8. Jester and The Witch
Warna, Jester, dan Keadilan akhirnya kembali berdiri di hadapan lorong itu. Sambil tersenyum sinis, Jester menatap Warna.
“Kali ini, kita pasti akan mengalami ‘hal itu’. Gimana ? Apa sudah siap berjumpa lagi dengan dirimu dari masa lalu ?”
Tanpa ragu, Warna mengangguk. Dan untuk kedua kalinya, mereka bersama-sama masuk ke dalam lorong gelap tersebut. Dan apa yang dikatakan Jester, benar-benar terjadi...
Di hadapan Warna, berdiri seorang anak laki-laki tanpa warna, dengan wajah memendam amarah. Melihat itu, Warna-pun berusaha berjalan melewati anak tersebut.
“Kamu ingin melupakan masa-masa itu, bukan ? Ya, masa-masa ketika kamu dianggap aneh, asing, bahkan bukan manusia.”, lalu anak laki-laki itu menengok, dan menatap tajam ke arah Warna, “Aku tahu, karena aku adalah dirimu !”
Warna menghentikan langkahnya, dan perlahan menengok ke arah anak laki-laki tanpa warna tersebut. Matanya terbelalak, ketika melihat sesuatu mengalir dari kening anak it, sementara batu-batu terus mengenai tubuhnya..
‘Ya, sangat menyedihkan. Bahkan darahku tidak berwarna, dan semua jadi takut melihatnya.’
Warna-pun hanya bisa menunduk.
Tiba-tiba... “Aah, ternyata masa kecilmu benar-benar menyedihkan ya ?”
Warna menengok dan terkejut, melihat Jester telah berdiri tak jauh darinya.
“Ke.. kenapa... ?”
“Karena aku sudah mengatasinya. Bagiku, masa lalu bukanlah sesuatu yang dapat mengikat diriku ! Dan bukankah itu sama saja denganmu, hey pemuda penuh warna ?!”
Untuk sejenak, Warna tertegun mendengar kata-kata Jester.
‘Benar. Aku telah berhasil melalui masa-masa sulit tersebut, dan aku bisa bertahan hingga sekarang. Apa yang membuatku ragu ?’
Dan Warna-pun berdiri menahan batu-batu yang melukai anak laki-laki tersebut.
“Kamu benar, aku selalu ingin melupakan masa-masa ini. Tapi kalau aku ingin meneruskan hidupku, aku harus bisa menerima bahwa masa-masa suram ini, juga merupakan bagian dari perjalanan hidupku. Aku takkan biarkan mereka melukaimu lagi, karena kamu adalah diriku juga !”
Dirinya ketika kecil itu-pun tersenyum, dan sebelum lenyap, terdengar ucapan ‘terima kasih’.
Warna-pun menghela nafas, lalu melanjutkan langkahnya menuju kegelapan, dengan diikuti oleh Jester. Tapi langkah Jester sempat terhenti, ketika terdengar suara seperti berbisik yang berkata, “Kamu bisa saja berkata demikian, padahal kamu yang sekarang tercipta gara-gara masa lalumu, bukan ? Justru kamu-lah yang tidak bisa melepaskan diri dari masa lalumu, Jester...”
Tanpa mengacuhkan suara itu, Jester mengikuti Warna.
Share This Thread