Suatu hari di pengujung 1991, seorang sarjana hukum asal Solo, Budi Maknawi menerima sepucuk undangan dari Kepala Staf (Kasdam) IV/Diponegoro. Surat itu tertanggal 6 Desember 1991.
Tiga hari selepas menerima surat itu, Budi menghadap langsung Kasdam di ruang kerjanya di Watugong Semarang. Pria yang berprofesi sebagai notaris ini menerima tugas mahabesar. Tugas itu ialah membikin akta pelepasan dan penerimaan hak tanah dan bangunan aset TNI AD seluas 86.565 m2 tepat di jantung Kota Solo. Tanah itu dikenal dengan nama kompleks Benteng Vastenburg dan markas Brigif 6 Kostrad Trisakti Balajaya Solo.
”Tanah dan bangunan itu dilepas kepada PT Pondok Solo Permai (PSP) atas nama PT Benteng Perkasa Utama. Namun, proses pelepasannya hingga sekarang sesungguhnya masih menyimpan misteri,” ujar Presidium Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN) Solo, Agus Anwari, mengawali perbincangannya dengan Espos, beberapa waktu lalu.
Tanah seluas 86.565 m2 itu, menurut penelusuran Espos, terbagi di dua titik. Pertama, di sisi utara Jl Mayor Sunaryo seluas 54.110 m2. Di sanalah, Benteng Vastenburg berdiri. Kedua, di sisi selatan Jalan Mayor Sunaryo seluas 32.455 m2, kecuali kompleks DHC 45 Solo yang kini berwajah murung. Akibat ruilslaag atau tukar guling, kedua kompleks itu pun kini telah dikuasai privat. Inilah satu-satunya benteng tempat menyimpan memori perjuangan bangsa ini dikuasai privat.
Bagaimana ruilslaag itu bisa terjadi? Adakah yang tahu status kompleks Benteng Vastenburg ketika terjadi tukar guling antara TNI AD dengan PT Benteng Perkasa Utama kala itu?
Mengacu kepada akta notaris No 14/1991 antara Brigjen TNI Moch Ma’ruf atas nama Pangdam IV/Diponegoro dengan Direktur PT Benteng Perkasa Utama, Handoko Tjokrosaputro, sama sekali tak menyebutkan status kompleks Benteng Vastenburg tersebut. Akta notaris itu hanya menyebutkan status hak pakai (HP) untuk tanah pengganti Vastenburg di Gadingan, Mojolaban, Sukoharjo dan di tiga titik tanah Kelurahan Kedunglumbu, Pasar Kliwon Solo.
Repro/Tropenmuseum Royal Tropical Institute
Sementara, TNI selaku pihak yang melepas Benteng Vastenburg tak diketahui secara pasti kedudukannya, baik itu pemegang hak guna bangunan (HGB), hak pakai (HP), hak sewa, atau hak milik (HM). Vastenburg baru tercatat sebagai HGB di BPN Solo setelah dikuasai privat setahun kemudian. ”Inilah keganjilan-keganjilan yang selama ini tak pernah diungkap ke publik,” papar Anwari.
Walikota Solo, Joko Widodo, akhir 2008 silam mengundang Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menyelidiki terkait hal itu. Namun, upaya itu nampaknya hanya sebatas nyanyian pelipur luka lara. Sebab, hingga kini pun niatan itu tak pernah membuahkan hasil.
Menguak tabir Vastenburg barangkali seperti menelusuri kembali lorong panjang nan gelap dan berliku. Kepala BPN Solo, Djupriyanto, mengaku tak mampu berbuat lebih, selain hanya bersandar pada aturan legal formal yang telah ada.
Tiga bulan lagi, HGB Benteng Vastenburg berakhir. Namun, pro dan kontra perpanjangan HGB Vastenburg belum kunjung berakhir. Misteri benteng yang dibangun 1775 pun masih terus berlanjut.
Sumber : http://www.harianjogja.com/2012/solo...erakhir-175259
Share This Thread