Hueh, kemaren baca2 ulang lagi cerita2 lama sy yg msh lom selesai, dan menemukan cerita 1 ini. Yah, idea ini sih gara2 nonton Dune, dan bisa terlihat dgn setting padang pasir, plus ceritanya ^^a Sekalian mo tanya bagi yg niat membaca, apakah kira2 cerita ini cocok utk dilanjutkan ? Ok, selamat menikmati ^^
------------------------------------------------------------------------------------------------
1. Kembali ke Masa Lalu
Seseorang pernah bertanya padaku, “Nak, siapa namamu ?”
Aku tertegun, bingung untuk menjawab. Sejak dilahirkan, tak seorang-pun yang memberiku nama. Melihat kebingunganku itu, Sang penanya kembali bertanya, “Apakah kamu tak punya nama ?”
Mungkin seharusnya aku menjawab, ‘Ya, aku memang hanyalah seorang anak tak bernama.’, tapi ada keraguan besar untuk menjawab demikian. Aku selalu merasa iri, melihat anak-anak sebaya-ku yang dipanggil dengan nama mereka masing-masing. Dalam keputusasaan mencari jawaban, tiba-tiba saja teringat olehku, sebuah lagu yang sering dinyanyikan berulang-ulang oleh ibu. Juga sebuah kata yang terdapat dalam syair lagu tersebut, yang selalu menarik perhatianku.
Akhirnya, dengan suara perlahan, aku menjawab, “Namaku.. Yullef.”
Beberapa tahun sudah berlalu sejak hari itu; Hari dimana aku memberi nama bagi diriku sendiri, yaitu ‘Yullef’. Aku sudah bukan lagi seorang anak kecil yang selalu merasa bingung dan takut. Tapi tetap ada sebuah pertanyaan penting yang terus kucari jawabannya.
“Hey, bukannya itu anak Si Gila ?”
DEG ! Aku terdiam, dan wajahku menegang. Bahkan hingga detik ini, aku tetap tak terbiasa dengan panggilan tersebut. Padahal sudah sejak awal mula tinggal di sebuah gubuk di luar desa, ibuku dan aku telah dipanggil, “Si Gila dan anaknya.”
Walau bagaimanapun, siapapun yang memanggil kami demikian tidak-lah salah. Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum masuk ke dalam rumah. Dan ketika aku membuka pintu, kulihat seorang wanita cantik sedang duduk di pinggir jendela, menatap ke arah luar; Wanita berambut panjang berwarna pirang keemasan, dengan sepasang bola mata berwarna biru jernih bagai langit yang cerah.
“Ibu, lagi-lagi melamun ya ?”, tanyaku sambil masuk ke dalam ruangan.
Ibuku hanya terdiam, tidak sedikit-pun ia menoleh ke arahku. Begitulah.. ibu memang aneh dan mengalami gangguan jiwa. Sering ia melamun seperti ini, sementara di lain waktu ia bisa mengamuk dan menghancurkan barang-barang, dan kadang ia malah menangis tersedu-sedu di pojok ruangan. Aku menghela nafas, lalu mendekatinya.
“Ini, aku bawakan makanan untuk ibu. Dimakan ya ?”
Ketika mendekat, aku tertegun; Kudengar sebuah suara yang lembut, suara nyanyian ibu. Ibu memang memiliki suara yang sangat indah, yang menurut seorang wanita tua yang mengajariku, disebutnya sebagai ‘Suara Malaikat’.
Aku tersenyum, mengingat aku sendiri mengambil salah satu kata pada syair dari lagu tersebut menjadi namaku sekarang. Aku-pun membaringkan tubuhku, memejamkan mata sambil terus mendengarkan nyanyian ibu.
Ya, pertanyaan yang hingga kini masih terus kucari jawabannya adalah, siapa sebenarnya ayahku ? Dan mengapa ibuku mengalami gangguan kejiwaan, bahkan sejak sebelum aku lahir ?
Kadang aku merasa lelah, tapi setiap kali mendengar nyanyian ini, rasanya kelelahanku jadi sirna.
“Terima kasih, ibu...”, kataku perlahan, sebelum terlelap.
Hari itu, langit bersinar cerah, setelah sebelumnya hujan turun terus menerus selama beberapa hari. Dengan penuh semangat, aku pergi keluar.
“Ah, rasanya udah lama banget nggak terkena sengatan matahari. Harus semangat lagi nih !”
Aku berjalan menuju ladang, tempatku bekerja. Sejak kecil, aku dan ibu hidup dari pemberian penduduk desa. Tapi aku bertekad, setelah bisa bekerja, maka aku harus bisa membeli kebutuhan kami sendiri.
Tapi ketika melewati tengah desa, aku berhenti. Di alun-alun, banyak orang berkumpul seakan melihat sesuatu yang menarik.
“Ada apa sih ?”
“Ah, ada seorang penghibur keliling yang sedang lewat...”, kata-kata pemuda itu terhenti, ketika melihat bahwa yang bertanya adalah aku, “ARGH, kamu.. anak si Gila, kenapa ada disini ?”
Lagi-lagi mereka menyebutku demikian. Padahal aku khan punya nama, Yullef !
Beberapa orang yang berada di dekatku segera menyingkir. Sambil menarik nafas menahan kesal, aku berkata, “Memangnya salah aku ada di tempat ini ? Selain itu, ibuku memang aneh. Tapi dia khan tidak mengganggu kalian !”
Kenapa sih para penduduk desa masih enggan berdekatan dengan kami ?
Tiba-tiba terdengar suara dari tengah kerumunan, “Kamu benar, Yullef. Baik kamu maupun ibumu ber-hak berada di desa ini.”
Aku terkejut dan menoleh; Tak jauh dari tempatku, terlihat seorang gadis cantik dengan rambut panjang berwarna hitam, dengan sepasang bola mata hitam yang terasa misterius, dan tangannya yang sedang memegang kotak musik dengan sebuah engkol di sisi kanannya.
“Kamu.. siapa ?”
“Ah maaf, saya belum memperkenalkan diri. Nama saya Selena, dan saya seorang penghibur keliling, yang berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya sambil menghibur orang-orang dengan permainan kotak musik ini. Jika ada yang merasa terhibur, menjadi lebih bahagia atau merasa bebannya hilang setelah mendengarkan permainan saya, maka..”, Selena mengedipkan sebelah matanya dengan gaya nakal, “.. saya akan gembira sekali jika orang tersebut memberi saya sedikit uang.”
“Begitukah ?”, tanyaku kecewa, “Sepertinya aku tidak pantas mendengarkan permainan kotak musik Anda. Uangku.. hanya pas untuk makan saja.”
Bola mata Selena terbelalak terkejut, dan pipinya memerah.
“A.. ah, sa.. saya tidak bermaksud.. demikian. Ma.. maksud saya, itu bagi yang punya uang lebih saja. Tapi saya memainkan kotak musik ini untuk siapa saja yang ingin mendengarkannya. Jadi, saya harap Yullef tidak keberatan mendengarkan permainan saya, ok ?”
Saat itu, benar-benar tidak terpikir sedikit-pun olehku, bagaimana gadis itu bisa mengetahui nama ‘Yullef’. Aku hanya mengangguk meng-iyakan. Maka, Selena-pun duduk di sebuah bangku kecil, dan mulai memutar engkol kotak musiknya.
Perlahan, sebuah lagu mengalun dari kotak musik itu. Ketika mendengarnya, aku terkejut; Lagu yang dimainkan oleh Selena, sama dengan lagu yang biasa disenandungkan oleh ibu ! Hatiku mulai bertanya-tanya, mengapa Selena bisa memainkan lagu yang sama dengan ibu ? Lalu, lagu apa sebenarnya itu ?
Ketika sedang berpikir demikian, tiba-tiba tubuhku beradu dengan orang di dekatku.
“Ah, ma.. maaf...”, aku tertegun; Tidak sedikit-pun orang tersebut melihat ke arahku. Dan ketika melihat ke sekeliling, aku menyadari bahwa pandangan mata semua orang terpaku ke arah Selena yang memainkan kotak musiknya dengan serius.
A.. apa ini ? Semua orang seperti.. terhipnotis oleh lagu itu ?
Belum sempat aku berpikir lebih jauh, tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing yang teramat sangat. Aku memegang kepalaku, lalu tubuhku terjatuh dan aku berguling menahan sakit. Walau aku membuka mulut, tapi suara yang keluar seakan tertelan oleh lagu tersebut. Sementara semua orang di sekelilingku masih tetap sama, seakan tidak sadar akan apapun yang terjadi di sekitarnya. Perlahan kesadaranku menipis, sampai semuanya terasa gelap...
Hal pertama yang kurasakan adalah.. panas. Benar, panas yang amat menyengat. Perlahan aku membuka mata. Dan ketika melihat sekelilingku, aku terkejut.
“Hah, di.. dimana.. ini ?!”
Sejauh mata memandang, yang kulihat hanyalah hamparan pasir berwarna keemasan.
Apa.. yang terjadi ? Kemana para penduduk desa ?
Tiba-tiba terdengar suara menyapaku, “Selamat datang di masa lalu, Yullef.”
Aku menengok, dan melihat Selena telah berdiri di belakangku. Aku langsung berlari mendekat.
“Selena, tempat apa ini ? Kenapa kita bisa ada disini ?”
Dengan tersenyum manis, Selena menjawab, “Tempat ini adalah Gurun Kovac. Aku juga nggak yakin, kenapa kita bisa ada di tempat ini, tapi mungkin...”
Kata-kata Selena terpotong oleh sebuah jeritan, tak jauh dari tempat kami berada.
“Alnia, dimana kamu ?!”
DEG ! Aku terkejut mendengar nama yang dipanggil itu; Alnia adalah nama ibu.
Perlahan aku menoleh. Di puncak sebuah bukit pasir, berdirilah seorang gadis belia yang tampak sedang mencari sesuatu.. atau lebih tepatnya, seseorang. Rambut pirang keemasan gadis itu, benar-benar mengingatkanku pada rambut ibu.
“Aku disini, Althea !”, terdengar suara lain dari balik bukit pasir lainnya. Gadis bernama Althea itu segera berlari ke arah datangnya suara. Merasa penasaran, aku-pun ikut berlari ke puncak bukit, untuk melihat gadis kedua. Di sana terlihat gadis yang serupa dengan Althea.
“Alnia, kamu jangan menghilang tiba-tiba begitu dong ! Gurun Kovac ini tempat yang sangat berbahaya, apalagi jika kita sendirian.”
“Iya, maafkan aku.”
Alnia.. gadis kedua itu bernama Alnia ?
Tangan Selena yang menepuk bahuku dengan lembut, telah menyadarkanku.
“Selena, a.. apa maksudnya semua ini ? Alnia itu.. nama ibuku ! Kenapa ibu...”
Selena memotong kata-kataku, “Khan sejak kamu tersadar, sudah kukatakan, selamat datang di masa lalu. Saat ini kita memang ada di masa lalu, tepatnya masa lalu ibumu.”
Aku tertegun. Aku kembali menengok ke arah dua gadis tadi, yang sedang berjalan pergi.
“Yullef, bukankah selama ini ada pertanyaan besar yang mengganjal hatimu ? Dan kamu ingin mencari jawaban atas pertanyaanmu itu khan ? Mungkin, ini kesempatan bagimu menemukan jawaban yang kamu cari-cari selama ini.”
Kata-kata Selena memang benar. Kalau begitu, akan kucari jawaban atas kebingunganku selama ini !
Tanpa menunggu lagi, aku segera mengikuti kedua gadis tadi.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Maka dimulailah perjalanan pemuda tanpa nama, yang menyebut dirinya 'Yullef', ke masa lalu utk mencari jawaban atas semua pertanyaannya. Tapi, apakah yg akan menantinya di masa lalu ? Dan, apakah 'jawaban' itu sesuai harapannya ? Ataukah... fufufu...
Dan pertanyaan terbesarnya adalah : Apakah arti dari 'Yullef', yg dipakai oleh pemuda tersebut menjadi namanya ?
Share This Thread