Gadis itu memperhatikan Warna dengan sepasang bola mata indahnya yang berwarna hijau.
“Rasanya aneh, mengapa pemuda penuh warna sepertimu, ada di tempat tanpa warna begini ?”
Merasa risih dipandangi seperti itu, Warna-pun berusaha memalingkan pandangannya.
“Tapi aku memang berasal dari dunia ini. Lagipula, apa yang kamu lakukan terhadap para penduduk ?!”
Gadis itu-pun melihat ke sekelilingnya.
“Aku hanya memberi kebahagiaan kepada mereka. Bukankah sebelum mati, mereka semua tertawa ? Yah, selain itu, aku tidak suka tempat yang suram dan kelam seperti ini.”
Mendengar jawaban tersebut, Warna-pun marah.
“Jadi, karena tidak suka, kamu merasa ber-hak membunuh mereka ?! Dasar, kamu.. benar-benar Penyihir !”
Gadis itu kembali memandang Warna dengan tajam.
“Lho, setahuku tadi, mereka hendak membunuhmu, kan ? Jadi bagimu, lebih baik jika mereka membunuhmu, daripada mereka yang mati ?”
Ditanya seperti itu, Warna tak bisa menjawab.
“Selain itu, jangan salah dulu. Aku bukanlah Penyihir, tapi Jester. Kurasa kamu sudah pergi ke ‘The Gate’ dan berjumpa dengan kakakku ?”
“Kakak ?”
Gadis itu mengangguk, “Ya, kakak kembarku. Dia-lah yang disebut ‘Sang Penyihir’ oleh banyak orang.”
Sementara itu, Sang kakek yang menunjukkan pintu menuju ‘The Gate’ kepada Warna, merasa adanya firasat buruk. Ia-pun segera berlari menuju ke tempat itu.
“A.. APA INI ?!”, tanyanya, ketika melihat lautan darah berwarna merah memenuhi tempat itu.
Baik Warna maupun Jester menengok ke arahnya. Dan ketika Sang kakek melihat Jester, ia-pun mundur ketakutan.
“Kamu.. Penyihir ? Kenapa kamu bisa keluar dari ‘The Gate’ ?!”
Sambil menghela nafas, Jester-pun berkata, “Ya, ya, kami memang saudari kembar. Tapi lama-kelamaan kesal juga kalau orang selalu salah mengira aku adalah dia !”
Kemudian, sambil menatap tajam Si kakek, Jester-pun berkata, “Dengar ya, Kek ! Aku bukanlah Sang Penyihir ! Aku adalah Jester, adik kembarnya !”
“A.. adik kembar ?”
Masih dengan kesal, Jester-pun melanjutkan, “Untuk kali ini, kau kumaafkan, Kek ! Tapi kalau sampai salah lagi...”, ia-pun menyerigai dengan mengerikan, “...takkan kuampuni !”
Tiba-tiba terdengar suara Gema, “Lagu mengerikan itu.. apakah lagu itu berasal darimu ?”
“Gema !”, entah mengapa, Warna merasa gembira mendengar suara itu.
Sementara Sang kakek hanya berkata, “Oh, rupanya kamu juga balik lagi.”
“Seorang tua dan manusia tanpa wujud...”, sepertinya Jester sedang berusaha mengingat, “Ah, sekarang aku ingat ! Kalian dua orang laki-laki bodoh, yang jatuh cinta kepada kakakku, benar khan ?”
Si kakek langsung menatap Jester dengan tajam.
“Ke.. kenapa kamu bisa tahu hal itu ?!”
Jester-pun langsung tertawa keras.
“Hahaha... ya ampun, rupanya kalian masih belum sadar juga ya ? Apa kalian pikir, kakakku yang baik itu yang telah memberi kalian hukuman seperti ini ?”
Gema-pun terdengar terkejut, “Ja.. jangan-jangan... !”
Sambil tersenyum sinis, Jester menjawab, “Ya benar, aku-lah yang telah memberi hukuman ini kepada kalian, para laki-laki menyedihkan !”
Share This Thread