atau yakuza yang sering ditonton anak ini di televisi.

    Wajahnya tidak familiar, mungkin seorang berkebangsaan eropa.

    Jelas dia adalah orang asing.

    “Rafael!”

    Teriak ibunya sambil melihat kearahnya.

    “Ibu!”

    Anak itu berlari ke arah ibunya, namun terlambat.

    Tangan kanan laki-laki itu tiba-tiba berubah menjadi berbentuk pisau, atau mungkin lebih mirip pedang.

    Tangan itu benar-benar berubah menjadi benda lain dalam waktu yang sangat singkat.

    Dengan panjang sekitar 60 cm dan lebar 10 cm, jelas hal ini bukan main-main.

    Dan yang anak ini tahu, laki-laki ini bukan manusia biasa.

    Tangan itu… tidak, pedang itu menusuk tepat ke jantung wanita itu.

    “Lari nak…..”

    Wanita itu berusaha berbicara di sisa nafas terakhirnya, dengan tubuh bersimbah darah dan pandangan yang mulai kabur.

    “Tapi bu…”

    “Ibu menyayangimu…”

    “IBUUUUUU!!”

    Mengapa? Mengapa ibu harus terbunuh seperti ini itulah yang muncul di pikiran anak itu.
    Air matanya bercucuran tak terbendung bagai air hujan melihat ibunya menutup matanya dan terjatuh di lantai.

    Melihat orang itu tersenyum dan mencabut tangannya dari tubuh ibunya seakan membunuh adalah sebuah hal yang menyenangkan membuat anak itu semakin bingung akan apa yang sebenarnya terjadi, mengapa orang ini membunuh ibuku? apa yang diinginkannya?

    Tangan kanan yang tadinya berbentuk pedang itu kembali ke bentuk semula, darah menetes dari tangan itu.

    Terdengar bunyi telepon dari kantong baju laki-laki itu.

    Laki-laki itu kemudian mengangkat telepon dengan sikap seperti seorang pegawai yang sedang bermain poker di sela jam kerjanya yang kemudian ditegur oleh atasannya.

    “Cepat selesaikan tugasmu dan kembali”

    Teriak orang ditelpon itu yang sepertinya atasan orang ini.

    “Baik, aku mengerti”

    Setelah menutup telpon, laki-laki itu segera mengambil semua isi brankas milik ibunya.

    Anak itu, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

    Yang ada dipikirannya hanya, bagaimana cara menghentikan orang ini.

    Dengan amarahnya, anak ini tanpa pikir panjang berlari ke arah orang itu.

    “H…HEY APA YANG KAU LAKUKAN PADA IBUKU!”

    Teriak anak itu sambil berlari kearahnya dengan mengepalkan tangan untuk memukul.

    “HIYAAAA”

    *plak* tangan anak itu ditangkap dengan satu tangan.

    Dengan mudahnya serangan anak itu ditahan, memang si pembunuh ini bukan pembunuh amatiran yang lengah saat melakukan pekerjaannya, meskipun dia sedang melakukan hal lain dia tidak melupakan keberadaan anak itu.

    “Oi oi bocah, aku sedang tidak mood untuk membunuh seorang anak kecil hari ini jadi tolong jaga sikapmu”

    “GRAAAAAA”

    Anak itu kembali melayangkan pukulannya, namun sayang laki-laki itu kembali menahannya dan melempar anak itu ke pintu.

    “Hey bocah kau begitu ingin mati?”

    Seorang pembunuh professional, tidak diragukan lagi.

    Laki-laki itu kemudian berdiri, dan terdengar suara mobil berhenti didepan rumah anak itu.

    “Yosh, jemputanku sudah datang, selamat tinggal bocah”

    Dia kemudian keluar dan pergi meninggalkan anak itu begitu saja. Meninggalkan pertanyaan kepada anak itu Mengapa dia tak membunuhku?

    Kemudian mobil itu pun pergi membawa laki-laki itu. Malam yang mencekam itu takkan pernah dapat dilupakannya.


    Part 2
    Spoiler untuk Part 2 :
    ”El cepet bangun sarapan udah disiapin tuh”

    Suara lembut seorang gadis membuka hari Rafael.

    Gadis itu kemudian membuka gorden jendela kamar, membiarkan cahaya matahari masuk ke kamar itu dan mematikan AC yang masih menyala.

    “Cepetan bangun udah siang”

    “Hemm”

    Pemalas itu menarik lagi selimutnya, menutupi matanya yang silau terkena cahaya matahari.

    Gadis itu keluar dari kamar itu seperti yakin bahwa pada akhirnya si pemalas ini akan bangun juga.
    Suara guyuran air dari kamar mandi, suara riuh mesin cuci, dan suara mobil yang sudah lalu lalang seperti beresonansi di telinga pemalas ini.

    Dia pun terpaksa bangun dan menyudahi mimpi indahnya.

    “Huamm, jam berapa sih?”

    Pertanyaan paling lazim dari seorang pemalas yang selalu bangun siang, berharap bahwa ini masih jam 4 pagi dan dia bisa tidur lagi.

    Namun sial, pertanyaan ini biasanya berakhir pada kenyataan bahwa mereka sudah terlambat dan hari sudah siang.

    “GAWAT, UDAH JAM 8”

    Bagai karyawan yang hampir di PHK karena selalu terlambat, pemalas ini akhirnya bangun dengan rambut yang tidak karuan dan mengacaukan tempat tidurnya.

    *Tap tap tap* suara langkah kaki pemalas itu yang buru-buru lari ke kamar mandi, hanya untuk mengetahui bahwa kamar mandinya masih dipakai.

    “Sarapan dulu sana baru mandi, si Kellen masih pake kamar mandinya tuh”

    “Oh gitu, oke deh”

    Aroma mie goreng dan nasi goreng sangat pekat di tempat itu, menggugah perut lapar yang belum diisi sejak tadi malam.

    Memang kelihatannya sangat sederhana, tapi jika kau kelaparan apa kau sempat protes masalah makanan apa yang disediakan?

    Sama juga seperti pemalas ini, dia akan memakan semuanya yang disediakan didepannya karena menurutnya setiap makanan adalah anugrah untuk perutnya yang kelaparan.

    Seperti itulah kebiasaan mereka bertiga setiap pagi di JSS (Jeremiah’s Special School) Dormitory.
    Layaknya asrama pada umumnya, JSS Dormitory memiliki fitur-fitur yang cukup lengkap. Alat-alat seperti AC, kulkas, mesin cuci dan dapur dengan peralatan lengkap telah tersedia hanya tinggal bagaimana kau menggunakannya.

    JSS Dormitory, bagaimanapun kau melihatnya lebih terlihat seperti sebuah apartemen mewah ketimbang asrama siswa.

    “Oi el, tolong ambilin sikat gigi gw dah dilemari”

    “Yaelah lu lari ambil sendiri juga gw ama Lucia ga bakal liat”

    “Udahlah tolong malu gw lari sambil telanjang, dingin pula”

    Lucia, satu-satunya wanita yang tinggal diasrama itu agak geli membayangkan hal ini saat ia mendengarnya.

    “Iye-iye sabar”

    Meninggalkan sarapannya, Rafael bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah kamar sebelum dia bertemu Lucia yang sedang menunggu cucian didepan mesin cuci.

    *Jreg jreg jreg* bunyi yang sangat mengganggu kalau dipikir, tapi tak apalah yang penting bisa mencuci pakaian tanpa perlu mengeluarkan tenaga begitu mungkin pikir mereka.

    Lucia seperti biasa sudah mengenakan seragam sekolah”.

    Rambut hitam panjangnya diikat, mungkin karena dia terlalu malas mengurusnya, tetapi tetap saja kecantikannya tak berkurang sedikitpun. Matanya berbinar seperti cahaya mentari pagi, jari-jarinya yang lembut membalik-balik halaman majalah yang dipegangnya.

    “Ngapain lu el?”

    Tanyanya sambil membaca majalah wanita yang sedang dipegangnya tanpa mengalihkan pandangan dari majalah itu.

    “Ngga itu si Kellen minta ambilin sikat gigi katanya dilemari”

    “Oh, yaudah gw aja yang ambilin udah lu lanjutin sarapan lu aja”

    “Ngga udah gw aja gpp”

    “Yaudah kalo gt”

    Meskipun mereka tinggal di asrama bersama tetapi Lucia-lah yang paling banyak mengerjakan rumah. Mungkin karena naluri kewanitaannya yang tinggi atau karena dua orang laki-laki disitu tidak dapat dipercaya melakukan pekerjaan itu.

    “Nih kel”

    “Oke, thanks yo”

    “Ho’oh”

    Namun diantara mereka bertiga, yang paling kurang berguna adalah Rafael karena meskipun Kellen kerjaannya hanya bermalas-malasan di depan TV tetapi Zealnya yang membuat dia mampu berlari cepat sangat berguna apabila Lucia membutuhkan sesuatu yang harus dibeli di supermarket.

    Oleh karena itu Rafael selalu berusaha untuk mengerjakan hal-hal kecil yang bisa dikerjakannya.

    “El, gantian tuh mandi gw udah selesai”

    “Ok, bentar gw selesain makan dulu”

    Lucia hanya memasak dua kali sehari bila hari biasa, dan tiga kali saat hari libur. Dua orang laki-laki disana hanya tau makannya saja, mereka tak pernah menanyakan apa yang akan dimasak oleh Lucia, sukur-sukur jika enak, tetapi sejauh ini Lucia tak pernah memasak makanan yang tak enak.

    Kellen melemparkan handuk yang selesai dipakainya ke Rafael dari kamar ke ruang makan dengan membuka sedikit pintu kamar, pemandangan yang sudah biasa di asrama itu.

    Rafael lalu meninggalkan meja makan dan ke kamar mandi dengan membawa handuk yang ditangkapnya barusan.

    Seperti pergantian pemain, sekarang Kellen sarapan di meja makan dan Rafael mandi di kamar mandi.
    “Ci emang kita hari ini masuk jam berapa?”

    Tanya Kellen sambil mengunyah makanan dimulutnya, membuat bicaranya tidak karuan.

    “Jam 9 kel, eh lu tolong panasin mobil deh, gw lupa”

    “Ok”

    *Zruassh* suara Kellen berlari mengambil kunci kemudian ke lantai paling bawah melalui tangga dan memanaskan mobil dengan kecepatan suara.

    Hanya dalam hitungan detik, Kellen sudah kembali lagi ke meja makan dan mobil sudah dibiarkan menyala di lantai paling bawah padahal mereka berada di lantai 7.

    “Udah ci”

    “Ok thanks ya”

    “Hemm”

    Jawab Kellen sambil mengunyah makanan di mulutnya.

    “Eh kel ntar tolong angkat jemuran didepan ya, gw mau ganti rok dulu rok gw basah ini”

    “Iye-iye”

    Lucia berjalan ke kamarnya, sementara itu Rafael sudah selesai mandi dan keluar dari kamar mandi telah memakai seragam sekolah.

    “El tadi kata Lucia tolong angkatin jemuran”

    Kellen sudah tau bahkan tanpa dibohongi pun Rafael pasti mau mengerjakan hal-hal kecil seperti itu.

    “Ok”

    Hanya dalam beberapa detik di tangan Rafael telah dipenuhi pakaian kering yang diangkatnya.

    “Diangkat kemana nih?”

    “Ga tau, bawa ke kamar Lucia aja deh”

    Kellen masih saja mengunyah makanan dari tadi, sampai pas Rafael didepan kamar Lucia dia baru ingat kalau Lucia sedang mengganti roknya.

    Namun terlambat, Rafael sudah terlanjur membuka pintu kamarnya dan melihat Lucia yang setengah telanjang, hanya memakai atasan dan celana dalam sedang memakai rok yang baru sampai dengkul.

    “Eh?”

    Rafael terdiam sejenak sambil masih memegang pakaian kering di tangannya, matanya terpaku pada paha mulus Lucia yang terlihat jelas didepannya. Wajahnya merah seperti kepiting rebus yang baru matang, kaki dan tangannya tak dapat bergerak sedikitpun.

    “…”

    “…..”

    Mereka berdua terdiam sejenak saling melihat satu dan lainnya, bingung apa yang harus mereka lakukan. Meskipun Lucia telah seperti kakak dari mereka berdua, tetapi tetap saja instingnya sebagai gadis yang masih suci mengatakan bahwa hal ini salah.

    “KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”

    Lucia berteriak dan cepat-cepat memakai roknya kemudian mengambil sebuah vas yang ada di meja riasnya dan memegangnya dibelakang kepalanya dengan satu tangan seperti seorang pemain american football professional yang akan melemparkan bola.

    “E…Eh.. s..sori g…g…”

    Mati gue, mati gue!! seperti seekor ayam yang akan diterkam oleh serigala Rafael ketakutan setengah mati.

    Keringat bercucuran, detak jantung tak karuan, benar-benar seperti akan dibunuh.

    “Nga..pain… lu….”

    Lucia wajahnya merah dan nada bicaranya mengerikan, lebih mengerikan dari hitler pada saat pidato sekalipun.

    “DISITUUUUUUU!!”

    Dengan kekuatan penuh, Lucia melemparkan vas di tangan kanannya ke arah Rafael yang sedang ternganga.

    Vas itu kemudian melesak cepat seperti peluru meriam yang ditembakkan oleh kapal perang, yang bahkan seekor cheetah pun takkan sempat menghindar bila ditembakkan.

    *Prang* vas itu mendarat tepat di jidat Rafael.

    Iapun terjatuh dan pakaian yang dibawanya semuanya berantakan dilantai.
    Namun beruntung baginya, Zealnya yang memberinya proteksi tidak melukainya sedikitpun, hanya sedikit pusing dan nyeri di kepalanya.

    Normalnya, orang yang terkena lemparan Lucia akan pingsan atau bahkan koma di rumah sakit hingga beberapa minggu, hal ini karena Zeal Lucia memberikannya kekuatan hercules atau gampangnya gadis ini bagaikan superman minus terbang dan pandangan x-ray.

    Gadis ini memiliki kekuatan yang mampu mengangkat beban 1.500 ton hanya dengan menggunakan kedua tangannya. Tetapi dia dapat mengurangi kekuatannya sesuai dengan keinginannya jadi dia tidak khawatir akan menghancurkan barang-barang yang digunakannya, kalau tidak dia akan perlu pensil yang terbuat dari beton hanya untuk menulis.

    Kellen melihat itu hanya sebagai kejadian biasa, kejadian yang sudah tidak aneh lagi terjadi di tempat itu, tak ada rasa bersalah sedikitpun dipikirannya. Bahkan dia terlihat tidak perduli sama sekali dan hanya memperhatikan televisi daritadi.

    Lucia kemudian keluar dari kamarnya dan membereskan pakaian kering yang berantakan tanpa memperdulikan Rafael yang masih terlentang di lantai.

    “Cepet bangun, bentar lagi kita berangkat”

    Wajah Lucia masih merah akibat kejadian tadi dan dari nada bicaranya orang bodoh pun tahu bahwa gadis ini sedang marah sekali.

    “Et et et et”

    Rafael bangun sambil mengelus dahinya yang terkena lemparan tadi.

    Pikirnya, untung saja dia sempat memberikan perlindungan fisik pada dahinya, kalau tidak entah akan pecah jadi apa kepalanya.

    Lemparan barusan itu kalau dihitung menggunakan ilmu fisika, mungkin sudah melebihi kekuatan tabrakan sebuah truk 32 roda yang sedang mengebut 120 km/jam.

    Jangankan kepala, beton pun mungkin akan hancur jika terkena lemparan itu.

    Tapi bersyukurlah Lucia masih belum mengeluarkan seluruh kekuatannya, jika Lucia mengeluarkan seluruh kekuatannya, mungkin bahkan sebuah pensil pun bisa memiliki kekuatan penghancur yang sama dengan *** atom hiroshima, sungguh wanita yang mengerikan.

    Kalau diperhatikan memang Lucia dan Kellen bagaikan kombinasi Superman dan The Flash.

    Sedangkan Rafael?

    Entahlah, bahkan dirinya sendiri pun tidak tahu apa kekuatannya ZEAL-nya yang sebenarnya.
    Namun yang jelas, dia dapat memperkuat satu bagian atau seluruh tubuhnya sehingga dapat menahan suatu serangan.

    Atau mudahnya, fortifikasi.

    Ini yang menjelaskan kenapa Rafael dapat menahan lemparan dengan energi jutaan joule barusan.
    Mengapa Rafael seperti tidak mengerti apa kekuatannya yang sebenarnya?

    Hal ini karena, saat dilakukan pemeriksaan EX-Wave pada saat baru masuk sekolah sebuah pola berbeda dari EX-Wave pada umumnya ditemukan pada gelombang otak Rafael.

    Pihak sekolah yang juga kaget dan heran akan hal ini, oleh karena itu Rafael dimasukkan ke Kelas S, Solar Department. Mengapa Solar Department, Class S, Kelas yang seharusnya berisi Solar Zealist tingkat tinggi seperti Kellen dan Lucia?

    Pertama, mungkin karena pihak sekolah tidak dapat menjelaskan EX-Wave yang dimiliki Rafael jadi mereka memasukkannya ke Department yang paling banyak muridnya, yaitu Solar Department. Kemungkinan kedua, mereka hanya terlalu malas untuk memikirkan masalah kecil seperti ini, masih banyak masalah lebih besar yang harus diurusi pikir mereka.
    Akhirnya Rafaelpun harus menerima keadaannya saat ini yaitu berada dikelas yang dikelilingi oleh Solar Zealist yang kekuatannya sudah jauh melebihi manusia biasa.

    Tetapi hal ini seperti menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Rafael, pasalnya karena kekuatan anehnya ini dia bisa bertemu dan satu asrama dengan orang seperti Kellen dan Lucia yang baginya merupakan orang-orang yang sangat menarik.

    Lucia dan Kellen pun tidak begitu perduli apa sebenarnya kekuatan Rafael, yang jelas Rafael adalah teman mereka dan mereka siap melindunginya kapanpun dan dari siapapun.

    Waktu telah menunjukkan pukul 08.30 dan mereka sudah siap untuk berangkat.

    Jarak dari asrama dengan sekolah hanya sekitar 7 km, dan mereka pergi kesekolah dengan menggunakan mobil.

    Hari ini yang mendapatkan giliran menyetir adalah Rafael, mereka bertiga bergantian menyetir setiap harinya, tetapi Rafael yang mendapat giliran paling banyak yaitu tiga kali, senin rabu dan jumat.

    Karena kejadian barusan tidak ada obrolan sama sekali di dalam mobil itu.

    Rafael fokus mengemudi, Kellen menutup mata sambil mendengar musik dari headphonenya, dan Lucia melihat keluar jendela karena masih marah atas kejadian tadi.

    Untuk memecahkan kebekuan ini akhirnya Rafael memberanikan diri untuk membuka pembicaraan.

    “Ci, hari ini ngga ada tes kan”

    Dengan ragu-ragu akhirnya Rafael berbasa-basi dengan Lucia padahal dia tahu bahwa hari ini tidak ada tes apa-apa.

    “Ngga”

    Respon yang sangat cepat diberikan oleh Lucia, dingin dan langsung menjawab pertanyaan tanpa bertele-tele.

    Rafaelpun yang tadinya berpikir dapat memecahkan kebekuan ini ciut dan kembali fokus mengemudi.

    “Official bilang ada penyusup masuk sekolah kita”

    Lucia tiba-tiba berbicara ditengah kebuntuan itu dengan berita yang mengagetkan.

    “Hah masa?, gw gak denger apa-apa masalah penyusup”

    Rafael lega, akhirnya Lucia berbicara juga padanya, walaupun dengan berita yang kurang begitu bagus.

    “Ya, ini beritanya juga masih simpang siur sih, terakhir gw denger itu juga informasi rahasia dari Official ke pemerintah yang bocor”

    “Oh, nee-san kan ikut Lavanthor ya, terus gimana penyelidikannya?”
    Lavanthor adalah tim yang dibentuk oleh sekolah yang terdiri dari siswa Zealist terkuat yang bertugas melindungi keamanan sekolah, atau singkatnya polisi sekolah.

    “Ya sampe sekarang sih masih dalam penyelidikan, gw juga gak begitu jelas tentang beritanya tapi lu berdua mesti hati-hati soalnya rumor yang beredar di Lavanthor sih penyusup ini Stellar Zealist yang punya kekuatan bisa berubah-ubah bentuk”

    “Berubah bentuk?”

    Rafael bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.

    “Ya kayak si Azumi anak Stellar Department gitu, dia bisa ngubah salah satu bagian atau seluruh tubuhnya jadi sesuatu, bahkan bisa ngubah mukanya jadi muka orang lain”

    “Oh jadi si penyusup ini di curigain lagi nyamar pake kekuatannya dan berkeliaran bebas disekolah gitu?”

    “Ya itu baru asumsi aja sih”

    “Kalopun itu orang nekat mau nyerang sekolah tinggal kita hajar aja kan, hahaha”

    “Yang ditakutin sih kalo dia nyuri sesuatu data penting dari sekolah ato nyerang siswa satu persatu”

    Rafael kemudian tiba-tiba teringat dengan orang yang membunuh ibunya dulu, orang itu juga memiliki Zeal yang sama seperti orang yang dijelaskan Lucia barusan, yaitu mengubah tangannya menjadi sebuah pedang.

    Ekspresi wajah Rafael berubah tangannya menggenggam keras kemudi dan dahinya mengerenyit setelah mengingat hal itu.

    “Kenapa el?”

    “E… Engga papa kok”

    “Kalo ada masalah ngomong aja ga usah disimpen-simpen”

    “Nggaaa beneran gapapa kok haha”

    “Oh yaudah”
    Lucia tahu bahwa Rafael menyembunyikan sesuatu darinya tetapi dia memakluminya karena Rafael seperti merasa sudah banyak berhutang budi pada Lucia dan tidak mau menyusahkannya lagi.

    Tapi tetap saja, seperti seorang kakak yang cemas akan masalah adiknya Lucia juga khawatir pada Rafael karena tak biasanya Rafael sampai memasang wajah seperti itu.

    Hingga mereka sampai disekolah tidak ada lagi pembicaraan lain karena Rafael tidak bicara sedikitpun setelah itu.


    __________________________________________________ ______________________________________

    Spoiler untuk Author's Note :
    14/4/11 : Prologue, Act I (Part 1, Part 2) posted, sori kalo lanjutannya rada lama agak2 lambat ini kemampuan menulis gw, ilustrasi sedang dalam proses
    Last edited by bluedarknezz; 14-04-11 at 12:12.

    "Time you enjoy wasting, is not wasted time" - John Lennon.

  2. Hot Ad

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •