“Be.. benarkah itu, Keadilan ?”, tanya Warna dengan penuh semangat.
“Benar. Aku juga pertama berjumpa dengannya di dunia lain. Itu sebabnya aku tak menyangka, bisa mendengar kabar mengenai Jester di dunia ini.”
‘Jester, saudari kembar Penyihir, juga berasal dari dunia yang sama dengan gadis itu ! Jadi mungkin saja, ada cara lain pergi ke dunia lain itu, selain meminta bantuan Penyihir !’
“Hanya saja, aku ingin menanyakan satu hal padamu, Warna. Apakah kamu benar-benar tahu, dimana keberadaan Jester sekarang ? Mengingat sifatnya, tak mungkin Jester berdiam diri di satu tempat.”
Warna-pun menghela nafas.
“Sejujurnya, aku hanya tahu ke arah mana dia pergi. Tapi tak ada salahnya mencoba kan ?”
Cukup lama keduanya berjalan, hingga akhirnya mereka sampai di pusat kota.
“Warna merah ini... !”, suara Keadilan sedikit tertahan.
Warna-pun mengangguk, “Ya, Anda benar; Ini adalah darah dari para penduduk kota, yang terbunuh akibat Jester !”, tapi kemudian Warna melanjutkan dengan sedih, “Tapi kurasa, aku tetap harus berterima kasih kepada Jester.”
“Eh ? A.. apa maksudmu ?”
“Walau enggan, tapi harus kuakui, Jester telah menyelamatkan nyawaku. Saat itu terjadi, para penduduk kota hampir saja membunuhku, karena menganggap aku telah terpengaruh Penyihir. Kalau saat itu Jester tidak muncul, kurasa saat ini aku sudah mati.”
Keadilan berkata perlahan, “Suatu ironi. Jelas kamu tak setuju dengan tindakan Jester, tapi di sisi lain, berkat hal itu, nyawamu selamat.”
“Begitulah.”, jawab Warna tanpa semangat.
Lalu sambil menunjuk sebuah arah, Warna berkata, “Tadi Jester pergi ke...”
Kata-kata Warna terputus, ketika melihat di arah yang ditunjuknya, telah berdiri Jester yang tersenyum penuh arti.
“Kita bertemu lagi, pemuda penuh warna. Dan kali ini, rupanya Anda bersama dengan seorang.. atau sesuatu yang kukenal ?”
Dengan dingin, Keadilan menjawab sindiriran Jester.
“Lama tak jumpa, Jester. Sepertinya, kemanapun kamu pergi, kamu hobi berbuat ulah ya ?”
“Maksudmu ini ?”, tanya Jester sambil membentangkan lengannya, merujuk pada warna merah darah di sekeliling mereka, “Nggak juga, aku hanya memberi warna pada dunia kelam ini, kok.”
“Dengan darah para penduduk.”, kata Keadilan, seakan hendak melanjutkan kalimat Jester.
Jester terdiam sejenak, menatap tajam ke arah Keadilan.
“Hey timbangan, kurasa kamu ingin menemuiku bukan untuk membicarakan masalah ini, kan ?”
“Kudengar dari Warna, kamu saudari kembar Sang penyihir. Apa itu benar ?”
Bola mata indah Jester menatap Keadilan dengan bingung.
“Kalau benar, memangnya kenapa ? Apa kamu kenal dengan kakakku ?”
“Tidak, tapi sebuah suara tanpa fisik pernah minta tolong padaku. Katanya, ‘Kondisiku saat ini, akibat aku telah jatuh cinta pada Sang penyihir.’ Sayang saat itu, aku tak dapat menolongnya.”
Dengan acuh, Jester menjawab, “Oh, begitu.”
“Dan tadi, baru saja aku mendengar sesuatu yang mengejutkan; Kondisi yang menimpa Gema, ternyata bukan ulah Penyihir, tapi akibat ulah saudari kembarnya, yaitu kamu, Jester !”
“Lalu kenapa ? Hukuman itu memang sudah sepantasnya, karena orang seperti dia berani jatuh cinta pada kakak !”
“Yang ingin kutanyakan, kalau memang kamu tidak suka, mengapa kamu tidak mencoba untuk melarang Gema mencintai kakakmu terlebih dahulu ?!”
Jester hanya tersenyum sinis. Dan tubuh Keadilan, kembali condong ke sisi kiri.
“Ya, sejak dulu kamu selalu begitu, Jester ! Jika ada hal yang tidak kamu suka, pasti kamu akan langsung mengubahnya, tanpa terlebih dahulu berusaha membicarakannya !”
Sambil mengangkat bahu, Jester-pun balik bertanya, “Bukankah seharusnya kamu paling tahu, mengapa aku jadi seperti ini, timbangan ? Karena memang begitulah dunia tempatku berasal.. tidak, dunia tempatku dibuang !”
Kali ini, Warna langsung menyela, “Dunia.. tempatmu dibuang ?”
“Benar. Si timbangan raksasa ini pasti tahu, aku bukan berasal dari dunia ini.”
“Bukan itu maksudku !”, Warna langsung memotong, “Apa maksudmu dengan ‘dibuang’ ?”
Senyum Jester berubah ketika mendengar pertanyaan Warna; Menjadi lebih mirip menyerigai.
“Seperti yang kukatakan, sejak kecil, aku sudah dibuang ke ‘dunia itu’ ! Dunia menyedihkan dan tanpa harapan itu !”
Share This Thread