Nasib Megaproyek Pemkot Surabaya,
Ambisi Sistem Bus Cepat di Jalanan Sempit
Thursday, 25 October 2007
Surabaya
Pemkot Surabaya optimistis tahun depan di jalanan kota ini bakal melenggang alat transportasi massal berupa bus yang berjalan di jalur khusus dengan nama bus rapid system (BRT). Pola ini meniru Jakarta yang sejak 2003 silam memiliki Transjakarta. Tetapi, realisasinya tidak semudah membalikkan tangan.
Pembicaraan maraton proyek angkutan massal ini belakangan semakin gencar dilakukan. Pembagian anggaran antara Pemkot Surabaya, Pemprov Jatim juga pemerintah pusat juga hampir matang. Pemerintah pusat, pada 18 Juni lalu, bahkan sudah siap mengirimkan 83 bus jika busway (jalur bus) mulai dioperasikan.
Tetapi tunggu dulu? Bakal melenggang di jalanan mana saja BRT itu kelak? Sementara ruas-ruas jalan Surabaya banyak yang sempit. Sebelum menjawab ini. Ada baiknya mempelajari perkembangan pembahasan proyek ini.
Komitmen Direktur Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Iskandar Abu Bakar, tentang pengadaan bus ini, diramalkan proyek BRT tinggal selangkah. “Tinggal mematangkan kajian. 2008, harus sudah tearalisasi karena jumlah bus kiriman pusat ini melebihi rencana armada bus,” kata Abu Bakar saat itu di Surabaya.
Proyek ini menalan anggaran puluhan miliar. Jumlahnya memang naik turun karena sedang dalam kajian. Antara lain yang sempat diungkapkan adalah anggaran pusat Rp 78 miliar, pemprov Rp 38 miliar dan pemkot menutup dengan Rp 90 miliar. Awalnya proyek raksasa ini diperkirakan membutuhkan anggaran Rp 241 miliar. Namun belakangan perkiraan ini diperas menjadi Rp 206 miliar seperti jumlah share antara pemerintah pusat, pemprov, dan pemkot.
Namun yang terakhir, rencana anggaran ini bisa berhemat lagi sampai Rp 163,1 miliar, dengan perhitungan BRT akan menggunakan depo milik Perum DAMRI. Sementara pemkot kebagian jatah membuat 46 halte, jembatan penyeberangan, pengerasan jalan, pemasangan rambu lalu lintas, separator jalan, dan sarana infrastruktur lain.
Di catatan studi kelayakan, anggaran untuk angkutan jalur Aloha- Perak bahkan diperinci dengan pengadaan 54 unit bus Rp 51,3 miliar, pembuatan 41 jalur BRT Rp 69,7 miliar, pembuatan satu terminal Rp 2,5 miliar, pembuatan 47 halte Rp 16,450 miliar, pembuatan 48 pedestrian Rp 12 miliar, pembuatan satu prasarana pendukung Rp 4,5 miliar, satu depo Rp 2,5 miliar, biaya sosialisasi Rp 1,5 miliar, dan biaya desain, studi, dan supervisi Rp 2,650 miliar.
Wali Kota Surabaya Bambang DH mengatakan BRT segera teralisasi pada 2008. Dijadwalkan sudah beroperasi mulai April 2009.
"Proyek ini akan menjawab persoalan langkahnya moda transportasi massal di Surabaya sekaligus mengurangi kemacetan sebelum parah seperti Jakarta,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Surabaya, Hari Tjahjono. Jika tidak digarap sekarang, diramalkan poada 2010, lalu lintas Surabaya tidak bergerak alias macet total.
Realisasi
Lewat kawasan mana BRT kelak? Koridor utara selatan menghubungkan Aloha-Perak PP. Jalur yang dilewati BRT adalah jalur yang sama seperti rute Bus Damri rute Purabaya Perak lewat Darmo saat ini. Ada satu jalur khusus di bagian dalam bakal 'dimakan' untuk jalur BRT, artinya semua kendaraan dilarang lewat. Ini demi kelancaran BRT.
Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bapeko) juga merancang koridor barat timur. Yaitu menghubungkan kampus ITS Sukolilo ke Tandes. Jalur ini melewati Jl Kertajaya, Jl Sulawesi, Jl Bagong, Jl Pendegiling, Jl Banyuuriup, Jl Simo, Jl Tandes.
Jika koridor utara selatan tentu lebih mudah macet karena di setiap jalan kembar saat ini memiliki tiga jalur yang sebenarnya juga langganan macet seperti Jl A Yani atau Jl Urip Sumoharjo,. Jika kelak 'dimakan' satu jalur untuk jalur bus, masih tersisa dua lajur yang tentu bakal lebih macet.
Lantas bagaiamana dengan rute barat timur? Kendala pertama bus akan terbentur viaduc KA Jl Kertajaya yang rendah. Kemudian harus melewati Jl Pandegiling dan menyeberang Jl Urip Sumoharjo. Padahal overpass alias jalan layang atau underpass alias terowongan belum dibangun di rencana persimpangan ini.
Selanjutnya BRT akan menghadapi kenyataan jalan sempit belasan kilometer di Jl Pandegiling, Jl Banyuurip, hingga Jl Simomulyo. Sekarang saja jalur itu hanya memiliki dua lajur. Jika kelak BRT digarap, dua lajur tersebut tentu bakal 'dimakan' BRT. Lantas ke mana kendaraan lain melintas. “Di jalan sempit, kami membuat jalur khusus bus itu juga bisa dilewati kendaraan lain, tidak semua dibatasi separator,” kata Kepala Bapeko, Tri Siswanto, saat pemaparan BRT di balai kota tiga pekan lalu.
Gagasan ini tentu menabrak 'pakem' BRT bahwa lalu lintas bus jenis ini dilarang bercampur kendaraan umum.
Namun kenyataanya selama ini, Jl Banyurip hingga Jl Simo langganan macet oleh kendaraan umum. Lantas lewat mana BRT kelak jika melihat kondisi tersebut? Bappeko punya jawaban. Belakangan muncul atrenatif memindah rute koridor barat timur dengan tidak melewati Jl Pandegiling dan Jl Banyuurip.
Namun melewati Jl Dr Sutomo, Jl Indragiri, Jl Adityawarman, Jl Mayjen Sungkono dan Jl HR Muhammad.
Jika rute ini dipilih siap-siap BRT kesepian penumpang. Karena berbeda dengan kawasan Pandegiling- Banyuurip- Simo. Rute terakhir seluruhnya adalah kawasan elite yang para penghuninya lebih memilih kendaraan pribadi yang lebih adem dan luwes.
Share This Thread