Perlahan kubuka gagang pintu berwarna keemasan, lalu melangkah masuk ke ruangannya berada. Benar dugaanku, gadis itu belum terlelap.
Kedua mata hijaunya yang bagaikan daun itu beralih ke arahku setelah sebelumnya memandang ke arah luar jendela di sebelah kanannya, ke arah langit bertabur bintang.
"Ah, kamu rupanya.", suaranya terdengar lega, mungkin terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba.
"Aku hanya ingin memeriksamu saja. Sudah baikan?", akupun melangkah ke kursi kayu di sebelah kiri tempat tidurnya.
"Sudah kok. Maaf sudah merepotkanmu...", wajahnya menunduk, terlihat menyesal.
"Oh, ayolah. Kamu bicara seakan aku tidak mengenalmu saja.", kulipat kedua tanganku di depan dada.
"Tidak...aku hanya merasa kamu terus-menerus berbuat sesuatu untukku, sementara aku tidak mampu membalasnya."
Bukannya aku tidak bisa mengerti perasaannya. Namun 8 bulan terakhir ini bersamanya, yang namanya 'direpotkan' sudah menjadi hal biasa bagiku. Kelakuannya yang ceroboh sudah seperti sarapan, makan siang, dan juga makan malamku. Mungkin ada bahasa negara seberang yang tepat untuk menggambarkannya. Airhead. Ya, airhead. Apalagi untuk gadis seumurnya, kelakuannya tergolong aneh dan kekanakan.
Tapi mau bagaimana lagi? Melihatnya yang demikian, aku benar-benar tidak tega. Lagipula kalau dirinya tidak ada, mungkin aku hanya akan menjadi seorang lelaki yang kosong dan membosankan, mengerjakan rutinitas tanpa berpikir mengenai...
"Sudah, jangan terus murung begitu.", kuletakkan tangan kananku di kepalanya, lalu mulai mengusapnya perlahan. "Jangan pernah berpikiran dirimu adalah pengganggu atau semacamnya."
"Tapi...kenapa?", pandangannya nampak sayu. "Semua orang bahkan mulai muak denganku yang seperti ini. Tapi...kenapa kamu..."
Mendadak aku bangkit berdiri, lalu duduk di atas ranjangnya. "Aku hanya tidak ingin kehilangan dirimu.", kupeluk tubuhnya dengan lembut, sambil membelai rambut coklat tuanya yang sedikit lebih panjang dari bahu.
Perlahan aku merasa bajuku basah. Ah, dia menangis. Kutatap matanya yang berkilauan karena air mata.
"Semuanya...karena aku mencintaimu."
Sambil mengusap matanya yang basah dengan lengan piyamanya, dia berkata, "Terima kasih...terima kasih banyak...aku juga..."
Entah apa yang merasukinya, namun tiba-tiba dia memeluk dan menarik tubuhku ke ranjang. Maksudku...err...posisiku di atas dirinya sekarang.
"Jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu setelah ini."
Dia mengangguk dua kali, lalu menjawab, "Tidak apa-apa. Selama kamu yang melakukannya..."
Kami berdua benar-benar merasakan kenikmatan malam itu, menjadi satu...
Share This Thread