Page 8 of 8 FirstFirst ... 45678
Results 106 to 113 of 113
http://idgs.in/424444
  1. #106
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by MelonMelon View Post
    Gregor pun akirnya terdiam

    Gue rasa chapter kali ini jadi semacem perkembangan dari chapter duel lawan si Friedrich dulu itu ya. Fokus tarungnya ke 1 objek, tapi lebih dibikin tegang dan berasa. mantap.
    Oh, pedang intan yang keren itu pun muncul lagi. Sayang, muncul nya masih sebentar juga.

    Hmm, terus akirnya udah ketemu Resha..? Sayang, gue jadi malah bisa ngira2 apa yang bakal terjadi di chapter selanjutnya. Toh tinggal 2 chapter, mungkin ngga jauh dari bayangan gue. petunjuknya udah lumayan banyak juga
    tapi gue tetep tunggu realisasinya yaa.
    yah udah ketebak ya ga seru dong

    tapi ya uda la ya, lanjutkan lah

    NIH TRAKIR



    AND THIS IS... THE LAST CHAPTERS OF "AN ANGEL AND A REAPER"


    ======================================

    Spoiler untuk Chapter 35 :


    ===========================
    Chapter 35: Transcendental Love
    ===========================





    Cukup gelap, hanya ada lampu neon berdaya rendah di beberapa titik. Agar dapat melihat jalan lebih jelas, akupun mengaktifkan Photon Blaster dalam mode Optical Spectrum, menciptakan bola cahaya seukuran genggaman tangan di atas telapak tangan kananku. Ah, ada tangga rupanya. Tangga dari logam, terus mengarah ke bawah.

    Yang dapat kudengar hanya dua jenis suara. Yang berasal dari mesin itu, yaitu suara *nguuung* yang rendah. Satu lagi adalah suara langkah kakiku sendiri, yang beradu dengan plat-plat logam penyusun anak tangga. Selama beberapa menit hanya kudapati dua suara itu, serta kondisi ruangan yang remang-remang. Penerangan seadanya seperti ini membuatku tidak bisa mengira-ngira luas ruangan, hanya dapat kuketahui tingginya dari salah satu lampu yang ada jauh di atas.

    Mendadak langkah kakiku terdengar berbeda. Ah, sudah di lantai dasar rupanya.

    Menyusuri tepi ruangan dengan bola cahaya di tangan, mataku terus memperhatikan apa saja yang ada di sekitar, sambil meraba tembok yang kelihatan sangat tidak biasa. Seluruh dinding ruangan disusun oleh material tertentu yang jelas bukan batuan atau logam, namun aku tidak tahu pasti apa bahannya. Kemungkinan besar adalah semikonduktor ---atau yang jarang ditemui, yaitu superkonduktor---. Jalur-jalur elektrik seperti yang ada di PCB mewarnai sebagian besar tembok, bahkan hingga ke lantainya.

    Pandanganku teralih ke tengah-tengah ruangan, dengan diselimuti cahaya redup. Langkahkupun tertarik ke arah sana. Sedikit mendongak, terlihat ada beberapa lampu ---jelas bukan lampu neon--- terpasang dengan jarak yang berjauhan, mungkin sekitar setiap 4 meter, terus hingga ke atas. Ah…sebuah konstruksi khusus rupanya. Tersusun dari logam, terdiri dari silinder-silinder berdiameter sekitar 1 meter, berdiri menjulang dan saling menempel, membentuk kumpulan silinder-silinder yang berdiameter, mungkin, sekitar 15 hingga 17 meter. Beberapa kabel dan pipa mencuat dari bagian-bagian tertentu, menuju ke beberapa titik di sekitar ruangan.

    Akupun segera menyadari kalau konstruksi mesin aneh itulah pusat menaranya. Artinya, Resha pastilah ada di tempat ini. Tapi…di mana---




    Karena konsentrasi pandanganku terus teralih ke atas, aku tidak menyadari kalau…Resha ada di dasar konstruksi silinder-silinder itu. Duduk di sebuah kursi logam, kepalanya tertunduk, bahkan wajahnya sama sekali tidak dapat kulihat, apalagi dalam suasana remang-remang seperti ini. Jarak antara diriku dengan Resha masih beberapa puluh langkah. Kudekati bagian tengah menara tersebut…

    “Re…sha?”, refleks mulutku bersuara, lalu bola cahaya di tanganku menghilang. Akupun berteriak keras-keras, “Hei Resha!! Benar itu kamu?! Jawablah!!”

    Suaraku terdengar menggema ke seluruh ruangan. Aneh, terlalu banyak ruang kosong di tempat ini. Kupikir akan ada banyak mesin, jalur-jalur elektronik, ataupun pipa-pipa penghubung, ternyata tidak. Hanya ada konstruksi aneh di tengah yang terhubung dengan tembok, serta jalur-jalur elektrik pada dinding dan lantai.

    Tunggu. Jangan-jangan…seluruh ruangan ini adalah mesin penghancur itu?!

    Tak lama, terdengar sesuatu dari mulut Resha. “Intruder alert. Executing defense program.”

    Sesuatu yang anehpun terjadi.

    Dengan cepat, seluruh jalur elektrik yang ada di seluruh ruangan menyala dengan terang, berwarna keemasan, disertai suara *nguuuung* yang cepat dan berfrekuensi lebih tinggi. Jika kuperhatikan, seluruh jalur elektrik ini menuju ke satu titik, yaitu pusat menara.

    Akhirnya, wajahnya dapat kulihat dengan jelas karena kondisi ruangan yang lebih terang. Tetapi…tatapannya kosong, seakan tidak memiliki kehidupan. Bukan hanya itu, ada sebuah kabel yang tersambung dari bagian atas pusat menara ke leher belakangnya.
    Sekarang aku mengerti kenapa menara ini tidak boleh kuhancurkan sembarangan. Ternyata sistem saraf Resha benar-benar tersambung dengan sistem menara ini. Jika kuhancurkan atau kumatikan secara paksa, hal itu hanya akan membawa kesadarannya menghilang bersama sistem menara yang mati. Ya, dia akan menjadi tubuh tanpa nyawa.

    “Commencing security code. Gravitational Wave.”

    Apa?! Gravitational Wave?!

    Belum sempat aku melakukan apapun, tubuhku serasa ditarik ke bawah dengan kuat, hanya bisa berlutut dan tidak mampu berdiri.
    Argh, bagaimana ini…? Aku tidak bisa menembak sembarangan, namun mendekati Resha juga sulit dilakukan.

    “Resha!! Sadarlah!! HEI RESHA!!!”

    Percuma, dia tidak mendengar. Seluruh indera di tubuhnya sudah dikendalikan oleh menara ini, lebih tepatnya oleh konstruksi mesin aneh di tengah-tengah itu.

    Belum selesai. Resha masih akan melancarkan serangan.

    “Stellar Blast.”

    Sekitar 2 meter di sebelah kananku, terbentuk bola hitam berdiameter 20 sentimeter, dengan proses yang sama seperti yang terbentuk di luar tadi ---maksudku, mini-supernova---. Ternyata benar, semua yang terjadi adalah perbuatan Resha. Namun aku yakin, ini semua berada di luar kemauannya. Tidak mungkin dia menggunakan kekuatannya itu secara sembarangan, apalagi untuk menghancurkan. Pastilah mesin itu yang memanfaatkan tubuhnya agar bisa melancarkan serangan.

    Tanpa peringatan, bola hitam itu meledak dengan cara yang sama. Untunglah sempat kuaktifkan Energy Barrier, sesaat sesudah efek Gravitational Wave menghilang. Tapi…awal dari ledakan tadi sempat mengenai dada dan perut kananku. Sial, jadi sakit sekali untuk berdiri.

    “RESHAAAA!!! Ini aku, Daleth!!!!!”, kuberteriak sekeras mungkin, berharap dia tersadar. Lagi-lagi percuma, dia tidak mendengar. Mulutku malah mengeluarkan darah…

    Tidak ada cara lain. Aku harus menuju ke tengah sana.




    Kucoba berlari sekencang mungkin, namun Gravitational Wave kembali aktif, mencegahku melangkah lebih jauh. Masih sekitar 5 meter sebelum sampai ke tempat Resha berada. Bola Stellar Blast pun kembali diaktifkan, kali ini hanya 1 meter tepat di depanku. Ingin kuaktifkan Energy Barrier

    SIAL!! Gravitational Wave nya tidak dimatikan?!

    Setahuku, dalam mekanika kuantum, graviton adalah perantara gaya gravitasi. Dengan kata lain hanya ada 2 hal yang dapat menghilangkan Energy Barrier. Pertama, Graviton Bullet, karena berisi partikel-partikel graviton. Kedua...gaya gravitasi yang ditingkatkan. Energy Barrier memang hanya didesain untuk aktif pada kondisi G = 1, alias sama dengan gaya gravitasi planet ini. Tetap akan aktif untuk magnitudo gravitasi yang lebih rendah, namun tidak untuk yang lebih tinggi. Bagaimanapun juga, yang kunyalakan saat program pelindung itu aktif adalah bentuk manipulasi energi, dan sangat terpengaruh dengan lekukan ruang waktu, karena energi dalam jumlah kecil akan bergerak sesuai lekukan ruang waktu yang ada. Lain halnya jika dalam bentuk massa, yang terjadi adalah sebaliknya.

    Dalam sekejap…


    *BUUUUUUUMMM!!!


    Bola itu meledak di depanku, tanpa bisa kuaktifkan Energy Barrier. Satu-satunya yang melindungiku hanya kerasnya sarung tangan ini, yang sempat kugunakan untuk menutupi bagian wajah dan titik di antara dada-perut.

    Tubuhku terpental sejauh beberapa meter menjauhi Resha, dalam posisi telungkup. Tenagaku seakan lenyap ditelan ledakan tadi. Berdiri? Dudukpun tidak sanggup. Ah…ada darah juga. Beberapa bagian tubuhku pasti mengalami luka parah setelah dicolek ledakan tadi. Gravitational Wave yang masih aktif menambah sakit yang kurasakan, karena luka-lukaku ditarik ke lantai dengan kuat.

    Ingin kupanggil Resha sekali lagi ---siapa tahu kali ini dia mendengar---, tapi…tidak bisa. Suaraku tidak keluar karena seluruh tubuhku terasa nyeri, dan otot-ototku seakan lepas dari tulangnya. Ajaibnya, aku tidak mati meski ledakannya terjadi tepat di depan hidungku. Berarti…memang belum saatnya rohku keluar dari tubuh.

    Tidak, aku tidak boleh menyerah. Resha sedang menungguku.

    Kuatur nafasku, lalu kukerahkan segenap tenagaku untuk berdiri saat Gravitational Wave tidak lagi terasa. Jika aku tidak bisa berlari ke sana, satu-satunya yang mungkin adalah…

    “Photonic Velocity.”

    Berhasil. Ternyata hipotesisku benar, kekuatan gravitasi dari Gravitational Wave tidaklah cukup kuat untuk membengkokkan arah rambat cahaya ---yang artinya membengkokkan kontinuitas ruang waktu---, karena sejak tadi tidak ada sesuatu yang aneh dengan intensitas cahaya yang memenuhi ruangan. Ketika aktif kembali, Photonic Velocity tidak terpengaruh.

    Sekejap, aku sudah berjarak kurang dari 2 meter darinya. Kuulurkan tanganku untuk meraihnya, namun tanganku seakan membentur sesuatu…

    “Hostile existence detected near the core. Executing defensive code. Energy Barrier.”

    Energy Barrier?! Mesin ini juga meniru program pada E.L.O.H.I.M. Project?!

    “Commencing security code. Black Hole.”

    Dan sekarang, Black Hole?!

    Meski berukuran kecil, namun piringan hitam ---lebih tepatnya piringan penyerap cahaya--- tersebut menyedot tubuhku dengan kuat, menghilangkan keseimbangan pijakanku, lalu menghilang begitu saja setelah tubuhku kembali melayang di udara. Kali ini lebih jauh.

    Lagi-lagi aku menyadari ada yang aneh. Program Black Hole tadi hanya berpengaruh pada tubuhku, namun tidak pada benda-benda lain yang ada di ruangan ini. Mungkinkah…seluruh ruangan ini dilindungi Energy Barrier?

    Dengan sekali mengucapkan “Gravitational Wave”, magnitudo gravitasi kembali ditingkatkan, membuka beberapa luka di tubuhku lebih lebar lagi, dan menjatuhkanku hingga jatuh telungkup. Jejak darah dapat kulihat mulai dari dekat tempat Resha duduk, hingga ke tubuhku. Oh Tuhan…jangan biarkan aku mati kehabisan darah lebih dulu…




    Selagi tubuhku tidak dapat bergerak, muncul sesuatu di sekitar Resha, beberapa layar holografik yang cukup besar. Setidaknya aku masih bisa melihat apa yang ditayangkan dari jarak belasan meter. Itu…kapal? Bentuknya aneh sekali? Atau jangan-jangan itu Dragonship milik Qing?! Sulit kudeskripsikan karena kondisiku yang terluka parah, membuat otakku tidak bisa fokus.
    Apa yang akan Resha lakukan…?!

    “Transferring dimensional offensive program. Stellar Blast.”

    Jadi begitu caranya!! Mesin itulah yang menerima data visual dari beberapa front, lalu menggunakan tubuh Resha untuk mengekstraksi Dark Matter dengan cepat dan mengirimkan serangan ke tempat-tempat tersebut. Brengsek!! Beraninya memanfaatkan Resha hingga sejauh itu!!

    Sial, headset ku juga sudah hilang entah ke mana. Aku tidak mungkin memberitahu kaisar Yu kalau akan ada serangan di Eirene!!

    Bola hitam yang sama nampak di layar holografik, hanya saja ukurannya lebih besar. Dalam beberapa detik, benda itu meledak dan menyapu beberapa kapal armada Qing. Mungkin aku akan benar-benar mati jika dihantam ledakan sebesar---

    Tunggu.

    Kenapa sejak tadi di ruangan ini hanya ada ledakan kecil yang terbentuk? Aku yakin, mesin itu dapat membentuk ledakan sebesar-besarnya, lalu membunuhku dengan cepat. Kenapa harus takut hancur? Bukankah dia juga bisa mengaktifkan Energy Barrier untuk melindungi diri dari ledakan? Ataukah…

    …Resha yang menekan kekuatan ledakannya?

    Itu dia!! Tidak ada penjelasan lain yang lebih masuk akal!! Jika Resha dibutuhkan HANYA untuk mempercepat ekstraksi Dark Matter atau kapasitas loading mesin, tidak mungkin SELURUH tubuhnya dibutuhkan, apalagi nyawanya dikatakan dapat hilang jika mesin mati mendadak. Dengan kata lain, aliran listrik pada neuron-neuron otaknya juga diperlukan untuk membuat menara ini stabil. Ya, dia berfungsi sebagai catalyst sekaligus limiter.

    Itu artinya, Resha sendirilah yang menekan magnitudo ledakan tadi, karena…mengetahui kalau targetnya adalah diriku!! Ya, Resha masih mengenaliku!!

    Semangat kembali membara di dalam dadaku begitu menyadari hal tersebut. Rasa sakit yang amat sangat ini kuabaikan begitu saja, sambil memohon kekuatan padaNya agar tubuhku tidak hancur lebur.

    Tunggulah, Resha. Aku akan membawamu keluar. Pasti!!

    “Photonic Velocity.”

    Hanya sepersekian detik waktu yang dibutuhkan untuk bergerak hingga tepat berada di depan Resha. Dan benar saja, Energy Barrier langsung aktif di sekitarnya, mencegah tanganku maju lebih jauh. Ingin rasanya kuhantam dengan Atomic Vibration ---meski 90% tidak efektif untuk Energy Barrier---, namun Gravitational Wave kembali menarik tubuhku. Aliran darah mengalir cukup banyak karena efek gravitasi yang meningkat.

    Tidak, aku tidak boleh jatuh. Rasa sakit ini bukanlah apa-apa. Maka kuambil posisi setengah berlutut dengan bertumpu pada lutut kiri dan menahannya sekuat tenaga, agar tidak sampai jatuh telungkup.

    “Resha!! Hei, bangunlaaaaahhh!!”

    Not responding. Yang terjadi malah sebuah black hole. Walhasil, tubuhku kembali ditarik, lalu lubang hitam itupun menghilang setelah berhasil menarikku sejauh beberapa meter. Dan seperti yang sudah kuduga, bola Stellar Blast kembali muncul. Tetapi…

    Hei? Gravitational Wave nya menghilang?

    Tak ayal, kumanfaatkan kesempatan yang hanya sepersekian detik itu untuk mengaktifkan Energy Barrier. Syukurlah, tubuhku tidak terkena ledakan karenanya. Aku jadi makin yakin, Resha lah yang mematikan Gravitational Wave untuk memberiku waktu untuk melindungi diri. Lagi-lagi kunyalakan Photonic Velocity, kali ini bergerak hingga aku bisa meraih tangannya. Bagus, kalkulasi mesin itu kalah cepat dengan gerakanku.

    Kugenggam kedua tangannya erat-erat. Dengan begini, mesin itu tidak mungkin mengaktifkan Energy Barrier nya sendiri di sekitar Resha. Yah, meski kembali tubuhku ditarik oleh gravitasi yang diperkuat. Gravitational Wave. Darahpun mengalir ke tangan dan pakaiannya, yang hanya berupa sesuatu seperti daster polos.

    “Resha?! Dengar tidaaaaakkk??!!!”

    Brengsek, tubuhku terasa makin beraaaattt!!


    “Resha!! Kumohon sadarlah!!! Ini aku, Daleth!! SATU-SATUNYA PRIA DI MUKA BUMI YANG MENCINTAIMU APA ADANYA…!!!!”


    Tatapannya masih kosong, ekspresinya juga tetap datar. Namun…air mata mengalir dari kedua mata birunya yang indah itu. Akhirnya…suaraku dapat mencapai dirinya.




    Belum, ini belum selesai. Kukerahkan sisa-sisa tenagaku, berusaha memeluknya. Memang sulit di bawah kondisi gravitasi yang mungkin sekitar 3 atau 4 kali gravitasi Bumi, tapi…tidak. Aku tidak boleh menyerah. Kekuatan yang ada dalam diriku jauh melebihi gravitasi ini. Ya, kekuatan terbesar di alam semesta, yaitu…

    …kekuatan cinta.

    Untunglah tarikannya melemah ketika kedua tanganku terus mendekatinya. Terus…sedikit lagi, Daleth. Sedikit lagi!!! Hanya tinggal beberapa milimeter, dan…

    Kupeluk dirinya erat-erat.

    Hanya seminggu lebih aku tidak bertemu dengannya, namun rasanya seperti sudah puluhan tahun berlalu. Baiklah…kuharap yang kulakukan selanjutnya dapat mengembalikan kesadarannya secara penuh.

    “Please wake up, my sleeping beauty…”

    Bibirnya yang kecil itupun bersentuhan denganku. Perlahan…sebuah ciuman yang dalam, seperti yang kulakukan saat menyatakan perasaanku padanya. Nafas hangatnya begitu terasa, membuatku yakin kalau Resha akan kembali sepenuhnya kepadaku.

    Resha…kumohon, kembalilah…

    Ajaib, matanya terpejam. Dengan kata lain, apa yang kulakukan bisa dirasakannya, sehingga mampu direspon. Tidak hanya itu, aku juga merasa dia balas memelukku erat-erat. Setelah beberapa detik, wajahnya sedikit dijauhkan dariku, melepaskan sentuhan di antara bibir kami berdua. Apakah dia…

    Sambil menahan tangis, perlahan Resha membuka mulutnya.

    “K-Kenapa…lama sekali…”

    Gravitational Wave pun berhenti. Oh Tuhan, terima kasih---

    Karena rasa nyeri di seluruh tubuh yang sudah tak tertahankan lagi, akupun jatuh di pangkuannya. Aku belum mati, hanya terlalu lelah.

    Dia tidak merasa khawatir ataupun panik. Yang diucapkannya adalah…

    “Maaf, Daleth…maafkan aku…”

    Tetesan air matanya mulai membasahi pipiku. Bercampur dengan darah, lalu mengalir ke pakaiannya.

    Sambil berusaha mengangkat kepala, aku menjawab, “Ahaha…t-tidak perlu minta maaf, Resha. Aku bisa mengerti.”

    “Tapi…karena kekuatanku…kamu jadi berantakan seperti ini…”

    Kugelengkan kepala dua kali, lalu berkata, “Bukan, Resha. Ini bukan salahmu. Mesin itulah yang mengacaukan semuanya.”

    “Benar juga katamu…”

    Tangan kanannya meraih kabel yang tersambung ke tengkuknya.

    “Ini semua…”

    Lalu terdengar bunyi *klik*

    “Gara-gara mesin brengsek ini!!”

    Kabel itupun dilepas, dan dilemparnya menjauh. Diapun beranjak dari tempat duduknya, membantuku untuk bangkit berdiri.

    Kupikir semuanya akan selesai dengan kesadaran Resha yang kembali, dan dia melepaskan koneksi dalam kondisi sadar penuh. Tapi..




    Muncul layar holografik di sebelah kiri kami berdua. Terpampang sebuah tulisan yang mengagetkan.

    “EMERGENCY. CONNECTION TO THE CORE HAS BEEN TERMINATED. ENTERING EMERGENCY MODE. DIMENSIONAL CREATION.”

    Menara ini terasa bergetar hebat sesaat, lalu…


    …putih.


    Ya, putih. Seluruh ruangan ini berubah menjadi warna putih polos, tanpa apapun. Tidak ada benda lainnya di sekitar. Hanya ada aku dan Resha.

    “Daleth…ada apa ini…?”, tanya Resha kebingungan, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.

    “Mana kutahu? Tapi…dari pesan darurat yang terbaca tadi, bisa jadi kita…terperangkap.”

    “EH?! Terperangkap?! Maksudnya?”

    “Kita terperangkap dalam sistem dimensional yang sama sekali baru, dengan koordinat x, y, z, serta waktu yang terpisah sama sekali dengan dunia luar.”

    “Tunggu. Maksudmu, kita berada dalam universe yang baru?!”

    “Mungkin? Cobalah berjalan dan mengamati sekitar…biarkan aku duduk sejenak.”

    “Oh, oke, oke.”, dia menahanku hingga aku dapat duduk di permukaan…lantai? Sepertinya bukan, tapi…ya sudahlah. Setidaknya aku bisa duduk.

    Menurutku, ini adalah dimensi baru yang sengaja dibentuk oleh mesin itu agar Resha tidak dapat lolos sama sekali. Namun…aku juga ikut terperangkap. Bodoh juga mesin itu, dia pastilah sudah hancur sekarang, karena dimensi baru ini terbentuk dekat sekali dengannya, dengan batas dimensi yang mungkin memotong mesin itu. Yah, namanya juga buatan manusia.

    Resha berjalan kesana kemari, sampai akhirnya…

    “Hei, sepertinya ada tembok.”, tangannya bergerak-gerak.

    “Tembok?”

    “Uh-huh. Tapi…aneh. Sepertinya temboknya membesar secara perlahan.”

    Sebentar…MEMBESAR?! GAWAT!!

    “Apa kamu yakin kalau ‘tembok’ nya membesar?!”, suaraku meninggi.

    “Daleth, ada apa sebenarnya? Kamu tahu sesuatu kan?”

    “Tidak salah lagi, Resha. Mesin itu benar-benar membuat universe yang baru, dengan cara yang sama seperti yang terjadi tiga belas koma tujuh miliar tahun yang lalu.”

    “Bagaimana bisa?!”

    Dark Matter. Diekstraksi hingga habis, dikonversi menjadi Dark Energy, lalu membuat universe yang baru ini meluas seperti universe yang kita miliki. ‘Tembok’ yang kamu rasakan tidak lain adalah batas antara kedua universe.”

    “Tapi sepertinya lambat sekali…jika aku tidak merasakannya dengan teliti, mungkin aku tidak akan tahu.”, kembali dia meraba-raba ‘tembok’nya.

    “Jika universe nya sama sekali baru, artinya dimensi waktunya juga baru. Tidak akan sama dengan di luar sana. Di sini lambat, bisa saja di luar sana terjadi sangat cepat.”

    “Lalu…apa yang akan terjadi di luar sana?”

    “Digantikan dengan universe baru ini.”

    “Tunggu. Maksudmu…universe ini akan terus meluas, dan menutupi universe di luar sana sampai habis?”

    “Begitulah. Jika tidak dihentikan, aku tidak akan tahu apa yang terjadi dengan manusia di luar sana.”

    Matanya terbelalak, lalu berlari ke arahku. “Kamu…bercanda kan?”, tanyanya sambil duduk berhadapan denganku.

    “Tidak, Resha. Aku tidak bercanda. Mau taruhan?”

    Kuraih saku celanaku, lalu mengeluarkan kristal Dark Matter.

    “Lihat? Sinar hitamnya sangat terang. Apa artinya? Ada kontinuitas ruang-waktu yang tidak beres di sini.", lalu kugeletakkan kristal itu di sebelah kananku.

    “Jadi…apa yang bisa kita lakukan…? Lagi-lagi kita bertanggung jawab atas nyawa banyak manusia…”, ujarnya lesu.

    Tunggu. Kurasa inilah saatnya…




    “Mungkin kita bisa menggunakan code yang ditulis sendiri olehNya itu.”

    “Memangnya kamu tahu code apa itu?”

    “Tidak. Tapi selama ada hubungannya dengan Dark Matter, layak dicoba. Biar kuperiksa dulu fungsi codenya.”

    Layar holografik kecil muncul dari atas sarung tangan sebelah kanan setelah kuusap sedikit lapisan di dekat pangkal jempol. Di situ, tercantum semua code yang terpasang di sarung tangan ini. Kuperhatikan satu persatu…tunggu. Apa ini? Divine Code? Kuperiksa keterangannya, dan…

    Senyuman terbentuk di sudut-sudut bibirku.

    “Bagaimana, Daleth? Ada yang bisa digunakan?”

    “Ya, ada. Namun…kuharap kamu siap mendengar apa yang kukatakan ini.”, ujarku tenang.

    “Biasanya jika wajahmu sok tenang begitu, akan ada sesuatu yang gawat…tapi ya sudahlah. Katakan saja.”

    “Memang benar, manusia di luar sana akan tetap selamat. Tapi sebagai gantinya, kita terkurung di sini…”

    Kutarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan.


    “…selamanya.”


    Resha nampak benar-benar terkejut. Matanya sudah berkaca-kaca, seperti ingin menangis.

    Kuteruskan bicara, “Mungkin semua ini memang kesalahanku sejak awal. Masih ingat kata-kataNya saat di Hispaniola? Dia berkata kalau…semuanya diserahkan pada kita berdua. Sayangnya, aku tidak dapat menjagamu dengan baik. Jika hal itu dapat kulakukan, mungkin ini tidak perlu terjadi.”

    Ekspresinya berubah sedikit lebih tenang, lalu berkata, “Tidak, Daleth. Ini juga salahku. Seandainya aku bisa mengendalikan pikiran dan perasaanku lebih baik…mungkin mesin itu tidak akan bisa mengontrolku secara penuh. Aku hanya bisa pasrah saat orang-orang itu mulai menghubungkan mesin pada sistem sarafku. Padahal Dia sendiri juga sudah bilang waktu itu…”

    “Kamu tidak akan marah padaNya kan?”

    “Tidak, tentu saja tidak. Anggap saja Dia sedang menghukum anak-anakNya yang kelewat bandel seperti kita ini.”, Resha tersenyum sambil menggaruk-garuk kepala.

    “Yah…sepertinya kita salah mengambil keputusan sejak awal. Sebenarnya code ini dapat digunakan sebelum aku dapat memasuki menara, mempengaruhi Dark Matter yang ada di bawahnya. Tapi…karena emosiku yang kelewat membara…”

    Diapun menggenggam lembut tangan kiriku. “Sudah, Daleth. Lihat sisi baiknya. Dia tidak melanggar janji kan?”

    “Janji yang mana?”

    “Menakdirkan kita untuk terus bersama. Yah, meski dalam universe dengan sistem dimensional yang sama sekali berbeda.”

    Terpancar keyakinan penuh dari senyumannya itu. Melihat dirinya, segala ketakutanku hilang bagai uap. Benar apa yang dikatakan Resha. Apapun yang terjadi, Dia tidak akan melanggar janjiNya sendiri.

    “Hmm…tapi…bagaimana ya. Aku terlalu banyak membuat janji dengan teman-teman kita di luar sana.”, kali ini giliranku menggaruk-garuk kepala.

    “Eh? Apa saja yang kamu janjikan?”

    “Minum vodka bersama orang tua itu, menraktir Valentina dan Huang makan-makan, mengunjungi sisa laboratorium E.L.O.H.I.M. Project dengan senpai dan Gregor---“

    “Hei, kalian sudah baikan?”

    “Mungkin? Tapi sepertinya sudah. Aku sudah minta maaf padanya.”

    “Oke, simpan ceritamu nanti. Setelah ini…kita akan punya banyak waktu untuk bersama.”

    “Hahaha…benar juga ya. Tapi Freya…aku berjanji akan mengajaknya jalan-jalan…argh.”

    “Tenang, Daleth. Saat ini mungkin dia belum mengerti. Namun suatu hari nanti, aku yakin Freya akan memaafkanmu. Tidak mungkin satu janji kecil saja membuatnya benci setengah mati padamu. Paling-paling hanya sedikit kesal.”

    “Huh…baiklah kalau itu menurutmu. Ya Tuhan, ampuni aku juga untuk masalah ini. Aku janji, lain kali aku tidak akan berjanji terlalu banyak---“

    Resha tertawa kecil. “Ahaha…doamu aneh.”




    Mendadak kami berdua terdiam, lalu saling berpandangan. Kutatap dalam-dalam matanya, kutarik nafas perlahan, dan kugenggam lembut kedua tangannya.

    “Resha, kamu siap?”

    Mengangguk satu kali dengan tegas, dengan senyum penuh keyakinan. Hanya itu jawaban darinya.

    Kuambil kristal Dark Matter, lalu kuaktifkan code ilahi tersebut.

    “Divine Code.”

    Kristal hitam itupun perlahan menghilang. Bukan menghilang seluruhnya, namun mengisi universe yang baru ini dengan Dark Energy yang tidak terlihat, sedikit melebihi total energi yang diperbolehkan. Dan dalam beberapa waktu ke depan…sarung tanganku akan menahan laju ekspansi Dark Energy, sekaligus mengunci universe ini untuk mengembang lebih jauh.

    “Sebentar lagi, Resha. Dan semuanya akan selesai.”

    “Kalau begitu…bagaimana jika menciumku lagi? Sepertinya yang tadi kurang memuaskan. Setengahnya tidak dapat kurasakan karena kesadaranku belum kembali total.”

    “Kamu ini…di saat seperti ini masih saja memikirkan hal itu. Tapi baiklah. Toh kamu ini yang meminta.”

    Perlahan, dahi kami berdua bersentuhan. Hati kami seakan bergetar bersama, seirama. Bisa saja kami berdua berubah egois dan memilih untuk membiarkan universe yang lama musnah. Tapi…tidak. Cinta memang kuat, dan begitu indah jika dinikmati bersama orang yang kamu pilih. Namun, itu bukan berarti harus mengorbankan orang banyak hanya demi keegoisan berdua. ‘Dunia seakan milik berdua’? Omong kosong.

    Dengan cinta kami bersatu, dengan cinta kami berjalan bersama, dan dengan cinta pula kami menyelamatkan dunia. Itulah yang dinamakan kekuatan cinta, cinta yang transenden dan abadi.


    “I love you, Resha…”
    “I love you too, Daleth…”



    Bunyi *bip* yang pendek terdengar dari sarung tanganku. Ekspansi Dark Energy selesai. Dalam sekejap, universe ini akan berhenti mengembang, membekukan kami berdua untuk selamanya tanpa ada kontinuitas ruang dan waktu. Hanya satu hal yang dapat kurasakan sebelum semuanya berakhir.

    Hembusan nafasnya, nafas hidup seseorang berhati malaikat yang bernama Resha Gimmelia.


    Spoiler untuk Chapter 36 :


    ================================
    Chapter 36: Epilogue - Light of the World
    ================================




    7 tahun telah berlalu.

    Aku tumbuh menjadi gadis yang, orang-orang bilang, cantik. Aku bukan lagi seorang anak perempuan yang cengeng dan penakut, yang selalu bergantung pada opanya, dan…

    …Papa.




    Upacara peringatan sudah selesai, sehingga banyak tamu negara yang telah meninggalkan areal monumen. Uh-huh, monumen peringatan atas perang yang terjadi 7 tahun silam. World War III, perang dunia paling singkat dalam sejarah.

    Seperti yang kulakukan di tahun-tahun sebelumnya, begitu upacara selesai, aku bergegas menuju bola cahaya yang ada di tengah-tengah, tepat di depan monumen. Sebuah bola cahaya berdiameter sekitar 3 meter, melayang sekitar setengah meter di atas permukaan tanah. Setelah 7 tahun pun belum ada yang mengetahui dengan pasti sebenarnya benda apa itu. Hanya itulah satu-satunya yang tersisa dari menara besar yang pernah dibangun tepat di atas sini.

    Ya, tidak ada, kecuali aku. Freya Amoreux. Oh, dan mungkin beberapa orang lainnya.

    Ingin rasanya kupanjat pagar pembatas setinggi 1,2 meter yang mengelilingi bola cahaya itu pada jarak 2 meter di luarnya, seperti yang selalu kulakukan saat kecil dulu. Tapi…duh…dengan blazer seperti ini, akan sulit untuk memanjat. Apalagi aku hanya mengenakan rok pendek…bahaya.

    Kutengok ke kiri dan ke kanan, sepi. Baiklah, mungkin aku akan…

    Berhubung aku mengenakan sepatu sport, kurencanakan untuk berlari lalu melompati pagar. Mundur beberapa langkah…berlari sekencang-kencangnya!! Dan…

    *Tada*

    Berhasil. Aku memang bukan olahragawan, tapi melompati pagar setinggi itu sih…kecil.

    Dengan langkah yang perlahan namun pasti, kuberjalan menuju bola cahaya itu. Udaranya terasa hangat. Orang lain tidak dapat merasakannya, hanya aku yang bisa. Ya, hanya aku. Tangankupun tidak pernah terbakar saat menyentuh permukaannya, berbeda dengan yang lainnya.

    “Papa, Mama, aku kembali.”

    Itulah yang selalu kukatakan sambil membelai bola cahaya itu dengan lembut. Aku memang tidak punya banyak waktu untuk ke sini, hanya bisa setahun sekali. Itupun harus meminta izin khusus dari sekolah.




    “Halo, Freya.”

    Suara itu…

    “Kak Huang?! Dan…om Friedrich?”

    Kak Huang langsung terbahak-bahak.

    “Bwahahaha!! Kamu selalu dipanggil ‘om’ olehnya!! Ternyata kamu memang awet tua, Friedrich.”

    “Freyaaaa!! Sudah kubilang jangan memanggilku begitu!!”

    “Ahaha…iya…maaf om---“

    “Pfftttt.”, kak Huang terlihat menahan tawa.

    “Hai ‘om’.”

    Ada satu orang lagi. Itu kak Feng, kakak dari kak Huang.

    “Ah…ada kak Feng juga rupanya.”

    Sekarang kedua kakak beradik itu malah tertawa.

    “Hahaha…!! Friedrich…Friedrich. Benar kata adikku, kamu itu awet tua. Mungkin karena wajahmu pucat pasi saat ledakan itu terjadi di depan matamu, eh? Efeknya malah terlihat hingga sekarang.”, ujar kak Feng sambil menepuk-nepuk punggung om--- eh…

    “Ahaha…maaf, maaf. Sudah kebiasaan…”

    “Sudah, sudah. Tidak baik berisik begini di depan mereka berdua.”, sahut kak Huang.

    “Ya…kamu benar. Oh ya, ini ada sedikit dari kami, untuk mereka berdua.”, kak Feng menyerahkan sebuah buket bunga. Hmm…wangi sekali.

    “Terima kasih ya kak.”, kuterima buket bunga itu, lalu menaruhnya tak jauh dari bola cahaya.

    “Sebenarnya tidak cukup rasa terima kasih kami dilambangkan hanya dengan itu, Freya. Mereka sudah menyelamatkan dunia, seluruh umat manusia. Bahkan gelar Light of the World pun…”, kak Huang terlihat menunduk.

    “Sudahlah, kak Huang. Itu sudah lama berlalu. Aku yakin, mereka tidak pernah mengharapkan apapun. Setidaknya…Papa dan Mama akan terus bersama…dan itu sudah cukup.”, aku berusaha menenangkan.

    “Ya, Freya benar. Upacara tiap tahun seperti barusan pun pastilah akan dianggap berlebihan oleh mereka berdua. Tapi…aku yakin, mereka terus mengawasi kita, mengawasi dunia ini.”, sahut kak Friedrich. Hore…!! Akhirnya aku menganggapnya kakak.




    Mendadak terdengar sesuatu dari arah laut. Ada teriakan, dan…EH?! Terbang?! Ah, itu pasti kak Valentina. Dia memang selalu datang dengan cara yang aneh.

    “Heeeeiii!! Freyaaaaa!!”, teriaknya.

    Diapun mendarat.

    “Ah…Tuan Feng, Tuan Friedrich.”, dia menunduk satu kali, lalu berseru ketika melihat kak Huang, “Nyonya Huang!! Bagaimana kabar anda?”

    Sejak perang itu, mereka berdua jadi teman baik.

    Berjalan mendekati kak Valentina, kak Huang menjawab, “Baik, nona kolonel. Tentu saja--- ah…aku lupa. Kamu sudah naik pangkat. Apa pangkatmu sekarang?”

    “Baru Brigadir Jendral saja kok…hahaha!!”, suara tawanya terdengar menggelegar.

    Wanita yang satu itu memang tergolong freak dan nyentrik. Tapi, harus diakui kalau kemampuannya tak bisa ditandingi siapapun di satuan militer Varangia. Bahkan hanya dalam 7 tahun, dia sudah naik pangkat dari Kolonel menjadi Brigadir Jendral…terlalu luar biasa.

    “Ng…maaf, Valentina. Tapi aku tidak bisa lama-lama. Setelah ini masih ada urusan di Teutonium. Ada baiknya juga jika kamu punya waktu privat dengan mereka berdua.”, kak Huang menengok ke arah bola cahaya.

    “Ya…sepertinya anda benar. Baiklah. Kalau begitu, sampai bertemu lagi.”

    Tiga orang pergi, dan sekarang giliranku dengan kak Valentina.

    “Kamu sudah besar rupanya.”, ujarnya sambil mengelus-elus kepalaku. Uh-huh, dia adalah orang selain keluargaku yang mengerti, kalau aku suka sekali dielus-elus seperti ini. “Bagaimana mereka berdua? Baik-baik sajakah?”

    “Ng…sebenarnya sudah tiga tahun terakhir aku tidak mendengar suara mereka.”

    “Eh?! Yang benar?! Jangan-jangan mereka…”, dia terlihat kaget.

    Kugelengkan kepala beberapa kali, lalu berujar, “Tidak, kak Valentina. Aku yakin mereka baik-baik saja. Cahaya dan kehangatannya tetap sama kok. Mungkin memang tidak ada yang perlu dibicarakan…atau mungkin, mereka menganggapku sudah dewasa, sehingga tidak perlu banyak diberitahu lagi.”

    “Ah…mungkin juga ya. Ya sudah, berikan ini saja untuk mereka.”

    Dia mengeluarkan sesuatu dari saku jas militernya. Itu…

    “Tunggu. Bukankah itu…”

    “Yap, ini adalah medali dari pemerintah Varangia, yaitu medali yang diberikan kepadaku saat perang berakhir. Kurasa mereka lebih pantas mendapatkannya.”

    “Benar tidak apa-apa? Aku yakin benda itu sangat berharga buat kakak…”

    “Hahaha!! Tidak perlu khawatir, Freya. Aku bisa meminta mereka membuatkan lagi sebanyak yang kumau. Ya sudah, sekarang aku ingin ke kutub utara dulu.”

    “Eh…?”, kuterima medali itu, “Kutub utara?”

    “Berburu beruang kutub.”, ujarnya sambil mengacungkan jempol kanan ke arahku. “Sudah dulu ya!! Sampai bertemu lagi!!

    Diapun terbang pergi begitu saja. Aku…kadang tidak mengerti kelakuan kakak yang satu itu. Aneh. Yah, meski aku cukup senang karena dia selalu mengelus kepalaku kalau bertemu…hehehe.




    Kali ini nampak seseorang mendekat dari kejauhan, sebelah selatan. Oh!! Itu suster Agnes!!

    “Selamat siang, Freya.”

    Seperti biasa, dia selalu bertutur kata dengan lembut dan sopan.

    “Selamat siang juga, Suster. Bagaimana upacara tadi? Melelahkan ya?”

    “Ahaha…yah, begitulah nak. Saya memang tidak terbiasa dengan acara yang demikian. Terlebih lagi suasana biara selalu tenang. Setelah beberapa tahun, saya masih saja canggung…”

    Kutunjukkan senyumku agar dia merasa lebih tenang. “Tidak apa-apa, Suster. Saya juga begitu.”

    Dulu. Sekarang sih…tidak.

    “Oh ya, ini ada titipan dari anak-anak di biara. Buatan sendiri.”

    Suster Agnes menyerahkan sebuah boneka kecil berbentuk malaikat, sekitar 15 sentimeter panjangnya. Terlihat seperti buatan tangan.

    “Terima kasih banyak, Suster.”, jawabku sambil menerima barang itu. “Dan…sayang juga Bapa Thomas tidak bisa hadir. Maksudku, tidak lagi… padahal aku sudah kangen dengannya.”

    “Mau bagaimana lagi, nak. Tuhan sudah menentukan usianya. Tapi tenanglah, mungkin sekarang dia sedang melihat kita dari surga sana.”

    “Hmm…ya, Suster benar. Dia orang yang baik dan lemah lembut, pasti cocok sekali tinggal di sana.”

    Dia melihat jam di tangan kirinya, lalu berujar, “Ah…maaf ya, Freya. Sepertinya saya harus segera kembali ke bandara. Pesawat ke Bharata akan berangkat dua jam lagi. Sampaikan salam dariku dan semua orang biara pada mereka berdua ya nak.”

    “Pasti, Suster. Mereka berdua pasti senang.”

    Suster Agnespun melangkah pergi. Dia cukup sibuk sekarang, karena menjadi pimpinan biara sekaligus ketua Palang Merah Bharata. Begitu lemah lembut dan baik hati, benar-benar seperti yang diajarkan Bapa Thomas kepadanya. Sayang sekali, kakek yang baik itu meninggal tahun lalu. Sedih sih, tapi…saat aku mendengar kalau dia meninggal bukan karena penyakit ataupun kecelakaan, aku sedikit lega. Ya, dia meninggal dengan tenang saat tidur siang. Tidak ada gejala penyakit apapun yang ditemukan. Kurasa Tuhan sendiri tersentuh, sehingga tidak tega menjemputnya dengan penderitaan.

    Setelah kutaruh boneka kecil yang lucu itu di dekat bola cahaya dan duduk di tanah sambil terus memandangi bola cahaya, terdengar langkah kaki mendekat. Begitu aku menengok…




    “Kak Albert!! Kak Mary!!”

    “Halo Freyaaaa…”, sahut kak Mary, sedang menggendong bayi.

    Uh-huh, itu anak pertama mereka, baru saja lahir 4 bulan yang lalu. Kalau tidak salah, namanya adalah…ah, aku jadi ingin menangis. Ya, namanya Resha. Resha Cardinal. Kak Mary bilang, itu untuk mengenang memori akan Papa dan Mamaku.

    Cukup lama waktu berlalu hingga mereka memiliki anak. Untunglah mereka tetap bersabar, dan tidak pernah bertengkar mengenai keterlambatan tersebut. Hasilnya? Seorang bayi perempuan yang lucu. Bahkan aku tidak tahan melihat wajahnya yang imut itu….aaaahhhh!! Sifatku yang ini pasti gara-gara Papa. Tidak tahan melihat anak-anak, apalagi yang imut dan menggemaskan.

    “Sudah tujuh tahun ya…”, ujar kak Albert.

    “Tidak terasa ya, sayang?”, sahut kak Mary.

    Tatapan kak Albert beralih ke bola cahaya, lalu berkata, “Daleth, Resha, sekarang kalian tidak perlu khawatir lagi dengan Silver Wolf itu. Perlahan, jumlah mereka bertambah.”

    “Wah…sudah berapa ekor kak?”, aku menyelak.

    “Sekitar tiga puluh. Datanglah ke Quinnogal untuk melihatnya kalau sedang berlibur. Tenang saja, mereka pasti tidak akan ganas terhadapmu.”

    “Banyak juga ya. Yah, itu kan tidak terlepas dari posisi kakak yang sekarang jadi Menteri Lingkungan Hidup Maple Country. Oh ya, bagaimana kabar opa Edmond?”

    “Masih aktif mencari minyak. Di usia setua itu dia masih saja semangat bekerja…aku jadi sering khawatir.”, jawab kak Mary.

    “Ahaha…yah, tolong dimaklumi saja kak. Masih ada dua kakek-kakek yang lebih parah dari itu…”, suaraku terdengar makin suram.

    Panjang umur. Baru saja kubicarakan, mereka sudah datang. Ya, opaku sendiri dan opa Igor Gvozdev. Entah bagaimana detailnya mereka jadi akrab sekali setelah perang. Bahkan sering keluar malam untuk minum vodka bersama jika sudah bertemu…astaga. Heeiii!! Sadarlah dengan umur kaliaaann…!!

    “Ohoho!! Bapak dan ibu menteri rupanya. Bagaimana upacaranya tadi?”, tanya opa.

    “Bagus dan luar biasa, pak Presiden. Apa mungkin karena hari ini adalah peringatan tujuh tahun?”, ujar kak Albert.

    Yap, kakekku adalah presiden pemerintahan sementara Liberion. Menurut undang-undang yang dibentuk oleh Dewan Internasional, pemerintahan sementara akan bekerja selama 10 tahun hingga kondisi benar-benar stabil dan kondusif, sehingga bisa dilaksanakan pemilihan umum kembali seperti biasa.




    “Yaaah…!! Aduh Resha, kenapa mengompol sekarang??!!”, sahut kak Mary.

    Yah…Resha mengompol…eh? Kenapa aku jadi membayangkan Mama Resha mengompol ya? Ahaha…maaf Ma, maaf.

    “Sudah, lebih baik kalian memprioritaskan anak itu. Jangan dibiarkan terlalu lama, bisa-bisa kulitnya iritasi.”, sahut opa Igor.

    “Hmm…ya, anda benar, Jenderal. Ternyata anda mengerti juga soal mengurusi bayi.”

    “Hahaha!! Begini-begini saya juga sempat punya bayi…”

    Pasangan itupun mohon diri dan pergi. Baguslah, daripada tempat ini bau ompol.

    Sesuatu yang mengejutkan tertangkap mataku. Kakek Igor...terlihat menahan tangis. Dunia sudah mau kiamat kah?!

    “Ah…pasti karena nama anak itu.”, ujar opa.

    “Ya, Philip. Ternyata namanya sama…”

    Air matapun mengalir dari sosok pria gagah itu. Tapi kali ini aku bisa mengerti. Aku sendiri juga ingin menangis saat mengetahui namanya untuk pertama kali.

    “Sudah, opa Igor. Mama Resha pasti juga akan sedih melihat opa Igor seperti ini.”

    “Benar juga.”, diapun berusaha menghapus air mata. “Apalagi aku tidak boleh terlihat menangis di depan anak muda itu. Dia pasti akan menertawaiku jika ketahuan.”

    Papa Daleth maksudnya.

    “Bagaimana? Ingin memberikan penghormatan lagi?”, tanya opa.

    “Hmm…ya. Untuk pahlawan yang tiada tandingannya seperti mereka, hormat dari seorang jenderal besar sepertikupun sepertinya tidak akan cukup. Tapi…selama benar-benar kulakukan dengan hormat, mereka pasti senang.”

    Kedua kakinya dirapatkan, lalu dengan dada yang membusung dia memberikan sikap hormat ke arah bola cahaya. Sebuah sikap penghormatan tertinggi yang diberikan oleh Beruang Tua, Jenderal Besar Angkatan Bersenjata Varangia.

    Kakek tua yang berisik, namun periang dan menyenangkan. Dan…kali ini, entah kenapa, aku merasa ada yang lain. Terlihat begitu khidmat, benar-benar memancarkan aura seorang petinggi militer yang berwibawa. Sikap itu ditahannya selama sekitar 2 menit.

    “Baiklah, sepertinya sudah cukup.”, diapun menurunkan tangannya.

    “Ingin kuantar ke depan? Wilhelm dan yang lainnya sedang menunggu untuk bicara.”, tanya opa.

    Kakek Igor hanya mengangguk sekali, sebuah anggukan yang tegas. Suasana taman dan monumen inipun kembali sepi, seakan keramaian dibawa pergi oleh langkah mereka.




    Akupun berdiri bersandar di pagar, mencoba merasakan hembusan angin lembut dari arah laut. Begitu sejuk, memainkan rambutku yang panjang keemasan. Hingga tiba-tiba…gelap. Ada yang menutup mataku. Aku tahu siapa yang selalu melakukan hal ini…

    “Iwanaga-sensei?”

    “Ah…ketahuan.”, ujarnya kecewa, lalu menarik tangannya dari depan mataku.

    “Menggunakan trik yang sama selama tujuh tahun, bagaimana tidak ketahuan?”

    “Iya juga ya…mungkin suatu hari nanti akan kuganti.”

    “Sendirian saja?”

    “Hei, kamu menyindir ya?”, wajahnya didekatkan ke arahku. Untung saja kami berdua dipisahkan pagar.

    “Ah…jadi sampai sekarang, sensei belum me---“

    “Teganya kamu Freya….huhuhu…”

    Ya, dia BELUM JUGA menikah, padahal umurnya sudah 33 tahun. 7 tahun sudah kutunggu, berharap akan ada teman bermain baru yang imut dan menggemaskan, tapi…hopeless. Manusia yang satu ini terlalu gila kerja. Yah, sama saja dengan Mama Helena sih…

    “Sudah, sudah.”, kutepuk-tepuk pundaknya. “Atau mungkin sensei perlu menjadi eksekutor dahulu baru bisa bertemu jodoh…eh…maaf…”

    “Uuuh…Freya…”, wajahnya berubah cemberut.

    “Tenang, sensei. Aku hanya bercanda kok.”

    “Iya, aku juga mana pernah sih betul-betul marah padamu. Tapi…mungkin kata-katamu ada benarnya. Terkadang orang menemukan jodoh melalui kejadian-kejadian yang tidak terduga. Yah, meski tidak seekstrim mereka berdua.”

    Kisah cinta Papa dan Mamaku sudah sangat menyebar, bahkan populer di kalangan para remaja. Banyak orang yang diubahkan akan paradigmanya mengenai cinta dengan membaca dan mendengar kisah mereka. Tidak jarang kudengar ada yang terharu, karena menganggap cinta yang ada pada Papa dan Mamaku sudah punah sama sekali dari muka Bumi, namun ternyata tidak. Aku benar-benar bangga dengan hal itu. Tidak hanya menyelamatkan nyawa umat manusia, mereka juga mampu mengubah hidup orang lain secara tidak langsung.

    “Aku bangga bisa mengenal mereka.”, ujar sensei.

    “Yah, apalagi sensei termasuk salah satu yang pernah lama bersama-sama dengan Papa dan Mama. Jadi…terima kasih ya untuk cerita-ceritanya. Aku jadi lebih mengenal mereka dari cerita sensei.”

    “Sama-sama, Freya.”, jawabnya sambil menatapku dengan senyum indahnya. Uh-huh, dia adalah salah satu orang dengan senyuman paling hangat, menurutku.

    Beberapa saat dia hanya termenung sambil bersandar pada pagar pembatas, menatap bola cahaya. Rambut hitamnya yang berkilau itu sempat membuatku terpana beberapa saat, bahkan sampai tidak menyadari kalau matanya sudah berkaca-kaca. Mungkin sedang mengenang apa yang terjadi di masa lalu.

    “Huh…sudah dulu ah. Lama-lama aku bisa menangis sendiri.”

    “Ahaha…ya sudah. Terima kasih sudah datang ya, sensei. Jangan lupa sampaikan salamku pada Tenka-san, kalau sensei mengunjungi makamnya.”

    “Oke, nanti akan kusampaikan. Dadaaahhh….”




    Sambil melambaikan tangan, Iwanaga-sensei melangkah pergi. Tak lama, ini dia…Mama baruku, Mama Helena. Setiap upacara seperti tadi, dia pasti harus berurusan dengan banyak orang. Yah, maklum saja, dia kan yang ditugasi oleh Papa Daleth untuk menjagaku, anak angkatnya. Tidak heran jika banyak orang juga ingin menemuinya. Apalagi rambut biru pucatnya yang mencolok itu…

    “Sudah selesai, Ma?”

    “Sudah, sudah. Huh…melelahkan juga.”

    “Oh ya, bagaimana nanti sekolah baruku?”

    “Tentu saja sudah siap semuanya, Freya. Kamu bisa mulai bersekolah di tempat yang baru di awal tahun pelajaran.”

    Kebetulan aku baru saja lulus sekolah menengah tingkat pertama. Sebagai orang tua yang baik, tentu saja Mama yang membantu memilih sekolah terbaik untukku.

    Mamapun berucap ke arah bola cahaya itu, “Daleth, Resha, lihat…aku berhasil membesarkan anak kalian, yang sekarang juga adalah anakku. Sebentar lagi dia akan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, jadi…terus bantu aku mengawasinya.”

    “Tenang saja, Ma. Papa Daleth dan Mama Resha pasti senang melihat Mama yang sukses mengurusku hingga usia sekarang.”

    Air mata mengalir dari mata Mama. Mungkin terharu?

    “Ya…Mama harap juga begitu. Ya sudah, berhubung upacaranya sudah selesai, bagaimana kalau kita pulang?”

    Kujawab dengan sekali mengangguk, ditambah sebuah ekspresi ceria.

    Kutinggalkan lokasi monumen, kembali membiarkan Papa dan Mama beristirahat dalam kekekalan.




    Jujur saja, aku tidak pernah menyangka akan dapat mengenal mereka berdua. Meski waktu itu masih tergolong muda, mereka berhasil menunjukkan kasih sayang layaknya orang tuaku sendiri. Apalagi Papa Daleth. Mungkin aku tidak akan tumbuh seperti sekarang jika bukan karenanya. Dan…untuk Mama Resha, meski aku baru mengenalnya sebentar, namun…pelukannya yang hangat itu masih dapat kurasakan, jika terbayang lagi saat itu. Benar-benar seperti dekapan seorang ibu yang lembut dan penuh kasih. Seandainya mereka masih hidup dan berjalan di atas muka Bumi…mereka pasti juga dapat menjadi contoh bagi orang tua di seluruh dunia.

    Tidak, bukan hanya bagi para orang tua, namun bagi semua orang. Dimulai dari pertemuan yang tidak terduga, diakhiri dengan luar biasa menakjubkannya. Bagi sebagian orang memang terdengar aneh dan tidak masuk akal, namun begitulah kenyataannya. Bersatu karena cinta, berjalan bersama cinta, mengubah dunia oleh cinta. Sekarang mereka menjadi abadi…

    …membawa cinta dan cahaya, bagi dunia.


    ====================================


    ~終わり~

    ~Terima kasih untuk para pembaca yang selalu setia mengikuti cerita ini~

    Last edited by LunarCrusade; 12-08-12 at 12:56.


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  2. Hot Ad
  3. The Following User Says Thank You to LunarCrusade For This Useful Post:
  4. #107
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    Oke, gue pisah ya...

    Spoiler untuk 35 :
    SHI~~~~TTTTTTTTTTT!!!
    Gokil overdose!!!

    Buat adegan 'terakir', ini menegangkan, banget. Yang gue rasain adalah haru campur ngetngetan. serius, keren abis.
    Tapi jujur, adegan yang settingnya mirip pernah gue liat dimana gitu. Gue lupa film apa manga...

    Tapi agak epic juga ya... Jadinya malah beduaan aja gitu di alam semesta baru. dan membuat gue ngebayangin apa yang mereka lakuin disana setelahnya

    Eniwei, nice story, serius banget gue. Kalo digabungin, romance nya bagus, adventure nya seru, comedy nya lumayan, dan action nya gokil abis. sci-fi? not my part to comment, ya. :3


    Spoiler untuk 36 :
    FREYAAAAAAAAAAA~~~!! ketemu lagi sekarang udah ngga loli tapinya
    ngg, buat sebuah epilog, tipe kayak begini lumayan banyak gue temuin ya. Jadi ngga gue komen deh, toh ngga ada apa2 nya juga.
    cuma demen gara2 ada Freya nya doang. aowkakowoakowokwkooaka~~


    oh ya...
    Spoiler untuk asd :

    mau tau tebakan awal gue?

    jadi, si Daleth ampir mati (sampe sini bener), terus Resha nya sadar (masih bener), aktifin code rahasia (masih bener juga), menara ancur (ternyata..) tapi sisa2 dark energy yang udah di ekstrak berhamburan di udara, entah gimana energi itu berkemampuan destruktif (udah kemana tau...), dan akirnya serangan terakir dilancarkan oleh Resha (mirip RAVE gitu :rofl).

    ending? nikah, yang bediri di altar nya buat ngesahin...you know who lah.
    Last edited by MelonMelon; 10-08-12 at 21:16.

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  5. #108
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    maaf anda salah

    masalahnya untuk cerita, gw gak ada inspirasi sama sekali dari situ cuma tampilan chara nya aja

    Spoiler untuk duar :

    jujur, gw sempet ngira loe bakal bisa nebak setengah awal chapter 35, tapi gw juga udah prediksi kalo loe bakal kaget di setengah ke belakang

    endingnya emang gw udah bayangin sejak gw nulis chapter 0 sih
    kalo dari 28-34 emang sempet ada yg berubah pas ngayalnya, tapi ch 35 itu 90% ga berubah dari awal ngayal

    36 sebenernya bisa fokus ke Freya sama opanya doang, tapi...karena chara yg ada cukup banyak jumlahnya, ditambah perangnya ga dikasih tau selesai kayak apa, maka terpaksalah jadi begitu

    yah, seenggaknya kita tahu, semua karakternya jadi orang" hebat


    Anyway thanks !! Ente adalah salah satu pembaca yang amat setia mengikuti berbagai serial dari gw

    Mohon dimaafkan sekiranya ada banyak hal yg bikin pusing


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  6. #109
    amber's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    earth..
    Posts
    3,212
    Points
    13,050.93
    Thanks: 81 / 52 / 47

    Default

    sorry ya, gw baru mampir di thread ini

    gw juga sekarang baru baca ampe chapter 17

    klo gw comment, seperti yang waktu itu pernah gw bilang, gw suka atmosfer ini story yang mirip ama fullmetal alchemist

    terus chapter 7 ttg battle di kapal keren juga

    tapi gw agak bingung ama development si daleth, dia keliatan semakin "human" di setiap arc, tapi kaya kereset lagi begitu masuk arc baru, mungkin impact yang paling keliatan semakin "human" itu ada di chapter 13

    kira2 itu dolo commentnya
    Man, the power of MOE is frightening!



  7. #110
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by amber View Post
    sorry ya, gw baru mampir di thread ini

    gw juga sekarang baru baca ampe chapter 17

    klo gw comment, seperti yang waktu itu pernah gw bilang, gw suka atmosfer ini story yang mirip ama fullmetal alchemist

    terus chapter 7 ttg battle di kapal keren juga

    tapi gw agak bingung ama development si daleth, dia keliatan semakin "human" di setiap arc, tapi kaya kereset lagi begitu masuk arc baru, mungkin impact yang paling keliatan semakin "human" itu ada di chapter 13

    kira2 itu dolo commentnya
    nah akhirnya

    berarti kurang di chara development nya ya?
    emang rada kendala sih di situ, apalagi sistemnya maen arc begini...tiap arc masalahnya baru
    jadi gw konsentrasinya gimana Daleth finishing tiap arc, *jujur* ga gitu perhatiin arc yg 1 langkah di belakang
    (walau ga ada yang ga kepake, ntar di ending keliatan kok hubungan"nya)

    well, tapi gw seneng, akhirnya ada yg bisa point out sesuatu yang cukup "dalem" yang miss dari mata gw karena gw nulisnya rada napsu juga sih KEWKEWKASKOAKOAKSOA

    selamat lanjutin baca nya deh, relationship nya sama Resha bakal makin kentel kok di atas chapter itu
    berusahalah selesaikan sampe ending


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  8. #111
    softex_berdarah's Avatar
    Join Date
    Jan 2011
    Location
    Alfamart & Indomart
    Posts
    120
    Points
    178.71
    Thanks: 5 / 1 / 1

    Default

    mantab nih..pencerahan banget..

    mending buat blog skalian om..tulisan ny bagus

  9. #112
    amber's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    earth..
    Posts
    3,212
    Points
    13,050.93
    Thanks: 81 / 52 / 47

    Default

    post lagi ahhhh...

    udah baca sampe ch. 21
    udah mulai naik nih intensitas ceritanya

    ada orang yang dikendaliin segala
    terus ada banyak istilah yang gw gak kenal sebenernya dari chapter 1
    chapter 21, skala beaufort, waw apa itu...

    oie gw lupa bilang, itu gw doyan deskripsi constantinople
    gw kan baca ulang dari ch.16
    baru nyadar kayanya deskripsi kotanya kayanya keren

    resha dipanggil "mama"
    Man, the power of MOE is frightening!



  10. #113
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    anjret kaget gw ini thread bisa bangkit dari kematian

    yo'a, apalagi ntar di atas chapter 26, itu makin persintingan

    kalo seandainya ada yang gak kena penjelasan di cerita (kyk istilah, dstnya), buka aja spoileran Trivia (Beaufort scale itu ada di trivianya)
    kalo seandainya gak ada juga di Trivia, berarti gw lupa Googling deh

    lanjutin dah, ga rugi kok baca sampe tamat, karena akan meninggalkan kesan menusuk di hati yang paling dalam

    #digampar


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

Page 8 of 8 FirstFirst ... 45678

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •