===========================
Chapter 35: Transcendental Love
===========================
Cukup gelap, hanya ada lampu neon berdaya rendah di beberapa titik. Agar dapat melihat jalan lebih jelas, akupun mengaktifkan Photon Blaster dalam mode Optical Spectrum, menciptakan bola cahaya seukuran genggaman tangan di atas telapak tangan kananku. Ah, ada tangga rupanya. Tangga dari logam, terus mengarah ke bawah.
Yang dapat kudengar hanya dua jenis suara. Yang berasal dari mesin itu, yaitu suara *nguuung* yang rendah. Satu lagi adalah suara langkah kakiku sendiri, yang beradu dengan plat-plat logam penyusun anak tangga. Selama beberapa menit hanya kudapati dua suara itu, serta kondisi ruangan yang remang-remang. Penerangan seadanya seperti ini membuatku tidak bisa mengira-ngira luas ruangan, hanya dapat kuketahui tingginya dari salah satu lampu yang ada jauh di atas.
Mendadak langkah kakiku terdengar berbeda. Ah, sudah di lantai dasar rupanya.
Menyusuri tepi ruangan dengan bola cahaya di tangan, mataku terus memperhatikan apa saja yang ada di sekitar, sambil meraba tembok yang kelihatan sangat tidak biasa. Seluruh dinding ruangan disusun oleh material tertentu yang jelas bukan batuan atau logam, namun aku tidak tahu pasti apa bahannya. Kemungkinan besar adalah semikonduktor ---atau yang jarang ditemui, yaitu superkonduktor---. Jalur-jalur elektrik seperti yang ada di PCB mewarnai sebagian besar tembok, bahkan hingga ke lantainya.
Pandanganku teralih ke tengah-tengah ruangan, dengan diselimuti cahaya redup. Langkahkupun tertarik ke arah sana. Sedikit mendongak, terlihat ada beberapa lampu ---jelas bukan lampu neon--- terpasang dengan jarak yang berjauhan, mungkin sekitar setiap 4 meter, terus hingga ke atas. Ah…sebuah konstruksi khusus rupanya. Tersusun dari logam, terdiri dari silinder-silinder berdiameter sekitar 1 meter, berdiri menjulang dan saling menempel, membentuk kumpulan silinder-silinder yang berdiameter, mungkin, sekitar 15 hingga 17 meter. Beberapa kabel dan pipa mencuat dari bagian-bagian tertentu, menuju ke beberapa titik di sekitar ruangan.
Akupun segera menyadari kalau konstruksi mesin aneh itulah pusat menaranya. Artinya, Resha pastilah ada di tempat ini. Tapi…di mana---
Karena konsentrasi pandanganku terus teralih ke atas, aku tidak menyadari kalau…Resha ada di dasar konstruksi silinder-silinder itu. Duduk di sebuah kursi logam, kepalanya tertunduk, bahkan wajahnya sama sekali tidak dapat kulihat, apalagi dalam suasana remang-remang seperti ini. Jarak antara diriku dengan Resha masih beberapa puluh langkah. Kudekati bagian tengah menara tersebut…
“Re…sha?”, refleks mulutku bersuara, lalu bola cahaya di tanganku menghilang. Akupun berteriak keras-keras, “Hei Resha!! Benar itu kamu?! Jawablah!!”
Suaraku terdengar menggema ke seluruh ruangan. Aneh, terlalu banyak ruang kosong di tempat ini. Kupikir akan ada banyak mesin, jalur-jalur elektronik, ataupun pipa-pipa penghubung, ternyata tidak. Hanya ada konstruksi aneh di tengah yang terhubung dengan tembok, serta jalur-jalur elektrik pada dinding dan lantai.
Tunggu. Jangan-jangan…seluruh ruangan ini adalah mesin penghancur itu?!
Tak lama, terdengar sesuatu dari mulut Resha. “Intruder alert. Executing defense program.”
Sesuatu yang anehpun terjadi.
Dengan cepat, seluruh jalur elektrik yang ada di seluruh ruangan menyala dengan terang, berwarna keemasan, disertai suara *nguuuung* yang cepat dan berfrekuensi lebih tinggi. Jika kuperhatikan, seluruh jalur elektrik ini menuju ke satu titik, yaitu pusat menara.
Akhirnya, wajahnya dapat kulihat dengan jelas karena kondisi ruangan yang lebih terang. Tetapi…tatapannya kosong, seakan tidak memiliki kehidupan. Bukan hanya itu, ada sebuah kabel yang tersambung dari bagian atas pusat menara ke leher belakangnya.
Sekarang aku mengerti kenapa menara ini tidak boleh kuhancurkan sembarangan. Ternyata sistem saraf Resha benar-benar tersambung dengan sistem menara ini. Jika kuhancurkan atau kumatikan secara paksa, hal itu hanya akan membawa kesadarannya menghilang bersama sistem menara yang mati. Ya, dia akan menjadi tubuh tanpa nyawa.
“Commencing security code. Gravitational Wave.”
Apa?! Gravitational Wave?!
Belum sempat aku melakukan apapun, tubuhku serasa ditarik ke bawah dengan kuat, hanya bisa berlutut dan tidak mampu berdiri.
Argh, bagaimana ini…? Aku tidak bisa menembak sembarangan, namun mendekati Resha juga sulit dilakukan.
“Resha!! Sadarlah!! HEI RESHA!!!”
Percuma, dia tidak mendengar. Seluruh indera di tubuhnya sudah dikendalikan oleh menara ini, lebih tepatnya oleh konstruksi mesin aneh di tengah-tengah itu.
Belum selesai. Resha masih akan melancarkan serangan.
“Stellar Blast.”
Sekitar 2 meter di sebelah kananku, terbentuk bola hitam berdiameter 20 sentimeter, dengan proses yang sama seperti yang terbentuk di luar tadi ---maksudku, mini-supernova---. Ternyata benar, semua yang terjadi adalah perbuatan Resha. Namun aku yakin, ini semua berada di luar kemauannya. Tidak mungkin dia menggunakan kekuatannya itu secara sembarangan, apalagi untuk menghancurkan. Pastilah mesin itu yang memanfaatkan tubuhnya agar bisa melancarkan serangan.
Tanpa peringatan, bola hitam itu meledak dengan cara yang sama. Untunglah sempat kuaktifkan Energy Barrier, sesaat sesudah efek Gravitational Wave menghilang. Tapi…awal dari ledakan tadi sempat mengenai dada dan perut kananku. Sial, jadi sakit sekali untuk berdiri.
“RESHAAAA!!! Ini aku, Daleth!!!!!”, kuberteriak sekeras mungkin, berharap dia tersadar. Lagi-lagi percuma, dia tidak mendengar. Mulutku malah mengeluarkan darah…
Tidak ada cara lain. Aku harus menuju ke tengah sana.
Kucoba berlari sekencang mungkin, namun Gravitational Wave kembali aktif, mencegahku melangkah lebih jauh. Masih sekitar 5 meter sebelum sampai ke tempat Resha berada. Bola Stellar Blast pun kembali diaktifkan, kali ini hanya 1 meter tepat di depanku. Ingin kuaktifkan Energy Barrier…
SIAL!! Gravitational Wave nya tidak dimatikan?!
Setahuku, dalam mekanika kuantum, graviton adalah perantara gaya gravitasi. Dengan kata lain hanya ada 2 hal yang dapat menghilangkan Energy Barrier. Pertama, Graviton Bullet, karena berisi partikel-partikel graviton. Kedua...gaya gravitasi yang ditingkatkan. Energy Barrier memang hanya didesain untuk aktif pada kondisi G = 1, alias sama dengan gaya gravitasi planet ini. Tetap akan aktif untuk magnitudo gravitasi yang lebih rendah, namun tidak untuk yang lebih tinggi. Bagaimanapun juga, yang kunyalakan saat program pelindung itu aktif adalah bentuk manipulasi energi, dan sangat terpengaruh dengan lekukan ruang waktu, karena energi dalam jumlah kecil akan bergerak sesuai lekukan ruang waktu yang ada. Lain halnya jika dalam bentuk massa, yang terjadi adalah sebaliknya.
Dalam sekejap…
*BUUUUUUUMMM!!!
Bola itu meledak di depanku, tanpa bisa kuaktifkan Energy Barrier. Satu-satunya yang melindungiku hanya kerasnya sarung tangan ini, yang sempat kugunakan untuk menutupi bagian wajah dan titik di antara dada-perut.
Tubuhku terpental sejauh beberapa meter menjauhi Resha, dalam posisi telungkup. Tenagaku seakan lenyap ditelan ledakan tadi. Berdiri? Dudukpun tidak sanggup. Ah…ada darah juga. Beberapa bagian tubuhku pasti mengalami luka parah setelah dicolek ledakan tadi. Gravitational Wave yang masih aktif menambah sakit yang kurasakan, karena luka-lukaku ditarik ke lantai dengan kuat.
Ingin kupanggil Resha sekali lagi ---siapa tahu kali ini dia mendengar---, tapi…tidak bisa. Suaraku tidak keluar karena seluruh tubuhku terasa nyeri, dan otot-ototku seakan lepas dari tulangnya. Ajaibnya, aku tidak mati meski ledakannya terjadi tepat di depan hidungku. Berarti…memang belum saatnya rohku keluar dari tubuh.
Tidak, aku tidak boleh menyerah. Resha sedang menungguku.
Kuatur nafasku, lalu kukerahkan segenap tenagaku untuk berdiri saat Gravitational Wave tidak lagi terasa. Jika aku tidak bisa berlari ke sana, satu-satunya yang mungkin adalah…
“Photonic Velocity.”
Berhasil. Ternyata hipotesisku benar, kekuatan gravitasi dari Gravitational Wave tidaklah cukup kuat untuk membengkokkan arah rambat cahaya ---yang artinya membengkokkan kontinuitas ruang waktu---, karena sejak tadi tidak ada sesuatu yang aneh dengan intensitas cahaya yang memenuhi ruangan. Ketika aktif kembali, Photonic Velocity tidak terpengaruh.
Sekejap, aku sudah berjarak kurang dari 2 meter darinya. Kuulurkan tanganku untuk meraihnya, namun tanganku seakan membentur sesuatu…
“Hostile existence detected near the core. Executing defensive code. Energy Barrier.”
Energy Barrier?! Mesin ini juga meniru program pada E.L.O.H.I.M. Project?!
“Commencing security code. Black Hole.”
Dan sekarang, Black Hole?!
Meski berukuran kecil, namun piringan hitam ---lebih tepatnya piringan penyerap cahaya--- tersebut menyedot tubuhku dengan kuat, menghilangkan keseimbangan pijakanku, lalu menghilang begitu saja setelah tubuhku kembali melayang di udara. Kali ini lebih jauh.
Lagi-lagi aku menyadari ada yang aneh. Program Black Hole tadi hanya berpengaruh pada tubuhku, namun tidak pada benda-benda lain yang ada di ruangan ini. Mungkinkah…seluruh ruangan ini dilindungi Energy Barrier?
Dengan sekali mengucapkan “Gravitational Wave”, magnitudo gravitasi kembali ditingkatkan, membuka beberapa luka di tubuhku lebih lebar lagi, dan menjatuhkanku hingga jatuh telungkup. Jejak darah dapat kulihat mulai dari dekat tempat Resha duduk, hingga ke tubuhku. Oh Tuhan…jangan biarkan aku mati kehabisan darah lebih dulu…
Selagi tubuhku tidak dapat bergerak, muncul sesuatu di sekitar Resha, beberapa layar holografik yang cukup besar. Setidaknya aku masih bisa melihat apa yang ditayangkan dari jarak belasan meter. Itu…kapal? Bentuknya aneh sekali? Atau jangan-jangan itu Dragonship milik Qing?! Sulit kudeskripsikan karena kondisiku yang terluka parah, membuat otakku tidak bisa fokus.
Apa yang akan Resha lakukan…?!
“Transferring dimensional offensive program. Stellar Blast.”
Jadi begitu caranya!! Mesin itulah yang menerima data visual dari beberapa front, lalu menggunakan tubuh Resha untuk mengekstraksi Dark Matter dengan cepat dan mengirimkan serangan ke tempat-tempat tersebut. Brengsek!! Beraninya memanfaatkan Resha hingga sejauh itu!!
Sial, headset ku juga sudah hilang entah ke mana. Aku tidak mungkin memberitahu kaisar Yu kalau akan ada serangan di Eirene!!
Bola hitam yang sama nampak di layar holografik, hanya saja ukurannya lebih besar. Dalam beberapa detik, benda itu meledak dan menyapu beberapa kapal armada Qing. Mungkin aku akan benar-benar mati jika dihantam ledakan sebesar---
Tunggu.
Kenapa sejak tadi di ruangan ini hanya ada ledakan kecil yang terbentuk? Aku yakin, mesin itu dapat membentuk ledakan sebesar-besarnya, lalu membunuhku dengan cepat. Kenapa harus takut hancur? Bukankah dia juga bisa mengaktifkan Energy Barrier untuk melindungi diri dari ledakan? Ataukah…
…Resha yang menekan kekuatan ledakannya?
Itu dia!! Tidak ada penjelasan lain yang lebih masuk akal!! Jika Resha dibutuhkan HANYA untuk mempercepat ekstraksi Dark Matter atau kapasitas loading mesin, tidak mungkin SELURUH tubuhnya dibutuhkan, apalagi nyawanya dikatakan dapat hilang jika mesin mati mendadak. Dengan kata lain, aliran listrik pada neuron-neuron otaknya juga diperlukan untuk membuat menara ini stabil. Ya, dia berfungsi sebagai catalyst sekaligus limiter.
Itu artinya, Resha sendirilah yang menekan magnitudo ledakan tadi, karena…mengetahui kalau targetnya adalah diriku!! Ya, Resha masih mengenaliku!!
Semangat kembali membara di dalam dadaku begitu menyadari hal tersebut. Rasa sakit yang amat sangat ini kuabaikan begitu saja, sambil memohon kekuatan padaNya agar tubuhku tidak hancur lebur.
Tunggulah, Resha. Aku akan membawamu keluar. Pasti!!
“Photonic Velocity.”
Hanya sepersekian detik waktu yang dibutuhkan untuk bergerak hingga tepat berada di depan Resha. Dan benar saja, Energy Barrier langsung aktif di sekitarnya, mencegah tanganku maju lebih jauh. Ingin rasanya kuhantam dengan Atomic Vibration ---meski 90% tidak efektif untuk Energy Barrier---, namun Gravitational Wave kembali menarik tubuhku. Aliran darah mengalir cukup banyak karena efek gravitasi yang meningkat.
Tidak, aku tidak boleh jatuh. Rasa sakit ini bukanlah apa-apa. Maka kuambil posisi setengah berlutut dengan bertumpu pada lutut kiri dan menahannya sekuat tenaga, agar tidak sampai jatuh telungkup.
“Resha!! Hei, bangunlaaaaahhh!!”
Not responding. Yang terjadi malah sebuah black hole. Walhasil, tubuhku kembali ditarik, lalu lubang hitam itupun menghilang setelah berhasil menarikku sejauh beberapa meter. Dan seperti yang sudah kuduga, bola Stellar Blast kembali muncul. Tetapi…
Hei? Gravitational Wave nya menghilang?
Tak ayal, kumanfaatkan kesempatan yang hanya sepersekian detik itu untuk mengaktifkan Energy Barrier. Syukurlah, tubuhku tidak terkena ledakan karenanya. Aku jadi makin yakin, Resha lah yang mematikan Gravitational Wave untuk memberiku waktu untuk melindungi diri. Lagi-lagi kunyalakan Photonic Velocity, kali ini bergerak hingga aku bisa meraih tangannya. Bagus, kalkulasi mesin itu kalah cepat dengan gerakanku.
Kugenggam kedua tangannya erat-erat. Dengan begini, mesin itu tidak mungkin mengaktifkan Energy Barrier nya sendiri di sekitar Resha. Yah, meski kembali tubuhku ditarik oleh gravitasi yang diperkuat. Gravitational Wave. Darahpun mengalir ke tangan dan pakaiannya, yang hanya berupa sesuatu seperti daster polos.
“Resha?! Dengar tidaaaaakkk??!!!”
Brengsek, tubuhku terasa makin beraaaattt!!
“Resha!! Kumohon sadarlah!!! Ini aku, Daleth!! SATU-SATUNYA PRIA DI MUKA BUMI YANG MENCINTAIMU APA ADANYA…!!!!”
Tatapannya masih kosong, ekspresinya juga tetap datar. Namun…air mata mengalir dari kedua mata birunya yang indah itu. Akhirnya…suaraku dapat mencapai dirinya.
Belum, ini belum selesai. Kukerahkan sisa-sisa tenagaku, berusaha memeluknya. Memang sulit di bawah kondisi gravitasi yang mungkin sekitar 3 atau 4 kali gravitasi Bumi, tapi…tidak. Aku tidak boleh menyerah. Kekuatan yang ada dalam diriku jauh melebihi gravitasi ini. Ya, kekuatan terbesar di alam semesta, yaitu…
…kekuatan cinta.
Untunglah tarikannya melemah ketika kedua tanganku terus mendekatinya. Terus…sedikit lagi, Daleth. Sedikit lagi!!! Hanya tinggal beberapa milimeter, dan…
Kupeluk dirinya erat-erat.
Hanya seminggu lebih aku tidak bertemu dengannya, namun rasanya seperti sudah puluhan tahun berlalu. Baiklah…kuharap yang kulakukan selanjutnya dapat mengembalikan kesadarannya secara penuh.
“Please wake up, my sleeping beauty…”
Bibirnya yang kecil itupun bersentuhan denganku. Perlahan…sebuah ciuman yang dalam, seperti yang kulakukan saat menyatakan perasaanku padanya. Nafas hangatnya begitu terasa, membuatku yakin kalau Resha akan kembali sepenuhnya kepadaku.
Resha…kumohon, kembalilah…
Ajaib, matanya terpejam. Dengan kata lain, apa yang kulakukan bisa dirasakannya, sehingga mampu direspon. Tidak hanya itu, aku juga merasa dia balas memelukku erat-erat. Setelah beberapa detik, wajahnya sedikit dijauhkan dariku, melepaskan sentuhan di antara bibir kami berdua. Apakah dia…
Sambil menahan tangis, perlahan Resha membuka mulutnya.
“K-Kenapa…lama sekali…”
Gravitational Wave pun berhenti. Oh Tuhan, terima kasih---
Karena rasa nyeri di seluruh tubuh yang sudah tak tertahankan lagi, akupun jatuh di pangkuannya. Aku belum mati, hanya terlalu lelah.
Dia tidak merasa khawatir ataupun panik. Yang diucapkannya adalah…
“Maaf, Daleth…maafkan aku…”
Tetesan air matanya mulai membasahi pipiku. Bercampur dengan darah, lalu mengalir ke pakaiannya.
Sambil berusaha mengangkat kepala, aku menjawab, “Ahaha…t-tidak perlu minta maaf, Resha. Aku bisa mengerti.”
“Tapi…karena kekuatanku…kamu jadi berantakan seperti ini…”
Kugelengkan kepala dua kali, lalu berkata, “Bukan, Resha. Ini bukan salahmu. Mesin itulah yang mengacaukan semuanya.”
“Benar juga katamu…”
Tangan kanannya meraih kabel yang tersambung ke tengkuknya.
“Ini semua…”
Lalu terdengar bunyi *klik*
“Gara-gara mesin brengsek ini!!”
Kabel itupun dilepas, dan dilemparnya menjauh. Diapun beranjak dari tempat duduknya, membantuku untuk bangkit berdiri.
Kupikir semuanya akan selesai dengan kesadaran Resha yang kembali, dan dia melepaskan koneksi dalam kondisi sadar penuh. Tapi..
Muncul layar holografik di sebelah kiri kami berdua. Terpampang sebuah tulisan yang mengagetkan.
“EMERGENCY. CONNECTION TO THE CORE HAS BEEN TERMINATED. ENTERING EMERGENCY MODE. DIMENSIONAL CREATION.”
Menara ini terasa bergetar hebat sesaat, lalu…
…putih.
Ya, putih. Seluruh ruangan ini berubah menjadi warna putih polos, tanpa apapun. Tidak ada benda lainnya di sekitar. Hanya ada aku dan Resha.
“Daleth…ada apa ini…?”, tanya Resha kebingungan, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
“Mana kutahu? Tapi…dari pesan darurat yang terbaca tadi, bisa jadi kita…terperangkap.”
“EH?! Terperangkap?! Maksudnya?”
“Kita terperangkap dalam sistem dimensional yang sama sekali baru, dengan koordinat x, y, z, serta waktu yang terpisah sama sekali dengan dunia luar.”
“Tunggu. Maksudmu, kita berada dalam universe yang baru?!”
“Mungkin? Cobalah berjalan dan mengamati sekitar…biarkan aku duduk sejenak.”
“Oh, oke, oke.”, dia menahanku hingga aku dapat duduk di permukaan…lantai? Sepertinya bukan, tapi…ya sudahlah. Setidaknya aku bisa duduk.
Menurutku, ini adalah dimensi baru yang sengaja dibentuk oleh mesin itu agar Resha tidak dapat lolos sama sekali. Namun…aku juga ikut terperangkap. Bodoh juga mesin itu, dia pastilah sudah hancur sekarang, karena dimensi baru ini terbentuk dekat sekali dengannya, dengan batas dimensi yang mungkin memotong mesin itu. Yah, namanya juga buatan manusia.
Resha berjalan kesana kemari, sampai akhirnya…
“Hei, sepertinya ada tembok.”, tangannya bergerak-gerak.
“Tembok?”
“Uh-huh. Tapi…aneh. Sepertinya temboknya membesar secara perlahan.”
Sebentar…MEMBESAR?! GAWAT!!
“Apa kamu yakin kalau ‘tembok’ nya membesar?!”, suaraku meninggi.
“Daleth, ada apa sebenarnya? Kamu tahu sesuatu kan?”
“Tidak salah lagi, Resha. Mesin itu benar-benar membuat universe yang baru, dengan cara yang sama seperti yang terjadi tiga belas koma tujuh miliar tahun yang lalu.”
“Bagaimana bisa?!”
“Dark Matter. Diekstraksi hingga habis, dikonversi menjadi Dark Energy, lalu membuat universe yang baru ini meluas seperti universe yang kita miliki. ‘Tembok’ yang kamu rasakan tidak lain adalah batas antara kedua universe.”
“Tapi sepertinya lambat sekali…jika aku tidak merasakannya dengan teliti, mungkin aku tidak akan tahu.”, kembali dia meraba-raba ‘tembok’nya.
“Jika universe nya sama sekali baru, artinya dimensi waktunya juga baru. Tidak akan sama dengan di luar sana. Di sini lambat, bisa saja di luar sana terjadi sangat cepat.”
“Lalu…apa yang akan terjadi di luar sana?”
“Digantikan dengan universe baru ini.”
“Tunggu. Maksudmu…universe ini akan terus meluas, dan menutupi universe di luar sana sampai habis?”
“Begitulah. Jika tidak dihentikan, aku tidak akan tahu apa yang terjadi dengan manusia di luar sana.”
Matanya terbelalak, lalu berlari ke arahku. “Kamu…bercanda kan?”, tanyanya sambil duduk berhadapan denganku.
“Tidak, Resha. Aku tidak bercanda. Mau taruhan?”
Kuraih saku celanaku, lalu mengeluarkan kristal Dark Matter.
“Lihat? Sinar hitamnya sangat terang. Apa artinya? Ada kontinuitas ruang-waktu yang tidak beres di sini.", lalu kugeletakkan kristal itu di sebelah kananku.
“Jadi…apa yang bisa kita lakukan…? Lagi-lagi kita bertanggung jawab atas nyawa banyak manusia…”, ujarnya lesu.
Tunggu. Kurasa inilah saatnya…
“Mungkin kita bisa menggunakan code yang ditulis sendiri olehNya itu.”
“Memangnya kamu tahu code apa itu?”
“Tidak. Tapi selama ada hubungannya dengan Dark Matter, layak dicoba. Biar kuperiksa dulu fungsi codenya.”
Layar holografik kecil muncul dari atas sarung tangan sebelah kanan setelah kuusap sedikit lapisan di dekat pangkal jempol. Di situ, tercantum semua code yang terpasang di sarung tangan ini. Kuperhatikan satu persatu…tunggu. Apa ini? Divine Code? Kuperiksa keterangannya, dan…
Senyuman terbentuk di sudut-sudut bibirku.
“Bagaimana, Daleth? Ada yang bisa digunakan?”
“Ya, ada. Namun…kuharap kamu siap mendengar apa yang kukatakan ini.”, ujarku tenang.
“Biasanya jika wajahmu sok tenang begitu, akan ada sesuatu yang gawat…tapi ya sudahlah. Katakan saja.”
“Memang benar, manusia di luar sana akan tetap selamat. Tapi sebagai gantinya, kita terkurung di sini…”
Kutarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan.
“…selamanya.”
Resha nampak benar-benar terkejut. Matanya sudah berkaca-kaca, seperti ingin menangis.
Kuteruskan bicara, “Mungkin semua ini memang kesalahanku sejak awal. Masih ingat kata-kataNya saat di Hispaniola? Dia berkata kalau…semuanya diserahkan pada kita berdua. Sayangnya, aku tidak dapat menjagamu dengan baik. Jika hal itu dapat kulakukan, mungkin ini tidak perlu terjadi.”
Ekspresinya berubah sedikit lebih tenang, lalu berkata, “Tidak, Daleth. Ini juga salahku. Seandainya aku bisa mengendalikan pikiran dan perasaanku lebih baik…mungkin mesin itu tidak akan bisa mengontrolku secara penuh. Aku hanya bisa pasrah saat orang-orang itu mulai menghubungkan mesin pada sistem sarafku. Padahal Dia sendiri juga sudah bilang waktu itu…”
“Kamu tidak akan marah padaNya kan?”
“Tidak, tentu saja tidak. Anggap saja Dia sedang menghukum anak-anakNya yang kelewat bandel seperti kita ini.”, Resha tersenyum sambil menggaruk-garuk kepala.
“Yah…sepertinya kita salah mengambil keputusan sejak awal. Sebenarnya code ini dapat digunakan sebelum aku dapat memasuki menara, mempengaruhi Dark Matter yang ada di bawahnya. Tapi…karena emosiku yang kelewat membara…”
Diapun menggenggam lembut tangan kiriku. “Sudah, Daleth. Lihat sisi baiknya. Dia tidak melanggar janji kan?”
“Janji yang mana?”
“Menakdirkan kita untuk terus bersama. Yah, meski dalam universe dengan sistem dimensional yang sama sekali berbeda.”
Terpancar keyakinan penuh dari senyumannya itu. Melihat dirinya, segala ketakutanku hilang bagai uap. Benar apa yang dikatakan Resha. Apapun yang terjadi, Dia tidak akan melanggar janjiNya sendiri.
“Hmm…tapi…bagaimana ya. Aku terlalu banyak membuat janji dengan teman-teman kita di luar sana.”, kali ini giliranku menggaruk-garuk kepala.
“Eh? Apa saja yang kamu janjikan?”
“Minum vodka bersama orang tua itu, menraktir Valentina dan Huang makan-makan, mengunjungi sisa laboratorium E.L.O.H.I.M. Project dengan senpai dan Gregor---“
“Hei, kalian sudah baikan?”
“Mungkin? Tapi sepertinya sudah. Aku sudah minta maaf padanya.”
“Oke, simpan ceritamu nanti. Setelah ini…kita akan punya banyak waktu untuk bersama.”
“Hahaha…benar juga ya. Tapi Freya…aku berjanji akan mengajaknya jalan-jalan…argh.”
“Tenang, Daleth. Saat ini mungkin dia belum mengerti. Namun suatu hari nanti, aku yakin Freya akan memaafkanmu. Tidak mungkin satu janji kecil saja membuatnya benci setengah mati padamu. Paling-paling hanya sedikit kesal.”
“Huh…baiklah kalau itu menurutmu. Ya Tuhan, ampuni aku juga untuk masalah ini. Aku janji, lain kali aku tidak akan berjanji terlalu banyak---“
Resha tertawa kecil. “Ahaha…doamu aneh.”
Mendadak kami berdua terdiam, lalu saling berpandangan. Kutatap dalam-dalam matanya, kutarik nafas perlahan, dan kugenggam lembut kedua tangannya.
“Resha, kamu siap?”
Mengangguk satu kali dengan tegas, dengan senyum penuh keyakinan. Hanya itu jawaban darinya.
Kuambil kristal Dark Matter, lalu kuaktifkan code ilahi tersebut.
“Divine Code.”
Kristal hitam itupun perlahan menghilang. Bukan menghilang seluruhnya, namun mengisi universe yang baru ini dengan Dark Energy yang tidak terlihat, sedikit melebihi total energi yang diperbolehkan. Dan dalam beberapa waktu ke depan…sarung tanganku akan menahan laju ekspansi Dark Energy, sekaligus mengunci universe ini untuk mengembang lebih jauh.
“Sebentar lagi, Resha. Dan semuanya akan selesai.”
“Kalau begitu…bagaimana jika menciumku lagi? Sepertinya yang tadi kurang memuaskan. Setengahnya tidak dapat kurasakan karena kesadaranku belum kembali total.”
“Kamu ini…di saat seperti ini masih saja memikirkan hal itu. Tapi baiklah. Toh kamu ini yang meminta.”
Perlahan, dahi kami berdua bersentuhan. Hati kami seakan bergetar bersama, seirama. Bisa saja kami berdua berubah egois dan memilih untuk membiarkan universe yang lama musnah. Tapi…tidak. Cinta memang kuat, dan begitu indah jika dinikmati bersama orang yang kamu pilih. Namun, itu bukan berarti harus mengorbankan orang banyak hanya demi keegoisan berdua. ‘Dunia seakan milik berdua’? Omong kosong.
Dengan cinta kami bersatu, dengan cinta kami berjalan bersama, dan dengan cinta pula kami menyelamatkan dunia. Itulah yang dinamakan kekuatan cinta, cinta yang transenden dan abadi.
“I love you, Resha…”
“I love you too, Daleth…”
Bunyi *bip* yang pendek terdengar dari sarung tanganku. Ekspansi Dark Energy selesai. Dalam sekejap, universe ini akan berhenti mengembang, membekukan kami berdua untuk selamanya tanpa ada kontinuitas ruang dan waktu. Hanya satu hal yang dapat kurasakan sebelum semuanya berakhir.
Hembusan nafasnya, nafas hidup seseorang berhati malaikat yang bernama Resha Gimmelia.
Share This Thread