==================================================
Chapter 10: Twin Unity ~ Four Cardinals, Five Elements (Part 1)
==================================================
“Photon Blaster. Gamma Ray shift, charge up!!”
Tiga, dua, satu. BUMMMM!!
“Defensive Maneuver, Xuan Wu!!”, lelaki berjas, berdasi, dan bercelana panjang hitam serta berkemeja putih itu memunculkan sesuatu seperti magic circle di depan tangan kanannya, dengan simbol kura-kura berwarna hitam di tengahnya. Aku juga merasakan ada hawa dingin dari magic circle tersebut.
Hah?! Tidak tertembus??!!
“Hmmph, sinar gamma rupanya. Titik konsentrasi sinar gammanya memang tidak mungkin terlihat, tapi emisi radiasinya membuatnya jadi jelas. Sekarang giliranku!! Solid Offensive, Bai Hu!!”
Orang itu melompat ke arahku, dengan magic circle putih yang memiliki simbol harimau muncul di bawah kakinya. Tidak hanya itu, di sekelilingnya terdapat pedang-pedang dalam jumlah yang besar, semua ujungnya mengarah ke sini.
“Energy Barrier. Set up!!”
“Terlalu lambat!! Plasma Offensive, Zhu Que!!”
Pedang-pedang berada di depanku, sementara orang itu sudah berada di belakangku dengan ratusan bola api di sekelilingnya. Sekarang di bawah kakinya ada magic circle berwarna kemerahan dengan simbol burung di tengahnya.
“Movement Restriction, Qing Long!!”, magic circlenya berubah lagi, kali ini berwarna biru langit dengan simbol naga di tengahnya.
Argh!! Bagaimana bisa tiba-tiba ada sulur tanaman yang merambat dari tanah dan melilit tanganku seperti ini?! Kalau begini Energy Barrier nya tidak terkontrol dengan sempurna!!
“Checkmate, orang asing.”
Benar saja. Sebagian besar hujan pedang dan api itu memang tertahan, namun…ada satu pedang yang berhasil menembus bahu kiriku.
“ARGH!!!! Sial…!!”, aku berusaha menahan sakit.
“Daleth!!”
“Resha, mundurlah!! T-T-Terlalu…ber…baha…ya…”
Otakku kehilangan fungsi pengendalian kesadaran dalam sekejap. Sebelum aku tidak sadar total, aku sempat mendengar Resha berteriak panik dalam bahasa Huaxia yang digunakan di Kekaisaran Qing ini. Ada juga suara sirene polisi. Namun…aku tidak tahu apa lagi yang terjadi setelah itu…
……
……
Aku merasa ada yang menghangatkan seluruh tubuhku, membuatku kembali tersadar. Perlahan aku membuka kelopak mataku, dan yang bisa kulihat hanyalah warna putih…makin jelas…ah, ternyata langit-langit ruangan. Eh? Di mana aku sekarang?!
Di tengah keterkejutanku, secara refleks aku berusaha mengambil posisi duduk dengan cepat. Argh…bahu kiriku masih terasa sakit. Yang terakhir kali kuingat adalah aku sempat bertarung dengan seseorang, entah siapa, walau akhirnya aku kalah. Hmm…ternyata aku berada di atas ranjang. Dari bentuknya sepertinya ranjang rumah sakit. Hah? Rumah sakit?
“Ng…halo, orang asing.”, ada suara dari sebelah kananku. Itu…seorang perempuan dengan baju khas pasien rumah sakit dengan warna biru muda, terbaring di ranjang yang ada di sebelah kananku, bersebelahan dengan jendela.
Aku tidak bisa menebak tinggi badannya karena dia terduduk di atas ranjang. Jika dilihat dari bentuk wajahnya, sepertinya dia berumur antara 20-22 tahun. Rambutnya hitam, cukup panjang, hampir sepinggang. Tatapan matanya memberi kesan hangat, lebih lembut dari yang dimiliki Iwanaga-senpai. Kemampuannya berbahasa Anglia juga cukup baik, terdengar dari kejelasan ucapannya tadi. Baguslah, aku memang tidak begitu lancar dalam bicara bahasa Huaxia.
“Kamu terlihat bingung…ada apa?”
“T-Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya kaget saja bisa tiba-tiba berada di sini.”
“Kudengar dari suster, kamu menderita luka sangat parah saat tiba di rumah sakit ini. Kamu juga tidak sadarkan diri…selama lima hari.”
“Hah?! Lima hari?!”
“Iya, benar. Untung saja ada adikmu itu cepat membawamu ke sini, dengan bantuan polisi setempat.”
“Huh? Adik? Aku tidak membawa adikku…ah, maksudmu perempuan bertubuh kecil dengan rambut pirang dan mata biru itu? Itu sih bukan adikku.”
“Eh? Benarkah? Aku sempat mengira dia adikmu lho. Dia terlihat sangat panik saat kamu pertama kali dipindahkan ke kamar ini.”
“Dia panik? Kenapa?”
“Kamu nyaris mati karena kehilangan darah, orang asing. Aku tidak tahu bagaimana cara dia mendapatkan darah untukmu, tapi dia bisa mendapatkannya cukup cepat, sebelum kondisimu menurun lebih jauh.”
“Eh? Nyaris mati…? Tunggu, tunggu. Bisa kamu ceritakan lebih lengkap?”
“Bagaimana kalau kuceritakan di luar? Cuacanya bagus hari ini. Tolong ambilkan kursi rodaku di sana.”
Di salah satu sudut ruangan, tepatnya di sudut kanan depanku, ada sebuah kursi roda. Selagi aku mengambil kursi roda, dia meraih dua buah ikat rambut di meja sebelah kiri kasur, lalu mengikatkannya di rambutnya…wow, twintail. Dia jadi terlihat berbeda, mirip dengan personifikasi salah satu software voice synthesizer buatan Seihou.
“Tapi bahumu…”
“Sudah, tidak apa-apa. Tadi hanya terasa sakit sedikit karena bangun terlalu cepat.”, kubantu dia duduk di kursi roda.
“Oke…sekarang bawa aku keluar.”
Mulai dari koridor di lantai 7 dimana kamarku berada, lift, hingga lobi, semua orang mulai dari suster, dokter, pengunjung, hingga petugas keamanan menatap kami berdua. Mereka menatapku karena aku orang asing atau…?
“Umm…namamu?”, tanyanya.
“Ah iya, maaf belum memperkenalkan diri. Namaku Daleth Reshunuel, dari Liberion.”
“Oh…orang Liberion. Aku Huang Shangdi, panggil Huang saja.”
Begitu kami sampai di taman sebelah timur rumah sakit, kami duduk di sebuah bangku taman, lalu Huang mulai bercerita dengan detail mengenai apa saja yang terjadi. Khususnya…yang diperbuat Resha terhadapku.
Aku benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Resha. Dengan bantuan polisi setempat, dia membawaku ke rumah sakit ini, padahal hari sudah tengah malam. Begitu aku dibawa ke ruang ICU dan diperiksa sebentar, dokter mengatakan kalau lukaku sangat parah dan aku kehilangan darah dalam jumlah banyak. Golongan darahku, B, tinggal sedikit persediaannya waktu itu, dan ada juga beberapa pasien yang membutuhkannya. Namun…entah bagaimana, Resha bisa mendapatkannya, dan membuat masa kritisku berlalu.
Yang membuatku sedikit tersentuh adalah…setelahnya. Huang berkata kalau Resha terlihat sangat depresi, seakan ketakutan kalau aku akan pergi untuk selamanya. Di hari pertama, sepanjang pagi dan siang dia hanya duduk di sebelah ranjangku, memegang tanganku sambil menangis. Huang pun mengajak Resha bicara, dan berhasil menguatkan dirinya. Resha kembali mendapatkan semangatnya, dan berjanji pada dirinya sendiri akan berusaha melunasi semua yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisiku.
“Dia…merasa depresi?”
“Kudengar kalian sudah bersama selama beberapa bulan. Kenapa harus heran?”
“Aku hanya benar-benar tidak menyangka. Selama ini kelakuannya…berbeda. Kekanak-kanakan. Bagaimana bisa dia…”
“Apa mungkin…dia begitu sayang padamu? Kudengar dia juga sudah tidak punya siapa-siapa lagi.”
Aku tidak tahu apakah aku salah menangkap omongannya atau bagaimana, tapi aku sempat merasa tersipu selama beberapa saat.
“O-Oke. Dengan kata lain, sekarang Resha sedang bekerja?”
“Ya, tidak jauh dari sini, di sebuah restoran. Yah…walaupun mustahil melunasi seluruh biaya perawatanmu dalam waktu cepat jika hanya bekerja di tempat itu. Tapi aku suka semangatnya.”
“Ah, begitu rupanya. Kamu sendiri…bagaimana bisa sampai dirawat di sini?”
“Aku? Kalau harus menceritakan semua, akan panjang sekali. Yang jelas aku tidak akan sembuh kalau kekuatan ini masih ada…”
“Eh? Kekuatan?”
“A-A-Ah, m-maaf. Lupakan saja yang tadi.”, wajahnya berubah malu. “Ah iya, memangnya apa yang membuatmu bisa terluka parah seperti itu? Lumayan besar lho lukamu itu…”
“Ada orang gila yang mendadak mengajakku bertarung, lalu…begini hasilnya.”
“Eh? Orang…gila?”
“Maniak, freak, mungkin sudah sakit jiwa. Dia menyerangku begitu saja dengan satu alasan, karena aku orang asing, bukan orang Qing.”
Wajah Huang berubah panik. Eh…kenapa ya?
“Hei, ada apa?”
“Orang yang menyerangmu itu…bisa mengeluarkan sesuatu semacam magic circle?”
“Ya, benar…”
“Warna dan simbol di tengah magic circlenya dapat berubah-ubah. Benar begitu?”
“Tepat sekali!! Seratus untukmu!! Kamu kenal orang itu?”
“Argh…itu pasti Feng…”
“Feng?”
“Saudara kembarku, Feng Shangdi.”
HAH?! Orang yang waktu itu menyerangku…saudara kembar orang ini?! Kenapa berbeda sekali? Yang satu punya aura membunuh yang luar biasa, sementara satunya lagi terlihat begitu lembut. Bah, dunia ini ternyata punya banyak keanehan.
“Aku tahu pasti berat bagimu untuk memaafkannya, tapi…dia memang dilatih seperti itu sejak kecil.”
“Dilatih?”
“Sekitar dua puluh lima tahun yang lalu, ayahku berhasil mengambil alih pemerintahan negara ini, menyatukannya kembali setelah perang saudara selama empat tahun. Namun…lima tahun setelah ayahku menjadi kaisar, negara ini mulai terancam perpecahan. Ada beberapa wilayah yang mulai melepaskan diri, karena petinggi militer setempat memiliki persenjataan yang kuat.”
“Dan saudara kembarmu itu dididik untuk menjadi seorang pembunuh demi mempersatukan negara ini?”
“Kira-kira begitu. Namun dia tidak pernah membunuh sembarangan, hanya yang dirasa mengancam negara saja.”
Jadi aku dinilai mengancam negara ini, Kekaisaran Qing? Bah…ada yang salah dengan otak orang itu.
“Tapi aku tidak melakukan apapun!! Bahkan aku baru sampai di negara ini dua hari sebelumnya...”
“Feng benci orang asing, karena merekalah yang memberi suplai persenjataan ke wilayah-wilayah yang memberontak itu. Jadi…maklum saja kalau dia benci padamu.”
Ini benar-benar gila. Sepertinya aku harus keluar dari negara ini secepatnya. Tunggu. Berarti Huang…
“Kamu anak kaisar Qing?!”
“Lho, kamu baru menyadarinya sekarang?”
Ternyata otakku masih dalam kondisi setengah transien gara-gara cedera ini, sehingga aku baru menyadari hal itu belakangan. Pantas saja sejak tadi orang-orang terus menatapku. Pasti mereka heran bagaimana seorang anak kaisar, yang saudaranya sangat membenci orang asing, bisa dekat denganku.
“Err…saudaramu itu…sering ke sini juga?”
“Kadang-kadang.”
Gawat. Kalau dia tahu aku sekamar dengan saudara kembarnya, bisa-bisa…astaga. Ditambah lagi mereka anak kaisar!! Salah sedikit saja bisa hilang kepalaku.
“Wajahmu pucat…ada apa?”
“Ng…tidak apa-apa, Huang. Hanya saja…”
“Kamu ketakutan?”
“S-Sedikit…”
“Tenang saja, kalau kuperintahkan dia untuk tidak melukaimu, dia pasti menurut. Hmm…sebaiknya kita kembali ke dalam, mataharinya mulai terik.”
Kubawa Huang kembali ke kamar dengan kursi rodanya. Lagi-lagi orang-orang di rumah sakit ini menatapku sepanjang perjalanan ke lantai 7.
Aku mengenal Huang makin dalam di hari itu. Bagaimana kehidupannya waktu kecil, hubungannya dengan Feng, hingga mengenai kekuatan yang dimilikinya.
Bisa dikatakan kalau Huang adalah anak yang ‘tidak diinginkan’ oleh kaisar Qing, Yu Shangdi. Sewaktu istri kaisar hamil, diagnosis dokter mengatakan bahwa yang ada di kandungan istri kaisar hanya satu bayi, namun begitu lahir…ternyata ada dua anak, satu laki-laki, satu perempuan. Merekapun dinamai Feng dan Huang, sesuai nama raja para burung di mitologi Qing, Fenghuang.
Kejadian sewaktu istri kaisar hamil itulah yang membuat kaisar Qing tidak suka dengan Huang. Menurut ahli-ahli ramal kekaisaran Qing, Huang adalah anak pembawa sial, bertanggung jawab atas lepasnya beberapa wilayah yang dikuasai petinggi-petinggi militer. Karena itulah…sewaktu kecil, Huang tidak disukai oleh ayahnya sendiri. Walau begitu, banyak pegawai istana menyukai Huang karena perilakunya yang sopan dan lembut. Feng sendiri, sebagai saudara kembarnya yang merupakan putra mahkota, sama sekali tidak membenci Huang, bahkan kadang dia membelanya di hadapan ayah mereka.
Namun…kurang lebih 7 tahun yang lalu, Huang dipindahkan ke rumah sakit ini, tepat ketika Feng menyadari kalau ada suatu kekuatan di dalam dirinya, dan juga diri Huang.
“Apakah kamu tahu mengenai Si Xiang?”, tanyanya saat kami sudah berada di kamar kembali.
“Sepertinya aku pernah dengar…maksudmu keempat hewan mitologi yang posisinya bersesuaian dengan mata angin?”
“Nah, itu maksudku. Feng memiliki kekuatan dari keempat hewan penjaga tersebut. Black Tortoise of the North, Xuan Wu, dengan elemen air. White Tiger of the West, Bai Hu, dengan elemen logam. Vermillion Bird of the South, Zhu Que, dengan elemen api. Dan terakhir, Azure Dragon of the East, Qing Long, dengan elemen kayu.”
“Lalu…apa hubungannya dengan kepindahan dirimu ke rumah sakit ini?”
“Sejak dia menemukan kekuatan itu, aku jadi sakit-sakitan. Setelah ditelusuri, itu karena…aku memiliki kekuatan dari hewan penjaga kelima, Yellow Dragon of the Center, Huang Long, dengan elemen tanah.”
“Sebentar, sebentar. Aku tidak begitu paham perkara mistis seperti ini. Saudara kembarmu menemukan kekuatan, lalu kamu juga?”
“Hmm…bisa dibilang teraktivasi secara otomatis, Daleth. Keempat penjuru mata angin selalu berpusat pada satu titik. Seperti halnya kekuatan yang dimiliki Feng, berpusat pada diriku.”
“Ah…aku mengerti. Jadi, kekuatannya membebani tubuhmu, sehingga kamu berubah sakit-sakitan?”
“Benar sekali. Dalam sistem lima elemen yang dikenal dengan Wu Xing, elemen tanah, yang merupakan elemen yang dimiliki hewan mitologi Huang Long, memiliki sifat netral, menciptakan keseimbangan energi antara Yin dan Yang. Jika aku tidak ada, mungkin Feng sudah mati sewaktu menggunakan kekuatannya.”
“Tunggu. Kalau begitu, setiap Feng menggunakan kekuatannya…”
“Ya, semuanya akan dibebankan pada diriku, membuatku merasa terus kesakitan…”
“Lalu kenapa dia masih juga menggunakannya?! Itu sama saja dengan menyiksa dirimu!!”
“Itu karena aku yang memintanya, Daleth. Aku tahu, aku tidak mungkin berkontribusi banyak terhadap negara ini karena banyak sekali larangan yang dibebankan oleh ayah kepadaku. Karena itu…aku memohon pada Feng untuk…”
“Tidak masuk akal…!! Kenapa dia begitu tega…”
“Tenang saja. Jika jarak antara Feng dan diriku cukup jauh, aku tidak akan merasa terlalu tersiksa.”
“Tapi waktu itu…dia menghabisi diriku di kota ini!! Dia sudah tahu akan hal itu, dan dia masih melakukannya?!”
Huang hanya tertunduk dengan wajah murung, tidak menjawabku. Kurasa waktu itu dia benar-benar merasa kesakitan, tepat saat Feng bertarung denganku. Aku…jadi ikut merasa bersalah.
Jarum jam terus berjalan, hingga matahari kembali terbenam di barat. Tak lama, Resha kembali. Ng…aku sedikit kangen dengannya…
“Daleth…? Kamu sudah sadar?!”, Resha langsung berlari ke ranjangku, spontan memeluk diriku. Duh, aku jadi salah tingkah begini…
Sekarang aku merasa bajuku agak basah. Resha…menangis?
“H-Hei, tidak usah menangis begitu…”
“Bagaimana aku tidak menangis…?! Kamu sudah membuatku panik setengah mati!! Tolonglah…jangan membuatku khawatir lagi seperti ini…”
Beberapa puluh detik Resha meluapkan perasaannya di pelukanku. Melihatnya menangis, tidak ada sepatah katapun yang bisa keluar dari mulutku. Aku hanya bisa memeluk tubuhnya yang kecil itu. Ini pertama kalinya aku melihat air mata Resha mengalir begitu deras.
“Resha, sekarang Daleth sudah sadarkan diri. Kamu tidak perlu lagi merasa panik.”, sahut Huang.
“I-Iya…kamu benar.”, perlahan dia menghapus air matanya. “Ng…kalian berdua sudah saling kenal?”
“Begitulah. Tadi kami sempat mengobrol sebentar.”, jawabku. “Ah iya, barang-barangku ada di mana?”
“Di bawah ranjangmu.”, Resha mengambilkan satu buah tasku dari bawah. “Semuanya lengkap, khususnya laptop dan sarung tanganmu.”
Ah, syukurlah. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi kalau kedua barang itu tidak ada. Baiklah, aku akan cek e-mail sebentar.
Hei, ada e-mail lagi dari kepala penjara!! Dikirim 9 hari yang lalu, saat aku masih di Seihou. E-mail ini memberitahuku agar tidak lari ke Kekaisaran Qing karena kondisi politiknya yang tidak stabil, dan sangat berbahaya bagi orang asing. Bah…terlambat. Aku sudah ada di sini, hei kepala penjara…!! Kenapa tidak kirim e-mail ini 2 atau 3 hari sebelumnya?! Huh…
Selagi aku membuka laptopku, pintu kamar ini dibuka dari luar, dan…AH!! Itu dia si brengsek yang menghajarku waktu itu!!
“Oi orang asing!! Kenapa kamu bisa ada di sini?!”, teriak orang itu, Feng Shangdi.
“Hah?! Ini semua salahmu sampai aku bisa berada di rumah sakit ini!!”, aku balas meneriakinya.
“Jadi yang kemarin belum cukup, hah?! Masih ingin kuhajar lagi?!”
“STOP!! Heh, orang gila!! Sekali lagi kamu berani menyentuh Daleth, akan kupatahkan lehermu!!”, Resha mendadak ikut berteriak.
“Anak kecil tidak usah banyak bicara!! Aku masih ada urusan dengan orang asing itu!!”
“Sekali lagi…”, Resha meninju perutnya dengan tangan kanan.
“Kukatakan…”, sekarang dia dihajar dengan siku kiri.
“Jangan…”, sebuah uppercut kanan dilancarkan.
“Ganggu...”, wow, dia dibanting.
“Daleth!!!”, knock out!!
“MENGERTI?!”, Resha menginjak punggungnya saat dia sudah terkapar di lantai.
Entah kenapa, secara spontan aku dan Huang malah bertepuk tangan. Sejak dari Maple Country aku memang sudah curiga kalau Resha sebenarnya punya fisik yang cukup kuat.
“Wow, Resha!! Kamu bisa bela diri?”, tanya Huang.
“Aku terbiasa hidup sendiri, jadi mau tidak mau aku harus belajar sedikit ilmu untuk mempertahankan diri…hahaha!!”
“H-Huang…kenapa k-k-kamu malah m-membelanya…”, tanya Feng dengan terbata-bata. Kesakitan, barangkali? Hehehe.
“Feng, mulai sekarang, aku minta jangan ganggu mereka berdua. Apa kamu mengerti?”
“B-Baiklah Huang…dan singkirkan kakimu itu, anak kecil…”
Ternyata Feng benar-benar penurut. Cukup sekali saja Huang memintanya untuk meminta maaf padaku, dia langsung melakukannya. Yah…walaupun terlihat dari wajahnya kalau dia melakukannya setengah terpaksa. Tapi ya sudahlah, sepertinya sudah ada jaminan dari Huang kalau aku dan Resha akan aman selama berada di sini.
Malam harinya, Feng memaksa agar diijinkan menginap di rumah sakit. Sepanjang sore hingga malam, ketegangan antara Resha dan Feng benar-benar melingkupi ruangan ini. Wajah mereka berdua seakan ingin membunuh satu sama lain.
Karena kelelahan, tanpa sadar aku tertidur. Beberapa lama kemudian, terdengar suara seperti jendela dibuka…dan suara Huang juga Resha…ada apa sih…?
Ketika aku membuka mata, mereka berdua…sudah tidak ada!! Jangan-jangan mereka diculik?! Bagaimana bisa? Ini kan lantai 7!! Atau pelakunya menculik mereka lewat jendela? Refleks aku langsung beranjak dari ranjang, melihat keluar jendela.
“Oi…ada apa ini…berisik sekali.”, kata Feng yang masih setengah sadar, di sofa ruangan ini, di seberang ranjangku.
“Gawat, Feng. Huang dan Resha tidak ada!!”
“Hah?! Ke mana mereka?!”
“Aku juga tidak tahu pastinya. Yang jelas tadi sempat ada ribut-ribut sebentar, lalu…mereka hilang begitu saja setelah aku membuka mata.”
“Sial!! Ini pasti akal bulus para pemberontak itu…!!”
“Kalau begitu kenapa Resha juga ikut diculik?! Apa hubungan dia dengan semua ini?!”
“Mana aku tahu?!”
Tiba-tiba terdengar suara telepon seluler Feng berbunyi. Dia menjawabnya, lalu bicara dalam bahasa Huaxia, yang tidak kumengerti. Wajahnya berubah kaget, dan dia berteriak memaki-maki orang yang meneleponnya itu.
“Hei, ada apa? Siapa yang menelepon?!”
“Argh…gila, ini gila!! Pemberontak sialan!! Dia mengajakku bertarung, dan jika aku menang, mereka berdua akan dilepaskan…”
“Kamu? Sendirian?! Jangan bercanda…aku ikut!! Nyawa Resha terancam kali ini!!”
“Hah?! Ini urusan negara!! Orang asing tidak boleh ikut campur!!”
“Heh, dengar kata-kataku!! Resha juga diculik, dan hanya aku satu-satunya orang yang berhak untuk melepaskannya, mengerti?!”
“Cih, keras kepala sekali. Terserah kamu saja lah!! Tapi jangan menyusahkanku, oke?!”
Kuambil satu barang yang sudah pasti bisa digunakan untuk menyelamatkan mereka, sarung tanganku. Di tengah kegelapan malam…aku dan Feng menaiki sebuah helikopter yang sudah disiapkan di atap rumah sakit, terbang menuju tempat yang disebutkan oleh penculiknya, sekitar 120 kilometer sebelah utara kota ini.
Argh…jika terjadi sesuatu yang buruk pada Resha, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri…
To Be Continued...
Share This Thread