Page 1 of 3 123 LastLast
Results 1 to 15 of 32

Thread: Canta per Me

http://idgs.in/349816
  1. #1
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default Canta per Me

    Idea dasar cerita ini memang dari lagu berjudul sama, yg merupakan OST dari anime 'Noir'. Canta per Me, atau Sing for Me. Tapi jujur aja, entah mengapa sy agak kesulitan di bagian akhir cerita ini... *SIGH*

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    “Padahal, itu bukan kesalahan kakak...”
    Di tengah hujan, seorang gadis belia duduk bersimpuh sambil menangis. Sementara di sisinya, tergeletak seorang pemuda merenggang nyawa.
    “Padahal, itu bukan kesalahan siapapun juga...”
    Pemuda itu berusaha tersenyum, walau malah terlihat seperti meringis. Ia mengelus pipi gadis belia yang masih menangis itu.
    “Tapi kenapa ? Kenapa kakak berusaha menyalibkan diri seperti ini ?!”

    Nyanyikan Lagu Untuk-ku


    1. Lukisan dan Nyanyian
    Sinar mentari pagi menembus jendela sebuah rumah kecil, yang terletak di pinggir kota. Dari sebuah ruangan, terdengar sapuan kuas cat. Seorang pemuda sedang duduk di hadapan sebuah kanvas, sambil sesekali melihat ke arah seekor kucing yang menjadi model lukisannya. Tiba-tiba terdengar ketukan dari balik pintu.
    “Kak Lance, apa sudah selesai ? Sarapan sudah siap.”
    Pemuda bernama Lance itu menoleh sekilas ke arah pintu.
    “Sebentar lagi. Sabar dulu ya, Lufia.”
    “Iya. Tapi cepetan ya, kalau nggak, nanti supnya dingin.”
    Lance kembali memandang model lukisannya, lalu menyapukan kuasnya ke kanvas. Setelah akhirnya selesai, ia menyeka keningnya sambil menghela nafas. Sekali lagi ia menatap kanvas, lalu mengangguk puas.
    “Ok Henry, terima kasih atas kerja samanya.”
    Mendengar kata-kata Lance, kucing itu hanya menguap. Lance tersenyum, lalu meninggalkan ruangan tersebut menuju ruang makan.

    Ketika Lance memasuki ruang makan, seorang gadis belia berambut panjang dan duduk di kursi roda, menyambutnya.
    “Akhirnya kakak datang juga. Supnya mulai dingin nih.”
    Sambil menarik bangku dan duduk di meja makan, Lance berkata, “Maaf, Lufia. Aku juga nggak nyangka, ternyata udah jam segini.”
    “Kalau udah melukis, kakak pasti lupa waktu deh. Jadi, apa nanti kakak akan pergi ke plaza ?”
    “Tentu saja. Kalau nggak, gimana aku bisa menjual lukisan-lukisanku ?”
    Lufia tidak menjawab, hanya saja wajahnya terlihat agak sedih. Kemudian, dengan dipimpin Lance, keduanya berdoa sebelum menyantap sarapan mereka.
    Selesai makan, Lance segera mandi lalu bersiap untuk berangkat. Tapi sesampainya di pintu, Lufia menahannya.
    “Kak Lance, Lufia mohon, untuk hari ini kakak jangan pergi ke plaza. Besok juga bisa kan ?”
    Lance menengok ke arah Lufia dengan bingung.
    “Apa maksudmu, Lufia ? Kenapa tiba-tiba... ?”
    Dengan cepat Lufia memotong, “Lufia merasakan firasat buruk ! Kakak tahu kan, firasat Lufia seringkali tepat ?”
    Mendengar kata-kata adiknya, Lance langsung terhenyak.
    Memang benar. Waktu itu juga, padahal kamu sudah memperingatkan, tapi aku tetap bersikeras. Sampai akhirnya terjadilah ‘kecelakaan itu’.
    Akhirnya Lance tersenyum lembut, sambil mengelus rambut Lufia.
    “Baiklah kalau kamu bilang begitu. Besok baru aku pergi ke plaza.”

    Sepanjang siang, Lance berusaha menyelesaikan sebuah lukisan lagi. Kali ini, yang menjadi objek lukisannya adalah sekeranjang buah-buahan. Lance berhenti sejenak, lalu melihat keluar jendela. Terlihat olehnya, Lufia di atas kursi rodanya, sedang berusaha menjemur pakaian.
    Sejak papa dan mama meninggal, Lufia menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga di rumah ini. Padahal semua itu adalah salahku, tapi Lufia yang harus menanggungnya.
    Sementara, di luar jendela, terlihat Lufia menghentikan sejenak kegiatannya. Ia melihat ke arah seorang ayah yang sedang membawa anak perempuannya jalan-jalan. Lance-pun tersentak.
    Benar juga, sudah lama sekali aku tidak mengajak Lufia jalan-jalan. Yosh, kalau begitu, setelah lukisan ini selesai, aku akan mengajaknya.
    Hari menjelang sore, ketika akhirnya Lance berhasil menyelesaikan lukisannya. Baru saja ia keluar dari ruangan, ketika terdengar olehnya sayup-sayup suara nyanyian. Lance-pun tersenyum sambil berjalan menuju arah datangnya nyanyian tersebut, hingga ia tiba di depan sebuah kamar. Perlahan, Lance membuka pintu kamar itu, lalu masuk tanpa suara. Dan ketika Lufia selesai, Lance bertepuk tangan. Lufia terkejut, lalu menengok ke arah kakaknya.
    “Ka.. Kak Lance ! Se.. sejak kapan kakak masuk kamar Lufia ?”
    “Kayaknya dari pertengahan lagu. Seperti biasa Lufia, suaramu memang sangat enak didengar.”
    Dengan wajah memerah, Lufia bertanya, “Apa kakak datang cuma untuk mengolok Lufia ?”
    Lance-pun kembali teringat alasannya utamanya.
    “Oh ya Lufia, hari ini langit cerah sekali. Sayang kan dilewatkan dengan berdiam diri di dalam rumah ?”
    “Maksud kakak ?”
    Senyum Lance semakin lebar.
    “Kita jalan-jalan yuk. Udah lama kan aku nggak ajak kamu jalan-jalan.”
    “Ta.. tapi...”
    “Apa kamu merasakan firasat buruk lagi ?”
    Lufia segera menggeleng, “Bukan kok ! Tapi bagaimana dengan lukisan kakak ?”
    “Tenang saja. Aku baru saja menyelesaikan satu lukisan lagi. Kalau begitu, segeralah bersiap.”
    Lufia mengangguk dengan penuh semangat.

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    BTW ada yg sadar, adik Lance bernama Lufia ? Mirip dgn Lucia, dari Lima Sahabat... tp yah, memang sulit menyamakan antara nama Lance dgn nama lainnya... maap...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  2. Hot Ad
  3. #2
    sur5axl's Avatar
    Join Date
    Dec 2010
    Posts
    186
    Points
    69.08
    Thanks: 3 / 10 / 9

    Default

    sedikit susah dimengerti..
    tp overall bagus kok

  4. #3
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Tenang, ini msh baru awal kok ^^ Selamat menikmati lanjutannya

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Langit memerah diterpa sinar mentari senja. Sementara hembusan angin menerpa dengan lembut. Tubuh Lufia terlihat sedikit menggigil. Melihat itu, Lance segera melepas jaket luarnya, lalu memakaikannya kepada Lufia.
    “Eh ?”, Lufia terkejut, “Tapi, kakak sendiri gimana ?”
    “Nggak usah khawatir, angin segini mah nggak bakal membuatku kedinginan.”
    Dengan setengah menunduk, Lufia menjawab, “Te.. terima kasih.”
    Saat ini, Lance berjalan perlahan sambil mendorong kursi roda Lufia, di jalan setapak yang menuruni bukit. Beberapa orang yang berpapasan dengan mereka, menegur ramah. Hingga ketika sampai di sebuah tikungan jalan yang cukup tajam, Lance menghentikan langkahnya.
    “Di sini ya, terjadinya kecelakaan itu, Kak ?”
    Pertanyaan Lufia seakan menyadarkan Lance dari lamunannya.
    “E.. eh, be.. benar.”, lalu Lance menghela nafas panjang, “Maaf ya Lucia, malah jadi membuatmu teringat akan kecelakaan itu lagi.”
    “Yang sudah tiada, takkan pernah kembali. Tenang aja, Lufia bukan anak kecil lagi kok.”
    Lance hanya terdiam, dan melanjutkan langkahnya.

    Sesampainya mereka di sebuah taman, tampaklah kerumunan orang. Lance-pun bertanya pada salah seorang yang ada di situ.
    “Maaf, tapi ada keramaian apa ya ?”
    Pada saat bersamaan, telinga Lance menangkap alunan sebuah lagu.
    Orang yang ditanya oleh Lance-pun tersenyum sambil berkata, “Ya, tentunya kamu mendengar-nya kan ? Mereka adalah kelompok musik keliling, yang kebetulan sedang mampir di sini.”
    Tak jauh dari kerumunan itu, terlihat seorang pemuda yang sedang memainkan akordion, dengan didampingi oleh seorang gadis yang bermain biola. Nada-nada lembut mengalun dari permainan alat musik keduanya, menyebabkan semua orang diam sambil menikmati lagu-lagu mereka. Tiba-tiba terdengar suara nyanyian lembut, yang mulai menyanyikan lagu yang dimainkan oleh kedua pemusik keliling tersebut. Semua langsung menengok ke belakang, dan Lance menengok ke arah Lufia.
    “Hentikan, Lufia !”, wajah Lance langsung menjadi pucat, “Hentikan nyanyianmu itu !”
    Lufia memandang Lance dengan bingung.
    “Kenapa ? Bukankah kakak sendiri yang bilang, suara Lufia enak didengar ?”
    “Itu.. memang benar, tapi...”, Lance tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
    Tiba-tiba Sang pemuda pemain akordion itu mendekat ke arah mereka sambil berkata, “Iya, saya juga merasa kalau suara gadis manis ini sangat cocok dengan permainan kami. Lalu, kalau kamu memang kakaknya, kenapa kamu melarang adikmu ikut bernyanyi ?”
    “Maaf, po.. pokoknya dia tidak boleh bernyanyi di tempat umum !”
    Sambil berkata demikian, Lance segera menarik kursi roda Lufia, lalu membawanya pergi. Semua yang ada di tempat itu hanya tertegun, tanpa mampu mencegah Lance.

    “Lufia nggak nyangka, kakak begitu egois !”
    “Egois ?”, Lance menghentikan langkahnya, “Apa maksudmu ?”
    Lufia menengok ke belakang, menatap Lance dengan tajam.
    “Tadi kakak bilang, Lufia nggak boleh nyanyi di tempat umum kan ? Jadi maksud kakak, Lufia cuma boleh nyanyi di depan kakak, begitu ?!”
    Lance hanya terdiam.
    Bagaimana caraku menjelaskannya padamu, Lufia ? Suaramu adalah anugerah, tapi sekaligus juga petaka bagi yang mendengarnya.
    “Maafkan aku, Lufia. Untuk saat ini, aku masih nggak bisa mengatakan alasannya padamu. Tapi kumohon, jangan pernah menyanyi di depan umum. Bahkan sebaiknya kamu jangan bernyanyi di hadapanku.”
    Bola mata indah Lufia terbelalak.
    “Ja.. jadi, maksud kakak, Lufia.. nggak boleh nyanyi lagi ?”
    “Begitulah.”
    Jawaban yang singkat, tapi terasa sangat menyakitkan bagi Lufia. Lufia-pun menunduk dan berkata perlahan, “Padahal, hanya nyanyianlah satu-satunya yang dapat menghibur Lufia...”
    “Maaf, Lufia...”
    Dengan penuh amarah, Lufia menjerit, “Lufia nggak butuh permintaan maaf ! Kakak jahat !”
    Setelah itu, Lufia mendorong kursi rodanya meninggalkan Lance. Tapi Lance menahannya.
    “Tu.. tunggu Lufia ! Kamu mau kemana ?”
    Lufia segera menepis tangan Lance yang menahan kursi rodanya. Akhirnya Lance menarik nafas.
    “Baiklah Lufia, aku memang salah melarangmu bernyanyi ! Kamu boleh menyanyi, tapi tolong berjanjilah padaku, jangan sampai terdengar orang lain. Bernyanyilah di tempat yang sepi.”
    Lufia terdiam sejenak, lalu perlahan menengok ke arah Lance.
    “Pasti ada sesuatu kan ? Kenapa kakak nggak bisa bilang sama Lufia ?”, tiba-tiba wajah Lufia menjadi pucat, “Apa mungkin.. ada hubungannya dengan kecelakaan itu ?”
    Dengan cepat, Lance langsung menyanggah.
    “Bukan ! Kecelakaan itu adalah murni kesalahanku. Kalau waktunya tepat, akan kujelaskan semuanya padamu, Lufia. Tapi untuk saat ini, tolong, jangan tanyakan apapun juga.”
    Lufia memandang Lance selama beberapa saat, dan akhirnya mengangguk.

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Suara Lufia adalah anugrah, tapi sekaligus petaka bagi yg mendengarnya. Apakah maksud Lance dgn kata2 tsb ? Fufufu...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  5. #4
    dnec-5th's Avatar
    Join Date
    Jun 2010
    Posts
    186
    Points
    52.52
    Thanks: 23 / 12 / 9

    Default

    iya masih sedikit bingung nih,
    dikit bgt sih lanjutan nya.. hehe..

  6. #5
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Oops... ya, kan sebaiknya sedikit2 ^^

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Sepanjang perjalanan pulang, baik Lance maupun Lufia sama-sama diam. Ketika sudah berada di dekat rumah, Lance terkejut; Tak jauh dari pintu depan, tampaklah sesosok kecil terbaring tak berdaya. Lance meninggalkan Lufia, berlari menuju sosok kecil tersebut.
    “Henry !”
    Lance-pun menjadi panik, melihat bahwa sosok itu ternyata adalah kucing yang baru tadi pagi menjadi model lukisannya. Dari mulut kucing tersebut, mengalir darah dalam jumlah banyak.
    Lufia yang mendekat, juga melihat mayat kucing itu.
    “Bukankah itu kucing yang suka main di tempat kita ? Dia kenapa ?”
    Sambil berlutut di sisi Henry, Lance hanya menangis sambil berkata berulang-ulang, “Maaf, Henry, maafkan aku...”
    Melihat sikap kakaknya, Lufia menjadi bingung.
    “Apa kucing itu mati ? Terus, kenapa kakak minta maaf ?”
    “Kalau saja aku menahan diri untuk tidak melukisnya, pasti hal ini tidak akan terjadi !”
    Bola mata indah Lufia terbelalak.
    “Eh ? Maksud kakak ?”
    Bukannya menjawab, Lance malah masuk ke dalam rumah. Lufia segera mengikutinya. Dan Lance segera menuju ruang tempatnya biasa melukis. Lalu ia mengambil lukisan Henry yang tadi pagi dilukisnya, dan memperlihatkannya kepada Lufia.
    “Lihat lukisan ini, Lufia ! Inilah lukisan Henry yang tadi pagi kulukis !”
    Lufia memperhatikan lukisan itu dengan kagum.
    “Wah, lukisan kakak indah banget, seperti hidup.”
    Dengan geram Lance langsung menjawab, “Benar, seperti hidup ! Dan itulah penyebab Henry mati !”
    “Eh ? Ma.. masa, maksud kakak, Henry mati karena...”
    Lukisan itu jatuh ke lantai, dan Lance menutup wajahnya.
    “Padahal kupikir, kalau bukan manusia nggak apa-apa. Kenapa, Tuhan ? Kenapa aku punya kemampuan terkutuk ini ?!”

    “Maaf Lufia, tapi bisakah kamu tinggalkan aku sendiri ?”
    Sudah sekitar tiga jam sejak Lance berkata demikian. Selama itu, Lance terus mengurung diri di dalam ruangan tempatnya melukis. Lufia yang saat ini berada di depan pintu ruangan itu, merasa bingung dengan apa yang harus dilakukannya.
    Kak Lance masih belum makan sejak kita pulang, padahal malam semakin larut. Apa kakak tidak lapar ?
    Akhirnya Lufia memutuskan untuk mengetuk pintu itu. Tapi baru saja tangan Lufia hampir menyentuhnya, ketika tiba-tiba pintu itu terbuka.
    “Lufia ?”, Lance yang berdiri di balik pintu, memandang Lufia dengan terkejut, “Kamu masih belum tidur ?”
    Dengan wajah memerah, Lufia berkata, “Te.. tentu aja ! Kakak masih belum makan, nanti siapa yang akan membereskan meja makan kalau Lufia tidur ?”
    Lance tersenyum lembut.
    “Iya juga ya, aku masih belum makan. Terima kasih sudah mengingatkanku, Lufia.”
    Lalu Lance berjalan menuju ruang makan. Sekilas Lufia mengintip ke ruangan kerja kakaknya. Di lantai, tampaklah banyak lukisan hasil karya Lance yang berserakkan. Dan yang membuat Lufia terkejut, terlihat noda darah baik di lantai maupun di beberapa lukisan itu.
    “Kak Lance ! Apa kakak melukai diri sendiri ?!”
    Lance menengok dan tersenyum sedih, lalu memperlihatkan lengan kanannya yang sejak tadi disembunyikan, yang penuh dengan luka bekas goresan.
    “Kalau saja aku tidak mempunyai tangan ini, pastilah semua ini takkan terjadi. Tapi.. untuk itu saja; Untuk memotong tanganku saja, aku.. tidak berani !”
    “Tentu aja ! Itu kan wajar, mana ada orang yang mau memotong tangannya sendiri ! Lagipula, itu bukan salah kakak. Pasti kakak tak ingin Henry mati kan ?”
    Suara Lufia terdengar bergetar, dan Lance-pun menghela nafas.
    “Kamu benar, Lufia. Maaf, aku memang sempat putus asa akibat tanganku ini. Mulai saat ini, aku hanya akan melukis benda mati saja.”
    Lance mengelus rambut Lufia, lalu membawanya ke ruang makan.

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Yah, skr kurang lbh dah dpt gambaran kan, apa kemampuan Lance sebenarnya ? Dan kira2 apa alasan Lance melarang Lufia menyanyi ? Fufufu...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  7. #6
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    2. Rumah Kenangan
    Kicauan burung menyambut pagi. Di ruang kerjanya, Lance baru saja menyelesaikan sebuah lukisan. Lalu ia menengok ke arah tangan kirinya yang masih memegang kuas.
    “Ternyata, melukis dengan tangan kiri, jauh lebih sulit dari yang kubayangkan. Aku memerlukan waktu jauh lebih lama daripada melukis dengan tangan kananku.”
    Tiba-tiba terdengar ketukan dari balik pintu.
    “Kak Lance, apa sudah selesai ? Sarapan sudah siap.”
    “Iya, aku sudah selesai. Kamu ke ruang makan duluan aja, nanti aku menyusul.”
    “Tapi jangan lama-lama ya, nanti supnya dingin.”
    Lance hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.
    Setiap pagi, selalu saja seperti ini; Aku melukis di ruang ini, dan Lufia mengetuk pintu sambil memanggilku untuk sarapan.
    Tapi kemudian, senyum menghilang dari bibir Lance.
    Tidak, pagi ini tidak sama dengan hari-hari sebelumnya ! Pagi ini, dan juga untuk seterusnya, Henry takkan pernah ada lagi di tempat ini menemaniku melukis. Dan itu semua akibat dari kebodohanku !
    Lance bangkit, dan membereskan beberapa lukisannya untuk dibawa ke plaza. Tapi ketika ia hendak membereskan lukisan Henry, ia terdiam sejenak, lalu menaruhnya kembali ke tempatnya.
    Aku takkan menjual lukisan ini. Setidaknya, inilah satu-satunya kenangan akan Henry.
    Setelah selesai, ia-pun keluar menuju ruang makan.

    Lufia di atas kursi rodanya, menyambut Lance dengan senyum lembut ketika Lance memasuki ruang makan. Lance duduk, dan keduanya menyantap sarapan pagi itu tanpa bersuara.
    Setelah selesai makan, Lance menengok ke arah Lufia.
    “Lufia, kali ini kamu nggak keberatan kan, kalau aku pergi ke plaza untuk menjual lukisan ? Habis, kalau nggak, kita nggak punya uang.”
    Lufia-pun tersenyum.
    “Iya, nggak apa-apa kok. Pagi ini Lufia nggak merasakan firasat buruk.”
    “Baguslah. Kalau begitu, aku berangkat dulu ya.”
    Lance bangkit, lalu pergi menuju ruang kerjanya. Sementara Lufia memandangnya dari belakang, dan wajahnya berubah menjadi serius.
    Benar, Lufia memang nggak merasakan firasat buruk. Tapi apa ini; Apa yang kurasakan ini ? Sepertinya, akan ada sesuatu.. atau seseorang, yang akan datang ke rumah ini... Mengapa aku bisa merasa demikian ?
    Tak berapa lama kemudian, Lance bersiap-siap untuk pergi, dan Lufia mengantarnya.
    “Baiklah, aku pergi dulu. Tolong jaga rumah ya, Lufia.”
    Lufia mengangguk, dan Lance-pun pergi. Lufia masuk ke dalam rumah, dan bersiap untuk merapikan rumah. Baru saja ia hendak membereskan piring dari meja makan, ketika terdengar ketukan dari pintu depan.
    “Kak, apa ada yang ketinggalan ?”, tanya Lufia sambil membuka pintu.
    Tapi yang berdiri di balik pintu, bukanlah Lance, melainkan seorang gadis sebaya Lufia, yang memiliki sepasang bola mata berwarna biru yang sangat jernih. Gadis itu-pun tersenyum.
    “Hai, lama nggak jumpa, Lufia.”

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Siapakah gadis misterius yg baru muncul di hadapan Lufia ???
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  8. #7
    dnec-5th's Avatar
    Join Date
    Jun 2010
    Posts
    186
    Points
    52.52
    Thanks: 23 / 12 / 9

    Default

    Kemampuan yg mengerikan..

    Jadi inget film heroes,
    ada satu karakter yg mempunyai kemampuan melukis masa depan,
    alias meramal masa depan melalui lukisan.
    Tp yg dilukisnya selalu ttg kehancuran, kematian, dll yg gak menyenangkan..

    Nice story,
    dilanjut bro..

  9. #8
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Hueee... cuapek 2 hari mempersiapkan premiere film ^^a Tp akhirnya beres jg, dan skr bs posting2 cerita lagi, fufufu...

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Matahari telah tinggi. Lance yang sedang duduk di salah satu sudut plaza, menyeka keringat sambil memandang lukisan-lukisannya.
    Dari 8 buah lukisan yang kubawa, hanya 3 yang berhasil kujual. Apa lukisanku kurang bagus ?
    Lance hanya dapat menghela nafas panjang. Tiba-tiba terdengar sebuah suara.
    “Maaf anak muda, apa kamu seorang pelukis ?”
    Lance menengok, dan melihat seorang kakek bertubuh bungkuk, sedang berdiri di belakangnya dengan bertopang pada sebuah tongkat.
    “I.. iya, benar. Kenapa ?”
    Kakek itu-pun tersenyum.
    “Kalau begitu, apa kamu bisa melukis untuk kakek yang renta ini ?”
    Lance segera menolaknya, “Maaf, tapi saya tidak bisa melukis manusia !”
    Kakek itu memandangnya dengan bingung.
    “Kenapa ? Kalau tentang uang, jangan khawatir...”
    Dengan cepat, Lance memotongnya.
    “Bukan masalah uang. Itu.. adalah prinsipku.”, suara Lance terdengar sedikit bergetar, ketika mengucapkan kalimat yang terakhir.
    Sang kakek menatap Lance dalam-dalam, sampai Lance merasa tidak enak.
    Maaf, Kek. Sudah cukup korban akibat tanganku ini, jangan sampai ada jatuh korban lagi.
    Tiba-tiba beliau-pun tersenyum lebar.
    “Bagus, aku suka kamu, anak muda. Walau masih belia, kamu sudah punya prinsip. Tapi tenang saja, yang kuminta untuk dilukis bukanlah manusia, melainkan sebuah rumah.”
    “Sebuah rumah ?”
    Kakek itu membalikkan tubuhnya sambil berkata, “Ikutlah denganku.”
    Akhirnya, Lance mengikuti langkah tertatih Sang kakek.

    “Anak muda, sebenarnya sejak tadi, ada yang ingin kutanyakan.”
    Lance, yang berjalan di samping Sang kakek, menengok dengan pandangan bertanya.
    “Kamu mengatakan kalau kamu seorang pelukis, tapi sepertinya tangan kananmu terluka. Apa kamu melukis dengan tangan kiri ?”
    “Ah, luka ini belum terlalu lama. Yah, sebenarnya memang sulit melukis dengan tangan kiri, tapi saya pasti bisa memenuhi permintaan kakek.”
    Kakek itu menatap Lance dengan tajam selama beberapa saat.
    “Lalu, mengapa tangan kananmu terluka ?”
    DEG ! Lance terkejut mendengar pertanyaan Sang kakek. Tapi, ia berusaha mengarang jawaban.
    “A..ah, waktu itu, di suatu jalan yang sempit, sebuah mobil muncul tiba-tiba. Aku berusaha menghindar, tapi mobil itu menyerempet lenganku.”
    Sorot mata Sang kakek makin tajam, membuat Lance merasa salah tingkah. Lalu akhirnya beliau menghela nafas.
    “Kenapa memberi jawaban selengkap itu ? Jawab aja akibat kecelakaan ! Jawabanmu tadi, seakan.. hendak menutupi kenyataannya.”
    “E.. eh ?”
    “Yah, tapi apapun yang menjadi penyebabnya, bukan urusanku.”, lalu kakek itu berhenti sambil menatap apa yang ada di hadapan mereka, “Nah, kita sudah sampai. Inilah rumah yang kuminta untuk kamu melukisnya, anak muda.”
    Ketika Lance memandang rumah di hadapannya, ia-pun terkejut; Sebuah rumah gubuk yang sangat sederhana, terbuat dari kayu dan rotan.

    Sambil tersenyum, kakek itu berkata, “Saat ini, di dalam hati kamu pasti bertanya, ‘Kok kakek ini minta aku melukis gubuk reot kayak gini sih ?’. Benar kan, anak muda ?”
    Merasa pikirannya dibaca oleh Si kakek, Lance hanya menunduk. Lalu kakek itu mengalihkan pandangannya ke arah gubuk itu.
    “Aku meminta kamu melukis, bukan untuk keindahannya, melainkan untuk sebagai kenangan.”
    “Kenangan ?”
    Kakek itu mengangguk, “Dulu aku miskin, tidak seperti sekarang. Dan rumah ini adalah rumah yang kubeli dengan uang hasil kerja keras pertamaku. Karena terletak di atas tanah milik pemerintah, maka tak lama lagi rumah ini akan dibongkar. Jadi setidaknya, sebelum lenyap, aku ingin punya kenangan tentang rumah ini, walau hanya lewat lukisan.”
    Lance langsung merasa ragu.
    “Ta.. tapi, untuk hal penting begitu, mengapa kakek meminta padaku yang hanya seorang pelukis amatir gini ? Maksudku, pasti banyak pelukis lain yang...”
    Sang kakek segera memotongnya, “Karena kamu berbeda dengan mereka ! Tadi aku sempat memperhatikan beberapa lukisanmu. Lukisan-lukisan itu seperti hidup, sungguh luar biasa. Aku yakin, kalau kamu pasti melukis dengan sepenuh hati, bukan seperti para pelukis terkenal yang hanya mengincar nama besar dan uang saja.”
    Mendengar jawaban kakek itu, Lance langsung terhenyak.
    Kamu benar, Kek, lukisan itu bukan hanya ‘seperti hidup’, tapi lukisan itu memang hidup... tepatnya, merenggut kehidupan yang sebenarnya ! Dan semua itu akibat tanganku ini...
    “Jadi, kuserahkan semuanya padamu, anak muda.”
    Sambil menunduk, Lance berkata, “Baiklah Kek, aku setuju, tapi dengan satu syarat : Jangan perlihatkan lukisan ini pada siapapun juga.”
    “Eh, kenapa ? Bukankah kalau kuperlihatkan, hal itu bisa jadi iklan gratis untukmu ?”
    Lance menengok ke arah kakek itu dengan sorot mata sedih.
    “Aku melukis rumah ini atas permintaan kakek, dan terutama karena tadi kakek mengatakan, kalau lukisan ini untuk sebagai kenangan. Kalau kakek tidak setuju, cari saja orang lain !”
    Akhirnya kakek itu menghela nafas.
    “Kamu benar-benar anak muda yang keras kepala ya ? Baiklah, aku setuju.”, baru saja ia hendak berjalan pergi, ketika tiba-tiba ia kembali menengok ke arah Lance, “Oh ya, siapa namamu ?”
    “Lance Harrington.”

    Hari menjelang senja, ketika Lance merapikan peralatan melukisnya. Baru saja ia menyelesaikan lukisan yang diminta Sang kakek. Menatap hasil lukisannya, Lance-pun tersenyum puas.
    Tak kusangka, ternyata aku bisa menyelesaikannya sore ini.
    Tapi sesaat kemudian, senyum lenyap dari bibir Lance. Ia menarik nafas dalam-dalam, sambil mengingat percakapan sebelum kakek itu meninggalkannya...
    “Harrington ? Apa kamu putra dari keluarga Harrington ?”
    Mendengar pertanyaan Sang kakek, Lance bertanya balik, “Apa kakek kenal dengan keluargaku ?”
    “Bukan aku, tapi putriku. Dulu dia dan suaminya sempat bertetangga dengan kalian, dan aku sering mendengar cerita tentang keluarga kalian dari cucuku.”
    Wajah Lance langsung berubah menjadi pucat, tapi kakek itu tidak melihatnya.
    “Sejak meninggalnya cucu pertamaku, mereka-pun pindah. Lalu tak lama kemudian, putriku dan suaminya meninggal akibat kecelakaan pesawat. Jadi sampai sekarang, cucu keduaku tinggal bersama denganku.”
    Dengan suara bergetar, Lance bertanya, “Siapa nama cucu kedua kakek ?”
    “Mikan.”
    Lance menatap ke arah langit, dan memejamkan matanya.
    Mikan... nama yang sudah lama tak kudengar. Apakah ia masih membenciku ?
    Sebuah suara menyadarkan Lance dari lamunannya, “Sepertinya kamu sudah selesai, Lance.”
    Lance menengok, ternyata kakek itu telah berdiri di belakangnya. Lance mengangguk sambil memperlihatkan lukisan karyanya. Beliau-pun tersenyum puas.
    “Aku benar-benar nggak salah memilihmu untuk melukis rumah kenangan ini.”
    Sang kakek mengambil lukisan itu, lalu menyerahkan sebuah amplop kepada Lance.
    “Terima kasih.”, jawab Lance ketika menerima amplop itu.

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    BTW, di Heroes ada yg punya kemampuan begitu ya ? Wah, sy nggak nonton sih, jd nggak tahu, fufufu... tp kayaknya disini yg kemampuan plg mengerikan itu Lufia deh, bkn Lance. Anyway, th'x for liking my story
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  10. #9
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Dalam perjalanan pulang, Lance melihat beberapa anak kecil sedang bermain. Sekilas ia teringat akan dirinya ketika masih kecil, bermain dengan Lufia saat masih belum menjadi lumpuh.
    Ya, dulu kami sering main kejar-kejaran seperti itu. Tapi sekarang, itu sudah tidak mungkin.
    Dan Lance-pun menghela nafas.
    Bukan hanya aku dan Lufia, tapi juga Mikhail dan Mikan. Waktu kecil kami selalu bermain berempat. Mungkin kami bisa terus berteman, kalau tak ada ‘kejadian itu’.
    Tiba-tiba Lance tertegun, seakan menyadari sesuatu. Ia melihat ke arah tangan kanannya, yang masih dibalut.
    Benar juga, sebenarnya sejak kapan aku punya kemampuan terkutuk ini ? Waktu masih kecil, aku sering melukis burung dan tidak terjadi apapun. Tapi kenapa... ?
    Suara orang tua yang memanggil anak-anak mereka, menyadarkan Lance dari lamunannya. Anak-anak yang sedang bermain itu segera mendatangi orang tua mereka masing-masing.
    Yah, kurasa kutanyakan sekarang-pun, takkan ada gunanya. Yang tiada, takkan pernah kembali; Kata-katamu itu sangat tepat, Lufia.
    Setelah sekilas memperhatikan matahari yang mulai terbenam, Lance lalu melanjutkan langkah menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, Lance langsung masuk.
    “Aku pulang, Lufia.”
    Tapi sesaat kemudian, ia tertegun melihat gadis yang menyambutnya dengan senyuman ramah.
    “Selamat datang, Lance. Lama nggak berjumpa.”
    Dengan bola mata terbelalak, Lance berkata, “Mi.. Mikan ?!”

    3. Mikhail dan Mikan
    Walau Mikan tidak memperlihatkan sikap permusuhan, tapi suasana terasa sangat tegang. Wajah Lance jauh lebih tegang daripada biasanya.
    “Ke.. kenapa kamu ada di rumahku, Mikan ? Di mana Lufia ?!”
    Terdengar suara dari dalam, “Lufia lagi masak, Kak ! Memang Lufia yang minta Mikan untuk membukakan pintu !”
    Sekilas, Lance terlihat sedikit lega. Tapi sorot matanya masih menatap tajam ke arah Mikan.
    Melihat sikap Lance yang seperti itu, Mikan tetap tersenyum ramah.
    “Kudengar dari Lufia, kamu pergi ke kota untuk menjual lukisanmu ya ? Kelihatannya kamu akan tetap melukis ya, walaupun sudah banyak yang terjadi.”
    Lance menyadari adanya nada sindiran dalam kata-kata Mikan, dan ia-pun hanya menghela nafas.
    “Ya, seperti kamu yang tidak akan pernah memaafkanku kan, Mikan ?”
    Mikan hanya tersenyum penuh arti menjawab pertanyaan Lance, lalu berjalan mendahului Lance masuk ke dalam rumah.

    “Oh ya, apa yang terjadi dengan lengan kananmu, Lance ?”
    Beda dengan jawaban yang diberikan kepada kakek itu, Lance menjawab sejujurnya.
    “Kemarin malam, aku melukai lenganku sendiri.”
    Mikan menghentikan langkahnya, lalu menengok ke arah Lance.
    “Kenapa ?”, tanyanya singkat.
    “Aku benci dengan lengan... tidak, tepatnya dengan kemampuan terkutuk ini ! Kemarin aku melukis seekor kucing, dan tentu kamu tahu akibatnya kan ?”
    Mikan hanya membalikkan badan dan kembali berjalan menuju ruang makan. Tapi ketika melewati sebuah jendela yang menghadap halaman, untuk kedua kalinya Mikan menghentikan langkah dan memandang ke arah luar.
    “Pohon besar itu... dulu kita sering bermain di sekitar pohon itu. Kamu, aku, Lufia dan.. kakak.”
    Ketika Mikan menyebut kata ‘kakak’, Lance hanya tertunduk. Dan sesaat, hanya ada keheningan di antara mereka. Akhirnya Mikan melanjutkan.
    “Lance, menurutmu, kalau waktu itu tidak ada kejadian tersebut, apa kita bisa terus berteman ?”
    “Mungkin saja.”
    Ketika Mikan hendak melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Lance berkata, “Sebenarnya tadi siang, aku bertemu dengan kakekmu.”
    “Kakek ?”, Mikan menoleh ke arah Lance.
    “Benar. Beliau memintaku untuk melukis sebuah...”
    Belum sempat Lance menyelesaikan kalimatnya, Mikan langsung memotongnya.
    “Lance ! Ka.. kamu... Apa kamu nggak puas, sudah membunuh Kak Mikhail ?!”
    Bertepatan dengan itu, terdengar suara gelas pecah dari arah belakang Mikan. Ternyata Lufia ada sana, dan bola mata indahnya terbelalak memandang keduanya.

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------

    Mikan, gadis dari masa lalu Lance dan Lufia telah muncul. Apakah arti kedatangan Mikan utk Lance dan Lufia ?
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  11. #10
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    “Kakak.. membunuh.. Kak Mikhail ?”
    Setelah bertanya demikian, tiba-tiba tubuh Lufia terkulai di atas kursi rodanya.
    “Lufia !”, Lance berlari mendekat ke arah Lufia. Sementara Mikan hanya memperhatikan saja.
    Sambil mengguncang tubuh Lufia, Lance setengah menjerit, “Lufia, sadarlah !”
    Akhirnya, akibat merasa terganggu dengan jeritan Lance, Mikan-pun berkata, “Tenanglah ! Lufia cuma pingsan, nggak mati ! Lebih baik kamu bawa dia ke kamar dan membaringkannya.”
    Bagai orang yang terkena hipnotis, Lance mengikuti saran Mikan; Ia mendorong kursi roda Lufia menuju kamarnya, lalu membaringkan Lufia yang masih pingsan.
    Ketika Lance pergi ke ruang makan, Mikan hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.
    “Dari dulu kamu memang begitu ya, Lance; Selalu panik kalau terjadi sesuatu pada Lufia.”, tapi sesaat kemudian, Mikan menatap tajam pada Lance, “Terus, apa kamu melukis kakek ?!”
    Seakan tersadar karena pertanyaan Mikan, Lance menghela nafas.
    “Makanya, jangan sembarangan marah, dengar dulu kalimatku sampai selesai ! Kakekmu hanya memintaku untuk melukis rumah kenangannya dulu, sebelum digusur.”
    “Oh, begitu.”
    Lalu Mikan menarik kursi, duduk dan menyantap hidangan yang telah disediakan Lufia. Lance juga melakukan hal yang sama, dan keduanya tidak ada yang berbicara selama makan.

    Ketika selesai, barulah Lance bertanya.
    “Sebenarnya, apa alasanmu datang ke rumah ini lagi, Mikan ? Apa kamu berniat balas dendam padaku ? Kalau benar, tolong jangan libatkan Lufia. Dia nggak tahu apa-apa.”
    Mikan menatap Lance dalam-dalam, “Aku ingin terlebih dahulu bertanya : Ketika melukis kakak, apa kamu tahu akan kemampuan itu ?”
    Dengan cepat, Lance menyanggah, “Tentu tidak ! Mikhail adalah temanku, mana mungkin aku melukisnya kalau tahu akan kemampuan terkutuk ini ? Selain itu, jangan lupa, kamu-lah yang minta agar aku melukis Mikhail !”
    Mikan mengangguk, dan wajahnya tampak sedih.
    “Benar, karena aku kagum sama lukisan-lukisanmu. Tapi ternyata, permintaan itu menjadi hal yang paling kusesali seumur hidupku ! Maaf Lance, kematian kakak memang sebagian akibat salahku, tapi aku terus menyalahkan dan membencimu.”
    Sekilas, Lance teringat masa lalunya, ketika Mikan terus-menerus berkata, “Dasar pembunuh ! Kembalikan.. kembalikanlah Kak Mikhail padaku !
    “Sejujurnya, ada satu hal yang baru saja kusadari sore tadi; Sebelum melukis Mikhail, tidak pernah ada masalah walaupun aku melukis makhluk hidup. Kamu tahu kan, aku paling senang melukis burung-burung, dan nggak pernah ada seekor-pun burung yang mati.”
    Bola mata Mikan-pun terbelalak.
    “Jadi maksudmu, Kak Mikhail adalah korban pertama akibat kemampuanmu itu ?”
    Lance mengangguk. Wajah Mikan-pun berubah serius.
    “Berarti, kemampuanmu itu bukan bawaan sejak lahir. Tapi kalau begitu, apa penyebab kemunculannya ?”

    Di mana ini ?
    Lufia kecil sedang berjalan sendirian di tengah kegelapan. Tiba-tiba ia melihat dua sosok yang sangat dikenal dan dirindukannya.
    Bukankah itu kakak dan Kak Mikhail ?
    Lance sedang duduk sambil melukis, sementara Mikhail menjadi model lukisannya. Lufia kecil-pun tersenyum, lalu berlari mendekat ke arah keduanya.
    Kakak, Kak Mi... !
    Kata-kata Lufia tiba-tiba terputus, dan ia-pun terjatuh sambil memegangi lehernya. Wajahnya meringis kesakitan.
    Sa.. sakit ! Leher Lufia.. sakit banget ! Tolong.. tolong, kak...
    Terdengar sebuah teguran ramah, “Lufia, kamu kenapa ?
    Lufia mendongak, dan melihat Mikhail sedang jongkok di hadapannya.
    Kak.. Mikha..il, to..long... leher Lufia.. sakit...
    Rasa sakit dan panas itu semakin terasa, dan perlahan kesadaran Lufia mulai lenyap. Walau begitu, Lufia masih terus meminta tolong. Tapi tak lama kemudian, rasa sakit di tenggorokannya mulai lenyap, dan Lufia membuka matanya...
    Yang pertama dilihat oleh Lufia, adalah langit-langit kamarnya. Kemudian ia menyadari sesuatu; Air mata mengalir di pipinya.
    Apa itu.. mimpi ? Tapi.. mengapa rasanya begitu sedih ?
    Tiba-tiba ia kembali teringat akan kata-kata Mikan, “Apa kamu nggak puas, sudah membunuh Kak Mikhail ?!”
    Kakak.. membunuh Kak Mikhail ? Tidak, itu tidak mungkin !

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Perlahan, masa lalu kedua kakak beradik ini mulai terkuak. Apakah yang sebenarnya terjadi ? Benarkah yang membunuh Mikhail adalah Lance ? Ataukah...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  12. #11
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Sorry, double post... gara2 internet rada lag.
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  13. #12
    dnec-5th's Avatar
    Join Date
    Jun 2010
    Posts
    186
    Points
    52.52
    Thanks: 23 / 12 / 9

    Default

    Menurut gw kematian mikhail bukan karena lance doank,
    kayanya ada sangkut paut nya ama lufia jg nih.

    hehe.. Sotoy bgt sih gw..
    Keep posting kak..

  14. #13
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Hmm... bener kok ^^ Tapi kenapa selama ini Mikan selalu menyalahkan Lance ?

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------

    Ketika keluar dari kamarnya, Lufia melihat baik Lance maupun Mikan duduk serius memikirkan sesuatu. Mereka bahkan tidak menyadari kehadiran Lufia, sampai Lufia memanggil Lance.
    “Kak...”
    Akibat terkejut, hampir saja Lance jatuh dari tempat duduknya.
    “Lu.. Lufia ! Ka.. kamu sudah sadar ? Ba.. bagaimana kondisimu ?”
    “Lufia baik-baik saja kok.”, kemudian Lufia menatap tajam ke arah Mikan, “Mikan, kenapa kamu begitu kejam menuduh Kak Lance ?!”
    “Menuduh ?”, Mikan memandang Lufia dan Lance dengan pandangan bertanya.
    “Tadi kamu bilang, kalau kakak telah membunuh Kak Mikhail ! Itu kan nggak mungkin !”
    Mikan terdiam.
    Kalau aku yang dulu, pasti langsung jawab, ‘Memang Lance yang telah membunuh kakak !’. Tapi sekarang...
    Mikan menghela nafas, lalu berkata, “Maaf, memang nggak seharusnya aku bilang begitu. Kak Mikhail meninggal akibat kecelakaan, tapi aku selalu menyalahkan Lance.”
    Lance terkejut mendengar kata-kata Mikan.
    “Mikan ? Maksudmu, kamu nggak menyalahkanku lagi ?”
    Belum sempat Mikan memberikan reaksi, tiba-tiba Lufia menyela.
    “Maaf Mikan, Lufia benar-benar minta maaf...”
    Baik Mikan maupun Lance saling berpandangan dengan bingung, lalu menengok ke arah Lufia.
    “Kenapa kamu minta maaf, Lufia ?”
    Air mata mulai mengalir di pipi Lufia. Melihat itu, Lance semakin panik.
    “Lu.. Lufia, kenapa kamu menangis ? Dan lagi, kenapa minta maaf ?”
    Lufia tidak menjawab, melainkan terus terisak.

    Hari semakin malam, sementara Lufia terus menangis. Walau merasa penasaran, tapi akhirnya Mikan memutuskan untuk pulang.
    “Lance, udah jam segini, kurasa sebaiknya aku pulang.”
    “Tunggu, aku akan mengantarmu ke depan.”
    Mikan segera menggelengkan kepalanya.
    “Jangan ! Kamu temani saja Lufia. Aku bisa keluar sendiri kok.”
    Dan di tengah isaknya, Lufia sempat berkata, “Maaf Mikan, maaf...”
    Sejenak, Mikan memandang Lufia, lalu ia-pun menghela nafas.
    “Kalau permintaan maafmu berhubungan dengan kematian Kak Mikhail, aku...”
    Apakah itu yang kamu pikirkan, Mikan ? Kemana kebencianmu selama ini ? Apa kamu bermaksud untuk melupakan kematian Kak Mikhail, dan begitu mudahnya memaafkan mereka yang menjadi penyebab dirimu kehilangan orang yang sangat berarti bagimu ?!
    DEG ! Wajah Mikan tiba-tiba berubah menjadi pucat pasi.
    “Mikan ?”, Lance merasa bingung melihat perubahan mendadak pada diri Mikan.
    Mikan segera menggelengkan kepalanya keras-keras, lalu berkata, “Aku.. nggak apa-apa. Udah ya, aku.. pulang dulu !”
    Usai berkata demikian, Mikan segera berlari keluar rumah, meninggalkan Lance dan Lufia yang masih tertegun.

    --------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Bab berikutnya mengenai kedua pengembara yg secara tidak sengaja pernah ditemui Lance dan Lufia.
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  15. #14
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    4. Suara Malaikat...
    Keesokan harinya, ketika Lance membuka mata, ternyata matahari telah tinggi.
    Semalam aku benar-benar sulit tidur. Begitu banyak yang terjadi, terutama yang berhubungan dengan Mikan.
    Dengan setengah enggan, Lance bangkit dari tempat tidurnya. Lalu ia berjalan menuju sebuah lemari, dan membukanya. Hanya terdapat sebuah lukisan di sana; Lukisan potret diri Mikhail.
    Bahkan sampai saat ini, aku masih tidak mampu untuk membuang lukisan ini. Padahal lukisan ini telah merenggut nyawa teman dekatku...
    Lance kembali menutup lemari itu, kemudian keluar dari kamarnya. Sesampainya di ruang makan, ia merasa terkejut; Meja masih kosong, tak ada satu-pun hidangan tersedia. Dengan segera, Lance berlari menuju kamar Lufia.
    “Lufia, apa kamu masih tidur ?”, tanya Lance seraya mengetuk pintu kamar Lufia.
    Tak ada jawaban. Lance semakin panik.
    “Lufia !”, Lance mengetuk pintu kamar Lufia dengan lebih keras lagi. Tak lama kemudian, pintu itu terbuka.
    “Oh iya, Lufia belum menyiapkan sarapan pagi ya ? Maaf, Kak.”
    Melihat wajah pucat Lufia, Lance segera menahannya.
    “Lufia, apa yang terjadi ? Apa semalam kamu juga sulit tidur ?”
    Ditanya seperti itu, Lufia hanya menunduk. Lance-pun menghela nafas.
    “Kemarin kamu tiba-tiba pingsan, lalu setelah sadar, terus menerus minta maaf. Apa ada yang kamu sembunyikan dariku, Lufia ?”
    Dengan suara lemah, Lufia menjawab, “Lufia juga nggak tahu, tapi Lufia merasa, kematian Kak Mikhail ada hubungannya sama Lufia. Dan itu.. sangat menyedihkan...”
    Sunyi selama beberapa saat, akhirnya Lance memecah keheningan.
    “Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Mikan juga bilang, kalau dia sudah memaafkanku.”
    Lufia memandang wajah Lance, dan mengangguk. Lalu keduanya bersama-sama menuju ruang makan.

    Selesai makan, Lance segera mempersiapkan lukisan-lukisan yang hendak dijualnya di plaza. Melihat itu, untuk sesaat Lufia merasa ragu.
    “Kak Lance hendak pergi ke kota ya ?”
    Sambil mengangguk Lance menjawab, “Iya. Memangnya kenapa, Lufia ?”
    “Ah, ng.. nggak kok.”, lalu Lufia memaksakan diri untuk tersenyum, “Kalau begitu, selamat jalan ya Kak Lance.”
    “Baiklah, aku pergi dulu.”
    Dengan membawa lukisan dan peralatan melukisnya, Lance-pun keluar. Lufia duduk terhenyak di kursi rodanya. Tapi kemudian ia menggeleng keras-keras.
    Nggak boleh, Lufia, kamu nggak boleh egois ! Kak Lance pergi untuk mencari uang. Selain itu, Lufia sudah bukan anak kecil yang harus selalu ditemani lagi khan ?
    Mata Lufia-pun berbinar, dan seakan menemukan semangat baru, ia mengayuh rodanya. Tapi baru saja hendak beranjak ke belakang rumah, ketika tiba-tiba pintu depan diketuk.
    “Siapa ya ?”, tanya Lufia sambil menuju pintu.
    Ketika Lufia membuka pintu depan, tampaklah seorang pemuda dan gadis sedang berdiri. Lufia memandang mereka dengan terkejut.
    “Kalian.. bukankah pemusik keliling yang waktu itu ?”
    Sang pemuda mengangguk.
    “Benar, Nona Lufia. Sebenarnya sejak pertemuan kita itu, saya selalu teringat akan Anda. Dan ketika saya bertanya pada orang, mereka mengatakan kalau saya bisa menemui Anda di sini.”
    Lufia tampak bingung, “Kenapa Anda ingin menemui Lufia ?”
    Senyum pemuda itu semakin melebar.
    “Tentu karena saya ingin mendengar nyanyian Anda lagi, Nona Lufia !”

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Kira2, dengan kedatangan kedua pengembara itu, apakah akan ada kejadian menyedihkan lagi ??? Fufufu... nantikanlah jawabannya...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  16. #15
    -~H~E~A~V~E~N~-'s Avatar
    Join Date
    Dec 2010
    Location
    Wherever my dear is
    Posts
    1,617
    Points
    102.50
    Thanks: 185 / 139 / 100

    Default

    Quote Originally Posted by Rivanne View Post
    4. Suara Malaikat...
    Keesokan harinya, ketika Lance membuka mata, ternyata matahari telah tinggi.
    Semalam aku benar-benar sulit tidur. Begitu banyak yang terjadi, terutama yang berhubungan dengan Mikan.
    Dengan setengah enggan, Lance bangkit dari tempat tidurnya. Lalu ia berjalan menuju sebuah lemari, dan membukanya. Hanya terdapat sebuah lukisan di sana; Lukisan potret diri Mikhail.
    Bahkan sampai saat ini, aku masih tidak mampu untuk membuang lukisan ini. Padahal lukisan ini telah merenggut nyawa teman dekatku...
    Lance kembali menutup lemari itu, kemudian keluar dari kamarnya. Sesampainya di ruang makan, ia merasa terkejut; Meja masih kosong, tak ada satu-pun hidangan tersedia. Dengan segera, Lance berlari menuju kamar Lufia.
    “Lufia, apa kamu masih tidur ?”, tanya Lance seraya mengetuk pintu kamar Lufia.
    Tak ada jawaban. Lance semakin panik.
    “Lufia !”, Lance mengetuk pintu kamar Lufia dengan lebih keras lagi. Tak lama kemudian, pintu itu terbuka.
    “Oh iya, Lufia belum menyiapkan sarapan pagi ya ? Maaf, Kak.”
    Melihat wajah pucat Lufia, Lance segera menahannya.
    “Lufia, apa yang terjadi ? Apa semalam kamu juga sulit tidur ?”
    Ditanya seperti itu, Lufia hanya menunduk. Lance-pun menghela nafas.
    “Kemarin kamu tiba-tiba pingsan, lalu setelah sadar, terus menerus minta maaf. Apa ada yang kamu sembunyikan dariku, Lufia ?”
    Dengan suara lemah, Lufia menjawab, “Lufia juga nggak tahu, tapi Lufia merasa, kematian Kak Mikhail ada hubungannya sama Lufia. Dan itu.. sangat menyedihkan...”
    Sunyi selama beberapa saat, akhirnya Lance memecah keheningan.
    “Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Mikan juga bilang, kalau dia sudah memaafkanku.”
    Lufia memandang wajah Lance, dan mengangguk. Lalu keduanya bersama-sama menuju ruang makan.

    Selesai makan, Lance segera mempersiapkan lukisan-lukisan yang hendak dijualnya di plaza. Melihat itu, untuk sesaat Lufia merasa ragu.
    “Kak Lance hendak pergi ke kota ya ?”
    Sambil mengangguk Lance menjawab, “Iya. Memangnya kenapa, Lufia ?”
    “Ah, ng.. nggak kok.”, lalu Lufia memaksakan diri untuk tersenyum, “Kalau begitu, selamat jalan ya Kak Lance.”
    “Baiklah, aku pergi dulu.”
    Dengan membawa lukisan dan peralatan melukisnya, Lance-pun keluar. Lufia duduk terhenyak di kursi rodanya. Tapi kemudian ia menggeleng keras-keras.
    Nggak boleh, Lufia, kamu nggak boleh egois ! Kak Lance pergi untuk mencari uang. Selain itu, Lufia sudah bukan anak kecil yang harus selalu ditemani lagi khan ?
    Mata Lufia-pun berbinar, dan seakan menemukan semangat baru, ia mengayuh rodanya. Tapi baru saja hendak beranjak ke belakang rumah, ketika tiba-tiba pintu depan diketuk.
    “Siapa ya ?”, tanya Lufia sambil menuju pintu.
    Ketika Lufia membuka pintu depan, tampaklah seorang pemuda dan gadis sedang berdiri. Lufia memandang mereka dengan terkejut.
    “Kalian.. bukankah pemusik keliling yang waktu itu ?”
    Sang pemuda mengangguk.
    “Benar, Nona Lufia. Sebenarnya sejak pertemuan kita itu, saya selalu teringat akan Anda. Dan ketika saya bertanya pada orang, mereka mengatakan kalau saya bisa menemui Anda di sini.”
    Lufia tampak bingung, “Kenapa Anda ingin menemui Lufia ?”
    Senyum pemuda itu semakin melebar.
    “Tentu karena saya ingin mendengar nyanyian Anda lagi, Nona Lufia !”

    -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Kira2, dengan kedatangan kedua pengembara itu, apakah akan ada kejadian menyedihkan lagi ??? Fufufu... nantikanlah jawabannya...
    jah. . .
    pas amad ending ni chapter. . .
    bkin penasaran. .

Page 1 of 3 123 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •