Sifat negatif dalam berbahasa Indonesia
Koentjaraningrat–guru besar antropologi Indonesia–dalam bukunya Rintangan2 mental dalam pembangunan ekonomi di Indonesia (1969), menjabarkan beberapa sifat negatif bangsa Indonesia yaitu sifat (1) meremehkan mutu, (2) mentalitas menerabas, (3) tuna harga diri, (4) menjauhi disiplin, (5) enggan bertanggung jawab, dan (6) latah atau ikut-ikutan. Abdul Chaer–penulis produktif buku-buku linguistik serta lektor kepala pada UNJ dan UHAMKA–dalam bukunya Pembakuan bahasa Indonesia (2002, hlm. 17–19), menjabarkan cerminan sifat-sifat negatif tersebut dalam perilaku berbahasa masyarakat Indonesia. Berikut jabaran beliau, tentu saja dengan ditambahi banyak sedikit bumbu.
Meremehkan mutu tecermin dalam perilaku berbahasa asal bisa dimengerti. Sifat ini menyebabkan bahasa yang digunakan asal saja tanpa memedulikan apakah bahasa yang digunakan benar atau salah. Tidak ada keinginan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah, asalkan bahasa yang digunakan bisa dimengerti oleh orang lain.
Mentalitas menerabas tecermin dalam perilaku berbahasa ingin dapat berbahasa Indonesia dengan baik tanpa melalui proses belajar. Bahasa Indonesia dianggap merupakan bahasa yang ada secara alami dan bisa dikuasai tanpa harus dipelajari. Menjadi warga negara Indonesia bukan berarti secara otomatis mampu berbahasa Indonesia. Banyak penduduk Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dan bahasa daerah sebagai bahasa-ibunya. Sedangkan untuk dapat menggunakan bahasa ibu dengan baik saja seseorang perlu belajar dari lingkungan, apalagi untuk dapat mahir menggunakan bahasa kedua.
Tuna harga diri tecermin dalam perilaku berbahasa yang mengagungkan bahasa asing dan menomorduakan bahasa sendiri, misalnya dengan mencantumkan “Exit”, alih-alih “Keluar” pada pintu masuk kantor, atau dengan menggunakan istilah “meeting”, alih-alih “rapat” dalam bahasa sehari-hari. Ada baiknya coba mencontoh bangsa Prancis atau Jepang yang dengan bangga menggunakan bahasa mereka sendiri sebagai jati diri bangsa.
Menjauhi disiplin tecermin dalam perilaku berbahasa yang tidak mau atau malas mengikuti aturan atau kaidah bahasa. Hampir semua bahasa, tidak terkecuali bahasa Indonesia, memiliki aturan dan kaidah yang harus digunakan secara taat asas.
Enggan bertanggung jawab tecermin dalam perilaku berbahasa yang tidak memperhatikan penalaran bahasa yang benar. Bertanggung jawab dalam berbahasa adalah mempertanggungjawabkan kebenaran isi bahasa dengan berpikir dengan baik sebelum mengeluarkan suatu kalimat agar tidak menimbulkan kesalahan nalar.
Latah atau ikut-ikutan tecermin dalam perilaku berbahasa meniru atau mengulang kembali ucapan orang lain tanpa memperhatikan kebenaran ucapan tersebut, baik secara semantik maupun gramatikal. Kritislah dan pikirkanlah dulu perkataan orang lain sebelum mengulangnya, atau dalam konteks kontemporer, sebelum mengicaukan ulang suatu kicauan.
Mari kita upayakan untuk membuang sifat-sifat negatif dalam berbahasa tersebut. Jika tidak bisa berubah drastis, mari lakukan secara perlahan-lahan.
http://ivanlanin.wordpress.com/2011/...asa-indonesia/
Share This Thread