Page 5 of 14 FirstFirst 123456789 ... LastLast
Results 61 to 75 of 200
http://idgs.in/569960
  1. #61
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    Oke, si Oppai-Loli-Pettan muncul lagi.
    GUE.MAU.LIAT.SOLA.PAKE.HANBOK!

    betewe, ini jadinya kaya jaman Pleistosen lagi, dong... orang Han jadi satu tempat semua

    Cinta saintifik. Itu satu analogi yang bener2 luar biasa!
    Beneran, gue manggut2 seru pas baca bagian yang itu.

    Terus, gue ngebayangin apa kabarnya si Maoriel sama Omoikane itu... rasa2nya gue bakal nemuin sesuatu yang lebih epic lagi dibanding cinta saintifik itu di chapter selanjutnya....ato mungkin di akir arc ini...

    lanjutkan!

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  2. Hot Ad
  3. #62
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by MelonMelon View Post
    Oke, si Oppai-Loli-Pettan muncul lagi.
    GUE.MAU.LIAT.SOLA.PAKE.HANBOK!

    betewe, ini jadinya kaya jaman Pleistosen lagi, dong... orang Han jadi satu tempat semua

    Cinta saintifik. Itu satu analogi yang bener2 luar biasa!
    Beneran, gue manggut2 seru pas baca bagian yang itu.

    Terus, gue ngebayangin apa kabarnya si Maoriel sama Omoikane itu... rasa2nya gue bakal nemuin sesuatu yang lebih epic lagi dibanding cinta saintifik itu di chapter selanjutnya....ato mungkin di akir arc ini...

    lanjutkan!
    wah...kalo yg lekukan bodinya mantap mah jgn suruh pake yang longgar...
    kalo yang lolik" baru harus pake yang baggy gitu

    tenang, sejarah di dunia ini belom terungkap kan?
    ntar ketauan kok gimana dunianya bisa berubah jadi macem gitu...tapi entah kapan baru sampe sana

    sains itu romantis lho sebenernya
    Perbesar ‘massa’mu sewaktu awal mengejar seseorang, agar ‘gaya gravitasi’nya cukup untuk menarik orang yang kamu sukai. Jika dirasa besar ‘gaya’nya sudah pas, perkecil lagi ‘massa’mu, biarkan dia bergerak dengan kecepatan konstan ke dalam pelukanmu.
    Serius, gw tereak" girang sendiri pas ngetik itu


    okelah ditunggu chapter selanjutnya...kayaknya sih bakal dobel


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  4. #63
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Tuh kan prediksi gua bener, omoikane pasti nganu sama maoriel

    Kalo gua bilang chapter ini fungsinya buat refreshing ya. Trio SLS pake kostum tradisional ****, Korea & Jepang. Tapi si Da'ath menurut gua kelewat keenakan dah.. Jadi kayak harem eh, bisa nempel kayak perangko gitu tiga2nya

    Kugunakan trik yang sama seperti saat ‘menaklukkan’ Archangel mini yang liar itu. Yap, kutaruh tanganku di kepalanya, lalu mengusapnya perlahan.
    truss, gua kurang sreg baca bagian bold merah. Jadi kesannya ngusap" kepala tu cuma sekedar trik buat ngejinakin hewan & bukan sesuatu yang tulus dia lakuin. Image si Da'ath jadi kayak douchebag 'player' di bagian ini

    But, endingnya cakep. Gua suka dan meskipun sering denger kolaborasi sains sama love, tapi konsep gravitasi ini baru pertama kali
    Last edited by -Pierrot-; 01-11-12 at 06:59.

  5. #64
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    yang ditulis si Penyot-chan itu bener juga... si Da'ath keenakan ya

    ****

    oke, cheer for double release!

    sains, ya...
    hmm...gue jadi ngebayangin yang engga2..

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  6. #65
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Spoiler untuk Tehillim 15 :


    ==================================================
    Tehillim 15: Astronomical Feeling Part IV || Momentum Breaker
    ==================================================




    Akhirnya, pagi hari.

    Hanya aku dan Raqia yang akan berangkat, sementara Maoriel akan tetap di sini untuk mengawasi Chalal jikalau ada serangan balik.

    Selagi melangkah keluar istana, Plasma menjelaskan lebih jauh mengenai Recovery Orbiter, khususnya mengenai sifat uniknya yang sangat sulit dihentikan sebelum mencapai target. Tetap bergerak hingga tujuan. Dulu, benda itu sering digunakan dalam kondisi darurat, sehingga sering dikirim ke tempat-tempat yang sedang diserbu dan terdesak. Dengan sifat uniknya itu, pasukan Crusader-Saint ---iya, itu aku, tapi aku masih tidak ingat--- seringkali dapat mengubah kedudukan hanya berbekal Recovery Orbiter.

    Tambahan, Plasma mengaku masih ada data yang hilang mengenai Recovery Orbiter. Untuk mengetahuinya, dibutuhkan energi Archangel Core milik Maoriel yang masih 100%, dan itu sudah mustahil dilakukan untuk saat ini. Padahal, apa yang hilang itu adalah salah satu esensi penting dari mekanisme Recovery Orbiter. Artinya, aku juga harus sekaligus mencari tahu apakah properti yang hilang dari bola-bola tersebut jika ingin mengambilnya kembali.



    “Hmm…jadi itu kepulauan Yamato? Cukup tenang juga.”

    Bayangan pulau utama kepulauan Yamato sudah nampak di tapal horizon. Cukup jelas terlihat, karena hari ini tidak ada awan tebal yang menutupi langit. Sejauh ini juga aman-aman saja, tidak ada serangan dari Elilim-class ataupun Nephilim, bahkan sesekali aku hanya terbang sambil merasakan hembusan angin.

    “Tidak. Mereka sudah mengamati kita sejak tadi. Tetaplah siaga, Da’ath.”

    “Jika ada ratusan Elilim-class yang mencegat, apa kamu sanggup?”

    “Ha!! Dua ratus ribu Elilim-class di Olympia saja dapat kulumat dengan sekali hantam, apalagi kalau hanya ratusan?”, ujarnya bangga.

    “Tapi…yang ada di sini mungkin ada jutaan, hanya saja tidak muncul semuanya. Ingatkah kamu kalau yang memberontak kira-kira seperempat dari total Angel-class? Asumsikan lima ratus tahun yang lalu ada empat puluh lima juta penduduk, dengan setengahnya merupakan Angel-class. Artinya ada dua puluh dua juta lima ratus Angel-class waktu itu. Seperempatnya, berarti ada lima juta enam ratus dua puluh lima ribu Elilim-class di sini.”

    “Kamu ini…sempat-sempatnya saja menghitung…”

    “Jangan cemberut begitu.”, kuelus-elus kepalanya. “Lagipula sekarang bukan hanya kamu sendiri, tapi ada aku juga.”

    “I-Iya…iya…”, ekspresinya berubah malu. Benar-benar efektif. Dia bisa berubah jadi makhluk manja yang imut-imut begitu kubelai titik kelemahannya itu.



    Suasana tenang itu tidak berlangsung lama. Makhluk-makhluk bersayap menyambut kami dengan penuh ‘kehangatan’, lengkap dengan senjata di tangan. Anehnya, sayap mereka berwarna kuning, tidak putih seperti Angel-class ataupun Eleutherian-class. Cukup banyak yang ada di hadapanku. Puluhan ribu, mungkin?

    “Heran melihat sayap mereka?”, tanya Raqia sambil mengangkat pedangnya.

    “Uh-huh. Sayap mereka dicat?”

    “Itulah ciri khas Elilim-class. Sayap mereka selalu berwarna, sesuai dengan warna bekas kristal yang ditempatkan di punggung tangan kanan mereka. Dan perlu kamu tahu, tidak ada Elilim-class bersayap biru dan hijau.”, nada bicaranya menekankan pada warna ‘biru’.

    Hijau, Pardes. Biru? Jangan-jangan…wow. Tidak ada Elilim-class yang berasal dari Shamayim?

    “Selamat datang, Raqia-sama.”

    Sebuah suara, suara perempuan, terdengar dari arah depan-atas.

    “Omoi…kane…”

    Jadi itu orangnya? Seorang wanita, berambut perak yang dibentuk menjadi sebuah kepangan besar. Dengan mata berwarna abu-abu tua, tatapannya nampak suram. Yang dikenakannya berupa baju terusan berkerah, berlengan panjang, berwarna putih berhiaskan strip biru tua di tepi kerah, kaki, dan pergelangan tangan. Kancing-kancing emas bersusun secara vertikal pada bagian tengah pakaiannya itu. Di pinggangnya, kulihat sebuah ikat pinggang besar berwarna merah tua, dengan sebilah pedang agak melengkung beserta sarungnya. Identitasnya sebagai Elilim-class terlihat jelas dari sepasang sayapnya yang berwarna kuning.

    Dan juga…empat buah Recovery Orbiter di sekitarnya. Keempatnya melayang pada jarak tertentu ---mungkin 3 jengkal---, mengelilingi tubuhnya yang mungkin setinggi Sola.



    “Waktunya pulang, anak nakal.”, Raqia mengarahkan ujung pedangnya ke arah Omoikane.

    “Tidak. Akan. Kalian!! Serang mereka!!”

    Barisan-barisan terdepan Elilim-class mulai melesat, menggenggam berbagai macam senjata.

    “Kalau bukan melawan Akatharton, apa kamu bisa mengeluarkan kemampuan maksimalmu?

    “Tentu saja!!”, diikuti dengan dirinya ---sendirian--- terbang cepat ke arah para Elilim-class itu. “HIAAAAAAAAAAAAAAAHHHH!!!”

    Banyak di antara mereka yang langsung jatuh ketika Raqia melakukan gerakan menebas kemudian mengatakan Spatial Breaker. Astaga…

    Karena tidak ingin melewatkan pesta ini, aku ikut menerjang ke arah makhluk-makhluk bersayap kuning tersebut. Yang kulakukan pertama kali adalah mengayunkan Hypermasive Defenser, yang kuperbesar sekitar 3 kali lipat, dalam lintasan setengah lingkaran, memukul ratusan Elilim-class sekaligus. BAM!! Ada yang terhempas ke tanah, ada juga yang terpukul mundur beberapa jauh di udara.

    “Kalian ingin bermain-main sebentar dengan Crusader-Saint rupanya.”

    Mendengar ucapanku, banyak di antara mereka yang berubah pucat. Benar apa kata Raqia kemarin, semangat mereka langsung runtuh hanya dengan mendengar gelarku.

    “Warp Drive, manual mode. System on.”

    Satu detik, satu Elilim-class. Karena pergerakanku yang amat cepat, tidak ada satupun musuh yang mampu membalas. Tebas sini, tebas sana. Jatuh. Asyik juga rupanya. Dan kalau kupikir-pikir, ternyata Warp Drive berguna sekali untuk menghabisi banyak musuh dalam waktu cepat tanpa harus khawatir melukai kawan sendiri.

    “Hebat juga kamu.”, puji Raqia sambil memunggungiku.

    “Melawan Tenebria waktu itu menjadi latihan yang bagus untukku. Mereka jauh lebih lemah.”

    “Sudah kubilang, yang begini sih…payah. Kita lanjutkan sampai habis, oke?”

    Ups, ada serangan hujan panah dari bawah. Seketika kuperbesar Hypermassive Defenser sebesar mungkin untuk melindungiku dan Raqia. Dalam ukuran yang masih sangat besar ---50 kali ukuran normal---, kujatuhkan perisaiku ke tanah, menghasilkan suara yang luar biasa keras. Jelas, siapapun itu yang menembaki dari bawah, sudah pasti tertimpa Hypermassive Defenser. Knock out.

    Raqia sendiri tak kalah sibuknya. Tak henti-hentinya dia bermanuver di udara, bergerak seakan menari dengan indah. Menukik, berbelok, menerjang, membuat banyak musuh jatuh terhempas ke permukaan, seringkali disertai dengan debu-debu pasir dan tanah yang ikut terhempas. Terlalu kuat, terlalu tidak seimbang. Mungkin karena sebelumnya aku melihatnya menghadapi lawan yang sepadan, pemandangan yang sekarang ini nampak begitu menakjubkan. Luar biasa. Kereeeeennn!!

    Beberapa jauh di depan, muncul lagi sepasukan Elilim-class, bisa jadi ribuan.

    “Mereka belum menyerah juga rupanya.”, komentarku saat melihat mereka.

    Raqia menimpali, “Kita habisi sekaligus. Kali ini, sekali serang, harus lenyap semuanya. Bagaimana?”

    “Aku setengah, kamu setengah.”

    “Oke…!! Chereb HaMemad!!”, Raqia melempar pedangnya ke atas, membuka portal, lalu mengeluarkan pedang raksasanya itu.

    Defenser, maximize!!”, diikuti olehku yang kembali memperbesar perisai sekitar 50 kali lipat lebih besar.

    Kuangkat tinggi-tinggi tangan kiriku, bersamaan dengan Raqia yang mengangkat tangan kanannya. Hypermassive Defenser dan Chereb HaMemad kini terangkat cukup tinggi, bahkan menghalangi cahaya matahari.

    Semua Elilim-class itupun menatap kedua senjata kami dengan takjub, dan…

    “HAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!”, kami berdua berseru bersamaan.

    Kami menurunkan tangan, sedikit melakukan gerakan mengayun. Nyaris seluruhnya terhempas. Terdengar bunyi yang begitu keras begitu kedua senjata raksasa kami menghantam tanah. Sisanya? Kocar-kacir. Kukecilkan ukuran perisai, diikuti pedang raksasa itu yang menghilang dan kembali ke genggaman Raqia.



    “Yah…habis.”, wajah Raqia nampak kecewa saat melihat kaburnya mereka. “Omoikane, ada lagi tidak?!”

    “Bagaimana jika diriku sendiri, Raqia-sama? Dan juga kamu…”

    “Da’ath Ruachim. Dia ini Crusader-Saint lho…”, jawab Raqia sambil menepuk-nepuk pundakku dan tersenyum menunjukkan barisan gigi-giginya.

    “Masih bisa tersenyum rupanya…”

    “Taktik psikologis, Da’ath. Tselemiel pernah memberitahuku kalau tersenyum pada musuh bisa membuatnya kesal dan akhirnya berubah gegabah.”, bisiknya.

    Omoikane tersenyum, sebuah senyum penuh kebanggaan. “Suatu kehormatan bisa menghadapi sang Crusader-Saint sendiri. Raqia-sama, Da’ath-sama, bersiaplah.”

    Pedang lengkungnya dikeluarkan dari sarung.

    Tentai no Katana. Celestial Light.”

    Pedang itupun menyala terang dengan cahaya putih. Sekali mengepakkan sayap kuningnya, dia melesat ke arah kami berdua. Ingin segera kuaktifkan Warp Drive saat dia sudah dekat ---agar bisa kuserang dari belakang---, tapi…

    Sial, dia mengubah arah!!

    Dia menukik ke atas, dengan matahari sebagai latarnya. Akupun tidak bisa menghadap ke arahnya kalau begini.

    *TRANG*

    Pedangnya beradu dengan milik Raqia. Baru saja ingin kuserang Elilim-class itu, satu Recovery Orbiter melesat ke arahku dan menghantam bagian perut. Begitu cepat sehingga aku terdorong cukup jauh, kemudian bola itu berhenti. Untunglah Sacred Armor dapat diandalkan, sehingga rasa sakitnya tidak seberapa. Recovery Orbiter pun kembali dengan cepat ke dekat Omoikane setelah menghajarku.

    “Da’ath!!”, seru Raqia, menengok ke arahku.

    “Raqia-sama!! Konsentrasilah dengan apa yang ada di hadapanmu!! HEAAAAAAHHH!!!”

    Omoikane mengayunkan pedangnya, nyaris saja mengenai wajah Raqia. Untunglah Archangel mini itu berhasil mundur sedikit.



    “Hei, apa perutmu tidak apa-apa?”, tanya Plasma.

    “Tidak, tidak apa-apa. Ini tidak seberapa. Hantaman Tenebria masih lebih menyakitkan.”

    Well, baguslah kalau begitu. Maaf jika tidak bisa banyak membantu kali ini. Kamu harus memikirkan sendiri bagaimana cara menghentikan bola gila itu.”

    Ini kesempatanku. Mereka berdua cukup sibuk saling menghajar satu sama lain.

    Kuaktifkan Warp Drive, berpindah posisi secara tiba-tiba ke samping kiri Omoikane. Sayang sekali, ayunan Energy Blade dapat ditangkis dengan pedang miliknya. Seketika itu juga Raqia menerjang ke arah Omoikane, dan…

    …bernasib sama denganku, terkena hantaman satu buah Recovery Orbiter. Lebih buruk lagi, kali ini dia terdorong hingga menghantam permukaan, lengkap dengan debu-debu tanah melayang ke udara.

    “Aku ke sini hanya untuk meminta bola-bolamu ini.”

    “Maaf, Da’ath-sama. Saya tidak bisa.”, jawabnya dingin.

    Berhubung tangan kananku sedang menahan gerakannya, kuayunkan tangan kiriku ---beserta Hypermassive Defenser--- ke arahnya. Tapi gerakan cepat darinya berhasil mengantisipasinya, menahan Hypermassive Defenser dengan pedang. Dan tidak tanggung-tanggung, dua Recovery Orbiter sekaligus melesat menghantam pundak kanan dan kaki kiriku, menyeretku di udara selama beberapa saat, makin menjauhi dirinya.

    Ini…gila. Meski dia menerima hanya sepertiga energi Archangel Core, tetapi pengamatan dan kecepatan pengambilan keputusannya harus kuakui, luar biasa. Semua serangan dapat diantisipasinya dengan sempurna. Kemampuan berpedang yang hebat, ditambah jangkauan serangan yang lebih besar dengan adanya Recovery Orbiter, membuatnya menjadi hampir sama menakutkannya dengan salah satu dari dua Nephilim itu.

    “Da’ath-sama, hentikan semua ini. Mintalah apapun kecuali keempat bola ini dan kepulanganku.”

    “JANGAN BANYAK OMOOOONNNGGG!!!!”, teriak Raqia, melesat dari bawah.

    Kembali sebuah Recovery Orbiter menyerang Raqia, tetapi kali ini Raqia melesat tepat di depannya. Pedangnya diayunkan, lalu berbenturan dengan Recovery Orbiter hingga menghasilkan hentakan udara dan percikan api. Hingga pada saat tertentu, bolanya…



    …berhenti. Keseimbangan bola itu juga nampak sedikit terganggu setelahnya, meski akhirnya kembali ke dekat Omoikane juga.

    Tunggu. Cara berhenti bola itu kali ini tidak sama dengan ketika pertama kali menghajarku, ada yang aneh. Sebelumnya, Recovery Orbiter berhenti dengan mantap setelah menghajarku. Sepertinya aku harus bereksperimen dengan bola-bola itu sekali lagi…

    “Kalian berdua…saya mohon…”, Omoikane mulai terlihat sedih.

    “Omoikane!! Jangan keras kepala!! Kenapa? Apa kamu takut terhadap para Nephilim itu?!”

    “Bukan begitu, Da’ath-sama!! Saya merasa…Maoriel tidak akan…”

    “Aku tahu sebenarnya kamu ingin pulang. Tenanglah, Maoriel pasti menerimamu kembali.”

    “Tolonglah…tinggalkan saya sendiri!!”

    Dua Recovery Orbiter kembali melesat ke arahku dan Raqia, namun yang melesat ke arahku disusul oleh Omoikane sendiri, siap mengayunkan pedangnya. Posisi Omoikane dan Recovery Orbiter berada sedemikian rupa, sehingga ukuran Hypermassive Defenser secara normal kurang luas untuk menahan keduanya sekaligus. Refleks, kubesarkan ukuran perisaiku hingga 2 kalinya.
    Aku tahu kalau Omoikane akan menghindar, sehingga sebelah tanganku yang menggenggam Energy Blade tetaplah siaga. Anehnya…

    Tidak ada yang membentur perisaiku sama sekali?! Kukira Recovery Orbiter akan menabraknya!! Sial…

    Sosok Elilim-class itu tiba-tiba saja sudah berada di sebelah kiri, dengan sebuah bola kuning melesat dari arah kanan. Seketika kunormalkan ukuran perisai, menahan pedang Omoikane. Sayangnya…Recovery Orbiter di sebelah kanan tak mampu kutahan dengan Energy Blade. Dorongannya terlalu kuat, bahkan membuat pergelangan tangan kananku terasa nyeri. Tak dapat kuhindari, bola kuning itupun menghantam bahu kananku. Untung saja ---masih untung---, dorongannya menghempaskanku jauh dari jangkauan Omoikane.

    Hei…sepertinya aku mulai mengerti.

    Massa. Ya, massa!! Dia tidak mau menabrakkan diri pada benda yang massanya jauh di atasnya!! Tapi apa iya hanya itu?
    Tunggu. Apa ini? Muncul sesuatu di kepalaku…



    p = m.v

    Massa dikalikan kecepatan? Apa artinya…?

    “Hei, Plasma. Apa kamu tahu sesuatu tentang massa dikalikan kecepatan?”

    “Hasil perkaliannya dinamakan momentum. Tunggu…itu dia!! Itu dia, Da’ath!! Itu cara menghentikan Recovery Orbiter!!”

    “Dengan mengetahui momentumnya?”

    “Lebih tepatnya, memukulnya tepat sesuai nilai momentumnya pada waktu tertentu, dan berlawanan arah!! Satu lagi, yang melakukannya haruslah benda yang massanya maksimal tiga puluh kali lipat massa bola itu yang sekitar sepuluh kilogram. Jika ada sesuatu di depan bola yang massanya melebihi batas tersebut, Recovery Orbiter akan langsung melakukan manuver menghindar!!”

    Bagus. Ini menjelaskan alasan kenapa dia menghindari Hypermassive Defenser yang kuperbesar dua kali lipat, namun tidak menghindari Raqia yang massanya hanya 30 kilogram.

    Nampak masih menahan sakit, kali ini Raqia bicara, “Bagaimana bisa kamu terus keras kepala, hah?! Bukankah dulu kamu adalah orang kepercayaannya?”

    “Raqia-sama!! Jangan terus memaksa saya…!! Sekali lagi saya mohon pada kalian berdua, kembalilah ke Chalal…biarkan saya tetap berada di sini…”

    “Dan membiarkanmu terus dimanfaatkan Nephilim? Tidak akan!! Akan kupaksa supaya kamu menurut, bahkan sampai esok hari sekalipun!!”

    Raqia kembali menyerang Omoikane, namun gerakannya sudah terlalu dikuasai emosi. Omoikane, yang jauh lebih tenang, lebih menguasai keadaan. Bahkan Spatial Breaker yang memiliki efek serangan berupa areal tertentu juga berhasil terbaca. Sekarang aku mengerti kenapa dia begitu sukses membantu Maoriel di masa lalu, membesarkan Chalal bersama-sama hingga 500 tahun yang lalu. Sang Celestial King mengedepankan pendekatan perasaan, sementara Omoikane menyeimbangkannya dengan kemampuan berpikir. Kombinasi sifat keduanya benar-benar cocok.



    Plasma berujar, “Da’ath, aku akan mengontrol penuh seluruh gerakanmu kali ini. Kamu hanya perlu memposisikan Hypermassive Defenser di depanmu. Sisanya, serahkan padaku.”

    “Baiklah, aku percaya padamu. Bukankah kita ini teman baik di masa lalu? Perlahan-lahan aku mulai ingat kalau kamu memang selalu ada sebagai asistenku.”

    “Hahaha…akhirnya, ingat juga. Ini dia, bola gila itu datang lagi!!”

    Omoikane memerintahkan sebuah Recovery Orbiter melesat ke arahku. Kuposisikan perisaiku di depan, dan…

    Tubuhku bergerak sendiri ke arah bola, tepat lurus berhadap-hadapan.

    “Bersiap untuk tabrakaaaaannnn!!!!”, seru Plasma.

    Berbarengan dengan teriakan Plasma, Recovery Orbiter menghantam perisai dan…



    ...berhenti, berhenti dalam sekejap tanpa diikuti gerakan sekecil apapun setelahnya.

    Karena sempat terdengar bunyi benturan antara Recovery Orbiter dan Hypermassive Defenser, perhatian Raqia dan Omoikane sempat teralih ke arahku.

    “Bolanya…berhenti…”, Raqia seakan tidak percaya.

    Omoikane berkata agak kaku, “I-Ini…tidak mungkin. Bagaimana bisa…”

    Keduanya, yang saling menahan serangan dengan pedang masing-masing, bergerak saling menjauh begitu melihatku yang bisa menghentikan bola itu.

    “Da’ath, bagaimana bisa?!”, ekspresinya berubah ceria ketika sudah berada di dekatku.

    “Plasma yang melakukannya, bukan diriku.”

    “Hahaha…hanya perkalian biasa kok. Massa kali kecepatan, ingat? Kecepatan maksimum sebuah Recovery Orbiter adalah enam ratus kilometer per jam, sekitar seratus enam puluh tujuh meter per detik. Massanya sepuluh kilogram. Tinggal kamu kalikan.”

    Yap, hanya perlu mengalikan.

    p = mbola . vbola
    p = 10 . 167
    p = 1670 kg m/detik

    Kujawab, “Seribu enam ratus tujuh puluh, benar?”

    “Itulah nilai momentumnya. Jika nilai momentumnya tetap, namun massanya kuganti dua ratus kilogram, maka kecepatannya?”

    Jadi massa perisaiku sekitar 200 kilogram dalam keadaan normal?! Tidak heran siapapun akan terhempas jika dihantam perisai itu, meski dalam ukuran biasa. Berarti:

    p = mperisai . vperisai
    1670 = 200 . vperisai
    vperisai = 8,35 m/detik

    “Sekitar delapan koma tiga lima meter per sekon. Kurang lebih tiga puluh kilometer per jam…”

    “Betul. Cara menghentikan seketika bola itu adalah menabraknya dengan sesuatu yang memiliki massa tidak lebih dari tiga puluh kali dirinya, dan nilai momentum tepat sama namun berlawanan arah. Meski nilai sebenarnya tidak sama persis seperti itu, berbeda beberapa angka di belakang desimal karena pembulatan. Dan itulah yang tadi dilakukan. Kurang atau lebih sedikit saja, dia akan jauh lebih sulit untuk dihentikan, kecuali sudah seharusnya berhenti menurut keinginan penggunanya. ”

    “Kalian ini…terlalu luar biasa.”, dia tersenyum. “Tolong ajari aku nanti. Oke?”



    Omoikane hanya terpaku, tidak lagi menyerang dengan Recovery Orbiter yang sudah kuketahui kelemahannya.

    “Tapi…kenapa tadi kamu memukulnya dengan pedang? Bukankah kamu bisa mengaktifkan Magen?”, tanyaku.

    “He?”, Raqia tertegun sebentar. “Benar juga ya? Kalau begitu tanganku tidak perlu pegal seperti sekarang ini…”

    Terlalu ceroboh. Karena gemas, kujitak kepalanya. “Kemampuan sendiri saja kamu tidak ingat…”

    Memegangi kepala dengan wajah memelas, Raqia menjawab, “M-Maaf…mungkin aku terlalu bersemangat. Tapi jangan keras-keras dong memukulnya…”

    Aku tidak tahu apa yang merasuki pikirannya, namun sekarang Omoikane tersenyum, seakan lega. Bibirnya sempat membuka dan menutup beberapa saat tanpa terdengar suara. Kalau kubaca gerak bibirnya, sepertinya dia mengatakan, “Seandainya saja hubunganku dengan Maoriel seperti kalian berdua…”

    “Bagaimana? Siap menyerahkan bola-bola itu? Atau mau pulang juga?”, ledek Raqia.

    Bola yang berhasil kuhentikan itu sekarang kembali ke sekitar Omoikane.

    “Giliran kalian.”, kali ini ucapannya begitu dingin. Aku sudah tahu siapa yang akan muncul selanjutnya.

    “Raqia, bersiaplah.”, kuperingatkan dirinya.



    Benar saja. Dua lingkaran hitam dengan guratan huruf-huruf aneh terbentuk di kiri dan kanan Omoikane, dan dari situ muncullah dua...

    …Nephilim.


    Spoiler untuk Tehillim 16 :


    ================================================
    Tehillim 16: Astronomical Feeling Part V ~ Please, Realize…
    ================================================



    “Yahoo, onii-sama.”, Nephilim kecil itu menyapaku dengan senyuman menyeringai, menyandangkan sabitnya di bahu.

    “Kalian…”, Raqia terdengar marah, nyaris saja ingin maju menyerang.

    Kurentangkan tangan kiriku di depannya untuk menghalangi dirinya maju lebih jauh. “Jangan gegabah, Raqia. Terlalu berbahaya menghadapi mereka secara frontal seperti ini.”, ujarku pelan.

    Tiga lawan dua. Satu Nephilim sudah kuketahui gaya bertarungnya, yang mirip dengan Raqia. Ya, Tenebria memang tidak berbeda jauh dengan partner kecilku ini. Lebih sering menelan mentah-mentah serangan yang ada di hadapannya dengan Chereb HaNephilim, lalu menyerang balik dengan tombak-tombak miasma yang juga adalah pendukung serangan jarak jauh.

    Omoikane nyaris sama berbahayanya. Meski kelemahan Recovery Orbiter sudah kuketahui, namun kecepatan pengamatan dan pengambilan keputusannya membuat dirinya tidak bisa dianggap remeh. Kurasa dia akan sulit untuk dihadapi sama seperti salah satu dari Nephilim di depanku. Apalagi aku hanya bermodalkan Energy Blade dan Hypermassive Defenser, pasangan senjata yang nyaris tidak mungkin menyerang dalam jarak jauh secara cepat.

    Sementara Nephilim kecil itu…lebih mengandalkan kecepatan. Tubuhnya yang nyaris seukuran Raqia memberi keuntungan, yaitu dapat bermanuver lebih lincah. Dia juga dapat dengan mudah mengantisipasi gerakanku meski sudah menggunakan Warp Drive. Ditambah lagi, dia dapat menciptakan ledakan bola-bola hitam yang sangat mengganggu. Hanya saja dia…



    Tidak ada waktu untuk berpikir lebih jauh. Jika dua dari tiga tidak dapat dijatuhkan secepatnya, pertarungan akan menjadi lebih sulit.

    “Kita selesaikan urusan waktu itu, Archangel.”, ujar Tenebria, mengulurkan pedangnya ke arah Raqia.

    “Dengan. Senang. Hati. BERSIAPLAH UNTUK MATI!!!!”, kemudian keduanya mengepakkan sayap-sayapnya dalam sekejap.

    Sial!! Raqia terlalu terburu-buru melesat!!

    Seketika kedua pedang besar itu berbenturan, menciptakan deburan udara yang kuat. Tidak bisa ditunda lagi, aku harus menyerang Omoikane dan Nephilim kecil itu sekaligus.

    Dengan Warp Drive mode manual, aku berpindah posisi ke titik di antara Omoikane dan Nephilim-yang-belum-kuketahui-namanya itu. Omoikane sempat terkejut, namun tidak dengan makhluk bersayap empat tersebut.

    Bagus. Omoikane lebih lengah kali ini.

    Kuayunkan segera Hypermassive Defenser ke arah Omoikane, ditahannya dengan pedang, dan membuatnya mundur beberapa puluh meter. Sementara itu, si loli bersabit sudah menerjang ke arahku. Kutahan ayunan sabitnya dengan Energy Blade, tepat pada bagian dalam pangkal mata sabit.

    “Aku belum tahu namamu, onii-sama.”

    “Masih tanya nama segala. Itu tidak penting!!”

    Kurasakan tangannya melakukan gerakan mendorong, berusaha memisahkan dirinya dariku. Tubuhnyapun mundur beberapa langkah.

    “Ckckck…apa onii-sama ini tidak pernah diajari sopan terhadap wanita?”, jari telunjuk kirinya bergerak-gerak ke kiri dan kanan.

    “Apa gunanya berlaku santun terhadap penumpah darah orang yang tidak bersalah sepertimu.”, jawabku dingin.

    “Hah…”, dia menghela nafas. “Benar-benar tidak punya tata krama.”

    Tunggu. Tatapannya beralih ke belakangku?!



    Kurang ajar!! Recovery Orbiter!!

    Tidak sempat menghindar, punggungku menjadi sasaran terjangannya. Kulihat satu buah lagi melaju ke arah Raqia yang sedang sibuk menghadapi Tenebria.

    Ingin kuaktifkan Warp Drive untuk berpindah ke sana dan menjadi tameng hidup untuk melindunginya, tetapi…

    Rantai. Ada rantai yang panjang, melilit tangan dan tubuhku dalam beberapa kali putaran. Dari mana rantai ini? Ujung sabit besar juga ada di ujungnya…

    “Eits, mau ke mana, onii-sama?”

    Ternyata itu sabit miliknya!! Mata sabit itu terhubung dengan sebuah rantai hitam panjang ke gagangnya. Brengsek, Warp Drive juga tidak bisa kuaktifkan!! Jangan-jangan rantai ini dapat mengunci Warp Drive?!

    Tak bisa lolos dari ikatan, beberapa kali Recovery Orbiter terus menghajarku. Bagaimana ini…

    Mendadak Plasma bicara, “Da’ath, aktifkan mode otomatis untuk perisaimu!!”

    “B-Bagaimana…ARGH!!!”, sebuah hantaman bola kuning mengenai bahuku. “CARANYA?!”

    “Katakan, ‘Defenser, auto mode’!!”

    Begitu kukatakan, Hypermassive Defenser dapat bergerak dengan sendirinya. Pastilah dikendalikan oleh Plasma sendiri. Perisai putihku itupun melaju kencang ke arah Nephilim yang sedang mengunci gerakanku ini. Tidak dapat diantisipasinya, dia menelan mentah-mentah pukulan Hypermassive Defenser. Rantai yang mengikatku juga berubah longgar setelahnya.

    Err…tapi entah kenapa…aku merasa agak kasihan melihat tubuh sekecil itu dihantam hingga terpental cukup jauh. Aku tahu dia sudah memusnahkan nyaris seluruh anggota keluargaku, namun tetap saja…apalagi dia perempuan…



    Belum selesai.

    Omoikane menerjang ke arahku dengan pedangnya, menyusul gerakan empat Recovery Orbiter sekaligus. Kalau begini, terpaksa aku harus menahan hantaman bola-bola itu tanpa bergerak dengan nilai momentum yang tadi. Aku harus kuat menahan gempurannya.

    Satu persatu bola kuning menghajar tubuhku di beberapa titik. Lumayan sakit, namun aku tahu akan lebih menyakitkan jika tidak ada Sacred Armor terpasang di tubuhku. Untunglah mode otomatis perisaiku sangatlah membantu. Meski diserang dari dua sisi secara bersamaan oleh Omoikane dan Nephilim kecil itu, tidak ada satupun serangan telak dari senjata tajam mereka berdua yang masuk ke tubuhku, karena berhasil ditahan oleh Hypermassive Defenser yang bergerak dengan sendirinya.

    Ini tidak dapat dibiarkan lebih lama. Kalau begini aku bisa lelah sendiri, apalagi Raqia juga nampak masih kewalahan…

    Tunggu. Di bawah sana ada paparan hutan yang luas…hmm…

    Tidak, tidak akan kuaktifkan Warp Drive untuk ke sana. Aku hanya menukik, melesat ke arah hutan.

    Bagus, keduanya terpancing untuk mengikutiku. Ups, tidak keduanya, hanya Nephilim mini itu saja. Omoikane sendiri berhenti beberapa belas meter di atas pepohonan. Ternyata dia terlalu cerdas untuk kutipu. Melihatku yang sudah nyaris mencapai lantai hutan, perempuan bermata abu-abu tua itu terbang ke arah lain, ke arah Raqia.

    Raqia, kumohon bertahanlah sebentar…

    Masih diikuti oleh Nephilim ber-twintail, aku terbang melesat secepat mungkin di antara pepohonan, bahkan dapat kucium aroma khas udara lembab dan dingin dari sebuah hutan. Aku sendiri tidak tahu-menahu mengenai hutan ini, hanya bergerak secepat dan seacak yang kumampu, berharap mencapai rimba paling lebat di sini. Kalau kulihat-lihat, jenis pepohonannya berbeda dari Ya’ar HaMalakh…

    Bagus. Lajunya melambat. Trik ini memang tidak akan bisa menghentikannya seratus persen, namun dapat membantu mengulur waktu.

    Ini dia yang kutunggu, jalinan akar pepohonan yang benar-benar rapat. Sengaja aku melaju terus tanpa ada kesan akan berhenti. Sorot matanya juga begitu terkonsentrasi kepadaku.

    “Plasma, pindahkan aku ke atas dengan Warp Drive begitu jarakku dengan akar-akar itu kurang dari setengah meter.”

    “Bereeeesss!!”

    Dan…

    “SEKARANG!!”

    Berpindahnya tubuhku beberapa meter ke atas diikuti dengan terjeratnya Nephilim itu pada jalinan akar-akar yang rapat dan tebal. Yep, sayapnya terselip, tangan dan tubuhnya terlilit, sabitnyapun jatuh. Wajahnya nampak benar-benar kesal ketika menatapku.

    “DASAR ONII-SAMA BRENGSEEEEKKK!!!! U~uuuh…”, dia berusaha melepaskan diri dari jeratan akar.

    Kulambaikan tangan kepadanya sambil menjulurkan lidah, lalu terbang ke arah langit.

    “Hahaha!! Da’ath, tidak kusangka trik ***** seperti itu mampu menjebaknya!!”

    “Dia memang *****. Ingat kejadian di Batavia? Mau menipu, malah termakan tipuannya sendiri. Tidak hanya itu, dia bahkan tidak menyadari saat Stella melemparkan pisau pada lampu gantung yang didudukinya sendiri. Dia juga terlalu fokus dalam menyerang, sering tidak memperhatikan sekitar. Lihat saat Hypermassive Defenser menghantam dirinya? Aku yakin, jika kuayunkan pada Omoikane, Elilim-class yang satu itu sudah menghindar sebelumnya atau setidaknya, menahannya dengan pedang. Dengan demikian aku jadi tahu kalau pikirannya sangatlah sempit dan kekanak-kanakan, hanya berusaha menyelesaikan misi secepat mungkin tanpa pikir panjang. Sekarang coba pikirkan, kenapa dia tidak membuat bola ledakan untuk menyingkirkan akar-akar tersebut? Padahal di Batavia dia melakukannya beberapa kali. Kecerobohannya itu pulalah yang kurasa membuat kakakku dapat lolos dari pembantaian.”

    You’re simply amazing. Ternyata kamu masih pantas disebut sebagai penemu pertama Divine Technology.”

    “Simpan pujianmu nanti, Plasma. Kita harus membantu Raqia sekarang.”



    Beberapa kali bunyi ledakan dan deburan udara terdengar telingaku, disertai kilatan api dan cahaya. Manuver-manuver yang begitu cepat juga tertangkap pandanganku, yaitu Raqia yang sedang kewalahan menghadapi dua musuh sekaligus. Berkejaran layaknya tiga Sonic Glider yang bersusul-susulan, saling menghantam, terhempas. Sesekali Recovery Orbiter dan tombak-tombak miasma melaju dengan liar ke arah Raqia.

    “Plasma, bersiap untuk Warp Drive!!”

    ROOOGEEERRR!!”

    Secepat kedipan mata aku sudah berada di depan Raqia, tepat saat Tenebria menerjang. Otomatis, yang beradu pedang dengannya bukan Raqia, melainkan diriku beserta Energy Blade.

    Selagi pedang kami berbenturan, Tenebria berkata, “Masih hidup rupanya.”

    “Dia bukan lawan berarti untukku. Terlalu bodoh.”, aku merujuk pada Nephilim yang satu lagi.

    Dia melakukan gerakan mendorong, mundur beberapa jarak jauhnya.

    “Ke mana saja kamu hah?!”, tanya Raqia, nafasnya tersengal-sengal.

    “Hanya sedikit urusan saja kok.”, aku masih berusaha tersenyum.

    “Kalian ini…”, ucapan Omoikane terdengar, lagi-lagi, lega. “Tapi…maaf. Sepertinya ini harus diakhiri segera. Tentai no Katana, increase Celestial Light output to three hundred percent.

    Cahaya pada pedangnya berubah menyilaukan, seakan aku sedang menatap matahari yang makin mendekat.

    “Hahaha…ini dia.”, sahut Tenebria.

    “Majestic Lightslash!!!!”

    Omoikane melakukan gerakan menebas di udara, menghasilkan berkas cahaya putih berbentuk layaknya bulan sabit. Begitu besar, mungkin nyaris sama dengan panjang dan lebar Chereb HaMemad milik Raqia. Segera kulindungi diri dengan Hypermassive Defenser yang diperbesar 3 kali lipat, sementara teman kecilku menangkis dengan pedangnya. Beberapa saat kami berdua menahan berkas cahaya itu sebelum menghilang.

    Tunggu. Ke mana Tenebria??!! Bukankah sebelumnya dia berada tidak jauh di belakang Omoikane?!

    “Nyawamu milikku, hei Crusader-Saint!!!!”

    Dari bawah!!

    Baru saja aku ingin mengambil ancang-ancang…

    “Sudah kukatakan akulah lawanmu!!”

    Lagi-lagi Raqia. Lama-lama aku merasa dia tidak rela kalau aku harus berhadapan dengan Tenebria.

    Berbarengan dengan itu, Omoikane maju menyerangku. Sial, ternyata Tenebria hanya berfungsi untuk memancing perhatianku!! Dia pasti tahu kalau Raqia terlalu bernafsu untuk menghajar Nephilim berambut ungu itu sendirian, sekaligus membuatku lengah.

    Pergerakan tanganku agak kaku kali ini, sehingga pergelangan tangan kananku terasa nyeri ketika kedua pedang kami berbenturan. Sekali dihantam Recovery Orbiter, tubuhku mundur jauh, kemudian Omoikane melesat kembali. Argh, ini semua terlalu cepat!! Aku tidak sempat bereaksi sedikitpun!!

    Sebelum ayunan pedang itu mencapai tubuhku…



    Cahaya.



    Dari belakangku ada berkas cahaya lurus yang kuat, berwarna keemasan, melaju ke arah Omoikane. Diapun menghindar cepat ke kiri agar tidak terkena. Siapa…

    “Da’ath-sama!! Apa anda baik-baik saja?!”

    Maoriel!!

    He? Kenapa dia terlihat begitu…mekanik? Seakan ada Plasma kedua yang menempel di tubuhnya. Sisanya sih nampak normal. Kepala, badan, dan juga kakinya dibalut jubah putih panjang dihiasi rajutan benang-benang perak. Ditambah enam sayap tentunya.

    Pada kedua tangannya ada dua buah senjata yang boleh kukatakan bentuk dasarnya mirip Plasma Rifle. Panjangnyapun kira-kira sama. Bedanya, jika Plasma Rifle memiliki silinder untuk menembak, yang ini nampak seperti bilah sebuah pedang yang lebar. Yang di tangan kanan berwarna merah, sementara yang di tangan kiri berwarna biru. Tidak hanya itu, di atas kedua pundaknya ada dua buah benda mirip pisau berwarna hitam, panjangnya kira-kira setengah panjang tangan orang dewasa. Keduanya melayang sekitar satu jengkal di atas pundak.

    “Maoriel…”, tatapan Omoikane terpaku pada Archangel yang baru muncul itu.

    “Omoikane, hentikan ini semua!! Kumohon…kumohon kembalilah ke Chalal!! Jika ada yang ingin kamu sampaikan, katakanlah secara baik-baik!! Aku berjanji, aku akan berusaha memenuhi apapun permintaanmu!!”

    “JANGAN DENGARKAN DIA!!”, teriak Tenebria, setelah sekali berhantaman dengan Raqia. “Melanggar perjanjian dengan kami, kamu akan habis!!”

    Raqia langsung menyambar, “Tutup mulut beracunmu itu!!”

    Ini kesempatanku. Kondisi sudah berbalik tiga lawan dua, ditambah Omoikane yang mentalnya sedang tergoncang sekarang. Seketika kupindahkan diri dengan Warp Drive ke belakang Tenebria.

    “Stop. Jangan melakukan gerakan apapun.”, kuposisikan tepi Energy Blade menempel pada sisi kanan lehernya. Hypermassive Defenser kuaktifkan dalam mode otomatis, siap menghajarnya dari sebelah kiri jika dia bergerak.

    “Maaf, tapi benda ini kusita.”, Raqia mengambil Chereb HaNephilim dari genggaman Tenebria, lalu sedikit menekan ujung pedang miliknya sendiri di perut Nephilim tersebut.

    “Menyerahlah, Omoikane. Kamu sudah terpojok sekarang. Sekarang lebih baik kamu turuti apa kata-kata Maoriel.”, kataku.

    “Tidak. Saya tidak akan kembali, Da’ath-sama. Saya…lelah. Keberadaan saya seakan tidak dianggap di sana!!”

    “Jangan bercanda, Omoikane!!”, sahut Maoriel. “Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu?! Apa pernah aku mengabaikan dirimu?!”

    “Berlagak tidak tahu…”, Omoikane mengeratkan genggaman pada pedangnya.

    “Jawab aku, Omoikane!! Aku tidak pernah memperlakukanmu berbeda dengan yang lainnya!!”



    Dua orang ini…ingin kujitak juga lama-lama.

    “Hah…”, kuhela nafas sejenak. “Justru itu kesalahanmu, Maoriel.”

    “Apa maksud anda…Da’ath-sama?”

    “Omoikane, aku sudah tahu semuanya. Apa perlu aku yang mengatakan---“

    “Itu…tidak perlu.”, potong Omoikane. “Seberapa lamapun waktu yang diperlukan agar pria keras kepala yang satu itu sadar…saya akan menunggunya.”

    Ajaib, Elilim-class yang satu itu tersenyum.

    “Kalau seperti ini caranya, kamu sama keras kepalanya dengan Maoriel. Lebih baik kembalilah ke Chalal. Kalian butuh waktu banyak untuk berdua dan bicara tentang hal itu.”

    “T-Tapi, Da’ath-sama…”

    Kupotong kata-kata wanita itu, “Ini perintah. Apa kamu berani menentang kata-kata sang Crusader-Saint sendiri?” Kata-kata itu sama sekali tidak kuucapkan dengan nada mengancam.

    Kulanjutkan, “Aku tahu kamu tidak pernah berniat untuk memberontak sama sekali. Kamu hanya butuh perhatian lebih darinya. Jadi…pulanglah. Aku tidak akan menghukummu atas apa yang telah kamu perbuat sebelumnya.”

    Mendadak Tenebria menyahut, “Ini semua…membuatku ingin muntah saja.”

    “Diam. Tidak ada yang menyuruhmu bicara.”, ujarku dingin. “Bagaimana, Maoriel? Selesaikanlah hal ini dari hati ke hati, jangan terus membatu seperti sekarang.”

    “Omoikane, apakah kamu…”, Maoriel hanya menatap ke arah Omoikane.

    Pedang lengkungnya itupun disarungkan kembali. Sambil tersenyum dia berkata, “Da’ath-sama benar. Sepertinya…kita perlu bicara. Aku tidak tahu butuh berapa ratus tahun lagi, tapi untuk sekarang…”

    Omoikane melaju perlahan ke arah Maoriel.

    “…Maoriel, tadaima.”



    Mendadak terdengar sebuah teriakan yang memecah suasana itu.

    “PENGKHIANAAAAAAAAATTTT!!!!”

    Sial!! Nephilim mini itu sudah berhasil melepaskan diri?!

    Begitu cepatnya, bahkan Omoikane tidak dapat mengantisipasinya. Sebuah tebasan sabit berhasil melukai punggungnya. Perhatianku dan Raqiapun mendadak tertuju pada hal itu.

    Onee-sama!! Sekarang!!”

    Pada saat yang bersamaan, Tenebria menunduk, menendang tangan kiri Raqia yang menggenggam Chereb HaNephilim, lalu berhasil meraihnya kembali. Harus kuakui aku tidak sigap kali ini karena terkejut dengan kehadiran Nephilim bersabit itu. Kemudian Nephilim berambut ungu itu terbang melesat, menerjang ke arah Omoikane dan membawanya entah ke mana, menghilang dari pandangan. Semua terjadi dengan sangat cepat.


    “OMOIKANEEEEEEEE!!!!!”


    Teriakan Maoriel terdengar begitu pilu. Seketika setelah itu…

    Astral Satellite, full power.”

    Terdengar jawaban dari pisau yang melayang di pundaknya, “Alright, master.”

    Suara Stella?!

    Dua berkas cahaya keemasan melaju dari kedua ujung pisau, mengenai Nephilim mini itu hingga terdorong cukup jauh. Sepertinya menyakitkan.

    Luminary Blast, setting power to the maximum.”, ujar Maoriel sambil merentangkan kedua tangannya ke depan secara sejajar.

    Senjata di tangan kanannya menjawab, “Opening circuit from first to twentienth. Connecting to Divine Energy source…

    Kali ini, Sola?! Jangan bilang kalau senjata di tangan kirinya itu…

    Terbentuk bola cahaya keemasan di depan kedua tangan Archangel bermata kuning itu, membesar seiring waktu. Benar dugaanku, terdengar suara Luna dari tangan kiri.

    Bombarding in five…four…three…two…

    “KAMU MILIKKU, ONII-SAMAAAAA!!!!!”

    Seketika rantai hitam dari sabit itu sudah melilit dan menarik tubuhku. Sial, kalau begini aku tidak bisa melakukan Warp Drive!!

    “…one…”

    Raqia berteriak, terdengar putus asa. “Maorieeel!!! HENTIKAAAAAAANNN!!!!”



    Terlambat.



    “…zero.”

    Begitu menyilaukan. Yang kuingat saat itu hanyalah suara ledakan yang begitu keras…


    ==================================

    Spoiler untuk Trivia :

    • Kanji utk tentai di sini = 天体
      = heaven
      = body
      Jadi, bisa diartikan heavenly body/celestial body
    • Physical appearance Omoikane di sini based on Eirin Yagokoro dari game Touhou Project, bajunya aja yg beda.

    Last edited by LunarCrusade; 14-11-12 at 05:00.


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  7. #66
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    Lagi-lagi Raqia. Lama-lama aku merasa dia tidak rela kalu aku harus berhadapan dengan Tenebria.

    Begitu cepatnya, bahkan Omoikane tidak dapat mengantisipasinya. Sebuah tebasan sabit berhasil melukai punggunya. Perhatianku dan Raqiapun mendadak tertuju pada hal itu.
    tumben ada beginian... kecepetan ngetiknya sih

    ****

    WOOOP WOOOOP~!!!!!!!
    aerial battle staaaaart!

    ini adegan pertarungan di udara terseru dari sekian banyak adegan yang pernah lu tulis. lawannya seru, ga sekali-duakali tebas k.o. bisa saling bales-balesan gitu, eh malah si Da'ath yang sebenernya ga banyak ngapa2in.
    Omoikane sih imbak coi, apalagi recovery orbiter nya itu. gue jadi inget Kuja, boss nya Final Fantasy 9. Rambutnya sama2 perak pula, bedanya si Kuja itu cowo.

    sodari nephilim itu muncul lagi juga. sayang si loli bersabit belom ketauan namanya...

    asli, di chapter 16 pas tuh 2 biji muncul gue langsung syur. Gue sempet bayanginnya tag battle sih, taunya pisah2. tapi seru juga, banget malah.
    lawaknya si loli bersabit airhead gitu.

    tapi... kok rasanya lama2 si Da'ath makin suka nyombongin gelar crusader saint nya itu ye? terus, kok Raqia rasanya jadi brutal
    awal2 impresi gue ke Raqia itu kayak charming & flawless lady gitu... lah ini lama2 brutal bener. jujur, agak kecewa gue

    Oh, sekarang si trio oppai-loli-pettan malah jadi senjata. ehm.
    Tenebria, gue ga terlalu hype sih, lebih penasaran sama si loli bersabit. aowkaowkoakowkaokwoakw

    okeh2. pokoknya gue menunggu keluaran baru lagi.
    *digampar

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  8. #67
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    eh ada typo oke dibenerin dulu
    maklum itu jam 3-4 pagi nulisnya...masi ngantuk kali gw



    kalo tag battle susah nulisnya,
    campur" gitu misal dari Raqia nyerang, terus Tenebria bales, terus dibales lagi Da'ath, terus dibales lagi Nephilim-belom-bernama...
    mending gw pisah aja jadinya daripada berantakan


    Da'ath emang makin inget posisinya sbg Crusader-Saint, jadi jgn heran kalo makin begitu
    toh dia gak asal perintah maki" kek orang gila kekuasaan, masih berkata dengan penuh kasih sayang #digasruk


    Raqia?
    Dari awal emang gw bayangin dia itu sayang banget sama rakyat sendiri, tapi lumayan sadis sama musuh
    Begitulah kira"


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  9. #68
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Namanya si Nephilim kecil ketauan \/


    Spoiler untuk Tehillim 17 :


    ==============================================
    Tehillim 17: Astronomical Feeling Part VI ~ Little Nephilim
    ==============================================




    “Da’ath!! Oi, Da’ath!!!!”

    Ada yang berteriak di telingaku, suara Plasma. Perlahan kubuka mataku…

    “Hei, sadarlah!!”

    “Mmm…i-ini…di mana?”

    Hijau. Hanya itu pemandangan yang ada di sekitarku.

    “Ledakan tadi menghempaskanmu ke dalam hutan. Untunglah kekuatan Archangel Core yang totalnya hanya sekitar enam puluh persen dari yang seharusnya, sudah jelas tidak akan mampu melukaimu yang mengenakan Sacred Armor. Bagaimana kondisimu?”

    Akupun berusaha duduk. Kata-kata Plasma benar, aku tidak merasakan sakit apapun, hanya kepalaku terasa agak pening.

    “Hanya sedikit pusing saja.”, tangan kananku refleks bergerak memegang kepala. “Lalu…bagaimana dengan yang lainnya? Maoriel? Raqia?”

    “Maaf, aku tidak tahu.”, ucapannya terdengar lesu. “Mau mencarinya?”

    “Kamu sendiri bagaimana? Seingatku, Biblos Gnostikos ditinggal di Chalal, dan batasan energimu…”

    “Sudah, tidak masalah. Masih ada enam puluh jam lebih. Sangat cukup untuk mencari yang lain dan kembali ke Chalal. Yang jelas…kita harus keluar dahulu dari hutan ini. Setelah itu, aku akan berubah ke dalam mode Sonic Glider, barulah kita cari yang lainnya. Pepohonan di sini terlalu sempit jaraknya untukku berubah.”

    Segera kuberdiri, lalu memungut Energy Blade yang tergeletak beberapa langkah dariku. Perisaiku? Jelas masih berada di dekat tangan kiri.



    Sebentar…sepertinya aku dapat mendengar suara laut.

    “Plasma, kamu dengar itu?”

    “Hmm…ya, laut. Aku bisa berubah dengan leluasa jika berada di pantai.”

    Tanpa basa-basi, aku terbang menerobos barisan pepohonan ini menuju sumber suara ombak. Beberapa waktu berlalu, cahaya mulai nampak di antara celah pepohonan. Benar saja, laut lepas membentang begitu aku berhasil keluar. Pantainya begitu bersih, berpasir putih.

    Matahari terlihat makin rendah di langit. Namun, baru saja ingin kumatikan mode Heavenly Saint…

    Terdengar suara dari arah hutan, suara langkah kaki disertai gesekan daun. Instingku langsung bekerja, membuat kewaspadaanku naik. Kutengok ke sebelah kiri belakang. Seseorang muncul dari semak…


    Nephilim kecil itu!!


    Tak terelakkan, pandangan kami bertemu. Dari tatapannya aku tahu dia ingin segera menyerangku, tetapi keseimbangannya runtuh seketika. Diapun jatuh berlutut sambil bertumpu pada sabit besarnya, dengan tangan kiri memegangi perut bagian kanan. Kesempatanku? Atau…

    Melihat diriku yang berjalan ke arahnya, dia berkomentar, “Habisi saja diriku. Aku tahu ini yang kamu tunggu-tunggu.”

    Penggal kepalanya? Iya, tidak, iya, tidak, iya, tidak, iya, tidak, iya…tidak.

    “Haaah…”, kuhela nafas panjang, lalu berlutut di dekatnya. “Perutmu kenapa?”

    Wajahnya menunjukkan rasa tidak percaya.

    “Coba kulihat.”, kuraih tangan kirinya, lalu menggesernya. Kulihat suatu luka bakar seukuran telapak tanganku, sudah pasti karena terkena tembakan Maoriel. Anehnya, dia tidak melawan. Hanya tertegun, terpaku, terkejut, terdiam.

    “Plasma, apa ada tanaman di sekitar sini yang bisa digunakan sebagai obat luka?”

    “O-Oi, Da’ath…apa kamu gila?! Bukankah dia---”

    “Ini perintah.”

    “Sudah mulai arogan rupanya…eh?”, dia hanya tertawa setelahnya karena mengetahui sebenarnya aku tidak benar-benar memarahinya. “Ya sudahlah, akan kucarikan. Hati-hatilah.”

    Kumatikan mode Heavenly Saint, membiarkan Plasma melangkah kembali masuk ke hutan.

    “Ini kuamankan sementara ya.”, kuambil sabit perak-hitam itu lalu duduk di sebelah kanan dirinya. Kutaruh jauh dari jangkauan, di sebelah kananku.



    Langit sudah berubah jingga ketika Plasma kembali, lengkap dengan mangkuk dari kayu berisi lumatan kasar berwarna kehijauan. Selama itu pula, Nephilim di sebelahku hanya diam dan memandang dengan tatapan kosong ke arah laut, sesekali menunduk. Aneh, dia tidak melakukan gerakan apapun yang mencurigakan, terbangpun tidak. Padahal kalau kupikir-pikir…dia bisa membunuhku kapan saja.

    “Whoa…dari mana mangkuk ini?”, tanyaku.

    “Aku menemukan sebuah batang besar tergeletak di tanah, dan dari situlah kubuat wadah ini. Aku ini serbaguna lho.”

    “Terima kasih, Plasma.”, kuterima mangkuk kayu itu, lalu berbalik ke arah gadis pirang di sebelahku. “Ingin menaruhnya sendiri?”

    Jawabannya tak kusangka-sangka. “Bukankah luka ini disebabkan oleh bawahanmu? Sudah sepantasnya kalau kamu bertanggung jawab.”

    Aku hanya tersenyum kecil lalu berkata, “Huh…bilang saja kalau kamu ingin aku yang mengoleskannya untukmu.” Pipinyapun berubah merah seperti warna langit saat ini.

    Kucuci tanganku dengan air laut ---karena Plasma yang menyuruhnya---, lalu perlahan kuoleskan pasta kehijauan itu. Sentuhan pertama, dia meringis sesaat.

    “Sakitkah?”

    “Ini bukan apa-apa. Teruskan.”

    Yap, sudah merata. Kutanya pada gadis pirang itu, “Bagaimana dengan sayapmu? Apakah terluka juga?”

    Aku tahu sebenarnya sayapnya juga terluka, karena sejak tadi dia tidak berusaha kabur melalui jalur udara. Dia tidak menjawab, hanya memandangiku dengan tatapan keheranan.

    “Mmm.”, dia mengangguk sekali, lalu membenamkan wajahnya pada kedua lutut.

    Kuperhatikan sayapnya sejenak…sulit juga mencari lukanya dengan warna sayapnya yang hitam seperti ini. Tetapi akhirnya kutemukan juga, sebuah luka sayatan di pangkal sayap kanan atas, berdarah. Kuoleskan perlahan sisa obatnya.

    Karena bagian belakang pakaiannya memiliki celah sebagai tempat keluarnya sayap, aku bisa melihat punggungnya yang putih itu. Ada sesuatu yang menarik pemandanganku.

    “Ini…bekas luka?”, aku merujuk pada dua buah garis kecoklatan pada kulitnya, jelas sekali bekas luka yang sudah lama. Satu dekat sayap kiri atas, satu lagi dekat kiri bawah.

    “Jangan menyentuhnya!!”, seru Nephilim kecil itu.

    “E-Eh…iya…maaf. Apakah masih sakit?”

    Dia tetap menutup mulutnya.

    “Oke, aku tidak akan bertanya lebih lanjut tentang itu.” Kucoba mengalihkan topik pembicaraan. “Namaku Da’ath, Da’ath Ruachim. Kamu?”

    “Eh?”

    “Huh…”, kutepuk dahiku sendiri sambil menghela nafas panjang. “Bukankah tadi kamu bertanya namaku? Kamu benar. Tidak sopan rasanya jika tidak menjawab pertanyaan orang lain, meski dari musuh sendiri.”

    “Jawabanmu sudah kelewat basi.”

    Cih, anak ini…

    Selagi kami mengobrol, ternyata Plasma sedang menyiapkan tumpukan ranting dan dedaunan kering. Dengan berkas cahaya lurus berwarna merah dari telunjuk kanannya, semua itu terbakar, dan terciptalah api unggun. Benar-benar serbaguna. Akupun berdiri, ingin melangkah ke dekat api karena udaranya mulai terasa dingin. Tetapi, belum juga kakiku berdiri tegak…

    Ujung bajuku ditarik. “Atra. Atra Melancholia.”, ujarnya, dengan wajah yang berpaling dari tatapanku.

    Sambil tersenyum, kukatakan, “Terima kasih sudah memberitahu namamu, Atra.”



    Di dekat api unggun, dia hanya menatap kobaran api dengan lagi-lagi, tatapan yang kosong. Plasma sendiri menawarkan diri untuk mencarikan dua atau tiga ekor ikan di laut untuk makan. Hebatnya, dia tidak perlu alat pancing, cukup dengan berenang dan menangkapnya dengan tangan. Diapun kembali ketika matahari sudah bersembunyi sepenuhnya.

    Entah Nephilim ini butuh makan atau tidak, yang jelas tidak sopan rasanya jika tidak kutawari. Dia tidak menolak, meski tidak mengatakan apapun ketika kuberikan padanya seekor ikan bakar yang sudah ditancapkan pada sebuah batang kayu. Aku hanya memperhatikannya sambil tersenyum saat tangannya mencuil daging ikan itu kecil-kecil, barulah dimasukkannya ke mulut. Cara makan yang menggemaskan, menurutku.

    “A-Ada apa?”

    “Cara makanmu aneh.”

    “Aku…tidak mau menelan durinya.”

    Mendadak Plasma berkata, “Da’ath, aku akan mematikan sistemku hingga pagi. Aku ingin menghemat energinya. Jika ada apa-apa, ketuk saja kepalaku, oke?”

    “Ah…oke, oke. Selamat tidur.”

    Dan sekarang tinggal diriku saja berdua dengan Nephilim yang jujur saja, parasnya cukup menggemaskan.

    “Itu bekas cambukan. Masih ada beberapa lagi di sekujur tubuhku.”

    “Uh? Bicara apa sih kamu ini?”

    “Aku hanya menjawab pertanyaanmu mengenai bekas luka itu, tahu!!”, wajahnya memerah, kemudian melempar batang kayu bekas ikan bakar tepat ke wajahku.

    “Heh, tidak usah lempar-lempar segala!!”, kupegangi hidungku yang tepat menjadi sasaran keganasannya. “Jadi…itu…”

    “Ini semua salahmu.”

    “Bicaramu kenapa semakin melantur begini sih…”

    “Seandainya saja aku berhasil membunuhmu empat belas tahun yang lalu, aku tidak akan menerima luka-luka ini!!”

    Tatapannya kali ini begitu menusuk. Mata merahnya yang berkilau karena memantulkan cahaya api unggun menambah aura kengeriannya.



    “Jadi? Apa yang mau kamu lakukan sekarang?”

    “Aku…tidak tahu…”, kepalanya sedikit menunduk. “Semua ini membuatku bingung…”

    “Huh? Bingung?”

    “Untuk apa kamu melakukan semua ini, hah?!”, tangannya menarik kerah bajuku. “Bukankah aku yang membunuh keluargamu empat belas tahun yang lalu?! Ini adalah waktu yang tepat untuk membalaskan dendammu!! Kenapa tidak bunuh saja diriku sewaktu kondisiku lemah seperti ini??!! Yang kamu lakukan malah melepaskan kesempatan itu!! Kenapa, Da’ath?! KENAPA?! JAWAB AKU!!!!!”

    “Kenapa…ya?”, kutatap langit malam ini, yang cerah dan penuh dengan bintang. “Mungkin karena itu sudah keinginanku?”

    “Hah?! Tidak masuk akal!! Aku ini musuhmu!! Pembantai orang-orang yang kamu cintai!! Kenapa tidak kamu penggal saja---“

    “Stop. Tidak dibutuhkan alasan apapun untuk berbuat baik. Kawan ataupun lawan, selama hatiku tergerak untuk menolong, ya akan kulakukan. Itu saja. Masalah apakah mereka akan membalasku dengan kebaikan juga atau malah balas dijahati, itu bukan urusanku, itu urusan Tuhan sendiri. Kamu sendiri bagaimana? Bukankah seharusnya kamu bisa meledakkan kepalaku kapan saja? Akupun bisa mengajukan pertanyaan yang sama padamu. Jadi sekarang, tolong lepaskan genggamanmu.”

    “Cih.”, tangannya dilepaskan. “Aku tidak percaya ada orang sepertimu.”

    “Terserah mau percaya atau tidak. Yang jelas sekarang aku mengantuk, mau tidur. Kalau ingin pergi, bangunkan saja diriku, lalu ucapkan pamit dengan cepat.”

    Dan…mimpi itu lagi.


    *


    “Ada orang di sana.”

    Ini…suara Plasma. Ternyata benar, dia sudah menjadi partnerku sejak lama.

    Cuacanya begitu buruk kali ini, hujan deras disertai petir. Bunyi-bunyi ledakan juga terdengar dari kejauhan.

    Bangunan setengah runtuh itu lagi. Akupun mendarat di dekatnya. Kali ini latar tempatnya menjadi makin jelas, dan kudapati tanaman-tanaman itu lagi ---Sansevieria--- tumbuh di sekitarnya. Perlahan aku mulai berjalan menyusuri bangunan itu, dan…

    Mereka.

    Maoriel dan Omoikane ---entah apakah nama mereka sama seperti sekarang pada saat itu--- berada dalam posisi yang tepat sama seperti mimpiku sebelumnya. Wajah keduanya juga sangat jelas, hanya saja memiliki rambut dan mata hitam.

    Plasma memberitahu kalau dari seragam yang mereka kenakan, sebenarnya keduanya berasal dari kubu yang bermusuhan, kedua-duanya adalah kubu yang memusuhi pasukanku. Tapi kenapa mereka bisa berada bersama seperti ini?

    Maoriel mengarahkan sesuatu padaku, yang bisa jadi adalah sebuah senjata.

    “Matikan mode Heavenly Saint nya.”

    “O-Oi, apa kamu sudah gila? Bukankah mereka---“

    “Turuti saja kata-kataku.”

    Benar-benar mirip dengan yang terjadi tadi sore. Sekarang aku mengerti…ternyata ini memang sudah ‘hobi’ku, mengampuni musuh sendiri.



    Akupun berjalan mendekati keduanya. “Apa yang terjadi dengannya?”, aku merujuk pada Omoikane yang tergeletak di pangkuan Maoriel. Nafasnya terdengar berat.

    “J-Jangan mendekat!! Aku akan menembak kalau---“, tangannya nampak gemetar.

    “Huh…kalau kamu ingin menembak, kenapa tidak langsung lakukan saja? Tidak usah pakai pengumuman segala…”

    Senjatanya diturunkan, lengkap dengan wajahnya yang terkejut.

    “Jadi, apa yang---“

    Kata-kataku terhenti ketika melihat luka besar di bagian perut Omoikane, ditangani seadanya dengan dililit perban.

    Kutengok ke arah Plasma yang ternyata bentuknya sedikit berbeda, sedikit lebih keren. Aku bertanya, “Dia…apa dia bisa ditolong?”

    “Hmm…”, Plasma berjalan mendekat. “Sepertinya sulit. Saat ini kita tidak memiliki Divine Technology yang dapat memulihkan luka separah ini. Yang bisa dilakukan hanyalah menghentikan waktu internal tubuhnya, mencegah kematiannya.”

    “Kumohon, tolonglah dirinya!! Aku mohon dengan sangat...”, seru Maoriel sambil menangis.

    Aku dan Plasma berpandangan sesaat.

    “Kamu bisa menolongnya.”, ujar Plasma.

    Aku menambahkan, “Ya, kamulah yang harus menolongnya. Ikutlah denganku, dan ciptakan sebuah Divine Technology yang mampu menyembuhkan dirinya secara total.”

    “A-Apa hal itu bisa dilakukan…?”, dia terdengar tidak percaya.

    “Aku yakin kamu bisa. Sebelumnya, boleh aku tanya sesuatu? Apa hubungannmu dengan wanita ini?”

    Dia tidak menjawab, hanya berpaling dengan wajah yang berubah merah.

    “Sudah bisa kutebak.”, aku hanya tersenyum kecil. “Perasaan itu saja sudah cukup sebagai modal awal untuk menolongnya. Kalau begitu, waktu internal tubuhnya harus dihentikan sekarang. Hei, R---“


    *


    Mimpi itupun berakhir, bersamaan dengan terbangunnya diriku. Satu pertanyaan, siapa yang akan kupanggil untuk menghentikan waktu…? Apa aku akan memanggil Raqia? Ah, sayang sekali mimpi itu berhenti sampai di situ saja.

    Langit nampak biru, artinya sudah pagi. Mulai kuangkat tubuhku untuk duduk…ternyata dia masih ada di dekatku. Atra.

    “Ah…belum pulang?”, tanyaku, disusul dengan menguap.

    “Aku baru saja ingin kembali…”

    Suaranya terdengar lemah. Ketika kuamati wajahnya lebih teliti, matanya…

    “Hei Atra, kenapa sembab begini?”, kudekatkan wajahku padanya.

    “Ini semua salahmu.”

    “Lagi-lagi salahku?!”

    “Kamu benar-benar brengsek, onii-sama.” Akhirnya, dia menyebutku dengan sebutan itu lagi.

    “O-Oi…ada apa ini sebenarnya…? Aku tidak setengah sadar lalu melakukan hal yang aneh-aneh terhadapmu kan?”

    Dia tersenyum, menggelengkan kepala. “Apa onii-sama tahu tipe lelaki yang paling brengsek? Yaitu yang membuat wanita menangis…”

    Tunggu. Jangan bilang kalau dia menangis semalaman?!

    Kali ini dia menyandarkan kepala di pundak kiriku. “Onii-sama tahu? Sebenarnya aku nyaris membunuhmu tadi malam.”

    Sabitnya memang sengaja tidak kusembunyikan. Aku merasa yakin kalau dia tidak akan berani melukaiku atas apa yang telah kukatakan tadi malam, meski hanya sebuah goresan kecil.

    “Tapi…aku tidak sanggup. Baru saja kuangkat Choshech Arcblade tinggi-tinggi, tanganku malah gemetaran. Akhirnya kulempar sabit itu jauh-jauh.”

    Sesuai perkiraanku.

    “Aku teringat kata-katamu tadi malam. Itu terus terngiang di telingaku, bahkan hingga saat ini. Saat itu, kakiku langsung terasa lemas, kemudian aku hanya berlutut di sebelahmu, onii-sama. Aku…tidak tahan. Air mata seakan keluar dengan sendirinya ketika melihatmu, begitu deras bahkan hingga membasahi wajahmu. Aku belum pernah memangis sebanyak itu seumur hidup.”

    Sekarang aku tahu alasannya kenapa mimpiku berlatar hujan deras. Itu adalah air matanya. Aku benar-benar lelah tadi malam, sehingga tidak kusadari sama sekali kalau dia berada di sebelahku.

    Onii-sama tahu? Kata-katamu itu…seakan menyentuh hatiku dengan lembutnya, terasa begitu hangat. Kurasa itulah kenapa aku hanya bisa menangis dan menangis. Bahkan Tenebria onee-sama pun belum pernah membuatku seperti ini. Aku heran, kenapa Papa begitu membencimu…”

    Itu artinya…yang menghasilkan para Nephilim adalah seorang laki-laki!! Dugaan Raqia salah total yang mengatakan kalau Archangel ketujuhlah pelakunya, karena dia seorang perempuan!!

    “Sekali lagi aku tanya. Kumohon, jawablah dengan jujur. Apa alasannya onii-sama melakukan semua ini?”, suaranya terdengar berbeda, lebih lembut.

    “Sudah kukatakan, aku hanya tergerak menolongmu. Apalagi melihat lukamu yang berdarah…aku tahu kamu masih memiliki sisi manusia. Selama masih ada hal itu, aku tidak punya alasan khusus lainnya.”

    “Hah…”, dia menghela nafas panjang, kemudian memeluk tangan kiriku. “Seandainya saja onii-sama bisa kubawa pulang…”



    “Mau ikut denganku?”

    “Eh?”

    “Aku masih akan mengunjungi beberapa kota lagi setelah ini. Bagaimana?”

    “Lalu bagaimana dengan Archangel yang bersamamu itu…?”

    “Raqia, maksudmu? Aku bisa bicara dengannya kok.”

    Mendadak dia mencubit pipiku. “Tidak mau. Onii-sama suka padanya kan? Jelas sekali, bahkan akupun bisa tahu. Aku tidak suka mengganggu hubungan orang.”

    “Cih…lalu bagaimana dengan Maoriel dan Omoikane? Kamu dan Tenebria sudah mengintervensi apa yang terjadi pada mereka berdua.”

    “Tujuanku dan onee-sama hanya membunuh Archangel itu, mengambil Archangel Core nya, lalu mengontrol Recovery Orbiter dan ketiga Celestial Core dengan benda tersebut. Kami hanya kebetulan saja masuk ke dalam urusan pribadi mereka.”

    “Kamu tahu nama asli benda-benda itu?”

    “Tentu saja. Papa yang memberitahuku.”

    “Err…tapi…setelah ini kamu tidak akan membunuh Maoriel kan…?”

    “Misi gagal, onii-sama. Aku sudah tidak sanggup melanjutkannya. Dan ini semua karena dirimu yang terlalu baik, kelewat baik.”, dia tertawa kecil.

    “Ternyata semudah ini menghentikanmu.”, aku tersenyum bangga.

    “Iya…iya. Aku mengaku kalah, onii-sama.”, dia menepuk-nepuk pundakku. “Oh ya, apa onii-sama tahu kenapa aku selalu memanggilmu demikian? Sebenarnya sejak awal aku sudah kagum denganmu, saat di Batavia itu."

    “Ah…jadi itu alasannya kenapa kamu memanggilku dengan sebutan ‘kakak’ yang kadang digunakan oleh salah satu suku di Chalal?”

    “Hmm, hmm.”, dianggukkannya kepala dua kali. “Bagaimanapun juga aku tetap menghormati siapapun lawanku.”

    “Berbeda sekali dengan kesan pertamaku sewaktu melihatmu…kukira kamu seorang maniak sadis yang senang melihat darah berceceran dan usus beterbangan.”

    “Hih…menjijikkan sekali…“, ekspresinya berubah suram. “Itu tidak cocok dengan gadis imut dan elegan sepertiku. Ketika…maaf, membunuh keluargamu saja, aku melakukannya secepat mungkin agar mereka mati tanpa terlalu merasa menderita. Tapi mungkin…itu cocok untuk dirinya…”

    “Eh? Siapa yang kamu maksud?”

    “Aku punya seorang kakak perempuan lagi, dia anak pertama. Aku…tidak suka dengannya.”

    “Ternyata kamu punya satu kakak lagi yang sadis ya?”

    “Ahaha…begitulah.”, tertawanya terdengar dipaksakan. “Meski paling cerdas di antara kami bertiga, namun kelakuannya benar-benar membuatku mual. Aku memang mengagumi orang yang pintar, contohnya saja onii-sama. Tapi kalau dia…ah sudahlah. Pesanku, hati-hatilah dengan dirinya. Kalau tidak salah daerah basis operasinya sekarang adalah yang terdekat dengan kota tempat Archangel kelima, Kanaphiel Chetzyammim, Sacred Hunter.”

    “Hmm…baiklah, akan kuberitahukan pada Raqia mengenai hal itu. Jika benar kakakmu yang satu lagi tergolong berbahaya, maka harus ditangani dengan cepat.”

    “Bunuh saja dia sekalian kalau kamu mau.”, ujarnya sinis.

    Kupukul pelan kepalanya. “Heh, jangan begitu. Kalau dia tidak pantas mati, atau dia tidak memintanya, untuk apa kucabut nyawanya?”

    “Huh…onii-sama ini memang kelewat baik hati…ya sudahlah, yang penting sudah kuperingatkan. Sekali lagi kukatakan, hati-hatilah dengannya. Dia belum tentu bisa diajak bicara seperti denganku ini.”



    Raut wajahnya mendadak berubah.

    “Oh, sepertinya onee-sama ada di dekat sini. Aku bisa merasakannya. Sebentar ya…akan kupanggil dia ke sini.”

    Belum sempat aku berkata apapun, diciptakannya sebuah bola hitam di tangan, lalu dilemparnya jauh ke atas. Bum. Meledak.

    “Kuharap dia melihatnya.”

    “Hei!! Bagaimana kalau dia langsung menebasku begitu melihat diriku?!”

    “Ahaha…sudah, onii-sama tenang saja. Dia bukan tipe orang yang akan membunuh orang yang bukan targetnya kok.”

    Tak lama, terdengar suara dari arah langit, seperti suara Sonic Glider mendekat. Itu…

    “WHOAAAA!!!!”

    Tiba-tiba saja Tenebria sudah mendarat di depanku sambil menyodorkan ujung pedangnya.

    Dia memaki, “Apa yang sudah kamu lakukan pada adikku, HAH?!”

    “A-Aku tidak melakukan apapun!! Melukainyapun tidak!!”

    Onee-sama, tolong hentikan.”, kepalanya digelengkan beberapa kali. “Da’ath onii-sama tidak berbohong.”

    “Benar begitu, Atra? Dia tidak menyentuhmu sedikitpun?”

    “Err…kalau menyentuh sih…iya.”, sahutku.

    “SUDAH KUDUGA!! Kamu pasti---“

    “Huh…onee-sama jangan emosi begitu. Dia hanya mengobatiku saja kok. Jadi, tolong turunkan senjatamu.”

    “Ck…baiklah kalau memang itu yang terjadi.”, wajahnya nampak masih kesal selagi pedangnya ditancapkan di tanah. “Yang jelas sekarang kita harus melanjutkan tugas.”

    “Tidak mau ah.”, sahutnya. Diapun berdiri dan melangkah, mengambil sabitnya yang kemarin dilemparnya hingga beberapa langkah dari tempatku tertidur.

    Tenebria terdiam sesaat, memandangi adiknya itu dengan mata yang melebar. “Atra!! Apa maksudmu?!”

    “Sudah kubilang tidak mau, ya tidak mau. Aku mau pulang saja.”

    Ekspresi Tenebria makin terkejut. “Pu…lang? Pulang katamu?! Apa kamu tahu apa yang akan terjadi---“

    “Aku tahu onee-sama, aku tahu. Jadi…kumohon, ijinkan aku pamit dengan onii-sama.”

    Eh? Ada apa ini sebenarnya? Apa maksudnya…



    Sekarang Atra duduk berlutut di depanku.

    Onii-sama.”, ujarnya lembut, matanya nampak berkaca-kaca memantulkan cahaya matahari pagi. “Aku tahu ini terlambat, sangat terlambat. Tapi…aku mohon maaf. Aku mohon maaf atas semua yang sudah kulakukan. Aku…aku benar-benar menyesal…”

    Air mata mengalir membasahi pipinya. Tidak tega melihatnya, tanganku mulai membelai kepalanya. Jelas sekali dia benar-benar menyesali perbuatannya terhadap keluargaku.

    Membencinya? Awalnya, ya. Aku ingin sekali melihatnya mati saat di Batavia. Bagaimanapun juga aku tetaplah seorang manusia. Aku bisa marah dan menyimpan kebencian. Tapi…tidak. Aku memilih untuk melepaskan itu semua. Jika dendam ini terus kusimpan, apa bedanya aku dengan para Nephilim? Dan aku yakin, kemampuanku untuk memaafkan dan mengampuninya bukanlah berasal dari kekuatanku sendiri, melainkan dari-Nya.

    Tangisannya makin keras, dan kali ini dia memelukku erat-erat. Berulang kali kata maaf terucap dari mulutnya. Aku…tidak sanggup menjawabnya. Hanya dapat balas memeluknya, dan menggumam “Mmm” disertai sebuah anggukan.



    “Sepertinya…sudah waktunya. Da’ath onii-sama, aku harus pulang sekarang.”

    “Mmm. Jaga dirimu, Atra. Sampai bertemu lagi.”

    “Bertemu lagi…”, bibirnya mendadak terkunci sebentar, matanya berpaling.

    Diapun tersenyum. Aku bersumpah, itu adalah salah satu senyuman paling indah yang pernah kulihat selama 21 tahun hidupku yang sekarang. Seakan yang ada di hadapanku bukanlah seorang Nephilim berdarah dingin, namun seorang Archangel bersayap hitam.

    “Pasti, onii-sama.”

    Masih terkesima dengan senyumannya, tiba-tiba pipiku kiriku merasakan sesuatu. Begitu lembut, kecil, dan juga hangat.


    Atra…mencium pipiku. Astaga.


    “Terima kasih untuk segalanya, onii-sama.”

    Aku masih tidak bisa bereaksi atas semua itu ketika dia mulai mengambil sabit besarnya, membuka portal hitam di permukaan pasir, lalu melangkah ke atasnya.

    Tersenyum ceria, dia melambaikan tangannya padaku.



    Sayonara.”



    Hanya itu yang diucapkannya, bersamaan dengan sosoknya yang perlahan menghilang. Lingkaran hitam itupun ikut hilang setelah Atra lenyap sepenuhnya.

    Kepalaku masih berusaha mengolah informasi mengenai apa yang terjadi ketika Tenebria berteriak kepadaku.

    “Kamu…SEBENARNYA APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN, HAH?!”

    Akupun berdiri. “Seharusnya aku yang bertanya!! Aku…masih tidak paham. Kenapa kamu nampak ketakutan saat dia mengatakan ingin pulang?!”

    “Itu…bukan urusanmu.”, kali ini giliran dia yang membuka portal, dan melangkah ke sana.

    Refleks, aku menarik tangan kirinya yang sedang menggenggam pedang. “Kumohon, katakan apa yang akan terjadi pada Atra!!”

    Dan…



    *PLAK!!!~



    Sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku. Sial, habis dicium kenapa aku ditampar begini?

    “Jangan memegang tanganku sembarangan!!”

    “Kalau begitu katakan yang sebenarnya!! Perlukah aku bersujud di hadapanmu hingga malam nanti agar kamu mau mengatakan semuanya?! Tolonglah, aku khawatir setengah mati melihat perilaku kalian!!”

    Akhirnya, Tenebria bicara. “Dia…kemungkinan besar akan mati.”

    “Apa…katamu…? Mati…?”

    “Apa perlu kubersihkan dulu telingamu yang kotor itu?! Ini sudah kedua kali misinya gagal!! Waktu itu memang hanya beberapa puluh cambukan. Tapi kali ini?! Bisa-bisa Papa membunuhnya!!”

    “Jangan bercanda, Tenebria!! Orang tua mana yang mungkin melakukan hal itu?!”

    “Terserah apa katamu, Crusader-Saint yang agung!!”, kali ini dia setengah meledekku. “Kamu…tidak tahu apapun mengenai kami…”

    “Tapi kamu masih bisa menolongnya kan? Setidaknya, mintalah supaya ayahmu mengurangi hukumannya!!”

    “Itu yang akan kulakukan, dasar bodoh!! Sekarang biarkan aku kembali!!”

    Suasana hening sesaat.



    “Dan…terima kasih banyak.”

    Tunggu, tunggu. Apa aku tidak salah dengar? Tenebria mengucapkan terima kasih padaku?

    “Seumur hidup, aku belum pernah melihatnya tersenyum seperti tadi. Aku tidak mengerti sihir apa yang kamu gunakan, tapi…sekali lagi, terima kasih. Persepsiku terhadapmu sedikit membaik.”

    Meski tidak begitu jelas, namun aku tahu ujung-ujung bibirnya sedikit naik.

    Kakinyapun mulai melangkah ke arah portal. Bersamaan dengan itu, muncul cahaya kuning di tangan kanannya selama beberapa detik, kemudian terciptalah sebuah kristal kuning segenggaman tangan berbentuk prisma segi enam. Dilemparkannya kristal itu padaku.

    Ketika kutangkap kristalnya, dia berkata, “Untukmu. Anggap saja sebagai rasa terima kasih.”

    “Ini…kristal apa?”

    “Basis pertahanan Omoikane tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Kamu butuh kristal itu untuk menyingkapkan Anti-Photonic Curtain yang telah dipasang Atra sebelumnya. Oh, dan tenang saja, aku tidak membunuh Omoikane. Memang dia sempat kuhajar beberapa kali, tapi Recovery Orbiter itu mampu memulihkannya dengan cepat. Kamu tidak perlu khawatir.”

    Kakinyapun sudah berada di atas lingkaran.

    “Jika kita bertemu lagi, kuharap kita bisa bertarung dengan penuh kehormatan. Aku berjanji tidak akan membuatmu menderita jika nyawamu kucabut.”, dia tersenyum.

    “Hahaha…coba saja kalau bisa. Tapi kuterima tantanganmu. Tenang saja, aku juga akan membuatmu mati dengan tenang jika hal itu memang harus terjadi.”

    “Kupegang kata-katamu itu. Senang bisa mengenalmu, Crusader-Saint.”

    Dan…dia pergi. Lenyap ditemani butiran-butiran hitam yang melayang perlahan ke udara.



    Segera kuketuk-ketuk kepala Plasma yang masih tertidur. “Bangunlah, kita harus segera pergi mencari yang lain.”

    Mata kuningnya langsung menyala. “Sudah pagi rupanya.”, diapun beranjak duduk. “Bagaimana dengan Nephilim itu?”

    “Dia sudah pulang.”

    “Ah…baiklah. Tapi kenapa kamu nampak bahagia dan senyum-senyum sendiri begitu? Ada yang kulewatkan ya?”

    “Nanti akan kuceritakan. Sekarang, cepatlah berubah menjadi Sonic Glider.”

    “Sepertinya sesuatu yang menyenangkan, eh? Aku punya firasat kalau itu dapat membuat Raqia cemburu setengah mati…”

    “Jangan cereweeeetttt…!!”, kutekan tinjuku dengan keras ke kepalanya.

    “Oke, oke, oke!! Aku menyeraaaah!!”


    ======================================


    Spoiler untuk Trivia :

    • Here's our little Nephilim, Atra Melancholia.
      ---> Atra (Latin) = black, dark
      ---> Melancholia (Greek) = black bile
      Sengaja nyari nama yg di 2 katanya ada kata "hitam" di dalamnya. (sama kyk Tenebria, 2-2nya ada kata "dark")
    • Fifth Archangel, Kanaphiel Chetzyammim
      ---> Kanaphiel = wing of God
      ---> Chetzyammim
      ------> Chetz = arrow
      ------> Yammim = seas
      No particular meaning, biar ada unsur langit dan lautnya aja di namanya.
      Horeee...7-7nya dah ketauan namanya
    Last edited by LunarCrusade; 25-02-13 at 21:11.


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  10. #69
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Terlalu ceroboh. Karena gemas, kujitak kepalanya. “Kemampuan sendiri saja kamu tidak ingat…”

    Memegangi kepala dengan wajah memelas, Raqia menjawab, “M-Maaf…mungkin aku terlalu bersemangat. Tapi jangan keras-keras dong memukulnya…”
    Jitak kepala.. wajah memelas.. kenapa gua jadi ngebayangin Yuuta sama Rikka, eh

    ---

    Terus,

    Spoiler untuk dialog ini kayaknya kepanjangan :
    “Dia memang *****. Ingat kejadian di Batavia? Mau menipu, malah termakan tipuannya sendiri. Tidak hanya itu, dia bahkan tidak menyadari saat Stella melemparkan pisau pada lampu gantung yang didudukinya sendiri. Dia juga terlalu fokus dalam menyerang, sering tidak memperhatikan sekitar. Lihat saat Hypermassive Defenser menghantam dirinya? Aku yakin, jika kuayunkan pada Omoikane, Elilim-class yang satu itu sudah menghindar sebelumnya atau setidaknya, menahannya dengan pedang. Dengan demikian aku jadi tahu kalau pikirannya sangatlah sempit dan kekanak-kanakan, hanya berusaha menyelesaikan misi secepat mungkin tanpa pikir panjang. Sekarang coba pikirkan, kenapa dia tidak membuat bola ledakan untuk menyingkirkan akar-akar tersebut? Padahal di Batavia dia melakukannya beberapa kali. Kecerobohannya itu pulalah yang kurasa membuat kakakku dapat lolos dari pembantaian.”


    Penjelasan Da'ath tentang betapa tololnya si Atra itu kayaknya terlalu panjang & lebay. Meski disini jadi jelas kalo Atra ini gak pinter, & bikin pembaca inget kejadian di beberapa chapter yang lalu, tapi karena terlalu panjang jadinya agak aneh. Terus, biar nggak lagi rusuh2an juga, tetep aja ini masih dalam pertarungan. Kalo cuma penjelasan/ngobrol2 singkat si ga masalah (itupun untuk orang yang santai & tau betul kemampuannya dan situasi sekitar) tapi sekali lagi, kalo kepanjangan jadinya aneh

    And satu lagi yang masi agak mengganjal, waktu Da'ath ngobrol2 santai sama Atra & ngebawa2 orang tuanya yang mati dibantai. Bisa nyesel segampang itu, & maafin segampang itu.. nginget segimana dendamnya Daath & segimana bengisnya Atra di Chapter belakang, menurut gua itu bukan sesuatu yang bisa dilakuin dalam sejangka ngobatin luka & kamping bareng malem2.. Tapi yah, mereka kan bukan manusia.. apalagi Daath yang katanya punya Mental Ilahi, bolehlah di fix pake alesan ini

    ---

    Airial Battlenya, & pas Tenebria sama Atra muncul lewat potral di sebelah Omoikane, terus respon Tenebria diterakir2 ch 17 itu bisa kegambar jelas kalo mereka kakak-adik yang sayang satu sama lain itu Epic, gua demen ngebayanginnya

  11. #70
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by -Pierrot- View Post
    Jitak kepala.. wajah memelas.. kenapa gua jadi ngebayangin Yuuta sama Rikka, eh

    ---

    Terus,

    Spoiler untuk dialog ini kayaknya kepanjangan :
    “Dia memang *****. Ingat kejadian di Batavia? Mau menipu, malah termakan tipuannya sendiri. Tidak hanya itu, dia bahkan tidak menyadari saat Stella melemparkan pisau pada lampu gantung yang didudukinya sendiri. Dia juga terlalu fokus dalam menyerang, sering tidak memperhatikan sekitar. Lihat saat Hypermassive Defenser menghantam dirinya? Aku yakin, jika kuayunkan pada Omoikane, Elilim-class yang satu itu sudah menghindar sebelumnya atau setidaknya, menahannya dengan pedang. Dengan demikian aku jadi tahu kalau pikirannya sangatlah sempit dan kekanak-kanakan, hanya berusaha menyelesaikan misi secepat mungkin tanpa pikir panjang. Sekarang coba pikirkan, kenapa dia tidak membuat bola ledakan untuk menyingkirkan akar-akar tersebut? Padahal di Batavia dia melakukannya beberapa kali. Kecerobohannya itu pulalah yang kurasa membuat kakakku dapat lolos dari pembantaian.”


    Penjelasan Da'ath tentang betapa tololnya si Atra itu kayaknya terlalu panjang & lebay. Meski disini jadi jelas kalo Atra ini gak pinter, & bikin pembaca inget kejadian di beberapa chapter yang lalu, tapi karena terlalu panjang jadinya agak aneh. Terus, biar nggak lagi rusuh2an juga, tetep aja ini masih dalam pertarungan. Kalo cuma penjelasan/ngobrol2 singkat si ga masalah (itupun untuk orang yang santai & tau betul kemampuannya dan situasi sekitar) tapi sekali lagi, kalo kepanjangan jadinya aneh

    And satu lagi yang masi agak mengganjal, waktu Da'ath ngobrol2 santai sama Atra & ngebawa2 orang tuanya yang mati dibantai. Bisa nyesel segampang itu, & maafin segampang itu.. nginget segimana dendamnya Daath & segimana bengisnya Atra di Chapter belakang, menurut gua itu bukan sesuatu yang bisa dilakuin dalam sejangka ngobatin luka & kamping bareng malem2.. Tapi yah, mereka kan bukan manusia.. apalagi Daath yang katanya punya Mental Ilahi, bolehlah di fix pake alesan ini

    ---

    Airial Battlenya, & pas Tenebria sama Atra muncul lewat potral di sebelah Omoikane, terus respon Tenebria diterakir2 ch 17 itu bisa kegambar jelas kalo mereka kakak-adik yang sayang satu sama lain itu Epic, gua demen ngebayanginnya
    IH BENER BANGET
    itu emang gw ngebayangin Chuu2Koi eps 1, yg pas respon Rikka setelah digetok" pengukur tinggi badan
    biar ada moe nya dikit gitu
    #DibakarDarkFlameMasterSamaDitabokinPayungJaouShin gan


    ew...penyakit gw keluar lagi...
    soalnya gw takutnya kelupaan kalo gak di *blek* jadi 1 kali ngomong
    gw klo nulis emang ngeflow gitu aja sih, jadi kalo seandainya ada yg kelewat, itu gw udah ngerasa susah mau ditaro di line" berikut atau chapter berikut
    memang masih copok sayah



    yoik mental ilahi <<< gile bahasanya gw demen bgt
    makanya gw perkuat di scene pas ngimpi, yang ternyata emang udah hobinya dari dulu
    tar "hobi"nya itu bakal gw ekspos lagi di arc mana entah, belom kesusun sampe situ



    tapi asik ni komennya, dalem
    gak rugi gw minta dikomenin


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  12. #71
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    anjir napsu ilahi lu nulisnya, tapi gue demen sih

    ngg, yang dibilang si peyot-nyan itu bener juga
    chara development lu ini keseringan kadang suka ga manusiawi. tadinya A bisa langsung B dalam waktu yang singkat

    biarkanlah, yang penting seru..

    JADI NAMANYA ATRA
    awoakowkoakwo gue seneng bener pas lu tulis itu diatas, langsung gue buka trivia duluan, pasti ditulis disana aowkaokwokaowkoakowkoakwo

    ehm...ehm... ceritanya... langsung anget-anget nyep nyes gitu.
    si Atra tersentuh gitu, dari nodong sampe nyipok...gue sih rada serem, semacem psiko yang biasanya bisa kaya begitu
    *ditabok

    either way, terus ada mimpi lagi. Plasma nya upgrade, lebih keren dikit berarti nantinya jadi begitu, ato lebih keren lagi. Tapi Maoriel sama Omoikane nya rambut item... gue jadi nebak2 ini... sialan, bikin penasaran.

    yang paling gue suka dari chapter ini pas pagi2 sebelom si Tenebria muncul. kalo gue yang jadi si Da'ath...uhh, pingsan kali gue, beduaan sama loli unyu yang udah jinak, kaleng rombeng disana lagi molor peduli *****. anyingssss

    pokoknya gitu deh.

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  13. #72
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by MelonMelon View Post
    anjir napsu ilahi lu nulisnya, tapi gue demen sih

    ngg, yang dibilang si peyot-nyan itu bener juga
    chara development lu ini keseringan kadang suka ga manusiawi. tadinya A bisa langsung B dalam waktu yang singkat

    biarkanlah, yang penting seru..

    JADI NAMANYA ATRA
    awoakowkoakwo gue seneng bener pas lu tulis itu diatas, langsung gue buka trivia duluan, pasti ditulis disana aowkaokwokaowkoakowkoakwo

    ehm...ehm... ceritanya... langsung anget-anget nyep nyes gitu.
    si Atra tersentuh gitu, dari nodong sampe nyipok...gue sih rada serem, semacem psiko yang biasanya bisa kaya begitu
    *ditabok

    either way, terus ada mimpi lagi. Plasma nya upgrade, lebih keren dikit berarti nantinya jadi begitu, ato lebih keren lagi. Tapi Maoriel sama Omoikane nya rambut item... gue jadi nebak2 ini... sialan, bikin penasaran.

    yang paling gue suka dari chapter ini pas pagi2 sebelom si Tenebria muncul. kalo gue yang jadi si Da'ath...uhh, pingsan kali gue, beduaan sama loli unyu yang udah jinak, kaleng rombeng disana lagi molor peduli *****. anyingssss

    pokoknya gitu deh.
    untung dapet namanya mayan moe...HUEHUEHUEHUE
    ternyata bahasa Latin bisa moe juga


    iya juga ya, klo diliat" gw emang suka ngaco di chara development...bisa mendadak banget berubah sifatnya
    si amber protes di thread sebelah ttg hal itu juga
    well, emang masih sulit sih buat gw...apalagi genre ceritanya kayak gini...
    kebiasaan gw kalo uda nulis cerita panjang adalah konsentrasi di problem solving, yang penting masalahnya selesai dan gak ada yg bolong satupun di akhir
    jadi kadang chara nya suka gak memorable karena gak ada something special dari mereka...
    #nangis
    masih perlu belajar

    tar Plasma jadi kek armornya Iron Man, ganteng bin GAR AKOKAEOAKSOAEKOKA
    klo sekarang kan bener" kaleng rombeng mata bulet mulut kotak kek bayangan robot jadul taun 50-an

    yoi dong harus bikin penasaran...kan asal usul Archangel ini masih misterius
    meski udah ketauan kalo mereka adalah bawahannya Crusader-Saint, tapi GIMANA mereka munculnya kan belom diceritain


    dan kalo boleh curhat
    sebenernya sepanjang 17 chapter ini, chapter inilah yang paling gw suka
    bukan gara" gw Da'ath dikasih kesempatan berdua sama loli atau gimana (padahal di chapter 3 juga gitu kan sama Raqia? di kamar pula pake tidur di pangkuan segala)
    tapi karena pesan moral yang luar biasa
    bahkan sebelum arc ini ditulis pun, gw udah rencana ada chapter yg isinya kayak gini


    1 lagi yang gw syukuri
    ternyata sukses juga gw bikin gasruk"an di langit
    padahal gw udah dag dig dug aja...bakal seru gak ya, keren gak ya, dstnya
    eh gak taunya pada suka
    makasih banyak


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  14. #73
    Dlucario's Avatar
    Join Date
    Nov 2012
    Posts
    431
    Points
    19,914.57
    Thanks: 7 / 25 / 23

    Default

    ceritanya bagus kak, tapi kayaknya kerasa kurang kompatible kalo senjata masa depan di pasangin sama malaikat deh

  15. #74
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by Dlucario View Post
    ceritanya bagus kak, tapi kayaknya kerasa kurang kompatible kalo senjata masa depan di pasangin sama malaikat deh
    lha wong settingnya 2000 taun setelah era modern, jadi jgn heran kalo ada senjata" imba

    lagian past time nya belom kebongkar semua, kenapa bisa ada para Archangel itu


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  16. #75
    Dlucario's Avatar
    Join Date
    Nov 2012
    Posts
    431
    Points
    19,914.57
    Thanks: 7 / 25 / 23

    Default

    Quote Originally Posted by LunarCrusade View Post
    lha wong settingnya 2000 taun setelah era modern, jadi jgn heran kalo ada senjata" imba

    lagian past time nya belom kebongkar semua, kenapa bisa ada para Archangel itu
    loh jadi settingnya masa depan? gara2 masi pake kereta kuda & black smith masi eksis, aku kira ini masi jaman make pedang/tombak

Page 5 of 14 FirstFirst 123456789 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •