Mengenai atheis atau tidak, saya terus terang tidak suka dengan mudah mengklaim seseorang itu atheis atau tidak.
Saya juga nggak mengatakan kalo orang yang mempelajari teori evolusi itu atheis. Bukankah mempelajarinya juga bagian dari suatu proses mencari kebenaran. Saya nggak atheis juga kok, saya percaya bener kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saya juga mempelajari teori evolusi Darwin, dan masih berusaha untuk menemukan suatu kebenaran. Saya juga menghargai usaha seseorang (ilmuan) untuk mengemukakan suatu hipotesis, argument, pernyataan-pernyataan yang saat itu dia anggap benar. Yah, kalau memang terbukti benar ya dia patut dihargai, dan kalau memang terbukti salah yah… ya tinggal tegapkan jiwa untuk mengakui kesalahan, dan bersedia menerima kebenaran yang ada. Toh semua pasti ada konsekuensinya masing-masing.
Setelah membaca beberapa post sebelumnya, saya ingin mengemukakan dua hal:
Pertama: AGAMA TIDAK HANYA RITUAL saja. Melainkan, mencakup seluruh aspek kehidupan. (Liat aja di Kitab Suci, kan isinya nggak cuman ritual aja, tapi ada juga sosial, ekonomi, astronomi, biologi, fisika, dan sebagainya). Jadi agama mestinya dipake dalam semua aktiviti/urusan kita sehari-hari, itu kalo kitanya tulus dengan agama se, kalo nggak tulus ya, entah juga. Yang penting kita jangan sampe agama itu sifatnya cuman atributif. Kedua:
Benar. Kebenaran yang dapat dibuktikan dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Bro, yang namanya kebenaran nggak akan saling berlawanan, malah saling mendukung kebenaran tersebut. Misalnya kebenaran mengenai mekanisme pencernaan dalam ilmu biologi didukung oleh ilmu tentang reaksi kimia pada ilmu kimia, dan reaksi kimia yang melibatkan interaksi ikatan molekul/atom, juga didukung oleh ilmu mekanika kuantum dalam fisika. Maka,
agama yang benar, dan
ilmu pengetahuan yang benar, akan saling mendukung. Kebenaran ilmu pengetahuan akan didukung oleh kebenaran agama, dan kebenaran agama akan dibuktikan oleh ilmu pengetahuan. Jadi keduanya tidak dapat dipisahkan begitu saja. Walaupun agama bisa dibilang keyakinan, tapi bukannya keyakinan yang tidak berdasar kan? Keyakinan yang tidak berdasar sama aja bo’ong.
Kitab suci itu bukan pengalaman keimanan seseorang, tapi berasal dari wahyu Tuhan yang pasti kebenarannya (Tuhan tidak mungkin salah), dan kitab suci yang bener itu asli terjaga hingga sekarang, jadi bisa dipake buat pegangan hidup.
Teori evolusi memang sangat kontroversial (emang dibuat gitu sejak awalnya). Saya juga berfikir, boleh jadi benar bahwa
evolusi itu ada, dan masih berlangsung hingga sekarang. Dan evolusi itu berlangsung sangat halus dalam waktu yang sangat lama. Indra manusia terbatas. Kemampuan saya juga sangat terbatas. Saya sempat baca juga bahwa dahulu manusia berukuran sangat besar dibandingkan manusia sekarang. Kemudian perlahan bertambah kecil hingga sekarang. (Mungkin kalo ini benar, manusia masa depan ukurannya sekecil apa yah?). Dan beberapa spesies hewan menunjukkan adanya suatu perbedaan dan perubahan karena faktor alam.
Tentang teori “evolusi Darwin”, emm… bantuin dong buat menganalisa! (Saya nggak mau asal dukung, asal bantah).
(Sebelumnya, aku mau bilang, indra kita kan terbatas neh. Jadi untuk memahami suatu realita kita nggak harus selalu dengan analisa secara empiristik, bisa juga pake rasionalitas. Misalnya, orang dipukul ngrasain sakit, itu realitasnya, kita nggak mungkin kan nunjukkin kayak apa sakit itu, berapa ukurannya, panjangnya, warnanya, tapi secara rasional kita tau bahwa sakit itu adalah realita).
Mungkin nggak ya, spesies baru terbentuk dari penggabunggan dan pemisahan DNA secara acak pada persilangan suatu spesies? Disekolah, saya baru aja mempelejari teori Mendel, nah pada persilangannya, nggak pernah ditemuin munculnya spesies baru. Brarti, walaupun pembentukkan kromosom dan DNA keterunun prosesnya melalui pemisahan atau penggabungan secara bebas, tapi masih dalam koridor batasan tertentu. Adanya penyimpangan atau ke-abnormalan malah menjadikan cacat, bahkan lethal. Gimana nih???
Nggak jauh dari itu, argument andalannya Darwin, tentang mata, bahwa mata itu terbentuk juga karena evolusi dari organisme yang nggak punya mata. Gimana proses biologis terbentuknya mata ini? Kan mata yang dipenjimen oleh Tuhan buat manusia ini rumit buanget ya, apa lagi mata pada elang, lebih canggih lagi. Nah, organisme apa yang dulu punya inisiatif buat ngebentuk organ mata ini? Lalu proses biologis terbentuknya kayak gimana???
Kemudian, evolusi karena faktor alam, atau seleksi alam. Evolusi berusaha memunculkan organ spesiasi baru yang menguntungkan dan dapat diturunkan. Nah, jadi organisme dalam satu ekosistem yang sama (dengan keadaan alam yang sama tentunya, krn satu tempat) seharusnya menuju suatu bentukkan evolusi yang paling sesuai dan menguntungkan di tempat itu. Tapi saya kok nemuin banyak jenis organisme pada satu tempat yah? Misalnya aja di padang rumput, kok ada gajah, zebra, harimau, kerbau, jerapah, ada rumput, pohon gede, dsb. Dan mereka tuh nyaman-nyaman aja dengan keadaan mereka masing-masing, buktinya mereka masih bisa berkembang dengan baik. Malah diantara mereka ada yang bersimbiosis komensalisme, parasitisme, bahkan mutualisme. Brarti keragaman itu jadi malah membentuk suatu keseimbangan. Kok nggak malah selalu saling menghancurkan satu-sama lain. Gimana dong???
Emm.. kalo manusia dulu badannya gede-gede, kuat-kuat, mampu bertahan hidup sangat lama pada keadaan alam yang keras. Tapi kalo memang manusia berevolusi, sekarang manusia kok jadi tambah kecil, usianya juga makin pendek dibandingkan manusia-manusia dulu. Ketahanan terhadap patogen ataupun penyakit juga lebih rendah bila dibandingkan dengan orang-orang dulu. Kok faktanya malah berkebalikan ya???
Lalu, satu lagi, jelasin dong (secara ilmiah, biar saya tambah percaya), dengan proses evolusi seperti apa akal budi dapat terbentuk dari suatu organisme moyang (asal) yang tidak berakal budi???
Buat yang berbaik hati bwt bantu saya nemuin kebenaran, saya ucapin banyak terima kasih.

Maaf kalo sekiranya saya tadi bicara agak banyak soal agama. Yah, saya meninjau dari segi keilmuannya/keilmiahannya. ^_^ d
Share This Thread