
Originally Posted by
Rivanne
4. Suara Malaikat...
Keesokan harinya, ketika Lance membuka mata, ternyata matahari telah tinggi.
Semalam aku benar-benar sulit tidur. Begitu banyak yang terjadi, terutama yang berhubungan dengan Mikan.
Dengan setengah enggan, Lance bangkit dari tempat tidurnya. Lalu ia berjalan menuju sebuah lemari, dan membukanya. Hanya terdapat sebuah lukisan di sana; Lukisan potret diri Mikhail.
Bahkan sampai saat ini, aku masih tidak mampu untuk membuang lukisan ini. Padahal lukisan ini telah merenggut nyawa teman dekatku...
Lance kembali menutup lemari itu, kemudian keluar dari kamarnya. Sesampainya di ruang makan, ia merasa terkejut; Meja masih kosong, tak ada satu-pun hidangan tersedia. Dengan segera, Lance berlari menuju kamar Lufia.
“Lufia, apa kamu masih tidur ?”, tanya Lance seraya mengetuk pintu kamar Lufia.
Tak ada jawaban. Lance semakin panik.
“Lufia !”, Lance mengetuk pintu kamar Lufia dengan lebih keras lagi. Tak lama kemudian, pintu itu terbuka.
“Oh iya, Lufia belum menyiapkan sarapan pagi ya ? Maaf, Kak.”
Melihat wajah pucat Lufia, Lance segera menahannya.
“Lufia, apa yang terjadi ? Apa semalam kamu juga sulit tidur ?”
Ditanya seperti itu, Lufia hanya menunduk. Lance-pun menghela nafas.
“Kemarin kamu tiba-tiba pingsan, lalu setelah sadar, terus menerus minta maaf. Apa ada yang kamu sembunyikan dariku, Lufia ?”
Dengan suara lemah, Lufia menjawab, “Lufia juga nggak tahu, tapi Lufia merasa, kematian Kak Mikhail ada hubungannya sama Lufia. Dan itu.. sangat menyedihkan...”
Sunyi selama beberapa saat, akhirnya Lance memecah keheningan.
“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Mikan juga bilang, kalau dia sudah memaafkanku.”
Lufia memandang wajah Lance, dan mengangguk. Lalu keduanya bersama-sama menuju ruang makan.
Selesai makan, Lance segera mempersiapkan lukisan-lukisan yang hendak dijualnya di plaza. Melihat itu, untuk sesaat Lufia merasa ragu.
“Kak Lance hendak pergi ke kota ya ?”
Sambil mengangguk Lance menjawab, “Iya. Memangnya kenapa, Lufia ?”
“Ah, ng.. nggak kok.”, lalu Lufia memaksakan diri untuk tersenyum, “Kalau begitu, selamat jalan ya Kak Lance.”
“Baiklah, aku pergi dulu.”
Dengan membawa lukisan dan peralatan melukisnya, Lance-pun keluar. Lufia duduk terhenyak di kursi rodanya. Tapi kemudian ia menggeleng keras-keras.
Nggak boleh, Lufia, kamu nggak boleh egois ! Kak Lance pergi untuk mencari uang. Selain itu, Lufia sudah bukan anak kecil yang harus selalu ditemani lagi khan ?
Mata Lufia-pun berbinar, dan seakan menemukan semangat baru, ia mengayuh rodanya. Tapi baru saja hendak beranjak ke belakang rumah, ketika tiba-tiba pintu depan diketuk.
“Siapa ya ?”, tanya Lufia sambil menuju pintu.
Ketika Lufia membuka pintu depan, tampaklah seorang pemuda dan gadis sedang berdiri. Lufia memandang mereka dengan terkejut.
“Kalian.. bukankah pemusik keliling yang waktu itu ?”
Sang pemuda mengangguk.
“Benar, Nona Lufia. Sebenarnya sejak pertemuan kita itu, saya selalu teringat akan Anda. Dan ketika saya bertanya pada orang, mereka mengatakan kalau saya bisa menemui Anda di sini.”
Lufia tampak bingung, “Kenapa Anda ingin menemui Lufia ?”
Senyum pemuda itu semakin melebar.
“Tentu karena saya ingin mendengar nyanyian Anda lagi, Nona Lufia !”
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kira2, dengan kedatangan kedua pengembara itu, apakah akan ada kejadian menyedihkan lagi ??? Fufufu... nantikanlah jawabannya...
Share This Thread