Author : The_Omicron
Genre : Fantasy, Fiction, Science-fiction
________
_______
Saga 1: The Birth of ROC
Spoiler untuk Chapter 1 :
Chapter 1. Recruitment: Code R: Begin
Juni, 1931.
Crystal Lake.
Joker's Turf Bar, Crystal Lake Selatan.
"John, Aku butuh segelas whisky lagi!" Ujar seorang pria berperawakan 20 tahunan bermata biru dan berambut emas sepanjang bahu ini, dengan gaya rambut yang terlalu modern pada zamannya: agak acak-acakan namun tidak berantakan.
"John, Aku bilang AKU BUTUH SEGELAS WHISKY LAGI!" tambah pria berwajah tampan itu, sambil mengangkat gelasnya. Suara musik Jazz klasik melantun dari sebuah jukebox di sudut bar tua itu membangkitkan nuansa nostalgia.
Sang bartender akhirnya mendatanginya setelah mendengar pekikan pria itu.
"Lagi? Tapi ini sudah botol keempat?! Kau gila Sean!"
"Berisik, aku tak butuh nasihatmu kumis tipis, ginjalku terbuat dari baja dan liverku bahkan tahan gempuran air keras, cepatlah tuang cairan terkutuk itu ke gelasku!"
"Ck, kurasa kau mabuk Sean.." keluh John sang bartender, namun ia terpaksa menuangkan isi dari sebotol whisky yang baru saja ia buka ke gelas pria itu.
"Thanks John, oh, dan demi tiga **** cilik, JANGAN PERNAH MENYINGKAT NAMAKU, SEAN SUDAH MATI DAN KAU BUKAN IBUKU BRENGSEK!"
Lagi-lagi pria itu berteriak, namun John tidak menanggapinya dengan serius dan malah meledeknya.
"Kurasa lebih baik daripada aku memanggilmu dengan empat huruf terakhir dari kode namamu"
"Tutup mulut baumu itu John,"
Pria itu kemudian menenggak minumannya.
"Namaku Oceanus, tidak kurang, tidak lebih, jangan menyingkat-nyingkatnya maupun memotong-motongnya lagi!"
Lanjutnya menyeru.
"Ya..ya.. terserah kau James.."
"BRAK"
Pria itu menggebrak meja dengan gelasnya.
"Jangan pernah sebut nama asliku *****!"
"Ok,... Sean.."
Ledek John lagi.
Oceanus yang kesal dengan ledekan demi ledekan dari John menggaruk-garuk rambutnya dengan brutal.
"Grrrrr, whatever, terserah pantatmu John!"
Oceanus kembali menenggak minumannya, kali ini sampai habis. Kemudian ia menaruh kembali gelasnya keatas meja, dengan keras.
"Jika saja kau bukan kontak kami, kau pasti sudah mati dengan perut membengkak penuh air seperti sapi gelonggongan."
"Sayangnya kau harus menahan diri karena aku kontak kalian dan aku akan terus meledekmu, hidup itu kejam... James.."
Meski John sang bartender meledeknya lagi, namun kali ini Oceanus hanya melamun memutar-mutar gelasnya.
"Bicara tentang kehidupan, kau benar John, kehidupan itu memang kejam, SUUT hancur John, hancur, TAMAT!"
"Hei,hei, apa maksudmu SUUT hancur? Ini sudah yang ke 10 kalinya kau bilang padaku SUUT hancur sejak 5 bulan yang lalu.."
"Tidak John, kali ini benar-benar tamat.. SUUT HANCUR BUUUNG!"
Teriak Oceanus sekeras-kerasnya agar seluruh penjuru bar mendengarnya, ia tampak mabuk berat.
"Ah, aku mengerti, kau bertengkar lagi dengan gadis itu! Siapa namanya... ah ya, Hikari"
"Tebakan yang bagus bung, SAYANGNYA KAU SALAH, Hikari ditugaskan ke luar negeri John, bayangkan!"
"Oh ya? Berapa lama? 5 tahun? 10 tahun?"
"3 bulan John, SUUT hancur tanpa dirinya.. ooooh..."
Keluh Oceanus tampak menderita.
"3 bulan?! Haha, HAHAHA! Kau berlebihan bung! Lagipula SUUT memang sudah hancur sejak kau menjadi ketuanya!"
"Diam kau kumis tipis!"
"Sekali lagi kau bilang aku kum-"
"Tidak John, kau tak tahu bagaimana rasanya seorang pria ditinggal wanita yang dicintainya.. oooh...."
Potong Oceanus dengan keluhannya lagi.
"Bung.... istriku bahkan sudah meninggal... dan kau tahu itu"
"Terserah John, aku rasa aku harus pulang, kepalaku serasa mau pecah"
"Wajar saja, kau minum hampir 5 botol, aku sudah kagum tidak melihat perutmu meledak di bar ini, sekarang pulanglah, istirahatlah.. aku sungguh heran melihatmu berubah 180 derajat sejak bertemu Hikari.."
"Terima kasih John, aku pulang dulu.." Ujar Oceanus sambil mengenakan rain coatnya dan berdiri dari bangkunya. Ia pun berjalan dengan terhuyung-huyung kearah pintu keluar bar.
"Hei *******! Bayar dulu minumanmu!"
Seru John sebelum Oceanus keluar dari sana.
"Aku hutang dulu John, jika aku punya uang nanti aku bayar!"
"Dasar tukang hutang ******* kau Sean!"
Teriak John dari dalam bar, namun Oceanus tak peduli dan terus melangkah keluar, berusaha berjalan lurus menuju apartemennya yang berada tak jauh dari sana.
Esoknya, siang hari..
Oceanus terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara pukulan di pintu apartemennya. Ia duduk di sisi ranjangnya dengan mata yang masih merah, mengumpulkan kesadarannya sebelum ia bangkit menuju pintu.
5 menit kemudian, ia mulai bangkit dari ranjangnya, satu langkah, dua langkah, tiga langkah, lalu..
"Gubrak!"
Ia tersandung pakaiannya sendiri yang berserakan di lantai, apartemen kumuh itu benar-benar berantakan, tanpa Hikari yang selalu datang membereskannya, tempat itu bagaikan tempat pembuangan sampah.
"Siapa sih pagi-pagi begini.. mengganggu orang tidur sa-"
Oceanus melihat sebuah amplop dengan cap lambang ASASIN dan tulisan "CLASSIFIED" tergeletak tepat didepan sela bawah pintunya.
"Oh, ya ampun.. tugas lagi.."
Keluhnya sambil meraih dan membuka isi dari amplop itu. Ia membawanya di tangannya dan membacanya sambil membuka pintu kamar mandi dan duduk di kloset.
"Code R? New Hampshire? Rekrut? Apa-apaan ini?"
________
Juni, 1931.
N/A.
Markas besar ASASIN, sehari setelah menerima surat.
Tampak Oceanus berjalan mendatangi seorang pria tua berambut dan berjenggot putih yang tampak sedang menulis sesuatu diantara tumpukan kertas dan buku diatas mejanya yang besar di dalam ruangan penuh rak yang berisikan kertas, folder, dan buku.
"Halo Oracle, selamat.. jam berapa ini.."
Oceanus melihat jam tangannya, namun sebelum ia sempat melanjutkan salamnya
"Siang, Oceanus, selamat siang, ada yang bisa kubantu?"
Salam Oracle, sang pria tua pengawas divisi arsip itu pada Oceanus dengan ramah.
"Yep, aku ingin bertanya tentang detail dari tugas yang baru saja kemarin dikirimkan kepadaku, aku masih tak mengerti dengan tugas yang tak relevan dengan SUUT dan divisiku ini.."
Ujar Oceanus sambil menunjukkan sepucuk surat yang ia bawa dibalik jas kotak-kotaknya.
Oracle menerima surat itu, membacanya, ia pun mengerenyitkan dahi.
"Bagaimana?"
Tanya Oceanus.
"Hmm.. kau benar.. tugas ini tidak relevan dengan SUUT yang merupakan bagian dari divisi investigasi.. ini adalah tugas rekrut.. sama sekali tidak ada hubungannya."
Jawab Oracle.
"Dan lagi, aku tidak pernah menulis ataupun mengirimkan surat ini padamu, tapi dari karakteristiknya, surat ini 100% asli."
Tambahnya.
"Jadi menurutmu?"
"Menurutku surat ini dikirim langsung oleh Head General padamu, sebaiknya kau langsung saja bertanya padanya"
Jawab Oracle lagi, sambil mengembalikan surat Oceanus.
"Oke, terimakasih Oracle"
Oceanus menerima kembali suratnya dan berjalan keluar dari ruangan itu.
"Terimakasih kembali, oh ya, dasi yang bagus!"
Serunya pada Oceanus memuji dasi merah bermotif kotak-kotak yang tengah ia kenakan.
"Tentu, ini hadiah valentine kemarin dari Hikari!"
Jawab Oceanus dengan suara yang semakin terdengar menjauh.
Ia berjalan melalui lorong bangunan yang terbuat dari batu dan berlantaikan marmer itu bersama suara gema langkah kakinya yang terpantul di dinding. Langit berwarna keunguan terlihat membentang dari balik jendela-jendela besar di sisi kanan lorong, menyajikan keindahan yang tidak dapat dilihat di tempat manapun selain tempat ini.
Oceanus berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu besar. Ia mengetuk pintu itu tiga kali hingga suaranya menggema di sepanjang lorong yang ia lalui tadi. Namun pintu belum juga terbuka, bahkan belum ada jawaban. Saat ia hendak mengetuk kembali, pintu terbuka dan memperdengarkan bunyi derit bernada rendah.
Terlihat dua sosok humanoid berkulit hitam pekat dan bermata merah dengan tanduk di kepalanya, mengenakan jubah hitam keluar dari sana, diikuti dengan sosok lain yang juga berkulit hitam pekat namun bersinar kebiruan jika terkena cahaya serta bermata merah, namun tanduknya lebih besar dan berhiaskan batu-batu berharga bagai mahkota, mengenakan jubah hitam berhiaskan ornamen-ornamen yang berwarna merah. Mereka tampak seperti iblis.
Mereka sempat beradu pandang, Oceanus sempat melihat wajah sosok itu memberikan senyuman penuh kelicikan padanya sebelum mereka membelakanginya. Oceanus tidak sempat memikirkannya dan langsung memasuki ruangan karena ia memiliki hal yang lebih penting yang ingin ia tanyakan.
Seorang wanita berumur sekitar pertengahan 20-an dengan blus ungu gelap ala wanita karier, berambut ikal panjang berwarna emas dan bermata biru terlihat tengah membuka-buka sebuah buku yang berada diatas meja kerja yang berada di depannya. Oceanus menutup pintu ruangan.
"Bukankah yang barusan keluar itu Baal-Da-Zhur dan bodyguardnya Zen dan Xen?"
"Ya.. kau benar.. para iblis itu baru saja bertemu denganku.."
"Aku tak suka mereka"
"Begitupun denganku"
Jawab wanita itu setuju.
"Namun aku harus berurusan dengan mereka, karena mereka salah satu seku- tidak, mungkin satu-satunya sekutu kita di Hades."
"Apa yang mereka inginkan?"
"Aku pikir bukan urusanmu Deputi I"
Jawab wanita itu menyimpan rahasia.
"Ngomong-ngomong, hei.. bajumu aneh.."
Ujar Oceanus spontan melihat pakaian wanita itu yang terlalu modern pada zamannya.
"Ehem.. bukankah kalimat itu dapat kuganti subjeknya dengan 'rambutmu' lalu kutanyakan padamu?"
Sindir wanita itu.
"Haha.. maaf-maaf.. habisnya memang aneh sih bajumu Corynn.."
"Aku rasa kita harus menjaga professionalitas disaat bertugas Deputi I Oceanus, lagipula aku yakin di masa depan banyak wanita akan menggunakan pakaian seperti ini saat bekerja.."
"Oke, maaf aku lupa,... Hea~d Genera~l.."
Ujar Oceanus dengan memanjangkan kata 'Head General' seolah meledek.
"Bagus, lalu kukira kau datang menemuiku untuk bertanya tentang tugas barumu? Apa benar begitu?"
"Tepat sekali, aku tak mengerti, kenapa tugas rekruitmen seperti ini kau berikan padaku? Kenapa tidak pada Utility Unit saja?"
"Tugas itu kuberikan khusus untukmu, bukan sebagai SUUT, juga bukan sebagai Deputi I"
Jawab Head General tegas.
"Hah? Lalu?"
"Tugas itu kuberikan sebagai HUKUMAN karena sejak 2 bulan lalu, semua misi yang kuberikan padamu selalu gagal."
"Gagal? Tapi semua misi itu selesai!"
"Ya, selesai karena hancur berantakan, misi tanpa keseluruhan objektif berhasil diselesaikan berarti misi yang gagal!"
"Tapi aku berhasil mendapatkan kembali scroll sihir itu!"
"Tapi scroll itu basah sehingga isinya menjadi tak terbaca lagi!"
"Tapi aku berhasil menghabisi organisasi penculik anak-anak berkemampuan sihir!"
"Tapi anak-anak itu nyaris mati tenggelam sehingga kita menerima tuntutan dari dewan konsul!"
"Oke! Mungkin aku agak kelewatan menggunakan kemampuanku! Tapi yang penting kan misinya-"
"Diam dan terimalah hukumanmu seperti seorang gentleman!"
Bentak Head General.
"Sekarang coba ikutilah tugas yang kuberikan padamu, semua sudah lengkap kutulis di sana"
Tambahnya.
"Oke.."
Jawab Oceanus pelan.
"Dan jabatanmu sebagai Deputi I sekaligus ketua dan anggota SUUT kucabut sementara.."
"APA?!"
"Ya, maka itu jalankanlah tugasmu dengan baik, demi jabatanmu, dan demi dirimu sendiri.."
"Aku keberatan!"
"Keberatan ditolak, jika kau gagal lagi, kali ini SUUT akan kububarkan dan kau akan kujadikan asisten Oracle"
"Tidak, tidak, kau tahu aku paling benci pekerjaan seperti itu!"
"Karena itu selesaikanlah dengan benar tugasmu ini!"
Hardik Head General.
Oceanus tampak bimbang memikirkan jawaban yang akan ia berikan pada Head General, namun pada akhirnya ia tidak jadi mengatakannya meski tadinya ia hendak mengadu argumen.
"Oke.. baiklah, baiklah.. kalau begitu aku pergi dulu.."
Ia pun berjalan dengan tenang, hendak keluar dari ruangan.
"Hei"
Panggil Head General saat Oceanus hendak keluar ruangan. Ia pun menengok mendengar panggilan Head General.
"Kumohon kembalilah seperti dulu.. hanya kau yang dulu yang bisa melakukannya.."
Oceanus terdiam sejenak mendengarnya, lalu
"Kalau begitu lunasi hutangku pada John"
Kemudian ia keluar dan menutup pintu ruangan, Head General hanya bisa menghela nafas dan menggelekan kepala menghadapi kelakuannya.
Spoiler untuk Chapter 2 :
Chapter 2. Recruitment: Code R: Proceed
Sebuah kereta uap tengah berjalan diatas rel diantara pegunungan, hutan pinus dan sungai kecil mengalir tenang di pinggir rel hingga kereta melintasi jembatan dan meninggalkannya. Kereta memasuki terowongan seiring dengan dibunyikannya peluit yang menggema di dinding terowongan. Terlihat pemandangan yang menakjubkan di sisi kereta seusai terowongan, kerlap-kerlip lampu kota New Hampshire tua terlihat sangat indah dan menenangkan hati siapapun yang melihatnya. Namun tidak semua orang melihatnya, seperti Oceanus yang malah membaca sesuatu di dalam gerbong ketiga.
"Hmmm... hmmm.."
Gumamnya sambil membaca sebuah dokumen. Wajahnya terlihat serius.
"Nama : Cillia Ellisia Edwarton XII, umur 15 tahun, masuk Universitas St.Jonah pada umur 13 tahun, status : yatim piatu"
Ujarnya membacakan dokumen tersebut.
"Hmmm.. kita mendapatkan gadis nakal James"
Gumamnya pada diri sendiri saat membaca lanjutan dokumen tersebut.
"catatan : penyalahgunaan sihir, perkelahian, penyerangan anggota ASASIN, percobaan pembunuhan dengan Saber Summoning Technique, apa itu Saber Summoning Technique penulis dokumen *****, memangnya semua orang tahu apa itu Saber Summoning Technique"
Tambahnya berakhir dengan keluhan diiringi dengan bunyi dokumen yang ditutupnya.
"Tampaknya tugas sepele ini akan cukup sulit.."
Ujarnya sambil melihat keluar jendela gerbong.
Beberapa menit kemudian kereta tiba di stasiun utama Central District, Oceanus segera bangkit dari tempat duduknya dan keluar dari gerbong. Stasiun dengan arsitektur klasik dan beratapkan kaca itu tampak besar dan megah, menyambut penumpang kereta yang kini telah tiba di New Hampshire.
Oceanus berjalan keluar dari stasiun besar tersebut menuju jalan raya. Diluar stasiun ia dapat melihat gedung-gedung tinggi dengan arsitektur kontemporer berdiri dengan megahnya dan saling berdempetan, sementara di bawahnya mobil-mobil saling mengantri di jalanan yang cukup padat. Keadaan kota metropolitan itu sangat berbeda dengan kota kecil seperti Crystal Lake tempatnya tinggal.
Ia berjalan menuju sisi jalan raya dan melambaikan tangannya pada taksi yang lewat. Taksi berhenti tak jauh darinya, dan ia pun segera menumpang taksi tersebut.
"OK bung, kau mau kemana?"
Tanya supir taksi tersebut.
"Western Eckhart Hills"
"... OK.. aku rasa kita harus buru-buru, aku tak mau terjebak malam-malam disana.."
Ujar supir tersebut tampak ragu-ragu, namun akhirnya ia pun menjalankan mobilnya.
"Kenapa harus buru-buru? Istrimu berada disana pada malam hari?"
"Lelucon yang bagus bung, meski istriku kadang menakutkan tapi aku tetap ingin bersamanya pada malam hari, kau tahu, seperti.. Hahaha!"
Ujarnya sambil memberi isyarat dengan tangannya.
"Tidak bung, tempat itu terkutuk, mengerikan"
Lanjutnya.
"Oh ya? Ada apa disana?"
"Mansion besar, orang kaya, pesta setiap minggu, hal-hal seperti itu bung"
"Maksudmu.. cemburu sosial?"
Tanya Oceanus dengan pandangan heran.
"Aku bercanda bung! Ada monster disana.. setidaknya itu yang kudengar.."
"Ehm, aku mendengarkan?"
"Kira-kira sejak.. oh ya! 3 tahun lalu, tempat itu menjadi angker dan berbahaya, banyak orang-orang kaya tidak lagi mau tinggal disana karenanya"
"Lanjutkan.."
"Banyak laporan mereka melihat sosok bayangan sering berkeliaran pada malam hari, dan bahkan terdapat pedang terbang seperti poltergeist!"
"Hmmm menarik.."
"Kau tampak tidak merasa takut, memangnya apa yang akan kau lakukan disana?"
"Aha, sekarang kau ingin tahu urusan pribadi penumpangmu"
"Bung, aku hanya berusaha ramah, kau boleh diam jika tak mau menjawabnya"
Ujar supir taksi itu tampak jengkel.
"Hahaha, aku hanya bercanda, aku hanya ingin segera berbaring di kasur empuk- bisa kau bilang, rumah dinasku yang baru"
"Hoo.. hebat juga.. apa pekerjaanmu?"
Tanya supir taksi itu tampak kagum.
"Aku hanya anggota komite DPKST"
Jawab Oceanus sambil tersenyum.
"Oh kita sudah sampai bung, 2 dolar"
Oceanus mengeluarkan dompetnya dan mengambil 2 lembar uang 1 dolar kemudian memberikannya ke supir taksi tersebut. Saat ia hendak turun dari taksi itu, sang supir memanggilnya.
"Hei, apa itu DPKST?"
"Dewan Pengawas Kesopanan Supir Taksi"
Jawab Oceanus kembali dengan senyuman sambil menutup pintu.
"Persetan kau kepala kuning, aku hanya mencoba ramah *****!"
Teriak supir taksi itu sambil menginjak pedal gas dalam-dalam dan meninggalkan Oceanus.
"Haha.. dia benar-benar tak punya rasa humor.. OK, kini memasuki kapal pecah ini.. tak jauh berbeda dengan kondisi apartemenku"
Ujar Oceanus ringan sambil membuka pintu mansion besar kotor dan terbengkalai yang kini menjadi tempat tinggalnya di New Hampshire.
Esoknya..
Mendadak Oceanus terbangun dan membuka matanya, Ia segera menengok pada jam weker yang berada diatas lemari kecil yang berada di sebelah ranjangnya yang reot.
Jarum jam menunjukkan pukul 13:21, Oceanus terkejut melihatnya, menyadari ia tertidur terlalu lama.
"Crap! Sudah jam segini, rencana A gagal, segera jalankan rencana B!"
Tanpa ba-bi-bu lagi ia langsung berganti pakaian dan bergegas berlari keluar dari mansion, bahkan tanpa sempat menutup pintu, karena, hei, siapa yang mau mencuri dari mansion yang telah terbengkalai dan tampak sangat angker itu?
Pukul 14:00
Universitas St.Jonah, Western Eckhart Hills.
Pintu gerbang Universitas.
Terlihat gadis-gadis tengah berkumpul mengelilingi seseorang, namun siapakah dia tidak terlihat dari dalam Universitas karena sosok orang itu tertutup oleh tembok. Namun suara tawa dan obrolan mereka begitu keras, cukup keras hingga membuat semua orang yang lewat terpaksa menoleh kepada mereka dan sedikit merasa jengkel.
Ternyata orang itu adalah Oceanus yang tengah dikelilingi oleh para gadis yang terpesona oleh kemampuannya berbicara, dan terutama.. wajah tampannya..
Dari jauh, ia melihat seorang gadis, berambut coklat dikuncir buntut kuda di samping kanan, dan bermata biru gelap tengah berjalan sambil memeluk buku dengan tangan yang berada di balik sweater abu-abu yang lengannya terlalu panjang. Tak sengaja mereka beradu pandang.
"Oh, sial, dia melihatku!"
Keluh Oceanus dalam hatinya.
"Ok gadis-gadis, seperti yang tadi kukatakan, aku tengah menunggu seseorang, dan orang itu kini telah datang, sampai besok gadis-gadis, bye!"
Ujar Oceanus pada kerumunan gadis yang mengelilinginya. Ia meninggalkan kerumunan itu dan langsung mengejar gadis berkuncir tersebut. Melihatnya, salah seorang gadis dari kerumunan tadi berteriak:
"Hei Lihat! Dia mengejar bocah jenius itu! Dasar pedofil!"
Tak usah menunggu waktu lama untuk mendengar kerumunan yang ia tinggalkan menyorakinya dan mengatainya *********, namun Oceanus hanya membalasnya dengan berkata:
"Terimakasih gadis-gadis, aku terima pujian kalian, terimakasih!"
Sambil memberikan senyuman dan hormat. Ia melanjutkan langkahnya dan berjalan mundur di depan gadis berkuncir tadi sambil menghadap kearah dirinya.
Oceanus hanya tersenyum, namun ia sama sekali tidak mendapatkan reaksi apapun dari gadis itu yang hanya terus berjalan tanpa memperdulikannya seolah ia tak berada di sana.
"Er... hi?"
Oceanus mencoba menyapanya.
"Maaf, aku dibawah umur dan aku sedang tidak berada dalam mood yang bagus untuk mencoba mengetahui apa yang kau inginkan, sekarang pergi"
Jawab gadis itu dengan ketus dan tegas sambil terus berjalan.
"Hei, aku tahu itu, tapi aku bukan seorang pedofil"
"Kalau kau ingin uang, ambillah semua uang yang sedang kubawa, tapi pergi dari sini"
Kembali gadis itu menjawab dengan ketus, namun kali ini ia melempar 3 lembar uang 10 dolar ke tanah.
Terlihat Oceanus mengambil 3 lembar uang tersebut dan memasukkannya ke kantung celananya, namun ia tetap kembali berjalan mundur di depan gadis berkuncir itu.
"Hei, aku bukan perampok! Tapi.. terimakasih uangnya"
Gadis itu akhirnya menghentikan langkahnya, ia menatap Oceanus dengan pandangan yang tajam dan wajahnya terlihat jengkel.
"Oke.. kulihat kau masih berada di depanku... jika kau bukan orang *****, dan juga bukan perampok, maka kau pasti anggota dari organisasi ASASIN bodoh itu, jika benar begitu, jawabanku adalah 'tidak' pada apapun yang kau tanyakan dan kau inginkan, sekarang pergilah dari hadapanku atau kau akan merasakan amarahku"
"Whoa whoa whoa, tenang kuncir miring, aku memang utusan organisasi bodoh yang kau katakan itu, tapi bagaimana kau tahu aku dari sana?"
Tanya Oceanus heran. Gadis itu hanya menghela nafasnya, beberapa saat kemudian ia menjawab
"Ini sudah yang kelima kalinya orang-orang sepertimu datang untuk menawarkanku menjadi anggota kelompok ***** mereka seperti salesman asuransi yang menjengkelkan, jika kau bukan dua jenis sampah yang sebelumnya kusebutkan, maka kau pasti sampah jenis yang lain yakni anggota kelompok ***** itu"
Jawabnya lagi dengan pengucapan yang cepat.
"Whoah.. ucapanmu menusuk hatiku kuncir miring, aku terkesan"
"Dan entah apakah kau terlalu bodoh atau selalu melihat wajahmu saja saat bercermin, tapi di bagian dada kiri rompi yang kau pakai itu tertulis ASASIN, sekarang enyahlah dari hadapanku"
Oceanus terpaku, penasaran lalu menarik bagian dada dari rompinya agar ia dapat melihat sendiri tulisan yang terjahit disana.
"Wow, kau benar, pantas saja setiap kugunakan rompi ini aku selalu ketahuan anggota ASASIN"
"Sekarang enyahlah dan pergi dari sini atau kau akan bernasib sama dengan anggota lainnya!"
Gadis itu mengancam Oceanus sambil menunjuknya dengan kasar.
"Whoah aku takut, oke aku akan pulang saja, sampai bertemu besok"
Ujar Oceanus sambil mengangkat kedua tangannya.
"Aku tak ingin melihatmu lagi besok"
Ujar gadis itu sambil mendorong kesamping Oceanus yang berdiri di hadapannya.
Gadis berkuncir itu melangkah pulang, begitupun Oceanus yang juga melangkah pulang ke mansion bobroknya. Beberapa menit telah berlalu, kemudian gadis itu tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Ehem.. jangan mengikutiku atau kau akan merasakan akibatnya"
"Mengikuti? Siapa? Aku?"
Tanya Oceanus yang rupanya sejak tadi berjalan di belakang gadis itu.
"Tentu saja! Siapa lagi yang daritadi berjalan di belakangku!"
"Hei, hei, aku hanya berusaha berjalan pulang, kebetulan saja rumahku searah dengan rumahmu!"
Mendengar jawaban Oceanus, gadis berkuncir yang berjarak sekitar 10 meter di depannya itu menengok kepadanya.
"Aku harap kau tidak berbohong, karena jika YA... maka aku terpaksa melakukan sesuatu yang buruk padamu"
Lagi-lagi gadis itu mengancam Oceanus
Menanggapinya, Oceanus malah menaruh tangan kirinya diatas dada kanannya, dan mengangkat tangan kanannya sambil berkata
"Aku bersumpah demi Tuhan aku tidak berbohong. Kau puas nona?"
Gadis itu tampak kesal dan mengeratkan giginya, namun ia tidak melakukan apapun dan malah menengok kembali dengan cepat hingga rambutnya berkibas dan berjalan lagi dengan langkah yang lebih cepat. Akhirnya gadis itu tiba di depan rumahnya, dan saat ia membuka pintu gerbang rumahnya
"Sampai bertemu besok tetangga!"
Salam Oceanus sambil tersenyum dan melambaikan tangannya kemudian masuk ke dalam mansion bobrok itu dan menutup pintunya. Membuat gadis berkuncir yang tengah berdiri di depan mansion yang berada di sebelah kiri mansion bobrok tersebut terpaku kaget karena ternyata Oceanus benar-benar tidak berbohong. Bahkan ternyata tetangga barunya.
"Tampaknya tugas ini tidak akan cepat selesai James.."
Keluh Oceanus pada dirinya sendiri sambil melempar tubuhnya keatas ranjang.
Spoiler untuk Chapter 3 :
Chapter 3. Recruitment: Code R: Progress
Hari telah berganti, pagi telah tiba, matahari terbit dari timur seperti hari-hari yang lain. Jam besar di atas dinding stasiun utama Central District berdentang sebanyak 9 kali, menandakan saat ini adalah pukul 9 pagi.
Pintu mansion gadis berkuncir kemarin mulai terbuka, gadis itu keluar dari sana dengan gaya pakaian yang sama dengan kemarin; sweater yang lengannya terlalu panjang dipadu dengan rok panjang berwarna gelap dan tak lupa, membawa beberapa buku.
"Selamat pagi Cillia!"
Gadis itu tampak terkejut saat membalikkan badannya hendak berjalan keluar rumah dan mendapati Oceanus tengah berdiri di depan gerbang rumahnya, bahkan menyapanya.
"Cillia, boleh aku memanggilmu begitu? Ataukah Ellis? Atau ada nama panggilan lain?"
"Kenapa kau berdiri disitu? Enyah!"
"Hmm, kebetulan aku hendak pergi ke suatu tempat? Hei hei, sejak kapan kau mulai peduli padaku?"
Ujar Oceanus dengan nada dan senyuman meledek.
"Aku tidak peduli, sekarang enyah dari situ agar aku dapat keluar rumah"
"Ups, maaf, aku tak sadar telah menghalangi jalanmu"
Jawab Oceanus sembari menyingkir dari pintu gerbang mansion Cillia.
Tanpa basa-basi Cillia langsung keluar dari pintu gerbang dan berjalan pergi tanpa memperdulikan Oceanus. Namun lagi-lagi, Oceanus mengikuti kemana Cillia berjalan, bahkan kini sambil bersiul-siul. Jengkel, Cillia kembali menghentikan langkahnya, padahal ia baru berjalan sepanjang 100 meter.
"Dengar, kali ini kau sudah membuatku sangat marah, jangan salahkan aku jika nanti kau terluka"
Bersamaan dengan ancamannya, samar-samar terlihat dua buah wujud pedang semi-transparan muncul di udara, di kiri dan kanan Cillia, Oceanus dapat merasakan hawa pembunuh darinya menguat. Namun..
"Hei hei hei nona, apakah kau yang bernama Cillia Edwarton?"
Tiba-tiba ada 2 orang pria berbadan besar dan terlihat garang mendatanginya dan salah satunya bertanya padanya. Hawa pembunuh Cillia perlahan menghilang, begitu juga dengan wujud dua pedang yang hampir termaterialisasi tadi.
"Ya... dan kalian.. kurasa penagih hutang?"
Tanya Cillia.
"Gadis pintar, sekarang bayarlah hutangmu pada bos atau paling tidak.. serahkanlah rumahmu.. ayolah, aku tak ingin kasar pada perempuan.."
"Aku hargai niat baikmu, tapi maaf, seperti yang sudah selalu kukatakan pada bosmu, hutang penjudi itu bukanlah urusanku.. sekarang pergilah, suasana hatiku sedang tidak enak"
Mendengar jawaban dari Cillia, kedua pria itu terlihat kesal, salah satunya kemudian berjalan mendekati Cillia dan menepuk bahu kanannya.
"Dengar nona, sudah kukatakan aku tak ingin kasar pada perempuan, tapi ternyata kau memaksaku.. jadi.."
Secara tiba-tiba pria itu meluncurkan tinjunya pada Cillia, namun Cillia menepis tinju kanannya dengan tangan kirinya ke arah luar, kemudian meluncurkan pukulan yang telak mengenai tenggorokan pria itu. Merobohkannya dan membuatnya tak bisa bernafas, pria besar itu tumbang dan berguling-guling di tanah sambil memegangi tenggorokannya dengan suara seperti ****.
"Brengsek!!"
Pria besar kedua hendak berlari menerjang Cillia, namun Cillia telah lebih dahulu melangkah dengan cepat mendekatinya. Dan saat Cillia hendak memukul batang hidung pria tersebut dari arah bawah dengan pangkal telapak tangannya, sebuah balok es meluncur dan menghantam wajah pria tersebut, membuatnya terpental dan terhindar dari serangan Cillia.
"Gubrak!"
Pria besar itu terjatuh di aspal dengan suara keras.
Cillia menengok kepada Oceanus yang berada di belakangnya dengan tatapan yang mengerikan.
"Mengapa kau melakukannya?"
"Hei, aku tak ingin pagiku rusak dengan melihat seorang pria berbadan besar yang hanya berusaha menjalankan pekerjaannya mati menderita dengan tulang hidung menembus otaknya akibat dari pukulan seorang nona cilik yang tak mau membayar hutang, tidak nona, tidak di hadapanku"
"Jangan campuri urusanku!"
Mendadak dua buah pedang muncul entah darimana dan terbang dengan kecepatan tinggi kearah Oceanus dari kedua sisinya. Namun tiba-tiba muncul tembok es yang secara ajaib muncul di udara dan menempel ke tanah, menahan serangan kedua bilah pedang tadi, membuatnya menancap disana.
"Bukan begitu aturan bermainnya Cillia, kau tahu kau tak ingin membunuhku"
Ujar Oceanus padanya.
"Terserah padamu"
Ujar Cillia yang tampak kesal namun menyadari apa yang telah ia -dan hendak- lakukan. Secara ajaib kedua bilah pedang yang menancap di tembok es tadi menghilang seperti sihir begitupun dengan kedua tembok es itu yang tiba-tiba menjadi cair.
"Ah sial, buku ini rusak, apa yang harus kukatakan saat mengembalikannya nanti"
Keluh Cillia yang mendapati buku yang dibawanya sedikit sobek akibat terjatuh saat ia menyerang kedua pria tadi. Ia pun mengambil semua bukunya yang berserakan kemudian berjalan kembali seolah tidak terjadi apa-apa. Tentu saja Oceanus kembali mengikutinya.
"Aku mohon jangan membuatku kesal dan menyerangmu lagi dengan mengikutiku"
Ujar Cillia.
"Hei, aku tidak mengikutimu, tiba-tiba saja aku ingin pergi ke perpustakaan, mau aku bersumpah lagi?"
Jawab Oceanus yang berada 10 meter di belakang Cillia.
"Tidak, aku tak ingin mendengar apa-apa darimu, aku tak peduli"
Cillia pun berjalan kembali.
Setengah jam telah berlalu. Rupanya perpustakaan tempat tujuan Cillia tidaklah dekat. Oceanus yang terus berjalan di belakangnya tampak kelelahan dan mencoba beristirahat sejenak di tangga perpustakaan besar berarsitektur klasik-kontemporer itu.
"Ternyata benar kau mengikutiku, jika tidak tentu kau tidak akan melewatkan perpustakaan lain yang tadi kita lewati!"
Ujar Cillia yang tidak tampak lelah sama sekali kepada Oceanus yang tengah duduk penuh keringat di tangga perpustakaan.
"Tidak.."
Oceanus bangkit dari duduknya
"aku tidak ingin ke perpustakaan tadi, ternyata aku ingin ke perpustakaan ini saat melihatnya, kau ingin aku bersumpah?"
Tanya Oceanus sudah melakukan pose sumpah.
"Aku. Tak ingin. Mendengar. Apa-apa. Darimu. Dengar?"
Balas Cillia.
"Siap Nona!"
Jawab Oceanus sambil melakukan gerakan hormat.
Cillia langsung meninggalkan Oceanus dan memasuki perpustakaan. Tentu saja dengan Oceanus kembali mengikutinya. Cillia mengembalikan buku yang ia pinjam; tentu setelah meminta maaf akan kerusakan pada buku itu, kemudian berjalan menuju rak-rak besar penuh buku yang juga besar dan tebal. Ia mengambil salah satunya dan membawanya ke meja tempatnya duduk. Ia mengeluarkan pena dan mulai mengerjakan sesuatu di bukunya.
Oceanus duduk di hadapannya, juga membawa sebuah buku, namun ia tidak langsung membacanya, ia malah bertanya kepada Cillia.
"Hei Cillia, ngomong-ngomong kau belum mengizinkanku memanggilmu apa, jadi bagaimana jawabanmu?"
Dan bertanya lagi..
"Ngomong-ngomong, apa kau belajar ilmu bela diri? Hell, kemampuanmu tadi membuatku terkesan!"
Dan lagi..
"Oh ya, sihir mensummon kedua pedang tadi itu yang namanya Saber Summoning Technique ya? Lucu juga sihirmu!"
Cillia yang daritadi menahan kekesalannya rupanya tak dapat bertahan lagi, ia meledak, berdiri dan berteriak pada Oceanus
"BISAKAH KAU DIAM DAN BIARKAN AKU MENGERJAKAN TUGASKU?"
Hingga suaranya yang begitu keras menggema di penjuru perpustakaan dan semua orang memperhatikannya. Seorang nenek berkacamata yang sepertinya pustakawati berjalan kearahnya dan memarahinya.
"Dan aku juga berusaha mengerjakan tugasku nona, tolong kecilkan suaramu, ini perpustakaan, bukan pasar!"
Pustakawati itupun kembali ke mejanya, meninggalkan Cillia yang malu dan menutupi wajahnya dengan buku sambil duduk menyandarkan kepalanya diatas meja.
"Hahaha.. itulah nenek pustakawati untukmu Cillia"
Ledek Oceanus.
"Hei, aku mohon, bisakah kau diam sebentar, aku hanya berusaha mengerjakan tugas dari professorku"
Pinta Cillia dengan suara terdengar lelah.
"Memangnya kau mengerjakan apa sih?"
Tanya Oceanus ingin tahu.
"Orang bodoh sepertimu tak akan mengerti, lebih baik tidak usah tahu.."
Jawab Cillia dengan lemas.
"Coba lihat apa sih yang kau kerjakan?"
Ujar Oceanus sambil mengambil buku yang menutupi wajah Cillia.
"Haha.. hahahaha.. hihihihihi"
Entah mengapa Oceanus malah tertawa cekikikan melihatnya, seolah ia langsung menjadi gila.
"Apa yang kau tertawakan?"
"Ya ampun.. begini saja bingung, sini biar kukerjakan.."
Jawaban yang mengejutkan diberikan oleh Oceanus, ia mengambil pena Cillia kemudian mengerjakan paper tugas Cillia.
Oceanus mengerjakannya tanpa terlihat berpikir keras, hingga beberapa menit yang ringan berlalu.
"Oke gadis jenius, paper tugasmu sudah selesai!"
Ujar Oceanus sambil memberikan kembali buku Cillia, yang kemudian langsung membaca apa yang ditulis olehnya.
"Aku.. aku tak tahu harus berkata apa.. apakah kau hanya pandai mengarang atau kau benar-benar mengetahui semua yang kau tulis aku tak tahu, jawabannya hanya akan muncul setelah paper ini kuberikan pada professorku"
Cillia tampak kagum pada hasil pekerjaan Oceanus, namun ia tak mau menilainya kecuali setelah professornya menilainya sendiri.
"Hahaha.. yang begitu sih kecil... samar-samar aku masih ingat apa yang aku pelajari dulu"
"Dulu? Memangnya kau lulusan universitas mana?"
"Aku tidak ingin sombong, tapi dulu, ada saatnya aku pernah mengejar ilmu pengetahuan, hingga aku mendapatkan 23 gelar dari 5 universitas yang berbeda, kebanyakan berasal dari universitas yang sekarang bernama Universitas St.James"
"Jangan bercanda, Universitas St.James yang sekarang menjadi universitas terbaik di negara ini? Yang terbaik keenam di dunia itu?"
"Yep, tidak salah"
"Aku tak yakin kau sepintar itu.."
"Hei, aku memang tidak pintar, aku hanya memiliki waktu lebih, lagipula orang pintar tidak harus memakai kacamata pantat botol, berambut klimis, berwajah jelek, berkelakuan aneh, dan bergaul dengan buku seumur hidupnya!"
"Hahaha.. entahlah.. tapi yang jelas salah satu kriteria itu terdapat pada dirimu.."
"Hei, wajahku tidak jelek!"
"Ya, ya.. terserah padamu.. tapi yang jelas kau memberikanku satu alasan untuk bertemu denganmu besok er.."
"Oceanus, itu namaku"
"OK Oceanus.. nama yang aneh.. seperti teman-temanmu dulu, menggunakan kode nama.. tapi terserahlah, yang jelas, besok akan kuberitahukan hasil penilaian dari professorku, jika itu hanya karangan.. maka.. bersiaplah.."
Ujar Cillia sambil menarik telunjuk melewati lehernya.
"Hei, apa kau ingin aku bersumpah lagi?"
"Tidak, aku tak ingin mendengar tawaran sumpah lagi darimu, sudah cukup!"
"Baiklah jika itu yang kau inginkan.."
"Oh ya, ngomong-ngomong kau bisa memanggilku Cillia"
"Akhirnya aku mendapatkan jawaban.. kalau begitu aku mau baca dulu Cillia.."
"Buku apa yang kau akan baca?"
"Komik"
Jawab Oceanus ringan.
Spoiler untuk Chapter 4 :
Chapter 4. Recruitment: Code R: End
New Hampshire.
Universitas St.Jonah, Western Eckhart Hills.
Pintu gerbang Universitas.
Lagi-lagi terdapat kerumunan gadis-gadis mahasiswi di depan gerbang, dengan suara yang sama mengganggunya, tawa dan canda dengan volume yang begitu keras hingga membuat siapapun yang melewati pintu gerbang harus menengok kepada mereka. Tentunya setelah memasang wajah kesal.
Pusat kerumunan itu sudah jelas, tak lain dan tak bukan pria berkemeja putih yang terlihat berantakan; dengan lengan yang digulung hingga siku dan memegang jas coklat dari balik bahunya itu adalah Oceanus, entah bagaimana gadis-gadis yang kemarin ia tinggalkan dan mengganggapnya ********* bisa memaafkannya dan bercengkrama lagi dengannya.
Dari depan pintu gerbang, Oceanus dapat melihat Cillia berjalan keluar dari gedung universitas. Tak ingin mengulangi kesalahannya seperti yang lalu, kepada para gadis Oceanus meminta izin pergi dengan alasan yang lain:
"Oke girls, sekarang aku harus pergi, temanku sudah menungguku, nanti aku akan telepon kalian oke?"
"Tunggu, jangan bilang 'teman' mu itu si bocah kemarin?"
"Oh ya, dia orangnya"
Jawab Oceanus sambil berjalan cepat mengejar Cillia yang sudah melewatinya.
"Dasar pedofil, jangan coba-coba telepon aku!"
Sekali lagi, gadis-gadis itu serentak menyorakinya dan menghinanya.
"Oh tentu aku akan menelepon girls, tunggu saja!"
Seru Oceanus dari jauh sambil tersenyum dan memberi hormat tanpa memperdulikan mereka yang menyorakinya.
Ia berjalan cepat hingga akhirnya menyamakan fasenya dengan Cillia yang berada di sebelahnya.
"Bersenang-senang dengan mereka huh?"
Ledek Cillia.
"Yeah.. mereka gadis-gadis yang penuh semangat bukan, kenapa kau tidak berteman dengan mereka?"
"Tidak mungkin, mereka membenciku"
"Apa kau yakin?"
"Tentu"
"Apa kau pernah mencoba bicara dengan mereka?"
"..."
Cillia terdiam tak dapat menjawab pertanyaan Oceanus, namun ia tak membiarkan keadaan tak enak itu berjalan lama.
"Well, jika kau yakin begitu, apa boleh buat... jadi.. apa yang professormu katakan?"
"Akhirnya kau bertanya, pada awalnya, professor terkesan dan berkata bahwa seakan-akan sang penulis berada pada kejadian itu.."
Ujar Cillia
"Memang sudah seharusnya"
Sela Oceanus
"Namun.. saat kukatakan bukan akulah penulis paper itu... saat mendengar namamu, ia tampak terkejut, dan berkata bahwa tidak mungkin aku dapat bertemu denganmu karena dia bilang jika kau benar-benar orang yang dia kenal dengan nama yang sama, orang itu sudah tewas dalam kebakaran besar di Northernfjord 35 tahun yang lalu.."
"Jangan katakan padaku professormu lulusan St.James?"
"Ya.. dia lulusan St.James, namanya Professor Mikhail Stenovic Sr. dia orang yang hebat"
"Haha.. hahaha... tidak mungkin, Mikhael si landasan nyamuk? Menjadi professor? Jangan bercanda"
"Kau kenal dia?"
Cillia terkejut mendengarnya, karena entah bagaimana dia tahu Professor Mikhail berkepala botak.
"Kenal? Lebih dari itu nona, aku pernah mengajarnya di St.James, dulu dia sungguh bodoh hingga aku sering memberinya tugas menyemir sepatuku daripada membuat makalah untuk mendapat nilai, kau tak akan percaya begitu lihainya dia menyemir sepatu"
Ujar Oceanus sambil tertawa sendiri.
"Sebentar... kau.. pernah mengajarnya di St.James? tidak mungkin, professor lulus dari St.James 36 tahun yang lalu.. kau pasti bohong jika tidak gila"
"Apa kau butuh sumpahku?"
Kembali Oceanus melakukan pose sumpah.
"Sial, demi Tuhan, sudah kubilang aku tak ingin mendengar tawaran sumpah darimu lagi!"
Jawab Cillia tampak kesal.
"Oh maaf, aku lupa.. tapi asal kau tahu, aku tak bohong, aku tak pernah berbohong"
Jelas Oceanus dengan wajah polos.
"Oh benarkah? Aku tak yakin... kau tidak berbakat bohong tuan rambut pirang.."
Ujar Cillia bermata sinis.
"Ap-"
"Tidak Oceanus, aku tak mau sumpahmu"
Sela Cillia sebelum Oceanus sempat berkata apapun.
"Oke, jika kau tidak bohong, professor bilang kau sudah tewas 35 tahun yang lalu, tapi kau ternyata masih disini dan bahkan tidak terlihat tua, maka kau ini apa? Hantu?"
Tambahnya bertanya.
"Kau berkata hantu tanpa terlihat kaget atau takut seolah-olah kau hidup bersama mereka"
Ujar Oceanus tampak heran.
"Jangankan hantu, bahkan monster dan iblis pun aku tak takut, aku ini seorang exorcist"
"Exorcist? tunggu, aku tak melihat ada informasi itu di dokumen? Penulis dokumen brengsek tidak menyertakan informasi yang lengkap!"
Oceanus tampak kesal.
"Aku baru pertama kali mengatakannya pada orang selain diriku sendiri.."
"Oh, pantas saja, maafkan aku penulis dokumen"
"Tapi.. kau belum menjawab pertanyaanku tadi.."
"Ah sial, pengalihanku gagal, OK jangan kaget dengan jawabanku oke?"
Pinta Oceanus.
"Ok, aku akan mencoba tidak kaget"
Jawab Cillia.
"Aku. Adalah. Seorang. I. Mor. Tal. Kau terkejut? Kau kaget bukan?"
Tanya Oceanus antusias menunggu jawaban Cillia.
"Er.. tidak juga.."
"Ayolah, kau belum pernah bertemu dengan immortal bukan? Kenapa tidak kaget?!"
"Untuk apa? Kau persis manusia biasa, hanya saja mungkin tidak dapat menua.."
"... mungkin kau benar, tidak ada alasan bagimu untuk terkejut.. lagipula aku tidak berwujud raksasa atau seperti monster.."
"Yep, begitulah, sekarang setelah pertanyaanku terjawab dan aku sudah memberitahumu pendapat professor, izinkan aku pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas yang lain"
"Hei hei hei, tunggu, kau punya perpustakaan berjalan disini" ujar Oceanus sambil menunjuk dirinya, "kenapa kita tidak pergi ke cafe saja? Minum kopi atau semacam itu, aku masih ingin bicara denganmu" tambahnya.
"Terimakasih, tapi tidak.."
Tolak Cillia.
"Ayolah, nanti kubantu sebisaku!"
Mohon Oceanus sambil menghalangi Cillia berjalan.
Cillia terdiam tampak memikirkan jawaban yang akan ia berikan, lalu..
"OK.. tapi jika kau bilang tidak tahu sekalii.. saja.. maka.. kau tahu akibatnya kan?"
"Siap nona!"
Jawab Oceanus lantang memberi hormat.
___
2 jam kemudian.
Cafe a la Greco, Western Eckhart Hills Selatan, New Hampshire.
"OK, sekarang tugasnya selesai kita bisa lebih banyak bicara!"
Seru Oceanus sambil meregangkan tubuhnya. Alunan musik klasik terdengar dari radio yang diputar di sudut ruangan.
"Tampaknya aku harus membayar jasamu, oke silakan bertanya, tapi aku hanya punya waktu setengah jam"
"Kebetulan, setengah jam lagi aku juga harus mengunjungi seseorang"
"Kalau begitu mulailah"
Ujar Cillia.
"Oke, kalau begitu.. pertama.. dengan kejeniusanmu diterima di universitas pada umur 15 tahun-"
"13 tahun"
Sela Cillia.
"15,14,13 sama sajalah, jadi.. mengapa memilih fakultas sejarah? Mengapa tidak kimia.. fisika.. atau matematika misalnya? Aku rasa kau dapat dengan mudah melaluinya?"
"Itulah alasannya, ilmu eksak itu mudah, kau tinggal mengingat rumus yang diajarkan dan menggunakan sedikit logika dan BAM! Selesai."
Cillia berhenti sejenak dan meminum tehnya, lalu melanjutkannya
"Melalui sejarah, aku dapat mengetahui bagaimana para penemu itu dapat menemukan inspirasi, dan mengupas hukum alam perlahan-lahan, melalui sejarah aku dapat mengetahui apa yang sebenarnya pernah terjadi, mengapa terjadi, dan faktor apa saja yang membuat hal itu dapat terjadi, melalui sejarah juga aku dapat membuka mataku akan yang mana yang merupakan kebenaran, mana yang kepalsuan, dan lain-lain, melalui dokumen-dokumen dan buku-buku yang semuanya merupakan rekaman subjektif, kau memerlukan pertimbangan dan logika yang kuat untuk dapat memahami semua itu."
Oceanus hanya terpaku mendengar kata-kata Cillia yang begitu cepat dan tanpa jeda, namun akhirnya dia tersadar dia tengah melamun.
"Er.. kurasa aku tak dapat mengikutimu, tapi.. oke kurasa aku mengerti.. selanjutnya.. apa kau tak punya kerabat? Kenapa kau memilih hidup sendiri disini? Apa kau tidak kesepian?"
Mendengar pertanyaan Oceanus, Cillia menghela nafasnya
"Aku tak pernah dekat dengan kedua orangtuaku, ibuku hanya seorang pemaksa yang membuatku harus belajar fencing sejak kecil tanpa alasan yang jelas, dan ayahku seorang penjudi yang jarang sekali pulang.. saat mereka tewas, tak ada yang kurasakan, tak ada dendam, tidak, semua sama seperti biasanya, tetap seperti biasa.. satu-satunya yang berbeda adalah sejak saat itu berbagai macam pria garang menghadangku di jalan dan meminta hutang judi ayahku, mereka sial meminta dariku"
"Oke.. bisa kulihat kesialan mereka.. tapi kenapa kau tidak tinggal dengan kerabatmu? Dokumen mengatakan kau punya bibi di kota ini, mengapa kau tidak tinggal dengannya?"
"Tinggal dengannya? Apa kau mau tinggal dirumah seorang wanita yang merasa dikhianati oleh kakaknya dan orang yang pernah dicintainya sebagai anak dari pasangan itu? Nikmati deritamu jika ya"
"Hei, aku hanya bertanya, di dokumen tidak ada informasi itu"
"Maaf aku terbawa emosi.., ada lagi?"
"Hmmm... biar kuingat-ingat dulu.."
Ujar Oceanus dengan tangan memegang dagu.
"Baiklah, kali ini giliranku yang bertanya"
Cillia menutup bukunya.
" Mengapa kalian sangat keras kepala mengajakku bergabung?"
Oceanus terdiam mendengar pertanyaan Cillia, terlihat berpikir keras, dan wajahnya terlihat kebingungan sendiri.
"Hmmm.. aku juga heran.. mengapa ya mereka begitu keras kepala mengajak gadis liar sepertimu bergabung?"
"Ehem.."
Cillia berdehem dengan keras, wajahnya terlihat jengkel.
"Ups, maaf, maksudku.. mungkin.."
Oceanus mengangkat secangkir cappuccino pesanannya, kemudian ia menengok ke jendela dan berkata:
"Mungkin mereka melihat sesuatu yang berbeda dari dirimu, sesuatu yang hebat, sesuatu yang dapat berguna bagi dunia, sesuatu yang.. dapat menjadikan dunia semakin baik.. terdapat dalam diri seorang gadis manis yang dapat bertahan hidup sendirian walau menanggung beban yang berat, namun ia tetap dapat memilih jalan hidupnya dengan bijak.. entahlah.."
Sambil menatap langit dan diakhiri dengan tawa kecil dan senyuman kepada Cillia. Si gadis berkuncir miring, Cillia, merasa tersanjung dan malu dengan kata-kata Oceanus hingga wajahnya memerah seperti daging semangka. Namun kemudian ia sedikit tertawa kepada dirinya sendiri dan membalas:
"Haha... ternyata kau memang pandai bicara.. pantas saja gadis-gadis itu mengerumunimu.. mulutmu memang berbisa"
Mendengar jawaban yang tak disangka dari Cillia, Oceanus terlihat terkejut dan menaruh cangkir di tangannya dengan cukup keras.
"Whoah.. aku terkesan.. pantas saja ASASIN ingin merekrutmu, kau.. berbeda, exceptional!"
"Ehm-hm, trikmu tidak akan bekerja padaku"
Jawab Cillia menggelengkan kepalanya.
"Hahaha.. kalau begitu kapan-kapan aku akan mempersiapkan trik baru untukmu"
Tawa Oceanus.
"Pertanyaan kedua, sebenarnya siapa kalian? Apa itu ASASIN? Apa yang sebenarnya kalian kerjakan?"
Ujar Cillia tiba-tiba dengan mimik wajah yang cukup serius.
"Seperti yang pernah kau katakan, kami hanyalah sekelompok orang keras kepala dari organisasi bodoh yang mengurusi hal-hal yang tidak penting"
"Menurut analisisku, kalian adalah organisasi pemerintah beranggotakan orang-orang dengan kemampuan khusus yang bertugas untuk menangani hal-hal supranatural, benar?"
Sela Cillia menebak seolah tidak ingin mendengar ocehan Oceanus yang menjawab seenaknya.
"Bullseye, sekarang aku mengerti kenapa mereka menginginkanmu, jadi.."
Oceanus terlihat gembira.
"Yeah, dan itulah kenapa aku tak mau dan tak akan mau bergabung dengan ASASIN, aku sudah cukup dengan kewajibanku sebagai seorang exorcist"
Jawab Cillia enteng, namun jawaban itu membuat Oceanus terdiam sementara mimik wajahnya tak berubah.
Entah mengapa, Oceanus malah tersenyum dan menertawakan dirinya sendiri tanpa dapat didengar oleh siapapun. Perlahan ia bangkit dari duduknya..
"OK, kurasa sudah cukup untuk hari ini, lihat, waktunya tinggal sedikit lagi"
Ujarnya sambil menunjukkan jam tangannya pada Cillia.
"Oh, dan biar aku yang bayar tagihannya"
Lanjutnya sembari mengenakan jas berwarna coklat yang menggantung pada sandaran kursinya.
"Baiklah, sampai besok.."
Jawab Cillia setelah menghabiskan tehnya. Saat Oceanus membuka pintu cafe, mendadak Cillia memanggilnya
"Hei"
Oceanus berhenti dan menengok
"Ternyata kau berbeda dengan orang-orang bodoh yang pernah dikirim untukku".
Oceanus hanya membalasnya dengan senyuman, kemudian menutup pintu dan meninggalkan cafe. Alunan musik klasik yang sejak tadi melantun perlahan-lahan menghilang dan tidak terdengar lagi setelah ia semakin jauh dari cafe. Ia berjalan kembali menuju mansion bobrok tempatnya tinggal sementara, tanpa memperlihatkan ekspresi apapun di wajahnya, hanya berjalan dan terus berjalan dengan pandangan yang lurus sementara angin membelai rambutnya.
Derit pintu lapuk mansion terdengar saat ia membukanya, suara langkah kaki dari sepatu kulitnya terdengar menggema di sepanjang lorong yang berhiaskan lumut dan retakan di tembok. Oceanus melemparkan dirinya pada ranjang reot yang berada di hadapannya, kemudian berbalik dan mengambil sepucuk surat dari atas lemari di samping ranjang. Sambil berbaring ia membaca surat itu, beberapa saat kemudian ia terlihat kesal dan melemparkan surat itu dari genggamannya. Ia menutup kedua matanya dengan lengan kanannya.
"Demi cabang lidah ular boa, entah mengapa aku mau menerima tugas ini"
"Tugas ini impossible untukku James.."
Gumamnya.
Pada bagian akhir surat yang ternyata adalah surat tugas dari Head General, tertulis:
Batas Waktu : 4 hari setelah menerima surat ini.
Penalti : Dibebastugaskan, permanen.
________
Akhir Juni 1931.
Esoknya.
Pukul 09:00
Western Eckhart Hills, pintu gerbang Edwarton Mansion.
Di pagi yang kelabu dan berangin, suara bel mansion Edwarton terdengar berdering. Pintu kayu oak mansion terbuka, seorang gadis berkuncir di samping terlihat dari balik pintu.
"Yo.. Cillia"
Salam Oceanus saat melihat Cillia membuka pintu.
"Whoa, ini pertama kalinya kau berlaku seperti manusia normal, mengebel pintu daripada berdiri seperti stalker di depan rumah orang"
Ujar Cillia yang terlihat heran.
"Haha, yeah.. begitulah.."
Jawab Oceanus terdengar basa-basi.
"Lho, untuk apa tas besar itu?"
Cillia penasaran, menunjuk tas besar yang dibawa oleh Oceanus di bahunya.
"Oh... ini.. aku harus pulang hari ini.."
"Oh..."
Mereka berdua saling diam selama beberapa saat, hingga
"... sayang sekali, padahal kita baru saling mengenal.. kalau begitu.. er.. selamat jalan.., kurasa.."
Ujar Cillia terlihat memaksakan senyuman.
"Yap.. kalau begitu terimakasih sampai disini, aku sangat senang dapat mengenalmu.. sampai jumpa.."
Begitu juga dengan Oceanus yang tampak memaksakan senyuman. Ia melambaikan tangannya dan berbalik arah, hendak berjalan pergi. Namun..
"Tidak, tidak akan berakhir begini"
Ujar Oceanus tiba-tiba dan menghadap kembali pada Cillia.
"Pertama-tama, aku harus memberitahumu satu hal, bahwa aku.., aku.."
"Bahwa kau?"
"Bahwa aku sama dengan orang-orang bodoh yang pernah dikirim untuk merekrutmu"
Lanjut Oceanus lantang.
"Maksudmu?"
"Apakah kau akan bergabung dengan kami?"
Cillia terlihat kecewa, ia menundukkan wajahnya.
"Selama ini aku tak pernah salah menilai orang.. namun, ternyata aku salah menilaimu.."
Ujarnya terdengar kecewa.
"Maaf.."
Sahut Oceanus lemah.
"Tapi, aku masih tak percaya aku salah, kau bukan orang seperti itu, kau bukanlah orang yang akan menuruti perintah atasan secara buta, kau pasti memiliki alasan tersendiri untuk melakukan ini"
Oceanus terlihat bimbang akankah ia menjawab Cillia atau haruskah ia diam. Tapi pada akhirnya ia berhasil meyakinkan dirinya.. untuk menjawabnya..
"Hikari.."
"Aku terpaksa melakukan ini demi Hikari.. aku pernah mengacaukan beberapa misi, dan aku menerima tugas untuk merekrut anggota baru, jika gagal, maka aku habis. Tamat. Aku tak akan lagi bisa bertemu dengan Hikari.. aku tahu si tua itu berniat memisahkanku dengannya.."
Lanjutnya.
"Jadi kau melakukan ini demi seorang wanita?"
"Ya, dan sekarang, aku memohon padamu, tolonglah aku, bergabunglah, kau cukup menandatangani dokumen ini!"
Seru Oceanus sambil menyodorkan sepucuk kertas melalui terali besi dari balik pintu gerbang.
Meski begitu, Cillia tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya, ia hanya diam disana dan melihat Oceanus yang berada di balik pagar.
"Ok.. aku mengerti jika kau menolak.. aku akan pulang dan takkan pernah mengganggu hidupmu lagi.. sampai jumpa.."
"Kurasa kita tak butuh kertas ***** ini lagi.."
Oceanus hendak merobek kertas yang ia genggam, akan tetapi..
"Tunggu"
Ujar Cillia mendadak, Oceanus pun menghentikan gerakannya.
"Apa aku harus meninggalkan kota ini jika aku menandatangani kertas itu?"
Tanya Cillia.
"Ya.. rekrut harus segera menghadap ke pusat segera setelah ia setuju bergabung.."
"Dan markas pusat kalian tidak berada di kota ini, apa aku benar?"
"Ya.. sekitar 2 hari jika dengan kereta.."
Jawab Oceanus.
Cillia menghela nafasnya.
"Oke..."
"Jadi kau mau?!"
Tanya Oceanus bersemangat kembali.
"Dengan tiga syarat"
Ujar Cillia tegas.
"Aku mendengarkan"
"Pertama, kau harus membantuku dalam menyelesaikan skripsiku"
"Bisa kuatur.. lalu?"
"Kedua, aku ingin mengasah kemampuan tarungku, mengingat aku bahkan tak bisa melukaimu membuatku kesal"
"Sedikit menakutkan tapi bisa kuusahakan, dan?"
"Dan yang ketiga..."
____
"..kau harus menyelesaikan masalah hutangku".
"****, mengapa aku harus melunaskan hutangmu? Bahkan aku masih punya hutang pada seseorang dan tak mampu membayarnya, bagaimana aku bisa melunasi hutangmu? Lagipula Kukira kau tak peduli dengan hutang warisan ayahmu?"
Keluh Oceanus sambil berjalan menuju suatu tempat bersama Cillia.
"Jangan mengeluh, semua hal ada harganya, kurasa kau tahu hal itu.. dan lagi, aku tidak ingin saat pulang nanti rumahku berubah menjadi sarang gangster"
Sahut Cillia ketus.
"Dan perlu kau ingat, kita tidak pergi melunaskan hutangku. Tetapi 'menyelesaikan' masalah hutangku, kau mengerti?"
Tambahnya.
"Baiklah.. lalu kepada siapa aku harus.. 'berbicara' tentang hutangmu?"
"Seekor sampah masyarakat bernama Vedicelli"
"Vedicelli?? Maksudmu orang berkumis lebat dengan aksen lucu itu? Yang perutnya buncit itu?"
Cillia terkejut mendengar deskripsi dari Oceanus sangat tepat.
"Hei, bagaimana kau tahu? Kau pernah bertemu dengannya?"
"Anggap saja kami kawan lama"
Jawab Oceanus mantap dengan senyuman terlihat dari bibirnya.
Pukul 10:21
Western Eckhart Hills.
Dealer mobil bekas Vedicelli's Autotrade, ruang kantor Vedicelli.
Terdengar suara pintu kantor diketuk, seorang pria bertubuh besar anak buah Vedicelli membuka pintu dan memasuki ruangan, ia berjalan kedepan Vedicelli yang tengah membaca koran sambil bersantai di kursi malasnya dengan kaki naik keatas meja.
"Bos, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu"
Vedicelli melipat korannya, kemudian menurunkan kacamata hitamnya sambil melihat anak buahnya berbicara.
"Oh ya, siapa mereka?"
"Si bocah anak perempuan Cliff bersama seorang lelaki tinggi berambut pirang"
"Hoo.. anak itu akhirnya datang juga... baiklah, suruh mereka masuk"
Segera setelah Vedicelli memberi perintah kepada anak buahnya, Cillia dan Oceanus memasuki ruangan.
"!?!?!?"
Vedicelli tampak begitu terkejut melihat siapa yang dilihatnya.
"Saluto Signore Vedicelli, vengo a risolvere il nostro problema"
Sahut Oceanus dengan ramah sambil berjalan dan merentangkan tangannya seakan hendak memeluk Vedicelli.
"Merda! Kalian semua, bunuh mereka!"
Vedicalli mendadak lari ketakutan menuju pintu belakang, sementara anak buah Vedicelli mengeluarkan pistol hendak menembak Cillia dan Oceanus.
"Eits, aku tak suka suara pistol"
"Crak!!"
Mendadak udara di sekeliling Oceanus membeku dan merambat dengan cepat ke lima arah menuju pistol masing-masing anak buah Vedicelli membentuk tongkat memanjang yang melayang di udara. Saat tongkat itu menyentuh pistol, benda itu langsung menyelimutinya dengan udara yang sangat dingin hingga pistol tersebut membeku dan terlalu dingin untuk disentuh. Semua anak buah Vedicelli segera melepas pistol yang kini sedingin nitrogen cair, pistol-pistol itu jatuh ke lantai bersama dengan tongkat es yang menempel hingga pecah berkeping-keping.
"Brak!!"
Pilar es yang tiba-tiba muncul di lantai menghantam dagu masing-masing anak buah Vedicelli yang kini tanpa senjata, mereka terpental hingga menghantam plafon dan jatuh tak sadarkan diri.
"Ok, sekarang aku harus mengejar Vedicelli, kau bisa urus sisanya di luar kan?"
Tanya Oceanus dengan santai
"Y-y-ya, kurasa bisa"
Jawab Cillia terbata-bata.
"Bagus, anggap saja ini adalah inisasi penerimaan ASASIN"
Oceanus pun segera berlari menuju pintu belakang, mengejar Vedicelli yang tengah melarikan diri.
"Oh, dan jangan bunuh mereka!"
Teriaknya dari jauh.
"OI SIGNORE, ABBIAMO BISOGNO DI PARLARE UN SACCO DI COSE!"
Panggil Oceanus sambil terus mengejar Vedicelli yang berlari 20 meter di depan.
"VAFFANCULO BASTARDO!!"
Balas Vedicelli.
"Ayolah, ini seharusnya menjadi masa-masa nostalgia yang mengharukan Ved!"
Bujuk Oceanus.
"Ya, seperti ini!"
"JDER!!"
Dari cincin jari telunjuk kirinya, Vedicelli mengeluarkan petir yang nyaris menyambar Oceanus.
Oceanus menengok ke arah motor yang tengah diparkir di pinggir jalan. Motor itu meledak sementara Oceanus malah tertawa gembira.
"Hahaha, persis seperti dulu Ved!"
"Dan ini!"
Kali ini cincin di kedua jari kelingking Vedicelli mengeluarkan sepasang bayangan berbentuk tengkorak menganga yang langsung meluncur menuju Oceanus, namun ia berhasil menghindarinya.
"Whoa, tampaknya kini aku tahu kau akan menjadi apa jika aku berhasil menangkapmu signore!"
Seru Oceanus pada Vedicelli yang kini semakin dekat.
Mereka berlari melewati persimpangan tanpa melihat kanan dan kiri jalan, kemudian..
"CIIIIT!!"
"BRAK!!"
"Ouch, pasti sakit"
Sebuah mobil menabrak Vedicelli hingga terpental. Namun aneh bin ajaib setelah kedua cincin di ibu jari kanannya bersinar, Vedicelli muncul tiba-tiba di seberang persimpangan tanpa tergores sama sekali.
"What the? Bagaimana dia melakukannya?"
Oceanus berlari menyebrang persimpangan sambil melirik ke arah mobil yang tadi menabrak Vedicelli. Sangat mengherankan, moncong mobil itu rusak dan penyok tetapi Vedicelli terus berlari seakan tidak pernah terjadi apapun.
"Kita harus mengakhiri kucing-kucingan ini bastardo!"
Vedicelli menunjuk kearah Oceanus dengan telunjuk kanannya, dari sinar yang dikeluarkan oleh cincinnya, sebuah magic rune muncul di udara dan mensummon seekor Flayer; seekor monster kelas C+ yang berbentuk seperti ular setebal 30cm dan sepanjang bus namun dapat terbang di udara dan memiliki tanduk pipih yang terbuat dari tulang tajam. Flayer itu tanpa basa-basi segera meluncur menuju Oceanus yang membalasnya dengan meluncurkan semburan air berbentuk naga dari tangannya.
Naga yang terbuat dari air itu menelan Flayer bulat-bulat dan menghasilkan Flayer beku yang langsung pecah berkeping-keping setelah melewati perutnya, membuat serpihan es yang memantulkan sinar matahari hingga muncul pelangi mini di hadapan Oceanus.
"Hei, apa kau lihat pelangi kecil tadi? Warnanya ada tujuh!"
Ujar Oceanus lagi pada Vedicelli yang semakin dekat di depannya. Mereka berbelok pada sebuah tikungan yang ternyata... buntu..
"Merda! Affanculo!"
Vedicelli meneriakkan sumpah serapah setelah menemui jalan buntu.
"Sudah selesai kejar-kejarannya Ved, sekarang mari kita bicara.."
Oceanus yang masih terengah-engah berusaha menenangkan Vedicelli. Akan tetapi Vedicelli malah mengarahkan kedua kepalan tangannya kearah Oceanus. Cincin-cincin yang ia kenakan serentak bersinar.
"Jangan mendekat bastardo!"
"Whoa whoa whoa, tadi aku hanya bercanda Ved, aku tak mungkin membunuh kontak"
Oceanus berusaha menenangkan Vedicelli yang panik, ia melangkah maju perlahan-lahan sambil mengangkat kedua tangannya.
"Kubilang jangan mendekat!!"
"Ayolah Ved, aku sudah tidak marah lagi akan kejadian 10 tahun lalu.."
"Tidak!! Kau pasti hantu yang datang membalas dendam!!"
"Ved, aku belum mati, tembakan dari cincin meriahmu gagal membunuhku.. sial aku jadi kesal mengingatnya.. jas mahalku menjadi berlubang..."
"Kau sudah mati! Aku sudah membunuhmu! Polisi bilang mereka menemukan mayatmu! Kau sudah mati!"
"Ved dengarkan aku, aku memalsukan kematianku agar hutangku pada bosmu, Don Gambino ikut mati, aku belum mati Ved! Lihat aku! Mayat itu Doppelganger piaraanku! Aku hanya ingin kau menghapus hutang anak perempuan itu!"
Vedicelli terlihat sedang mencerna kata-kata Oceanus dan menyadari apa yang sebenarnya telah terjadi..
"VAFFANCULO Sean! Kau telah membuat kehidupanku hancur! Berkat kematian palsumu selama 5 tahun aku harus menggantikanmu membayar hutangmu pada Don Gambino, kini aku akan memastikanmu benar-benar mati!"
"Zret, JDUAR!!"
Dari sinar cincin, muncul sebuah magic rune besar yang langsung menembakkan sinar energi putih dengan intensitas yang tinggi kepada Oceanus.
"Oh, goddamnit"
"BRAK!!"
"ZREEEEEEEEEEEET!"
Muncul tembok es padat sejernih kristal yang bersinar-sinar memantulkan cahaya melindungi Oceanus dari serangan Vedicelli, namun apa yang terjadi kemudian berada diluar perkiraan Oceanus. Sinar energi yang Vedicelli tembakkan memantul kembali kepada dirinya saat menyentuh tembok es Oceanus, membuatnya hilang menjadi abu dan merusak tembok serta rumah yang berada di belakangnya.
"Uh oh, this is not good.. not good at all"
Menyadari apa yang telah terjadi, ia berlari sekencang-kencangnya dari tempat itu dan kembali ke dealer mobil bekas Vedicelli. Ternyata, lagi-lagi kejutan menantinya.. kedelapan anak buah Vedicelli yang berada di luar cidera parah hingga wajah mereka sulit dikenali lagi, hanya biru dan merah yang terlihat dari wajah mereka. Sementara Cillia terlihat duduk menunggunya diatas kap mesin salah satu mobil yang diparkir disana dengan hanya luka goresan di pipinya.
"A-apa apaan ini?! Kau harus menjelaskannya padaku Cillia!"
Seru Oceanus yang sangat terkejut.
"Er... begini.. saat kau tadi bilang jangan bunuh mereka.. aku mencoba menahan diri, tapi mereka begitu keras kepala.. hingga saat salah satu dari mereka berhasil memukul pipiku, aku kehilangan kontrol, lalu karena mereka begitu keras kepala jadi... terjadilah semua ini.."
Oceanus langsung jongkok dan memegangi kepalanya setelah mendengar 'penjelasan' Cillia. Ia begitu pusing memikirkan apa yang harus ia katakan untuk menjelaskan semua kekacauan ini.
"Kita harus segera pergi dari sini.."
Ujar Oceanus kemudian menarik tangan Cillia.
"Hei, bagaimana dengan hutangnya?"
"Kita harus segera pergi dari sini, kita harus segera pergi dari-"
"HEI!! HUTANGNYA BAGAIMANA?!"
Teriak Cillia menyadarkan Oceanus yang terus menggumam sambil menariknya.
"Anggap saja hutang ayahmu sudah lunas.. kita pergi dari sini.."
"Maksudmu.. Vedicelli... sudah tewas?"
"Ya, aku tak sengaja membunuhnya, kini aku telah membunuh seorang kontak, ditambah semua kekacauan ini, kalau Dewan tahu aku pasti akan dipenjara 200 tahun!"
"Kontak? Dewan?"
Tanya Cillia tidak mengerti apa yang Oceanus bicarakan.
"Sudahlah jangan banyak tanya, nanti kujelaskan, sekarang kita pergi dari sini"
Jawab Oceanus yang tergesa-gesa berjalan sambil menarik Cillia.
Spoiler untuk Chapter 5 :
Chapter 5. Initiation: The Island of Time
Pukul 12:04
Gerbong ketiga kereta Hammington Express, New Hampshire.
Peluit kereta uap berwarna hitam itu berbunyi dengan keras. Piston lokomotif mulai mendorong roda besi berputar diatas rel, menjalankan kereta dengan 10 gerbong tersebut keluar dari stasiun Central District. Dari balik jendela gerbong, terlihat orang-orang melambai ke arah kereta, mengantar kepergian kerabat dan kenalan mereka. Tak terkecuali dengan sekelompok gadis yang melambai-lambai dengan wajah yang sedih. Kereta pun berjalan meninggalkan stasiun.
"Ok.. kupikir gadis-gadis itu marah padamu.., tapi kenapa mereka malah mengantarmu pergi? Bahkan tadi menjemputmu dengan mobil di depan MANSIONKU"
Cillia bertanya dengan jengkel, karena gadis-gadis itu menyangka mansion Cillia adalah tempat tinggal Oceanus.
"Oh.. mungkin aku keliru memberi alamat.. lagipula aku tak melakukan apapun, aku hanya menelpon mereka begitu pulang dari cafe kemarin"
Jawab Oceanus santai.
Pukul 12:32
Gerbong ketiga kereta Hammington Express.
Cillia tampak kesal, ia mengeratkan giginya dan tangannya mengepal, mungkin untuk menahan rasa kesalnya.
"Baik, aku sudah menunggu setengah jam untuk mendapat penjelasan darimu"
Terlihat bingung, Oceanus menurunkan koran yang sedang ia baca dan bertanya
"Penjelasan? Penjelasan apa?"
"Tentu saja kemana kita pergi, apa itu kontak, dan apa itu Dewan yang kau sebutkan tadi!"
"Oh.. masalah itu.. nanti juga kau tahu.. santai sajalah.."
Jawab Oceanus santai dan kembali membaca koran yang berada di tangannya.
"Santai? Kau bilang santai?! Aku sedang dibawa oleh orang tak jelas yang baru saja kukenal beberapa hari yang lalu, ke tempat yang tidak jelas, untuk apa tidak jelas, dan tanpa dia mau menjelaskan apa yang seharusnya dijelaskan! Kau menyuruhku santai!? Bodohnya aku kenapa mau menurutimu.."
"Hei, lagipula tidak akan ada yang terjadi padamu, kau hanya bocah, aku tidak tertarik"
"Bukan itu masalahnya! Sejak bertemu denganmu, aku sudah menghajar 10 pria berbadan besar hingga nyaris menjadi pembunuh, kemudian terlibat pembunuhan, dan sekarang pergi dari kota kelahiranku seperti buronan yang kabur dari TKP!"
Seru Cillia dengan keras.
"Hei hei, jangan keras-keras bicaranya! Aku tak mau menambah masalah!"
Balas Oceanus sambil menengok ke kanan dan kiri lorong gerbong, berharap tidak ada yang mendengar Cillia.
"Lagipula bukan salahku Vedicelli mati.."
"Kalau begitu jawablah!"
"OK jika itu maumu!"
Oceanus melipat korannya terlebih dahulu
"Pertama, kita akan menemui Head General di kantor pusat di Westernbank City-"
"Siapa itu Head General?"
Sela Cillia
"Sejenis ketua kami, biarkan aku selesai dulu, kita kesana untuk proses inisiasi, yaitu menerima tugas pertama saat pertama kali diterima oleh ASASIN"
"Tapi kalian kan yang keras kepala memaksaku!"
Selanya lagi
"Entahlah kuncir miring! Aku hanya mematuhi aturannya! Jadi biarkan aku selesai dulu!"
"Ya sudah, silakan lanjutkan!"
"Kedua, .... apa tadi?"
"Kontak"
"Ya, ok, kontak berarti.. ya.. kontak.."
"Maaf?"
Cillia terlihat bingung
"Singkatnya, kontak adalah informan"
"Berarti.. Vedicelli kontak kalian? Yang berarti ayahku berhutang pada seorang lintah darat yang memberi bunga 100% yang ternyata anggota kalian?! Brengsek!"
"Whoa whoa whoa, tenang, kontak tidak harus anggota kami dan juga tidak harus orang baik atau memiliki kemampuan khusus, yang penting adalah kami mendapat informasi, dia tidak terusik, simpel!"
"Tetap saja-"
"Hei, kau mau beradu argumen atau mau bertanya?!"
Cillia berhenti melanjutkan kata-katanya dan diam untuk mendengar lanjutan dari penjelasan Oceanus.
"Ok, lanjutkan.. Dewan"
"Dewan atau konsul, tepatnya The Council of The White Flame, jadi.. setiap manusia pemilik kekuatan otomatis menjadi anggota Dewan, tidak peduli mereka tahu Dewan itu ada atau tidak, tapi Dewan bukan organisasi pemerintah, mereka berdiri sendiri dan pusatnya tidak berada di negara ini, mereka organisasi internasional"
"Selain untuk memiliki aturan yang curang seperti itu, apa yang mereka kerjakan?"
"Yah.. berakting bagai polisi internasional, hakim internasional, oh, dan juri internasional"
"Jadi mereka...?"
"Yeah.. mereka berhak menangkap dan menghukum 'anggota' yang 'melanggar' 'aturan' yang mereka buat tanpa memerlukan izin dari polisi maupun negara"
"Dan kini kau telah melanggar.."
"Ya.. dan kini aku berada dalam masalah besar.."
___
Awal Juli, 1931.
2 hari kemudian, pukul 05:22
Great Ulysses Station, Westernbank City.
Kereta uap yang gagah itu menghentikan lajunya di dalam stasiun besar berarsitektur futuristik, dengan bau cat masih dapat tercium dari tembok berwarna abu-abu, nampaknya stasiun itu baru saja mengalami renovasi. Para penumpang turun dari gerbong-gerbong berwarna merah, begitu juga dengan Cillia dan Oceanus.
Oceanus berjalan diikuti oleh Cillia, mereka berjalan menuju sebuah bangunan yang berada tak jauh dari stasiun. Langit mulai berwarna biru, cahaya matahari pagi bersinar dari ufuk timur, menyorot sebuah bangunan yang tengah dituju oleh mereka. Oceanus memasuki pintu bangunan itu, diikuti oleh Cillia yang merasa heran mengapa mereka memasuki sebuah toko alat musik.
"Hei, untuk apa kita kesini?"
"Untuk apa? Inilah tempatnya kuncir miring"
Terlihat seorang pria separuh baya berada di balik counter toko, duduk dengan topi menutupi wajahnya dan kaki diatas counter. Oceanus menyapanya.
"Hei Al, selamat pagi"
"Oh, hei Sean, siapa itu? Anak rahasiamu?"
Tanya Al meledek sambil menunjuk Cillia dengan dagu setelah ia terbangun oleh salam Oceanus.
"Hei hei hei, sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu.. ingat, Sean sudah tewas 3 tahun yang lalu Al"
"Yeah, whatever Sean"
Al kembali menutup wajahnya dengan topi dan bersandar di kursinya. Oceanus berjalan menuju sebuah pintu yang berada di dalam toko, tetap diikuti oleh Cillia.
Cillia memperhatikan Oceanus dengan senyum meledek, entah apa maksudnya.
"Apa?"
Tanya Oceanus menyadari Cillia memperhatikannya.
"Tidaaak.. tidak apa-apa.. aku hanya ingin tahu siapa orang itu.."
"Al? ooh, dia hanya seorang teleporter.."
"Hmmm.. begitu ya.."
Masih dengan mimik wajah yang sama Cillia memperhatikannya, Oceanus hanya menggelengkan kepalanya
"Anyway, selamat datang di HQ"
Ujarnya sambil membuka pintu yang ia tuju, dibalik pintu itu terdapat sebuah dunia yang sama sekali berbeda dengan bumi. Langit yang berwarna keunguan, dan gurun pasir dapat terlihat di sekeliling desa dengan bangunan pasir yang berada di hadapan mereka. Tempat itu benar-benar dunia lain.
"Wow.. tempat apa ini.."
Cillia kagum dengan tempat yang baru pertama kali dilihatnya itu.
"Sudah kubilang, tempat ini HQ nona"
"Sekarang ikuti aku"
Oceanus berjalan menuju suatu bangunan yang sama sekali berbeda dengan bangunan lain di tempat itu, sebuah mansion dengan arsitektur abad pertengahan.
"Maksudku, dimana ini sebenarnya?"
"Entah, aku tak pernah ingin tahu dimana tempat ini sebenarnya, dan aku tak ingin tahu, jadi.. aku tak tahu"
"Kau hanya perlu bilang 'tidak tahu' Sean, tidak perlu membuatnya rumit"
"Oh, hebat, satu lagi orang yang mulai memanggilku Sean"
Keluh Oceanus.
Mereka terus berjalan melewati desa yang penuh dengan berbagai macam mahluk berkeliaran, terdapat pasar, sejenis bar, dan lain-lain. Namun bukan hanya manusia -setidaknya humanoid- yang berada disana. Akhirnya, mereka memasuki bangunan besar itu, melewati sebuah aula dan tangga besar, melalui lorong dengan jendela besar di sisinya, dan sampai kepada sebuah pintu kayu yang besar.
"Brak"
Oceanus membuka pintu dengan kakinya sementara tangannya berada di dalam kantung celananya, wajahnya terlihat masam.
"Oke nenek keriting, tugasku sudah selesai, sekarang kembalikan aku ke SUUT"
Namun wanita berambut pirang ikal yang berada di balik meja itu, Head General, hanya diam saja, memperhatikan Oceanus tanpa ekspresi.
"Er... ok, maaf jika aku keterlaluan,aku hanya ingin terlihat badass didepan anak baru ini"
Ujar Oceanus sambil menunjuk Cillia yang berada di belakangnya dengan ibu jari. Namun Head General tetap diam dan menatap Oceanus masih dengan tatapan yang tajam.
"Hei, setidaknya katakan sesuatu, sulit membuat anak ini mau bergabung!"
Tambah Oceanus.
"Kau.. telah gagal Oceanus"
Ujar Head General.
"?!?"
"Tapi kali ini aku tidak mengacau! Misi sukses, bersih, tamat!"
"Deadline-nya sudah lewat Oceanus.. kau gagal.. mulai saat ini kau bukan ASASIN lagi.."
Tambah Head General dengan dingin. Oceanus terkejut, ia terpaku, namun ia tampak marah.
"Uh oh, tidak begini cara mainnya nenek keriting, tugasku selesai, dengan bersih, bahkan persis deadline, jangan bilang kau lupa deadline yang kau berikan adalah 4 hari?"
"Tentu, aku tahu deadline nya 4 hari, aku yang menulisnya sendiri"
"Lalu kenapa- tunggu.. jangan katakan 4 hari itu juga menghitung waktu perjalananku?"
"4 hari itu tidak memperdulikan waktu apapun Oceanus, apa kau ingat apa yang tertulis disana?"
"...4 hari setelah menerima surat.."
Oceanus menundukkan wajahnya
"Sekarang kau mengerti?"
"Jadi berarti sebenarnya aku hanya memiliki 1 hari untuk menyelesaikannya? Jangan bercanda.. kau pasti sengaja melakukannya bukan? Aku tahu alasanmu dan kebencianmu akan seseorang membuatmu melakukan ini padaku.."
"Aku tak mengerti maksudmu Oceanus.. kau membacanya dan setuju menerima tugas itu.. lalu.."
Head General bangkit dari duduknya
"Kini aku harus menghapus ingatanmu.. kau tahu aturannya.."
ia pun berjalan menuju Oceanus, lalu mengangkat tangannya kearah Oceanus yang menundukkan wajahnya hingga tertutup rambutnya..
"Tunggu, ini tidak adil! Kau telah menipunya! Kau tidak boleh memecat Oceanus begitu saja!"
Seru Cillia
"Dia menerima tugas itu dengan sukarela dan penuh kesadaran, sekarang bisakah kau diam dan berdiri disana dengan manis, nona kecil?"
Ujar Head General menatap Cillia dengan tatapan yang dapat membuat siapapun tak bisa membantah.
Dari balik rambutnya, Oceanus tersenyum.
"Kau belum pernah memecat orang sebelumnya bukan?"
Tanyanya.
"Jadi.. kau tak pernah menyadari ada lubang dalam aturan kita bukan? Sekarang aku akan menggunakan lubang itu dan menyadarkanmu"
"Apa maksudmu?"
Head General balik bertanya dengan penasaran.
"Well biar kusebutkan, Main Rule ayat 5, Barang siapa yang keluar dari biro harus dihapus ingatannya akan semua yang berhubungan dengan biro saat ia kembali ke dunia asalnya."
Oceanus mengangkat kepalanya.
"Main Rule ayat 7, Barang siapa (yang telah diatur dalam General Rule pasal 2 tentang kriteria occupant) yang memasuki HQ, berhak mendapat dua pilihan : Menerima hukuman jika melakukan yang diatur dalam General Rule pasal 3 tentang infiltrasi atau bergabung dengan biro jika memiliki kemampuan dan life-record yang bersih atau invitasi."
"Jadi.. kau hanya bisa menghapus ingatanku jika aku hendak keluar dari tempat ini, dan aku memasuki tempat ini bahkan dengan seizinmu"
"Jangan membuat rumit, jelaskan maksudmu"
Ujar Head General tak sabar
"Singkatnya.. statusku saat ini.. seorang pengunjung yang datang dengan persetujuanmu sendiri.. dan aku memilih untuk bergabung kembali, dan kau tidak bisa mengatakan tidak"
Head General hanya terpaku, kemudian tersenyum dan menurunkan kembali tangannya. ia tertawa.
"Hahaha.. tak kusangka kau akan menggunakan celah hukum untuk menghentikanku.. aku terkesan.."
ia kembali menuju mejanya dan duduk dikursinya.
"Oke.. kini karena kau telah memulai awal yang baru.. bahkan kau memiliki partner inisiasi.."
"Aku akan memberi kalian misi pertama, sebuah misi inisiasi, kalian bisa mendapatkan detailnya dari Oracle. Selamat bergabung, dan selamat bekerja"
Tambahnya.
"Baiklah.. tapi tak ada tipu-menipu lagi setelah aku mengorbankan semuanya"
Oceanus berjalan keluar melewati pintu besar yang berada di belakangnya
"Kita pergi Cillia"
Mereka pun pergi dari kantor Head General dan berjalan menuju ruangan Oracle yang berada di basement mansion.
"Aku tak suka wanita itu.."
Keluh Cillia
"Kau tidak membencinya Cillia, tidak selama aku masih hidup, dan kau tahu aku immortal"
Jawab Oceanus santai.
"Kenapa kau malah membelanya?"
"Mungkin karena dia kakakku"
Jawab Oceanus santai sambil membuka pintu ruangan Oracle.
_______
Awal Juli, 1931.
3 hari kemudian, pukul 07:15
Laut Galvan, Perairan Pulau Shephard.
Laut yang berkabut tebal membuat pandangan tertutup hingga begitu dekat, bahkan kenyataan bahwa ini adalah pagi hari tidak banyak membantu. Samar-samar terlihat siluet Pulau Shephard dari kejauhan, sebuah pulau kecil dengan sebuah gunung berdiri tepat di tengahnya. Laut yang mengelilingi pulau tersebut nyaris tanpa ombak membuat suasana begitu hening dan mencekam, hanya deru mesin dan deburan konstan dari ombak yang membentur lambung kapal yang terdengar dari atas kapal.
"Jadi itu tempat yang kita tuju?"
Tanya Cillia pada Oceanus, melihat siluet pulau dari atas geladak.
"Uh-huh, selamat datang di Pulau Shephard, atau disebut juga.."
"The Island of Time".
Spoiler untuk Chapter 6 :
Chapter 6. Initiation: The Curse of The Black Jewel
Kapal uap bertuliskan "The Dead Harrier" yang Cillia dan Oceanus tumpangi semakin mendekati pulau, dari balik kabut samar-samar terlihat sebuah pelabuhan. Deburan ombak yang terdengar konstan tetap tidak berhenti, deru mesin kapal terus terdengar dari mesin kapal yang terus bekerja sejak kemarin. Kapal terus melaju.
"Oceanus.. tentang Head General.."
"Ya?"
"Kau bilang... dia kakakmu.."
"Ya... dan hanya ada beberapa orang di dunia ini yang mengetahuinya.. kau salah satunya.."
"Lalu kenapa kau katakan padaku?"
Tanpa mengubah pandangannya dari pulau, Oceanus terlihat tengah berpikir, ia pun menjawab
"Mungkin aku hanya emosi"
Sambil tersenyum.
"Kau.. benar-benar aneh.."
"Anyway, ada yang harus kuberikan padamu"
Sela Oceanus sambil membuka tasnya dan mencari sesuatu. Kemudian ia mengeluarkan suatu dokumen lalu memberikannya pada Cillia.
"Apa ini?"
"Dokumen pribadimu sebagai anggota biro, recordmu akan tercatat disana jika kau telah menyelesaikan misi, kemudian mendapatkan poin tergantung dari tingkat kesulitan misimu, lihat, disini tertulis kode namamu 'Rheia'."
Ujar Oceanus sambil menunjuk dokumen pada tulisan 'Rheia'.
Cillia menerima dokumen tersebut, namun ia masih ingin mengetahui sesuatu
"Poin? Untuk apa?"
"Tentu saja untuk dikumpulkan, poin dapat ditukar dengan uang atau menaikkan pangkat, semakin tinggi pangkat, level misi yang lebih tinggi akan terbuka, selain itu tidak ada sistem gaji dalam biro kecuali dana pensiun"
"Biar kutebak, poinmu hangus karena kau memulai dari awal lagi?"
"Akh.. ya.. benar-benar mengesalkan"
"Lalu kau pernah mengumpulkan berapa poin?"
"Sudahlah.. kau tidak perlu mengetahuinya.. aku tak ingin kau berkecil hati"
Cillia terlihat jengkel dengan 'kesombongan' Oceanus, ia mengganti pertanyaannya.
"Kalau begitu, apa pangkatmu sebelum ini?"
"Deputi I, setingkat dibawah Head General, serta ketua Special Utility Unit Tartarus Divisi Investigasi"
"Wow.. kedengarannya hebat.."
"Mengingat hanya ada 4 tingkat dibawah Head General, tidak sehebat kedengarannya"
"4 tingkat?"
"Yeah.. dari yang terendah Rekrut, seperti kau dan aku sekarang, Anggota Utility Unit, yang akan kita dapatkan setelah misi inisiasi selesai, kemudian Special Utility Unit, dan yang terakhir Deputi.. orang seperti kita hanya bisa mendapat misi level E"
Cillia terlihat puas dengan jawaban yang diberikan Oceanus.
"Oh, aku lupa, ada satu lagi yang harus kuberikan padamu.."
Lagi-lagi Oceanus mengambil dokumen dari tas yang menggantung di bahunya. ia mengeluarkan dua dokumen, yang satu ia berikan pada Cillia, dan yang satu ia pegang.
"Apa lagi ini?"
Tanya Cillia heran.
"Identitas barumu di pulau ini, dan yang kupegang ini identitas baruku"
Cillia segera membuka dokumen itu dan melihat apa yang tertulis di dalamnya.
"Lilian Eisenhower? Siswi kelas 3 SMA Leafwood;Shepherd Island? Apa-apaan ini, aku tak pernah tahu aku harus masuk SMA lagi?"
"Yep, begitulah, tugasmu merekrut seseorang bernama Marlin McBrianson, dia juga siswa kelas 3 SMA Leafwood, satu kelas denganmu, dan by the way, mulai sekarang aku adalah kakakmu, Dr.Wilson Eisenhower, seorang dokter muda yang dikirim dari benua"
"Konyol! Lalu apa yang akan kau lakukan?"
"Tidak perlu kau pikirkan, kau kerjakan saja apa yang harus kau kerjakan, aku ada urusan lain disini"
___
3 hari yang lalu.
N/A
Markas besar ASASIN, ruang arsip.
"Oke, ini misi kalian dan dokumen yang kalian perlukan"
Oracle memberikan beberapa dokumen pada Oceanus, sementara Cillia tampak menunggu di depan ruangan.
"Hei, hei apa yang kau lakukan?"
Oracle hendak menahan Oceanus yang langsung membuka amplop dokumen misi. Namun Oceanus sudah terlanjur membukanya, ia langsung membacanya.
"Apa? Misi rekrut lagi? 10 poin? Ini gila! Oracle, aku harus bicara denganmu"
"Er... oke.. Clio, tutup pintunya"
Clio yang merupakan asisten dari Oracle segera menutup pintu tebal ruang arsip. Kini ruang arsip nyaris menjadi kedap suara.
"Lalu.."
"Begini, aku baru saja nyaris dipecat oleh Head General, kini poinku hangus dan aku ditendang dari SUUT dan dicabut dari Deputi I, aku harus segera kembali ke SUUT dan aku memerlukan misi level A, bukan misi level D seperti rekrutmen! Berikan aku misi level A!"
Sela Oceanus membombardir Oracle.
"Ah... maaf.. aku tidak bi-"
"5% poin yang kudapat untukmu, bagaimana?"
Mendengar tawaran Oceanus, Oracle terdiam sejenak, ia tampak merencanakan sesuatu.
"Sekali lagi maaf.. seorang pelayan rakyat tidak boleh melakukan tindak-"
"10%"
"... Sudah kubilang, aku tidak akan melakukan kolu-"
"15%?"
"...."
Oracle terdiam sejenak
"... aku tak dapat mentolerir apa yang kau lak-"
"Dengar keriput, kalau kau masih sok suci, aku akan membuatmu memakan buah ***** keriput milikmu sendiri, kemudian akan kubuat kedua bola matamu menjadi penggantinya"
Sela Oceanus mengancam.
"... baik, 20-"
"10%"
Selanya lagi.
"15%?"
"10%, tawaran terakhir"
"Baiklah.. aku menyerah, deal.."
"Deal, 10%, sekarang mana misinya"
Akhirnya tawar menawar mereka berakhir dengan menyerahnya Oracle. Mereka saling berjabat tangan.
"Sekarang mana misi level A-ku"
Tambah Oceanus.
"Ok pirang, kebetulan ada misi level A di tempat yang sama, tadinya mau kuberikan ke SUUP, tapi.. ya sudahlah.."
Ujar Oracle sambil membawakan dokumen yang baru saja dia ambil dari salah satu rak bertuliskan 'Level A'.
"Dan kuberikan gelar dan izin praktek Dokter untukmu, kau akan memerlukannya.."
ia kemudian menaruh dokumen-dokumen tersebut diatas meja, bersama dengan dokumen lainnya.
"Baik.. 50 poin berarti untukmu, aku janji.. terimakasih Oracle, kau memang pengertian"
Oceanus mengambil dokumen-dokumen yang berada di atas meja, lalu membawanya keluar dari ruangan itu bersamanya.
"Oh dan siapapun yang menulis dokumen kemarin, katakan padanya dia brengsek memberikan dokumen tanpa informasi yang lengkap dan jelas"
Oceanus berjalan kembali dan membuka pintu ruangan
"Akan kusampaikan 'kritik' darimu"
Jawab Oracle.
"Blam"
Pintu tertutup kembali. Clio yang dari tadi berdiri di sebelah pintu melihat ke arah Oracle. Menyadarinya, Oracle balas melihatnya dan berkata
"Kau tidak mendengar percakapan tadi Clio, kau mengerti? Dan lain kali tulislah dokumen dengan penjelasan lengkap"
Ancamnya kepada Clio yang menjawab dengan menggelengkan lalu menganggukkan kepalanya.
____
3 hari kemudian, pukul 07:28
Pelabuhan Bluewater, Pulau Shephard.
The Dead Harrier telah bersandar di dermaga 3. Para penumpangnya -yang hanya terdiri dari Cillia alias Rheia dan Oceanus- maksudnya.. Lilian dan Dr.Wilson Eisenhower, turun dari dermaga dengan membawa tas dan koper mereka.
"Aloha~ selamat datang di pulau kesuraman"
Keluh Dr.Wilson melihat suasana pulau yang terkesan suram, karena meski saat ini musim panas angin laut tetap terasa dingin dan langit kelabu tertutup kabut tipis.
"Pulau yang.. bagus.. satu hal yang mengganjal pikiranku.. kenapa disebut 'The Island of Time' ?"
Tanya Lilian menyeret kopernya mengikuti Dr.Wilson yang berada 3 langkah di depannya. Berjalan keluar dari pelabuhan memasuki sebuah kota kecil yang pada papan selamat datang bertuliskan 'Grenovle Town'.
"Well, karena pulau ini seperti tak terpengaruh waktu.. bangunan tua tetap berdiri kokoh, dan seperti yang kau lihat.. cuaca di sini selalu seperti ini sepanjang tahun. Tak ada langit biru, tak ada daun berguguran, tak ada salju, tak ada apa-apa, seakan waktu tidak berjalan"
"Wow.. benar-benar pulau yang membosankan.. sigh.."
"Hei kau belum mendengar bagian terbaiknya, di gunung itu, Mt.Shepherd.."
Dr.Wilson menunjuk ke arah gunung yang berada di tengah pulau, meski hanya terlihat kakinya karena puncaknya tertutup kabut
".. kudengar tak pernah ada yang kembali dari sana, kau tidak akan mau pergi ke sana"
Jelasnya.
"Awal yang bagus untuk membangun rasa percaya diri huh?"
Ujar Lilian sedikit tertawa.
"OK, cukup dengan jibber-jabbernya, langsung saja kebetulan kita melewatinya.. Klinik yang tadi kita lewati, adalah tempatku 'bekerja', jadi jika kau mencariku sebelum aku pulang kau bisa menemukanku disana.. "
"Oh, dan lihat bangunan di kaki gunung itu?"
Kini Dr.Wilson menunjuk kearah sebuah bangunan yang berdiri pada bagian terluar kaki gunung Mt.Shepherd
"Itu adalah tempat yang akan menjadi sekolahmu, setidaknya selama kita berada disini"
Tambahnya.
"Berapa lama kita akan berada disini Oceanus..?"
"Tunggu nona, disini kau harus memanggilku 'Kakak', 'Kak', atau 'Wilson' lalu aku akan memanggilmu 'Lilian', kita akan berada disini maksimal 3 bulan.. kemudian kita bisa pulang dan kembali menikmati panasnya sinar matahari.."
"3 bulan? Di tempat seperti ini? Ew..."
"Oh, ayolah.. tak perlu mengeluh.. setidaknya kita tidak akan tinggal di rumah bobrok"
Dr.Wilson menghentikan langkahnya, di depan mereka berdiri sebuah rumah yang terlihat normal.
"Home sweet home.. selamat datang di rumah baru kita.."
Oceanus mengeluarkan kunci dari kantungnya kemudian membuka pintu rumah. Mereka pun memasuki rumah itu.
"Kamarmu berada di yang kanan, kamarku berada di samping kiri.. kamar mandi ada di sana, dan dapur ada di belakang bersama dengan ruang keluarga.. enjoy"
"Blam"
Dr.Wilson langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa ba-bi-bu. Sementara Lilian mengitari isi rumah terlebih dahulu. ia berjalan menyusuri lorong rumah bercat putih tersebut. Ruang keluarga terlihat normal, terdapat meja makan, sofa, karpet, perapian dan hal-hal seperti itu, begitu juga dengan dapur yang lengkap dengan kompor dan peralatan masak. Lilian berjalan kembali ke kamarnya, namun terlebih dahulu mengecek kamar mandi. Normal, tidak ada yang aneh, bath-tub, shower, dan sebagainya. ia mengambil kopernya dan membawanya masuk ke kamar barunya. Kamar itu lumayan besar, dengan ranjang ukuran queen dan lemari berukuran 2 x 1 x 2 P x L x T.
Tiba-tiba..
"Liliaaan, Liliaaan"
Terdengar suara Dr.Wilson memanggilnya dari luar kamar. Lilian segera membuka kembali pintu kamar dan mendapati Dr.Wilson telah berganti pakaian dengan jas putih ala dokter, membawa sebuah koper kecil di tangannya.
"Ah disana rupanya.. begini, aku harus pergi sebentar.. kau mau menitip sesuatu?"
"Er... kurasa.. makanan..."
"Oh ya, aku lupa sejak pagi kita belum makan apapun.. baiklah.. kau bisa mengurus dirimu kan?"
"Tentu saja"
"Kau yakin?"
Tanya Dr.Wilson terlihat khawatir.
"100%"
Jawab Lilian yakin.
"Baiklah kalau begitu.. aku pergi dulu"
Ujar Dr.Wilson sambil mengelus kepala Lilian sebelum pergi.
"Kau bisa mempelajari dokumennya terlebih dahulu, bye"
"Blam"
Pintu tertutup, Lilian hanya terdiam dan memegang kepalanya.
Dr.Wilson berjalan menyusuri kota yang tampak sepi dan mencekam. Tidak ada seorangpun yang berada diluar ruangan kecuali Dr.Wilson. Jalanan begitu sepi dan hening, ditambah dengan kabut tipis suasana sangat cocok untuk setting film horror. Sambil menenteng koper kecilnya, ia berjalan menuju kaki gunung. Dari jauh terlihat bangunan tua besar berdiri dengan kokohnya, dan bangunan itu adalah sebuah kastil megah yang dibangun dari bebatuan berwarna coklat terang. Nampaknya kastil itu merupakan tempat tujuan Dr.Wilson.
Dr.Wilson tiba di pintu gerbang kastil yang dikelilingi oleh pagar besi bercat hitam tersebut, ia menekan tombol bel yang berada di tiang pintu gerbang. Setelah ia menekannya, suara seseorang terdengar dari intercom yang terpasang di sebelah tombol bel.
"Siapa disana?"
Tanya suara itu.
"Dr.Wilson, Dr.Wilson Eisenhower"
Jawab Dr.Wilson sambil menahan tombol intercom.
"Baik, tunggu sebentar Dr.Wilson, seseorang akan datang dan membukakan pintu"
Dan suara itupun menghilang.
"Whoa.. mereka menggunakan intercom.. tak kukira ia ternyata sekaya ini.."
Beberapa menit kemudian, tampak seorang pria dengan tuxedo datang dan membuka pintu gerbang untuk Dr.Wilson. ia memberi salam.
"Selamat pagi Dr.Wilson, nama saya Smith, Tuan Merlin telah menunggu anda.. silakan masuk dan ikuti saya"
Salam pria dengan tuxedo itu memperkenalkan dirinya.
Dr.Wilson memasuki pintu gerbang lalu mengikuti pria bernama Smith tersebut, melewati taman indah yang begitu luas dengan berbagai macam tumbuhan tertata dengan rapi. Pada akhirnya mereka tiba di depan kastil, Smith membuka pintu kayu besar dan megah yang merupakan pintu utama kastil. Mereka memasuki kastil dan langsung disambut oleh hall besar dengan lampu kristal menggantung di tengah-tengahnya, dua buah tangga besar yang menyatu di tengah ruangan, serta lukisan-lukisan potret superbesar yang menggantung di dinding ruangan. Dr.Wilson mengikuti Smith berjalan menuju sebuah lorong yang berada di kiri ruangan yang berada di bawah tangga besar berwarna putih.
Lorong tersebut berhiaskan jendela besar dengan bingkai kayu berwarna coklat muda yang diluarnya dapat terlihat halaman rumput luas dengan latar belakang Mt.Shepherd yang puncaknya tertutup kabut. Sementara di bagian dinding lagi-lagi dihias dengan berbagai macam lukisan bergaya renaissance.
Pada akhirnya mereka telah sampai pada sebuah ruangan besar berisi perapian, karpet, sofa kulit, grand piano hitam yang indah dan benda-benda hiasan yang unik. Mulai dari kepala harimau hingga cakar besar yang berada dalam kotak kaca. Smith membuka sebuah pintu kaca yang terhubung dengan beranda besar. Terlihat seorang pria dengan rambut pendek berwarna perak, mengenakan baju kasual berwarna merah , celana pendek berwarna putih, dan sandal serta kaus kaki, tengah duduk diatas sebuah kursi dengan tangan terlipat, dan tubuhnya membelakangi Dr.Wilson. ia tampak sedang menikmati pemandangan Mt.Shepherd.
"Tuan Merlin, Dr.Wilson sudah tiba"
Ujar Smith dengan sopan. Pria di kursi itu hanya mengangkat tangannya dan seketika Smith segera meninggalkan mereka.
"Selamat pagi Mr.Merlin... bagaimana kabarmu sebagai Archmage termuda dalam Dewan?"
Sapa Dr.Wilson dengan sopan.
"Sangat baik Dr.Wilson, kecuali untuk beberapa masalah kecil yang menjadi alasanmu berada disini..., duduklah"
Jawab Mr.Merlin dengan suara yang rendah dan agak serak mempersilakan Dr.Wilson untuk duduk di kursi yang berada di kiri belakang dirinya.
"Boleh aku tahu apa itu 'masalah kecil' anda Mr.Merlin?"
"Kau tahu bukan, aku mengirim 2 permintaan akan 2 masalah kepada biro, dan keduanya membuatku tidak merasa bahagia"
"Aku turut bersedih Mr.Merlin"
"Tidak, kau tidak perlu Dr.Wilson, ini adalah masalahku, dan sekarang belum menjadi masalahmu, tapi setelah kujelaskan, kita akan berbagi masalah ini Dr.Wilson"
"Er... baiklah Mr.Merlin.."
Ujar Dr.Wilson terlihat ragu dan heran akan kata-kata Mr.Merlin.
"Begini.. kau tahu anakku Marlin?"
"Ya... dia ada di dokumen.."
"Dia bilang dia tidak ingin meneruskanku berkarir dalam Dewan, Dr.Wilson, dia bilang dia ingin mencari jalan hidupnya sendiri dan aku tidak suka itu"
"Itu hal yang biasa terjadi pada anak muda Mr.Merlin.. mungkin anda dapat memberinya sedikit kelonggaran"
"Tidak, tidak untuk kali ini Dr.Wilson, aku telah memberinya terlalu banyak kelonggaran hingga ia dapat berpikir seperti itu dan hidup sendiri di sebuah apartemen di Grenovle, Dr.Wilson."
"OK... jadi..?"
"Karena itu aku yang akan memilihkan jalan hidupnya Dr.Wilson, jika ia tidak ingin berkarir dalam Dewan, maka kupikir ia harus belajar pahitnya hidup dari menjadi bagian dari biro-mu Dr.Wilson. Dan aku yakin dia akan. Jangan tersinggung Dr.Wilson."
"Tidak, anda benar Mr.Merlin, hidup sebagai anggota biro itu sulit.. semua orang tahu itu"
"Bagus Dr.Wilson.. aku yakin kau pasti mampu meyakinkannya"
"Tenang Mr.Merlin, aku punya kartu as di tanganku, aku bisa mengatakan bahkan aku tak perlu berbuat apapun untuk mengajaknya bergabung"
"Benar-benar seperti yang kuharapkan darimu Dr.Wilson, aku terkesan"
Puji Mr.Merlin sambil sedikit tertawa.
"Lalu.. bagaimana dengan 'masalah kecil' kedua anda Mr.Merlin?"
Tanya Dr.Wilson penasaran.
"Ah.. ya.. masalah itu bagaikan duri dalam daging bagiku.. insignifikan namun cukup menggangguku.."
"Apa yang terjadi Mr.Merlin?"
"Kau pasti sudah melihat koleksiku Dr.Wilson?"
"Kalau maksud anda benda-benda aneh yang berada dalam kotak kaca itu, aku sudah melihatnya Mr.Merlin.."
"Tidak Dr.Wilson, tidak, benda-benda itu bukan benda aneh biasa.. benda-benda itu memiliki nilai historis sekaligus magis.. dan seperti yang kau lihat.. terdapat satu kotak yang kosong.."
"Dan..?"
"Seseorang mencuri salah satu koleksiku Dr.Wilson, The Eye of Seth, sebuah artefak berupa permata hitam yang memiliki kekuatan untuk menjatuhkan kutukan kepada siapapun cukup dengan menyentuhnya.. tapi juga bisa melindungi pemegangnya dari mahluk jahat apapun.. aku ingin benda itu kembali Dr.Wilson, dan aku ingin secepatnya"
"Lalu.. bagaimana aku bisa menemukannya?"
"Sejak permata itu hilang.. Gambino tiba-tiba jatuh sakit, dan sekarang ia tengah sekarat.. mereka 'tadinya' berniat memanggil dokter dari tanah benua.. tapi.. kau tahu, anak buahku 'menggantikan' pembawa pesan mereka.. dan sekarang kau disini, disitulah peranmu"
"Sebentar Mr.Merlin, Gambino.. maksud anda.. Don Gambino?! ia berada di pulau ini??"
Dengan rasa kaget bercampur penasaran Dr.Wilson bertanya kepada Mr.Merlin.
"Betul Dr.Wilson.. Don Gambino mantan raja kriminal Northernfjord.. sekarang ia telah pindah, mengungsi, diasingkan ke tempat ini setelah anak tertuanya, Alberto mengambil alih.. sungguh menyedihkan Gambino tua.."
Dr.Wilson kini tampak bimbang, ia ragu apakah misi yang dia ambil dapat terselesaikan dengan benar setelah kini ia tahu Don Gambino terlibat di dalamnya. Mr.Merlin dapat merasakan hal itu.
"Sekarang pergilah Dr.Wilson.. jalankan apa yang harus kau jalankan"
"Kalau begitu aku permisi dulu Mr.Merlin"
Dr.Wilson bangkit dari duduknya. Saat ia hendak berjalan menuju pintu kaca yang berada di belakangnya
"Aku tak mengharapkan kau gagal Dr.Wilson.., aku tahu persis mengapa bukan SUUP yang seharusnya datang menemuiku, dan juga tentang kematian Vedicelli.. aku tak ingin kau harus menderita hanya karena gagal membuatku bahagia..
ia berhenti sejenak
"Smith akan memberimu alamatnya.. selamat bekerja Dr.Wilson"
tutup Mr.Merlin dengan kalem.
Dr.Wilson segera keluar dari tempat itu, kini ia begitu resah, gelisah, dan bimbang. ia tahu ia kini berada dalam situasi yang sangat sulit.
"Sial James.. kini kau dalam masalah besar.. sangat besar.."
Ujarnya pada dirinya sendiri.
Spoiler untuk Chapter 7 :
Chapter 7. Initiation: Searching For A Clue
Pukul 10:28
Bukit Connie, Pulau Shephard.
Dr.Wilson berjalan kembali ke arah Grenovle, ia tidak lagi berjalan dengan penuh keyakinan. Setiap langkahnya mengurangi keyakinannya, ia tampak bingung.
"Ah, ****. Lebih baik aku melihat-lihat tempat ini dulu.. siapa tahu aku bisa mendapat informasi tanpa harus menemui Gambino"
Ujarnya berkata pada dirinya sendiri.
Setelah jalanan tidak lagi menurun, ia telah sampai di Grenovle tanpa ia sadari. Entah sejak kapan tapi keadaan tiba-tiba menjadi terlihat normal. Jalanan kini terisi dengan orang-orang yang lalu lalang, meski memang tidak banyak, bahkan tidak sebanyak seperti di Crystal Palace yang notabene merupakan kota kecil; meski kabut tipis tetap menyelimuti seisi pulau.
"Lebih baik aku membeli rokok untuk menenangkan pikiranku.. sigh, sejak 2 minggu lalu aku bahkan belum mengisap sebatangpun"
Keluhnya kini mengarahkan langkahnya menuju sebuah kios.
Saat ia hendak menyentuh handel pintu, pintu dibuka dari dalam. Terlihat seorang remaja laki-laki berambut pendek berwarna perak dan berwajah familiar keluar dengan membawa sebuah tas dari dalam kios. Mereka sempat saling beradu pandang sebelum anak itu pergi. Dr.Wilson lanjut memasuki kios.
"Ah.. bisa aku minta sekotak rokok?"
Pintanya pada seorang nenek penjaga kios.
"Tentu saja anak muda.. tunggu sebentar"
Sang nenek segera mengambilkan sekotak rokok dari lemari besar di belakangnya.
Anak muda? Haha.. aku bahkan jauh lebih tua darimu..
"Ini rokoknya anak muda.."
"Oke, terimakasih nek, berapa?"
"4 dolar saja anak muda.."
"Oke.. 4- Apa?! 4 dolar katamu?!"
"Ya anak muda.. maafkan aku.. akhir-akhir ini sulit mendapatkan stok.. sejak Don Gambino pemilik pelabuhan jatuh sakit, anak buahnya mengambil alih.. dan mereka mulai berbuat seenaknya.."
"Dengan menahan stok masuk dari benua dan menaikkan harga jualnya?"
"Bahkan walikota tidak dapat berbuat apapun! Tidak hanya aku saja yang kesulitan, begitu juga dengan warga lain... kau jadi beli?"
Dr.Wilson tampak mencari-cari uang lain yang ia miliki selain 2 lembar uang 1 dolar di tangannya, namun ia tidak menemukannya.
"Bagaimana ya.. aku sedang tidak membawa uang banyak.."
ia menaruh kembali sekotak rokok yang berada di tangannya keatas lemari display yang berada di hadapannya.
"Tidak apa-apa anak muda, kau boleh membayarnya kapan saja.. siapa namamu? Aku pikir aku belum pernah melihatmu disini?"
"Tidak usah nek, aku tak ingin berhutang kepada seorang wanita tua baik yang sedang kesulitan... namaku Wilson, Dr.Wilson Eisenhower.."
Jelas Dr.Wilson.
"Hoo.. jadi akhirnya klinik Grenovle akan memiliki dokter lagi.. sejak Dr.Etna menghilang.. kami kesulitan berobat.. terutama cucuku yang terus-terusan mengidap flu.. aku kasihan padanya.."
Ujar nenek itu lemah dan diakhiri dengan helaan nafas.
"... bagaimana jika begini saja.. aku membayar 2 dolar untuk rokok ini, dan kau serta cucumu boleh berobat gratis padaku.. bagaimana?"
Balas Dr.Wilson menawarkan barter.
"Tentu saja Dr.Wilson, tentu saja.. Miles pasti senang mendengarnya"
Ujar nenek itu dengan bersemangat dan tampak bahagia, Dr.Wilson ikut tersenyum gembira melihatnya.
"Oh ya, anak laki-laki tadi.. bukankah dia Marlin McBrianson?"
"Kau benar dokter, apa kau mengenalnya?"
"Ya.. kira-kira begitu.. aku pernah melihatnya di tempat lain"
Setidaknya aku memang melihatnya dari foto.
"Kalau boleh tahu.. apa ada yang aneh darinya.. sejak beberapa hari yang lalu?"
"Kini kau menanyakannya, aku jadi ingat.. tiba-tiba Marlin menjadi ahli reparasi, ia dapat memperbaiki apapun, mulai dari alat rumah tangga, bahkan motor Mr.Rupert.. hanya dalam waktu sehari! Hebat bukan?"
Sepertinya terlalu hebat untukku.
"Ya nek.. ada lagi?"
"Oh, dan dia juga bilang ia mengumpulkan uang dari hasil usaha reparasinya agar dapat meninggalkan pulau ini dan menjadi dokter.. sungguh mulia cita-cita anak itu"
"Oke nek.. kalau begitu aku pergi dulu.. sampai jumpa besok di klinik"
Dr.Wilson pun meninggalkan kios, menyisakan bunyi lonceng pengunjung di pintu kios dan lambaian tangan sang nenek. ia membuka kotak rokok barunya, mengambil sebatang cigaret putih yang berada di sudut kotak, kemudian menyalakannya dengan korek api geseknya. Tanpa menghentikan langkahnya menuju klinik, ia mengisap cigaret itu dalam-dalam, lalu menghembuskan asapnya.
"Permata terkutuk dicuri, seorang dokter menghilang, Gambino mendadak jatuh sakit, dan Marlin mendadak menjadi ahli reparasi.. aku dapat melihat sebuah pola"
Pikir Dr.Wilson dalam hatinya.
Pukul 10:38
Klinik umum, Pantai Whitemist, Grenovle, Pulau Shephard.
"Klek"
"Selamat siang"
Pintu klinik terbuka, Dr.Wilson masuk dan memberi salam.
"Akhirnya, seorang dokter! Cepatlah dok, ada seorang pasien sedang memerlukanmu!"
Tiba-tiba dari dalam ruang praktik muncul seorang perawat yang langsung menarik Dr.Wilson menuju ruang praktik sebelum ia dapat berkata apapun. Di dalam ruang praktik, terlihat pasien, seorang perempuan separuh baya dengan lengan patah sedang meringis kesakitan dengan suaminya berada di sisinya.
Oh, kembali pada pekerjaan yang kubenci.
Dr.Wilson pun segera beraksi sebagai seorang dokter sebenarnya, cepat, tepat, dan professional, hingga akhirnya sang pasien tidak lagi terlihat kesakitan.
"Oke Nyonya, tanganmu sudah kugips dan kau tak akan merasakan nyeri kembali sebelum obat penahan rasa sakitnya kehilangan efek, dan kuberi vitamin serta obat penahan rasa sakit jika kau tak tahan pada nyeri yang muncul kembali..."
Ujar Dr.Wilson sambil duduk di kursinya dan memberikan 2 jenis kapsul kepada sang pasien yang duduk dibalik mejanya.
"Dan Nyonya, kau tak boleh menggerakkan lenganmu sebelum aku mengizinkanmu saat kita bertemu kembali 4 minggu lagi, dan mulai saat ini, kalian akan merasa kembali seperti saat bulan madu dimana suamimu dengan senang hati akan menyuapimu.. nikmatilah"
Pasangan suami-istri itu hanya tertawa mendengarnya, mereka berterimakasih pada sang dokter dan membayar biaya perawatan pada sang perawat. Dr.Wilson bersandar lega pada kursinya dan menyalakan kembali cigaretnya yang terpaksa ia matikan saat ditarik oleh perawat. ia menghela nafas dengan lega.
"Permisi dok, tehnya datang"
Perawat masuk kembali ke ruang dokter dengan membawa dua cangkir teh hangat, ia menaruhnya salah satunya diatas meja yang berada di depan Dr.Wilson.
"Ah, terimakasih perawat.. er.."
Dr.Wilson hendak berterimakasih pada perawat berumur sekitar 20an awal, bertubuh seksi dengan rambut panjang berwarna hitam dan berwajah latin nan cantik yang telah membawakannya secangkir teh.
"Patricia, namaku Patricia dok, senang bertemu denganmu"
"Oooh, jarang sekali aku bertemu dengan seorang wanita bernama Patricia"
"Benarkah? Bagaimana bisa?"
Tanya Perawat Patricia heran.
"Yah.. kau tahu.. biasanya hanya model yang memiliki nama secantik itu, dan hei, kau juga cocok menjadi model"
"Hahaha.. jangan menggodaku dok, kita baru saja bertemu.. oh ya, silakan diminum tehnya, entah mengapa aku melihat anda pucat sejak selesai mengobati Nyonya Klainnman.. kupikir anda butuh minuman hangat"
"Hooo.. pantas saja kau datang dan langsung membawa teh hangat.., ya... aku agak terganggu dengan hal-hal semacam itu.."
Jawab Dr.Wilson sambil menggerakkan tangannya.
"Maksud anda?"
"Yah.. kau tahu.. tulang patah terbuka, anggota tubuh yang terlepas, luka yang membusuk karena infeksi ganas, lubang luka tembak, dan hal-hal mengerikan semacam itu"
Perawat Patricia hanya bisa termangu mendengar apa yang dikatakan oleh Dr.Wilson.
"Tidak, aku hanya bercanda Pat, itu hanya karena aku belum makan sejak tadi pagi"
"Kau.. serius?"
Tanya Perawat Patricia serius, masih tak percaya.
"Uh hm"
Dr.Wilson hanya menganggukkan kepalanya.
"Hahaha.. ya ampun kukira dokter benar-benar telah melalui semua itu.."
Perawat Patricia tertawa keras.
Melalui? Aku bahkan pernah merasakan sendiri semua itu.
"Tapi aku beruntung dokter datang tepat pada waktunya, bayangkan, apa yang harus seorang perawat ini lakukan mendapatkan pasien patah tulang seperti itu!?"
Lanjut Perawat Patricia.
"Er... merawatnya?"
"Hahaha, anda lucu dok.. sulit dengan orang panikan sepertiku"
"Tenang saja Patricia, suatu saat kau akan terbiasa"
"Meski aku agak takut, tapi terimakasih dok, kau benar, mungkin suatu saat.."
"Oh, ngomong-ngomong siapa nama anda dok?"
"Aduh, maaf betapa lancangnya aku belum memperkenalkan diri.. namaku Wilson Eisenhower, senang bekerja denganmu"
Dr.Wilson menawarkan tangannya untuk berjabat tangan, yang kemudian diterima oleh Perawat Patricia.
"Sama-sama dok, aku senang akhirnya datang juga dokter pengganti Dr.Etna.. dokter lulusan universitas mana?"
"Er... St.James..."
ia terlihat ragu memberikan jawaban.
"BENARKAH?! Fakultas Kedokteran Universitas St.James yang terkenal itu?! Ya ampun, aku tak menyangka akan ada dokter dari universitas terkenal di dunia datang ke pulau terpencil ini!"
Oh, ****.. mulailah euforia yang akan menyebar..
"Oh ya Patricia, ngomong-ngomong kemana dokter yang kugantikan? Apa dia pulang?"
Tanya Dr.Wilson berpura-pura tak mengetahui hilangnya Dr.Etna.
"Tidak dok, mungkin kau belum tahu tapi Dr.Etna menghilang beberapa hari yang lalu.."
"Menghilang? Menghilang seperti.. 'poof' menghilang?"
Tanya Dr.Wilson dengan memberi isyarat tangan.
"Ya.. ada yang bilang ia melihat Dr.Etna sedang berlari dengan wajah panik kearah Mt.Shepherd, namun saat disapa ia terlihat tidak peduli dan lewat begitu saja.. lalu beberapa saat kemudian datang anak buah Don Gambino -pemilik pelabuhan- yang langsung bertanya apakah ia melihat Dr.Etna lewat.. kemudian setelah ia memberitahu mereka, mereka langsung ikut berlari kearah Mt.Shepherd"
Jelas Perawat Patricia.
"Siapa yang melihatnya?"
"Walikota Hawking dan Jules, sekretarisnya"
"Hoo.. mengerikan sekali ceritanya..."
"Tapi tidak perlu khawatir, Dr.Etna tidak kompeten sebagai seorang dokter, dia terlalu banyak bermain-main dan menggoda pasien wanita.. sebagai gantinya klinik ini mendapatkan dokter professional seperti anda yang lulusan universitas terkenal"
Tambahnya.
"Kurasa aku harus berterimakasih akan pujianmu Patricia, terimakasih"
"Sama-sama Dr.Wilson, dan jika anda ingin makan siang, anda bisa beristirahat"
"Oh tidak, tidak perlu Pat, aku bisa menahannya sampai sore"
"Baiklah jika itu keinginanmu dok, jika ada yang kau inginkan katakan saja padaku, sampai nanti"
"Tentu Patricia."
Patricia pun kembali ke ruang tunggu bersama dengan segelas tehnya, meninggalkan Dr.Wilson di ruang dokter yang sedang merokok dengan santai.
Hari berakhir tanpa masalah.. jika apa yang Dr.Wilson alias Oceanus alami boleh disebut bukan masalah. Lalu terdapat 'masalah kecil' dimana Dr.Wilson terlupa membeli makanan untuk Lilian yang kini marah padanya. Beruntung Lilian mendapatkan makanan dari hadiah selamat datang tetangga mereka.
"Kau memang brengsek!"
Begitulah kata-kata terakhir Lilian a.k.a Rheia a.k.a Cillia sebelum ia membanting pintu kamarnya.
Spoiler untuk Chapter 8 :
Chapter 8. Initiation: Im Juli
Awal Juli, 1931.
Esoknya, pukul 08:10
Grenovle, Pulau Shephard.
"Ceklek"
Pintu kamar Lilian terbuka. Lilian a.k.a Rheia a.k.a Cillia telah mengenakan seragam SMA Leafwood dan siap pergi belajar.
"Oi, kau sudah bangun? Mau sarapan dulu?"
Terdengar teriakan Dr.Wilson dari ruang keluarga setelah mendengar suara pintu kamar Lilian.
"Tidak perlu! Aku sudah kebal lapar!"
"BRAK!!"
"Ouch, dia masih marah padaku"
Gumam Dr.Wilson mendengar teriakan Lilian dan bantingan keras pintu utama.
"Dasar brengsek, ternyata aku memang harus melakukan semua sendirian!"
"Aku bahkan harus mengambil sendiri seragam bodoh ini dari Leafwood!"
Gerutu Lilian sendirian sambil berjalan menanjak menuju gedung SMA Leafwood yang berada di atas bukit di kaki gunung Mt.Shephard.
"Menurutku seragam ini cantik kok, bahkan cocok untukmu"
Tiba-tiba terdengar suara gadis berkomentar.
Ternyata pemilik suara itu adalah seorang gadis yang nampak sebaya dengan Lilian, ia berada di sebelahnya dan tersenyum kepadanya. Lilian menanggapi komentarnya dengan mempercepat langkahnya, berusaha meninggalkan gadis aneh itu.
"Hei tunggu! Hei!"
Seru gadis itu memanggil-manggil, namun Lilian tidak memperdulikannya dan terus melaju dengan cepat.
"Gadis aneh.. aku baru melihatnya.."
Ujar gadis itu setelah Lilian meninggalkannya.
"Mengerikan, mengerikan, mengerikan"
Lilian mengulang-ulang kata-katanya sambil terus berjalan cepat, berusaha secepat mungkin mencapai kelasnya. 3B.
Kelas 3B.
10 menit kemudian.
Bel masuk telah berbunyi, murid-murid telah duduk dengan rapi di dalam kelas. Namun.. tidak begitu dengan Lilian.
"Cklek"
"Selamat pagi kelas"
Seorang guru wanita memasuki kelas dan memberi salam, lalu kelas memberi salam kembali padanya.
"Selamat pagi Ms.Langley"
"Er... kau yang disana.. apa yang kau lakukan?"
Tanya Ms.Langley heran setelah melihat Lilian hanya berdiri di belakang kelas.
"Ah... aku.. aku murid baru.."
Jawab Lilian malu-malu.
"Aaaaa... aku tahu, kau pasti Lilian Eisenhower.. kenapa kau tidak menemuiku dulu.. nanti aku bisa menyediakan terlebih dahulu tempat dudukmu... baiklah kelas, perkenalkan teman baru kalian, Lilian Eisenhower dari tanah benua"
"Woooow, salam kenal Eisenhower"
O bulat terdengar dari seisi kelas.
"Silakan Eisenhower"
Ujar Ms.Langley mempersilakan Lilian sesuatu, namun Lilian tak tahu apa yang ia persilakan dan malah menunjuk dirinya dengan wajah kebingungan.
"Oh, baiklah.. kurasa di tanah benua tak ada kebiasaan ini.. oke.. Nona Lilian Eisenhower berasal dari Westernbank City dan merupakan anggota keluarga terhormat Eisenhower"
"Wooow"
Lagi-lagi O bulat terdengar dari kekaguman seisi kelas. Meski merasa malu, Lilian tak dapat mengatakan hal yang sebenarnya.
"OK.. kini kita harus memberikan Nona Eisenhower tempat duduk.. Marlin, kau ambilkan bangku dan meja dari gudang"
Tanpa menjawab, seorang remaja lelaki berambut pendek dengan warna perak bangkit dari duduknya.
"Ti-tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri"
Ujar Lilian terbata-bata.
"Tidak apa-apa, Marlin akan mengambilkannya"
Jawab Ms.Langley santai.
"Tidak Miss, aku akan mengambilnya sendiri"
Kali ini Lilian menjawabnya dengan tegas.
"Baiklah jika kau begitu keras kepala.. kau boleh membantu Marlin.."
Akhirnya Ms.Langley menyerah pada kekeraskepalaan Lilian. Marlin berjalan keluar kelas diikuti oleh Lilian.
Meski mereka hanya berdua di lorong sekolah yang telah sepi, dan meski Marlin adalah objektif misi yang Lilian jalani, tidak ada percakapan apapun diantara keduanya. Mereka hanya berjalan ditemani oleh bunyi langkah kaki.
Marlin membuka pintu gudang, kemudian mengambil dan membawa meja dan kursi sekaligus, kemudian memaksakan dirinya menutup kembali pintu gudang dengan kakinya.
"Ah..- biar kubantu"
Namun Marlin tampak tidak merespon kata-kata Lilian dan berjalan begitu saja. Lilian mencobanya sekali lagi.
"Biar kubantu membawa salah satunya"
Biarpun begitu, Marlin tetap tampak tidak menganggapnya berbicara. Terus berjalan dengan langkah yang konstan.
Lilian tertawa pada dirinya sendiri, sekarang ia mengerti bagaimana perasaan Dr.Wilson a.k.a Oceanus saat berusaha berbicara dengannya.
Kekesalannya pada Dr.Wilson yang telah menumpuk sejak kemarin membuatnya meledak, ia mengambil paksa kursi yang dibawa oleh Marlin.
"Berikan kursinya brengsek, aku bukan perempuan lemah!"
Seru Lilian dengan lantang hingga membuat para guru di dalam kelas sekitar mereka mengintip keluar. Lilian kini merasa malu telah kelepasan berteriak dengan keras.
Marlin terkejut, namun tak lama ia tersenyum, kemudian menahan tawanya. ia hanya cekikikan melihat wajah Lilian yang kini memerah. ia terkesan pada Lilian karena selama ini tak ada murid lain yang berani berbuat begitu padanya karena ia anak Mr.Merlin. Lain halnya dengan para guru yang takut pada Mr.Merlin jika tidak memberi anaknya perlakuan yang normal.
Tiba-tiba Marlin berhenti, ia menurunkan meja yang tengah ia bawa, kemudian memanggil Lilian
"Hei"
Lilian berhenti dan menengok padanya.
Sambil bersandar pada meja, Marlin memperkenalkan dirinya.
"Namaku Marlin, Marlin McBrianson.. senang bertemu denganmu"
Dan kemudian mengangkat kembali meja yang ia sandari lalu berjalan kembali.
"Ah- namaku-"
"Aku ingat, Lilian Eisenhower"
Sela Marlin sebelum Lilian sempat memperkenalkan dirinya.
Pada akhirnya mereka kembali ke kelas, Ms.Langley, dan seisi kelas terkejut melihat apa yang mereka lihat. Marlin membiarkan seseorang berbagi tugas dengannya. Salah satu pemandangan terlangka sepanjang hidup mereka.
Ms.Langley akhirnya memberi Lilian tempat duduk di baris kedua dari jendela urutan paling belakang. Saat Lilian duduk..
"Psst, psst, hei"
Terdengar suara yang familiar berbisik memanggilnya dari kursi seberang yang berada di bawah jendela. Saat Lilian menengok..
"Hai, kita bertemu lagi"
Ternyata gadis yang Lilian temui tadi pagi duduk persis di sebelahnya.
"Halo namaku Rachel! Senang bertemu denganmu!"
Ujar gadis manis berambut pendek sebahu berwarna coklat itu. Mata coklatnya terlihat berbinar-binar.
"Er... hai Rachel.."
Lilian menjawabnya dengan pelan dan ragu-ragu. Namun Rachel terlihat sangat senang dengan jawaban Lilian. Rachel terlihat seperti gadis optimis yang penuh semangat, hal itu terlihat dari sinar matanya.
Pelajaran pun berjalan.
"Woow".
Dan apapun.
"Woow".
Yang Lilian lakukan.
"Woow".
Seisi kelas.
"Woow".
Mengaguminya.
"Woooow".
Dengan suara O besar. Sehingga membuat Lilian tidak mau lagi mengerjakan tugas dengan kemampuannya yang sebenarnya karena hal itu akan selalu membuatnya menjadi yang pertama dan yang lebih parah selalu membuat seisi kelas berkata satu kata dengan kompak. WOOOOOOOOW.
____
Pukul 14:00
SMA Leafwood, Bukit Leafwood, Grenovle, Pulau Shephard.
Pada akhirnya waktu pulang pun tiba seiring dengan dibunyikannya bel besar yang berada di atas sekolah. Sebuah hari yang cukup melelahkan untuk Lilian yang harus berusaha beradaptasi dengan lingkungan ini, jangankan menjalankan misi.
"Aha! Lilian!"
Lagi-lagi suara Rachel terdengar. Benar saja, ia melihatnya tengah berlari menuju dirinya.
"Mau pulang bersama?!"
Tanyanya dengan senyuman yang lebar dan suara yang penuh semangat.
"Terserahlah.. aku lelah.."
Jawab Lilian yang terlihat lelah dengan cuek. Meski begitu Rachel tetap berjalan dengan senang hati di samping Lilian. Rachel ternyata gadis yang banyak bicara, meski Lilian tidak menjawab, ia terus bicara, hingga akhirnya sebuah persimpangan membuat Lilian lega. Rachel harus berpisah dengannya disana.
"Aha, rumahku kearah sini, kalau begitu sampai besok ya Lilian! Byeeee~!"
Serunya dengan penuh semangat sambil menyanyi sendiri dengan suara yang keras.
Lilian yang kini telah kehabisan seluruh tenaga dan kesabarannya berjalan kembali menuju rumahnya. Hari ini bagaikan ujian yang berat untuknya, fisik dan mental, karena ia harus berurusan dengan jenis orang-orang yang belum pernah ditemuinya sejak lama. Orang-orang yang mau menerimanya dengan tulus.
ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu utama rumah. Berdiri disana menatap gagang pintu seolah ragu akan masuk ataukah tidak. ia menghela nafasnya. Entah apa yang membuatnya tak jadi membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, ia malah berjalan kearah pantai tanpa tujuan.
Pada akhirnya langkah kakinya mengantarkannya kearah pelabuhan Bluewater. ia bersandar pada sebuah tiang tambat diatas dermaga 3, dermaga tempat ia dan Dr.Wilson a.k.a Oceanus datang dengan kapal uap 'The Dead Harrier'. Laut yang tenang dengan gemericik ombak membuat suasana hati siapapun menjadi damai, apalagi dengan semilir angin sejuk yang bertiup menggerakkan kabut tipis yang menyelimuti pulau. Akan tetapi kedamaian itu tak dapat bertahan lama, karena..
"Lho, Lilian?!"
Lagi-lagi, ia bertemu dengan Rachel. Gadis itu telah berganti pakaian dan membawa sebuah kotak yang tertutup kain.
"Sedang apa kau disini?"
Tanya Rachel terlihat sangat ingin tahu.
"Tidak sedang apa-apa.."
Jawab Lilian kemudian berdiri dan melempar batu ke laut.
"Oh, aku tahu, kau pasti rindu tanah benua bukan? Tenang saja.. nanti juga akan baik-baik saja.. aku dulu juga begitu"
Ujar Rachel memberi senyuman.
"Hah? Kau juga-"
"Eh ya, sebentar ya aku harus membawakan makan siang dulu untuk ayahku!"
Sebelum Lilian sempat bertanya, Rachel menyelanya dan langsung berlari menuju dermaga lain yang terlihat sibuk oleh kapal yang tengah menurunkan kargonya.
Tak perlu menunggu lama, Rachel telah kembali, kali ini tanpa kotak yang dibawanya. ia berlari kearah Lilian seperti anak kecil hendak berlari menuju mainan favoritnya. Mimik wajahnya mengatakan hal itu.
"Hehe.. maaf menunggu lama.."
Rachel duduk tepat di sebelah Lilian tepat di pinggir dermaga, kakinya menggantung diatas permukaan laut.
Lilian berhenti melemparkan batu ke laut, ia ikut duduk seperti Rachel dengan kaki menggantung diatas permukaan laut dan bersandar pada tiang tambat.
"Hei Rachel.."
"Ya?"
"Kenapa kau begitu bersikeras ingin berteman denganku.."
"Habis... kau mirip mamaku!"
Lilian hanya melihat Rachel dengan heran.
"Di bagian mana aku mirip ibumu?"
"Saat kau mengatakan ' Aku bahkan harus mengambil sendiri seragam bodoh ini dari Leafwood!', begituuu~"
Ujar Rachel meniru suara dan cara bicara Lilian, yang kelepasan tertawa mendengar kekonyolannya.
"Hahahahaha.. aneh sekali suaramu hahahah- ah, ups"
Lilian menutup mulutnya dengan tangannya.
"Hahahaha.. tidak apa-apa tertawa saja, tidak ada yang melarang kok!"
Rachel ikut tertawa.
"Oke.., kenapa apa yang kukatakan bisa mirip ibumu, memangnya ia mengatakan hal yang sama?"
"Tidak sih.. tapi pendapat dan cara bicaramu saat bagian 'seragam bodoh' persis sekali dengan apa yang mama bilang padaku 6 tahun yang lalu!"
"Hahaha.. coba ceritakan padaku, sepertinya menarik.."
"Nah kan, kau pasti tertarik! Baik aku ceritakan, dengar ya.."
"Oke,oke.."
"Dulu, 8 tahun lalu.. saat Papa, Mama, dan aku baru pindah ke pulau ini dari Liesterschen City, saat pertama kali aku masuk SMP dan sedang bergaya dengan seragam baruku di depan cermin, coba tebak apa yang mama katakan saat melihatku?"
"Pasti memiliki unsur 'seragam bodoh' di dalamnya"
Tebak Lilian.
"Ting tong, tepat sekali, mama bilang 'Ya ampun Rachel, apa yang sedang kamu lakukan dengan seragam bodoh itu?' lalu aku bilang-"
"Menurutku seragam ini cantik kok, bahkan cocok untukmu"
Ujar mereka berdua bersamaan. Kemudian tertawa.
"Itu kan sama persis seperti yang kau katakan padaku?!"
"Ya, dan setelah itu kami tertawa bersama.. mana mungkin seragam SMP cocok untuk Mama! Aku reflek mengatakannya karena suara dan cara bicaramu sangat mirip Mama!"
"Oh, ya ampun.. pantas saja..."
Lilian berusaha menghentikan tawanya.
"Lalu, kotak tadi berisi makan siang untuk ayahmu yang dibuat ibumu?"
Tanya Lilian setelah ia berhasil menghentikan tawanya. Namun pertanyaan kali ini mendapat respon yang berbeda dari Rachel, ia terdiam sejenak. Matanya seperti memandang ke tempat yang jauh, jauh sekali, wajahnya terlihat damai, barulah kemudian ia menjawab.
"Tidak, aku sendiri yang membuatnya.."
"Memangnya ibumu tak bisa masak?"
"Ya, Mama tak bisa memasak lagi.. ia sudah meninggal 4 tahun yang lalu karena TBC yang dideritanya.. alasan kami pindah ke pulau ini juga karena itu, karena kau tahu Liesterschen City adalah kota industri dan udara kotor tidak baik untuk penderita TBC"
"Ma-maafkan aku.. aku tak tahu.."
Lilian merasa bersalah telah lancang bertanya hal yang tidak pantas kepada Rachel.
"Tidak apa-apa, kini aku sudah punya Mama baru, dia orang yang baik, sejak 2 tahun lalu Ayah dan Mama baruku menikah!"
"Selain itu.."
Ujar Rachel dengan suara yang semakin pelan.
"Mama meninggal karena Walikota..."
Tambahnya tanpa dapat terdengar oleh Lilian.
"Selain itu?"
Tanya Lilian penasaran.
"Maksudku, selain itu, ada dokter baru lho di klinik umum! Kita lihat yuk!"
Rachel mengalihkan pembicaraan lalu menarik tangan Lilian meninggalkan dermaga menuju klinik umum, tanpa memberi kesempatan untuk Lilian mengatakan padanya bahwa ia sudah mengenal dokter baru tersebut.
Akan tetapi, Rachel berlari terlalu cepat dengan ceroboh, ia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh sambil tetap menggenggam tangan Lilian, yang kemudian ikut jatuh menimpanya.
"Gubrak!"
Mereka berdua jatuh bertumpuk.
"Aduh aduh aduh.. maaf ya Lil- Aw!"
"Kau tidak apa-apa Rachel? Maaf aku menimpamu!"
"Tidak apa-apa kok, hanya sedikit... terluka..."
Meski begitu, ternyata siku Rachel terlihat sobek, lututnya terluka dan pergelangan kakinya membiru terkilir. Sementara Lilian yang menimpanya hanya sedikit terluka di lengan.
"Ya ampun darahnya banyak sekali! Ayo cepat kita ke dokter!"
Dengan panik Lilian menopang Rachel untuk berjalan menuju klinik yang sudah terlihat di depan mata.
"Brak!"
"Dokter! Tolonglah temanku!"
Seru Lilian panik saat memasuki klinik.
___
Pukul 15:37
Klinik umum, Pantai Whitemist, Grenovle, Pulau Shephard.
20 menit setelah itu.
"Siku sobek, cek"
"Lutut terluka, cek"
"Kaki terkilir, cek"
"Lalu lenganmu terluka, sebenarnya apa sih yang kalian lakukan, sampai luka-luka begini?"
Keluh Dr.Wilson sambil memberi perban pada kaki Rachel. Namun Rachel malah terlihat gembira, mungkin ia senang bertemu Dr.Wilson.
"Kami tadi sedang berlari kesini untuk melihatmu Dr.Wilson!"
"Tidak, hanya Rachel yang berniat melihatmu"
Ujar Rachel dengan polos, sementara Lilian membantahnya..
"Oh ya? Tapi kini kau bertemu denganku plus luka, dan aku tidak suka itu"
"Maafkan aku dokter.."
Rachel tampak merasa bersalah.
"Kau janji?"
"Aku janji!"
Seru Rachel bersemangat.
"Siapa namamu?"
"Rachel, Rachel Klainnman!"
"Klainnman? Nah kan, lebih buruk lagi, kemarin ibumu patah tulang, sekarang kau datang dengan luka dan kaki terkilir, kalau bukan kau yang membantu ayahmu menjaga ibumu, siapa lagi?"
"Siap dokter!"
Mendengar Rachel yang penuh semangat membuat Dr.Wilson tersenyum dan tak dapat marah padanya.
"Kau bersikap seolah-olah Rachel anak kecil.. dia satu kelas denganku tahu"
Ujar Lilian ketus.
"Ehem.. aku memperlakukan semua pasien dengan perlakuan yang sama.. betulkan nek?"
Tanya Dr.Wilson mencari dukungan dari nenek penjaga kios yang dari tadi berada disana bersama cucunya.
"Haha.. ya.. Dr.Wilson memang sangat ramah.."
Jawab nenek itu sedikit tertawa. Lilian dongkol dibuatnya.
"OK Rachel, perbanmu sudah selesai.. jangan sampai terjadi lagi ya, hati-hati kalau berjalan!"
"Siap sedia dok!"
Jawab Rachel menyeru sambil memberi hormat.
"Oh ya Rachel.."
"Ya?"
"Tolong jaga si pemurung adikku ini untukku ya? Oke?"
Pinta Dr.Wilson sambil mengelus kepala Lilian dan menunjuknya.
"Tentu saja Dr.Wilson! Aku tak akan melepaskan pengawasan darinya!"
Jawab Rachel lagi.
"Yasudah, kalau begitu aku pulang"
Lilian menyingkirkan tangan Dr.Wilson dari kepalanya, kemudian berjalan keluar ruang praktik diikuti oleh Rachel.
"Nah Miles, kau bisa bilang dan bantu Perawat Patricia membuatkan kopi untukku?"
"Tentu dokter!"
Miles segera menuruti permintaan Dr.Wilson dan keluar dari ruang praktik menuju ruang tunggu dimana Perawat Patricia berada.
"Nah nek, aku harus bicara padamu tentang kondisi Miles.. cucumu.."
___
Diluar..
"Dr.Wilson hebat ya?!"
"Hebat apanya?"
Tanya Lilian skeptis.
"Wajahnya tampan.. orangnya baik dan ramah.., selain itu dia juga pandai mengobati orang! Kenapa kau tidak bilang padaku dia itu kakakmu?!"
"Kau tidak memberiku waktu!"
"Hahaha.. maaf-maaf.."
"Dasar..."
"Ok, aku pulang dulu ya! Aku harus membantu mama di rumah, sampai jumpa besok Lilian!"
Rachel melambaikan tangannya pada Lilian dan berlari tanpa mengingat kakinya yang terkilir.
"Hei jangan lari-lari!"
Seru Lilian khawatir.
"Oke!"
"Whoaa whoaa"
Baru saja Lilian berseru padanya Rachel sudah hampir terjatuh lagi, beruntung ia bisa menyeimbangkan kembali tubuhnya. Lilian hanya bisa menghela nafas lega dan menggelengkan kepalanya pada tingkah Rachel. ia pun berjalan pulang kembali.
__
Pukul 16:15
Grenovle, Pulau Shephard.
Lilian telah sampai kembali di depan pintu rumah, namun kali ini dengan seragam yang kotor setelah terjatuh bersama Rachel. ia membuka kunci pintu kemudian masuk ke dalam rumah. Perutnya berbunyi keroncongan, sejak istirahat pagi, belum ada makanan yang masuk ke perutnya. ia berjalan menuju dapur.
Alangkah terkejutnya Lilian saat melihat benda yang berada di atas meja makan. Sepiring Spaghetti, tiga potong garlic bread, dan segelas susu putih berada di sana dibawah kertas tissue yang melindunginya dari lalat. Terdapat sebuah kertas berada di sampingnya, Lilian mengambil kertas itu dan membacanya. Kertas itu berbunyi :
To Lilian
Kebetulan siang tadi aku pulang, karena ada sedikit waktu jadi kubuatkan saja makanan untukmu siapa tahu kau lapar dan aku belum pulang. Tidak perlu takut basi, baru tadi siang kubuat.
Salam kakakmu, Wilson
PS : Jangan marah lagi ya!
Lilian melipat kertas itu dan menaruhnya di meja, sebuah senyuman muncul di bibirnya. ia pun mulai memakan makanan itu dengan lahap.
Spoiler untuk Chapter 9 :
Chapter 9. Initiation: The Wicked, The Fool, And The Ugly
Pertengahan Juli, 1931.
Hari ke 16, pukul 09:22
Grenovle, Pulau Shephard.
Hari ini adalah hari perjanjian Dr.Wilson untuk bertemu dengan Walikota Hawking. Dr.Wilson hari ini tidak mengenakan setelan dokternya, tetapi pakaian bebas, tepatnya vest wool berwarna hijau gelap -kali ini tanpa bordir bertuliskan ASASIN- diatas kemeja lengan panjang bergaris dan celana blue jeans. Dr.Wilson yang mulai terkenal di pulau terpencil itu sering mendapat salam dari para warga yang ia temui di jalan, tidak berbeda dengan hari ini saat ia berjalan menuju balai kota. Lambaian tangan, seseorang memanggil namanya, senyuman tulus, selalu ia terima dari warga yang telah ia tolong dari penyakit yang mereka derita, atau sekedar menerima keramahannya. ia juga telah mengenal sebagian besar penduduk pulau.
Dr.Wilson memasuki main hall gedung balai kota yang berdiri dengan megahnya, benar-benar kontras dengan bangunan dan rumah tua disekitarnya. Terdapat sejumlah besar lukisan dan potret diri walikota terpajang di sekitar main hall, menandakan Walikota Hawking mengidap narsisme yang cukup berat. Setelah berada di dalam, Dr.Wilson melanjutkan langkahnya menuju resepsionis Nancy melewati pintu ganda yang hanya terbuka salah satu daunnya.
"Selamat pagi Dr.Wilson, ada yang bisa saya bantu?"
Tanya resepsionis Nancy dengan ramah.
"Selamat pagi Nancy, aku datang sesuai janji untuk bertemu walikota Hawking pada pukul 9:30"
Jawab Dr.Wilson membalas keramahan resepsionis Nancy.
"Mohon tunggu sebentar Dr.Wilson, biar kuperiksa jadwal walikota hari ini"
Ujar resepsionis Nancy.
Namun setelah melihat halaman buku catatan yang berada di atas meja, ekspresi Nancy tampak berubah. ia terlihat merasa tidak enak dengan Dr.Wilson.
"Ada apa Nancy? Bagaimana?"
"Begini... maafkan saya Dr.Wilson.. tapi nampaknya walikota tidak bisa bertemu dengan anda hari ini"
"Apa? Ini kedua kalinya ia membatalkan janji denganku, bahkan tanpa menghubungiku terlebih dahulu.. apa alasan walikota membatalkan janjinya?"
Dr.Wilson dibuat jengkel mendengarnya.
"Sekali lagi maafkan saya Dr.Wilson, tapi ia tidak menyertakan detailnya.. jadi tidak ada yang bisa kuberitahu pada anda.. maafkan aku"
Resepsionis Nancy sangat merasa bersalah dibuatnya.
"Kalau begitu, apa Jules ada?"
"Er... Jules ikut pergi dengan walikota, Dr.Wilson"
"Ah... ya sudahlah.. jika mereka kembali, katakan pada walikota atau Jules untuk menghubungiku.."
"Baik Dr.Wilson, akan kucatat itu"
"Oh ya, sebelum aku pergi.. boleh kuminta alamat Jules? Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padanya.."
Pinta Dr.Wilson sebelum ia melangkah keluar balai kota.
"S-saya.. uh..."
Entah mengapa resepsionis Nancy terlihat ragu-ragu.
"Uh.. baiklah.."
Akan tetapi pada akhirnya ia mengambil secarik kertas dan menuliskan alamat Jules, sekretaris Walikota Hawking untuk Dr.Wilson.
"Ini alamatnya Dr.Wilson, ada lagi yang bisa saya bantu?"
"Tidak Nancy, kau sudah cukup membantuku, sampai bertemu lagi.."
Setelah mendapatkan alamat Jules, Dr.Wilson berjalan keluar dari balai kota.
"Dan aku lupa bilang, kacamata barumu sangat cocok untukmu Nancy"
Tambahnya sebelum ia melewati pintu.
"Terimakasih Dr.Wilson."
Jawab resepsionis Nancy.
Beberapa saat kemudian, pintu yang berada di belakang booth resepsionis terbuka, Jules muncul darisana terlihat kesal kepada resepsionis Nancy.
"Apa yang kau lakukan Nancy? Kenapa kau berikan alamatku?"
"Ma- maaf Jules, aku terpaksa melakukannya.. aku tak ingin ia curiga"
Jawab Nancy terbata-bata.
"Sial.. sekarang aku tak tahu apa yang harus kulakukan.."
Apapun yang kau lakukan demi mereka, aku memang sudah curiga Nancy.
Dr.Wilson yang ternyata bersandar di balik pintu balai kota, ia mendengar semua yang mereka katakan. ia mengambil sebatang cigaret putih dari kantung celananya dan menyalakannya dengan korek gesek yang ia ambil dari kantung belakang celana jeansnya. Kemudian pergi dari sana.
"Ternyata Mr.Gambino benar.. sekarang sebaiknya aku bicara dengan Sheriff O'Reily"
Ujarnya dalam hati.
__
The Wicked.
Awal Juli, 1931.
Hari ke 4, pukul 16:54
Grenovle, Pulau Shephard.
Masih mengenakan setelan putihnya, Dr.Wilson tampak memasuki gedung balai kota. Gedung megah itu tampak baru mengalami renovasi, masih terdapat bagian bangunan yang sedang dibangun.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?"
Terdengar suara wanita dari arah booth resepsionis, pemilik suara itu adalah seorang wanita muda berumur sekitar awal 30an dengan rambut ikal dan mengenakan kacamata besar berbingkai tebal. Mendengarnya, Dr.Wilson yang berdiri di depan pintu masuk mulai berjalan menuju booth resepsionis. Langkah kakinya menggema dari penjuru main hall.
"Nama saya Dr.Wilson, saya baru saja datang dari tanah benua dan ingin memberi salam pada Walikota Hawking.. er.."
"Nancy, nama saya Nancy tuan"
Jawab resepsionis Nancy dengan senyuman ramah.
"Ah.. Nancy.. senang bertemu denganmu, kau bisa memanggilku Wilson"
"Senang bertemu juga dengan anda, tapi nampaknya saya akan lebih merasa nyaman jika memanggil anda 'Dr.Wilson', anda tidak keberatan?"
"Tentu tidak, apapun yang kau inginkan Nancy.."
"Terimakasih Dr.Wilson"
"Jadi.. apa aku bisa bertemu dengan walikota?"
"Tentu Dr.Wilson, akan tetapi anda harus membuat janji dulu dengan beliau, silakan anda temui Jules, sekretaris Walikota Hawking untuk membuat janji, ruangannya ada tepat berada di balik pintu itu"
Jelas resepsionis Nancy sambil menunjuk ke arah sebuah pintu yang berada sekitar 15 meter di pojok kiri main hall.
"Baiklah, terimakasih Nancy".
Sesuai petunjuk Nancy, Dr.Wilson segera menuju pintu yang ditunjuk. Di dalam ruang berpanel kayu tersebut, terdapat sebuah meja dan Jules yang duduk di baliknya.
"Apa ada yang anda butuhkan?"
Tanya Jules. Pria kurus berambut tipis tersebut berhenti menulis pada bukunya.
"Apakah anda Jules?"
"Ya, benar sekali, apa yang anda inginkan?"
Nada bicara Jules mulai terdengar tidak mengenakkan.
"Aku ingin membuat janji dengan walikota, aku ingin bertemu dengannya, kau tahu, mengucapkan salam sebagai pendatang baru"
"Hmmm.."
Tampak memikirkan sesuatu, Jules mengelus dagunya.
"Siapa nama anda?"
"Dr.Wilson Eisenhower"
Jawab Dr.Wilson singkat.
"Dr.Wilson... hmm saya rasa 3 hari yang lalu saya melihat anda memasuki kastil Mr.Merlin.. apa kalian saling mengenal?"
Dr.Wilson diam sejenak.
"Saya tidak mengerti apa yang anda tanyakan, apakah anda tidak salah melihat orang?"
ia berpura-pura tidak tahu apa-apa, namun Jules dapat melihat kebohongannya.
"Mungkin, mungkin Dr.Wilson, mungkin saja saya salah melihat orang dengan setelan putih dan berambut pirang itu dengan Dr.Etna yang telah menghilang, mungkin Dr.Wilson"
Ujar Jules dengan nada sarkastik, Dr.Wilson tahu dan menyadari bahwa Jules tahu ia berbohong. Namun ia tidak berbicara apapun untuk menyangkalnya.
"Baiklah Dr.Wilson, anda bisa bertemu walikota pukul 09:30 minggu depan, sampai bertemu lagi"
Tambah Jules sambil membuka pintu ruangan dan mempersilakan Dr.Wilson keluar dari sana seperti mengusirnya.
"Terimakasih atas keramahan anda Tuan Jules"
Balas Dr.Wilson dengan nada sarkastik.
"Anda bisa memanggil saya sebagai Jules saja, sampai jumpa Dr.Wilson"
"Brak"
Jules tampak terburu-buru menutup pintu.
Dr.Wilson hanya mengangguk dan tersenyum kepada resepsionis Nancy sambil berjalan keluar dari balai kota, dan dibalas dengan gestur yang sama olehnya.
Hari ke 11, seminggu kemudian, pukul 09:32
Balai kota, Grenovle, Pulau Shephard.
Kali ini Dr.Wilson datang untuk bertemu dengan Walikota Hawking sesuai dengan janji yang dibuatnya minggu lalu. Walaupun begitu, saat Dr.Wilson hendak memasuki balai kota, ia bertemu dengan Jules yang keluar dari sana dengan membawa sebuah tas yang tampak penuh berisi.
"Ah, Dr.Wilson, kebetulan sekali kita bertemu disini"
"Selamat pagi Jules"
Mereka berdua kemudian saling berjabat tangan.
"Saya baru saja berniat menghubungi anda untuk memberitahukan bahwa ternyata Walikota Hawking tak dapat bertemu dengan anda hari ini, saya sangat meminta maaf"
Dr.Wilson dibuat terkejut mendengarnya, dengan seenaknya ia membatalkan janji mereka.
"Oh ya? Apa ada hubungannya dengan tas yang kau bawa Jules?"
Kali ini giliran Jules yang dibuat terkejut oleh pertanyaan Dr.Wilson. ia tampak sedikit menggeser tas yang ia tenteng di tangannya agar terhindar dari pandangan Dr.Wilson.
"Kira-kira begitulah Dr.Wilson, saya rasa tidak baik jika kita berusaha mencampuri urusan orang lain, bukan begitu?"
Jawab Jules juga dengan pertanyaan.
"Aku tak tahu kau begitu bijak Jules, bagaimana dengan 'paket' yang kau bawa waktu itu? Apakah sampai pada tujuan?"
"Saya dapat membuatkan anda janji bertemu dengan walikota beberapa hari lagi. Datanglah pada waktu yang sama 5 hari lagi, walikota mungkin dapat bertemu dengan anda saat itu"
Sela Jules berbicara dengan cepat tanpa jeda seolah mengalihkan topik pembicaraan.
"Alangkah baiknya kau Jules."
Ujar Dr.Wilson dengan nada sarkastik.
"Tentu Dr.Wilson, sampai jumpa, saya harus segera pergi"
Jules segera naik ke sedan hitam yang diparkir di depan balai kota, kemudian ia mengendarainya dengan cepat seolah terburu-buru. Dr.Wilson pun kembali ke klinik.
___
The Fool.
Awal Juli, 1931.
Hari ke 6, pukul 11:12.
Klinik umum, Pantai Whitemist, Grenovle, Pulau Shephard.
"... Sebenarnya.. Miles tidak menderita flu sama sekali nek.."
"Tapi Dr.Etna bilang begitu Dr.Wilson"
"Mungkin anda akan sulit menerima apa yang akan saya katakan, tapi.. kurasa anda harus nek.."
"... aku siap mendengar apapun yang anda katakan Dr.Wilson.."
"... Dr.Etna salah mendiagnosa Miles nek.. Selama ini Miles tidak menderita flu.. tapi.. ia memiliki penyakit jantung yang kronis..."
"... begitukah Dok? ... lalu apakah anda bisa melakukan sesuatu?"
".. Maaf nek.. tapi satu-satunya jalan adalah operasi yang hanya bisa dilakukan di rumah sakit besar.. dan.. biayanya tidak sedikit... minimal 10 ribu dolar.."
"Aku... aku tak tahu harus melakukan apa.. dok.. aku tak memiliki uang sebanyak itu.. tapi jika tidak.. Miles.. akan..."
"... akupun tak bisa banyak membantumu nek.."
"... baiklah kalau begitu Dr.Wilson.. terimakasih telah memberitahuku semuanya.. sampai bertemu lagi.."
"... sampai bertemu lagi nek.."
"Tapi.. aku berjanji akan melakukan sesuatu nek, aku berjanji"
"... Terimakasih banyak Dr.Wilson.."
"Dr.Wilson? Dr.Wilson?!"
Ujar perawat Patricia semakin keras kepada Dr.Wilson yang tengah melamun.
"Ah, ya, maaf Patricia, ada apa?"
Tanya Dr.Wilson terkejut baru tersadar dari lamunannya.
"Anda sudah boleh beristirahat Dr.Wilson, waktu makan siang sudah tiba"
Ujar perawat Patricia.
"Oh, oke.. Patricia.."
"Kalau begitu saya akan membeli makan siang dulu di restoran Nyonya Maggie, apa anda ingin menitip sesuatu?"
Tanya Patricia menawarkan pada Dr.Wilson.
"Kurasa tidak perlu.."
"Tapi Patricia, bisakah aku.. melihat patient record Dr.Etna?"
Dr.Wilson mendadak bertanya. Perawat Patricia tampak ragu-ragu apakah ia boleh memberikan patient record Dr.Etna kepada Dr.Wilson.
"Maaf Dr.Wilson, tetapi menurut kode etik, hal itu tidak diperbolehkan.."
Jawab perawat Patricia.
"Ayolah Patricia.. hanya kali ini saja.. aku butuh referensi.."
Dr.Wilson memohon dengan nada memelas. Perawat Patricia akhirnya tampak luluh.
"Baiklah Dr.Wilson, hanya sekali ini saja oke? Sebentar kuambilkan dulu..".
Perawat Patricia pun akhirnya setuju dan keluar dari ruang praktik untuk mengambil dokumen patient record milik Dr.Etna yang ia simpan di dalam salah satu lemari yang berada di ruang tunggu, tepat berada di belakang mejanya. Tanpa sepengetahuannya, Dr.Wilson mengintipnya dari sela pintu yang tidak tertutup penuh.
Perawat Patricia kembali dengan membawa dokumen-dokumen patient record milik Dr.Etna dan memberikannya pada Dr.Wilson.
"Ini semua milik Dr.Etna"
"Terimakasih banyak Patricia, terimakasih banyak"
Dr.Wilson pun menerima dokumen-dokumen tersebut.
"Kalau begitu aku pergi dulu Dr.Wilson"
Perawat Patricia pun meminta izin kepada Dr.Wilson hendak pergi ke restoran, tapi sebelum itu.
"Ah.. Patricia, kalau begitu aku titip sandwich, sup krim ayam, cappuccino, dan sekotak rokok, tolong ya!"
Seru Dr.Wilson yang berubah pikiran.
"Apa? Sebanyak itu? Baiklah Dr.Wilson, tapi mungkin aku akan kembali agak lama, tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa, aku penyabar kok, santai saja Patricia"
Ujarnya meyakinkan perawat Patricia yang langsung bergegas setelah mendengarnya.
Setelah perawat Patricia tidak terlihat lagi, Dr.Wilson segera membuka dan membaca dokumen-dokumen yang kini berada di tangannya. Satu demi satu, kertas demi kertas, dari dokumen tahun 1920 saat Dr.Etna pertama kali datang hingga beberapa hari lalu saat ia menghilang. Dan pada akhirnya ia mendapat kesimpulan dari semuanya. 20% dari pasien mengalami misdiagnosa, 3 orang meninggal karenanya, sementara dari 5 hasil otopsi, salah satunya bernama Merry Klainnman, seorang penderita TBC yang meninggal karena tenggelam 4 tahun lalu.
Tidak puas dengan patient record, Dr.Wilson mencari dokumen lain dari lemari yang sama tempat perawat Patricia menyimpan patient record. Diantara dokumen-dokumen lain, akhirnya Dr.Wilson menemukan sesuatu yang menarik. Sebuah financial record. Dr.Wilson membacanya sambil berdiri di depan lemari, ia tak punya banyak waktu lagi.
Terdapat suatu kejanggalan, Dr.Etna selalu mendapat bonus setiap minggu, tepatnya setiap hari minggu, dan jumlahnya tidak masuk akal. Selalu lebih dari 5 ribu dolar.
Dengan menghubung-hubungkan segala yang ia ketahui, Dr.Wilson mendapat suatu hipotesa di kepalanya. ia segera bergegas menuju ruang dokter dan menggeledah seisi ruangan seakan mencari sesuatu. Saat memeriksa lemari obat-obatan, ia melihat suatu kejanggalan; terdapat celah tipis pada frame belakang bagian dalam lemari, selain itu ukuran bagian dalam lemari lebih tipis dari luarnya. Penasaran, Dr.Wilson mengetuknya, dan benar saja, suara yang muncul terdengar kosong. ia melihat botol obat cair yang masih penuh berada di sudut lemari dengan janggal, dan saat ia mengambil botol tersebut, sebuah tombol ternyata berada di bawahnya.
Saat ia menekan tombol itu..
"Klek" sebagian papan terbuka, memperlihatkan kompartemen rahasia yang selama ini tersimpan di dalam lemari. Di dalam kompartemen tersebut, Dr.Wilson melihat sesuatu yang dapat membuatnya tersenyum penuh kepuasan.
____
The Ugly.
Awal Juli, 1931.
Hari ke 7, pukul 10:20.
Klinik umum, Pantai Whitemist, Grenovle, Pulau Shephard.
Terdengar suara laju mobil yang kemudian berhenti setelah terdengar bunyi rem di depan klinik. Keluarlah 2 orang berbadan besar dengan jas hitam dari dalam limo yang baru saja datang, mereka memasuki klinik dan mencari Dr.Wilson.
"Dr.Wilson, dokter!"
Seru perawat Patricia tampak ketakutan.
"Uh-huh? Ada apa Patricia?"
Dr.Wilson keheranan mendengar perawat Patricia yang tampak ketakutan.
"A-anak buah Don Gambino datang mencari anda!"
"Apa?!"
Dr.Wilson tak percaya mendengar apa yang dikatakan perawat Patricia padanya. ia segera bergegas menemui mereka.
Sial, tak kusangka mereka datang kesini.
"Anda Dr.Wilson?"
Tanya salah satunya yang berkepala gundul.
"Ya.., ada apa?"
"Don Gambino ingin bertemu dengan anda, ikutlah dengan kami"
Sahut pria lainnya yang memiliki tato di leher.
"Uh.. ok.. boleh aku ambil alat-alatku dulu?"
"Tidak Dr.Wilson, anda ikut denganku ke mobil, Anthony, kau ambil alat-alatnya"
Jawab pria botak itu sementara si pria bertato mengambil alat-alat praktik Dr.Wilson. Mereka lalu menggiring Dr.Wilson menuju limo, dan saat ia hendak masuk ke dalam limo... Terlihat Jules tengah berjalan dari arah pusat kota, dimana balai kota berada, ia membawa sebuah koper hitam di tangan kanannya, menuju kearah barat pulau menyusuri jalanan di pinggir pantai Whitemist. Jules dan Dr.Wilson sempat saling melihat, namun Jules tampak tidak perduli dan terus berjalan melewati klinik dan Dr.Wilson. Limo-pun berjalan dan meninggalkan klinik serta Jules yang sudah tak terlihat lagi.
Limo membawa Dr.Wilson menuju pelabuhan Bluewater, tepatnya menuju sebuah gedung bertingkat 5 yang nampaknya kantor administrasi pelabuhan. Limo berhenti tepat di depan pintu gedung.
"cklek"
"Silakan turun Dr.Wilson, Anthony akan mengantarmu"
Sang Pria botak membukakan pintu Dr.Wilson tanpa lupa memberikan alat-alat praktiknya, bahkan mempersilakannya turun.
Dr.Wilson turun dari limo dan mengikuti pria bertato bernama Anthony yang memandunya menemui Don Gambino. Mereka memasuki lift dan naik ke lantai 5. Bunyi gesekan besi menandakan mereka telah tiba di lantai 5, Anthony membuka pintu lift dan berjalan menuju sebuah pintu yang berada di ujung lorong. ia berjalan terlebih dahulu kemudian membuka pintu tersebut, mempersilakannya masuk.
"Silakan Dr.Wilson, Don Gambino menunggumu di dalam."
Dr.Wilson memasuki ruangan sementara pintu yang berada di belakangnya ditutup kembali oleh Anthony. ia masuki lebih dalam ruangan itu, melewati 2 orang penjaga dengan postur tegap namun bertubuh tidak terlalu besar. Akhirnya ia tiba di ruang utama, dikelilingi oleh jendela kaca besar di bagian tengah ruangan, rapat dengan tembok, terdapat sebuah ranjang dengan seseorang terbaring berselimut diatasnya.
"!!"
Dr.Wilson terkejut, kini di hadapannya terlihat seorang kakek yang terbaring dengan lemah. ia adalah Don Gambino, dan Dr.Wilson a.k.a. Oceanus tak pernah menyangka kondisi Don Gambino akan separah ini. ia begitu kurus, begitu ringkih, untuk bernafas saja ia terlihat harus berusaha sekuat tenaga, kondisi kakek tua itu begitu menyedihkan.
"Aaah... kau pasti Dr.Wilson.."
Ujar Don Gambino lemah dengan nafas yang terdengar lirih tanpa menengok maupun melihat siapa yang datang. ia hanya diam menatap plafon.
"Ya.. anak buahmu datang menjemputku.."
Jawab Dr.Wilson pelan.
"Ayo, duduklah di kursi itu agar aku bisa melihat wajahmu anak muda.."
Perintah Don Gambino, dan satu-satunya kursi yang ada diruang itu adalah kursi yang berada di sebelah ranjangnya.
Meski ragu, Dr.Wilson tetap menuruti keinginan pasiennya. ia duduk di kursi itu. Bola mata Don Gambino bergerak dan menatap Dr.Wilson. ia mencoba tertawa namun terhenti oleh batuknya.
"Jadi... kau adalah Dr.Wilson..."
"Betul Don Gambino.. namaku Dr.Wilson Eisenhower.."
"Khekhekhe.. Wilson.. Eisenhower.. nama yang bagus.. uhuk uhuk uhuk"
Ujarnya terkekeh diakhiri oleh batuknya.
"Terimakasih Don Gambino"
Jawab Dr.Wilson tersenyum padanya.
"Ah.. jangan panggil aku Don.. kini aku hanyalah Gambino tua.. aku bukan lagi seorang raja kriminal.."
"Baiklah Mr.Gambino"
"Nah.. begitu lebih baik... uhuk uhuk"
Mr.Gambino terbatuk, lalu melanjutkan apa yang ingin ia katakan
"Kau tahu Dr.Wilson, aku sudah menunggumu sejak satu minggu lalu.."
"Tapi karena aku tak kunjung datang kau yang menjemputku? Begitukah?"
"Betul Dr.Wilson, karena aku sudah tak tahan lagi pada penyakit brengsek ini- uhuk uhuk uhuk"
"Aku ingin melalui semua ini dengan tenang"
"Kalau begitu, mari kita lakukan pemeriksaan Mr.Gambino"
Dr.Wilson melakukan pemeriksaan dasar pada Mr.Gambino, namun kondisi serta gejala yang ia tunjukkan hanya mengarah kepada satu hal.
"Jadi bagaimana Dr.Wil- uhuk uhuk uhuk"
"Mr.Gambino.. apa anda sudah mengetahui anda menderita penyakit ini sejak lama?"
"Ya.. aku tahu, tapi aku tak ambil pusing, lagipula selama ini aku sehat-sehat sa- uhuk uhuk uhuk"
"Sejak kapan keadaan anda mulai memburuk Mr.Gambino?"
"Khekhekhe.. banyak bertanya kau ya Dr.Wilson.., baiklah kuberi tahu, aku mulai menjadi seperti ini sejak beberapa hari yang lalu, aku rasa kau sudah tahu hal itu dari Merlin khekhe-uhuk uhuk uhuk"
Dengan nada yang datar Dr.Wilson menjawab
"Aku tak tahu apa yang anda bicarakan Mr.Gambino"
"Khekhekhe.. professional kau ya? Baiklah Dr.Wilson.. sekarang katakan padaku berapa lama lagi waktuku"
Dr.Wilson terdiam, ia merasa tak sanggup mengatakan yang sebenarnya pada Mr.Gambino.
"Oh, ayolah Dr.Wilson.. aku sudah tahu apa yang akan terjadi, aku hanya ingin tahu waktuku khekhekhe-uhuk-uhuk"
Mr.Gambino memaksa Dr.Wilson untuk bicara, diakhiri oleh batuk yang besar.
"... Maaf Mr.Gambino, tapi.. melihat kondisimu saat ini.. seharusnya anda sudah.."
"Jadi kau bilang aku sudah melewati waktuku? Ha, dasar kecoak brengsek kau Gambino.. khekhekhe uhuk uhuk uhuk"
Dari wajah Dr.Wilson terpancar kesedihan, namun tak ada yang tahu apa arti kesedihan itu kecuali dirinya sendiri.
"Baiklah.. kau boleh pergi Dr.Wilson.. banyak yang lebih membutuhkanmu di klinik.. tapi sebelumnya, maukah kau menolongku?"
"Apapun Mr.Gambino"
"Tolong teriakkan "Anthony" dengan sekeras-kerasnya.."
"Anda.. yakin?"
Tanya Dr.Wilson heran akan permintaan Mr.Gambino yang menjawab dengan anggukan.
"Baiklah..."
Dr.Wilson mengambil nafas, kemudian
"ANTHONYYYYYYYY"
Terdengar pintu dibuka dengan keras, lalu suara derap langkah berlari terdengar. Anthony datang dengan tergopoh-gopoh.
"Khekhekhe.. kau lihat bagaimana dia berlari?"
Mr.Gambino tampak terhibur melihat Anthony datang terburu-buru.
"Ada apa Don Gambino?"
"Sssh, sudah berkali-kali kubilang jangan panggil aku dengan sebutan Don! Aku bukan Don lagi dasar kanvas berjalan!"
"Maaf Mr.Gambino.. ada apa anda memanggil saya?"
"Antarlah Dr.Wilson kembali ke klinik, dan bayarlah biayanya sesuai dengan yang dia minta, cepat!"
Seru Mr.Gambino memerintahkan Anthony yang langsung bergegas menuju mobil. Saat Dr.Wilson hendak mengikutinya, Mr.Gambino menahannya.
"Tunggu sebentar Dr.Wilson"
Dr.Wilson berhenti dan menengok.
"Kurasa kau mengira aku sudah lupa hutangmu padaku.. meski salah satunya sudah dilunasi oleh si buncit itu.."
Kini ia terkejut dibuatnya, mendengar bahwa Mr.Gambino masih mengingat hutangnya -sebagai Sean- yang ia tinggalkan 10 tahun lalu.
"Jadi... jika kau bertemu dengan seseorang bernama Sean, aku ingin kau katakan padanya dengan keras, 'Sean! Don Gambino ingin bertemu denganmu! ia memiliki sesuatu yang tengah kau cari, tapi jangan lupa hutangmu!' uhuk uhuk uhuk"
Pesan Mr.Gambino sambil tersenyum gembira.
Kini Dr.Wilson ikut tersenyum, ia membalas
"Kurasa Sean tak ingin bertemu, tapi akan kupaksa dia, kau bisa serahkan padaku Mr.Gambino"
Mendengarnya, Mr.Gambino tertawa terbahak-bahak meski diselingi oleh batuknya.
"Senang bertemu denganmu Mr.Gambino, sungguh suatu kehormatan bagiku membawa pesan darimu, permisi"
Dr.Wilson pun meninggalkan ruang itu dan turun ke lantai dasar. Dibawah, Anthony sudah menunggu di dalam limo dengan pintu yang sudah terbuka. Dr.Wilson masuk dan limo segera berjalan mengantarnya.
Dia masih mengingat dirimu James.
Spoiler untuk Chapter 10 :
Chapter 10. Initiation: Commitment For A Reason
Awal Juli, 1931.
Hari ke 4, pukul 07:48
Grenovle, Pulau Shephard.
"Oh, hei, ternyata kau sudah siap-siap"
Ujar Dr.Wilson saat ia melihat Lilian, sudah mengenakan seragam lengkap menarik kursi meja makan. Namun tak ada respon darinya, ia hanya duduk disana dan memperhatikannya.
"Hei, kau mau sandwich isi daging asap? Kebetulan aku kelebihan memasaknya, seperti; tepat untuk 2 porsi. Apa kau mau sisanya?"
Tambahnya terlihat membalik daging asap yang tengah ia goreng, menggunakan spatula di tangannya.
"Well, tampaknya ada yang sedang sariawan.."
Ledeknya pada Lilian yang tetap diam.
"Kalau begitu biar kutuangkan segelas jus jeruk agar ia cepat sembuh.. hmm jus jeruk..".
"Trek trek"
Suara dari 2 porsi sandwich dan 2 gelas jeruk yang ditaruh diatas meja makan. Dr.Wilson menarik sebuah kursi dan ikut duduk disana. ia mulai memakan sandwichnya. 2 menit 2 detik kemudian, ia melirik ke arah Lilian, yang masih terus memperhatikannya dan belum menyentuh makanan maupun minumannya.
"Er.. sedang diet?"
Tanya Dr.Wilson berhenti sejenak dari mengunyah sandwichnya.
"Atau ada yang ingin kau katakan?"
Tambahnya.
"... apa kau selalu bangun sepagi ini?"
Pada akhirnya Lilian membuka mulutnya.
"... Yaaa.. tentu.. jika tidak aku bisa terlambat ke klinik"
Jawab Dr.Wilson melanjutkan memakan sandwichnya.
"Tidak, maksudku... di tanah benua.. karena kau terlihat tidak terbiasa bangun pagi"
"Hei.. bagaimana kau tahu?"
"Aku sudah bangun sejak jam 6:30 dan sejak kau bangun pukul 7 aku tidak melihat atau mendengarmu mencuci muka.. bahkan tidak menyentuh gagang pintu kamar mandi sama sekali"
"... Ok, aku mengaku tidak terbiasa... tidak sepagi ini, maksudku, diatas jam 11 siang.. tampaknya berhenti minum banyak membantu kebiasaan bangun pagiku, beruntung mereka tidak punya bar ataupun menjual bir disini.."
Mendengar jawaban darinya yang terdengar asal bicara, Lilian tersenyum menahan tawanya.
"Aku tak menyangka orang sepertimu bisa memasak.."
"Jangan meremehkanku! Sudah kubilang terlalu banyak waktu luang yang kumiliki, kugunakan sebagian darinya untuk belajar memasak, dari spaghetti hingga sushi, kare hingga rusa kutub bakar, tidak ada yang tidak mungkin kumasak!"
Jawab Dr.Wilson terlihat bangga. Lilian kembali tersenyum menahan tawanya.
"Baiklah kalau begitu... sudah pukul 8 lebih.. aku berangkat dulu.."
Lilian bangkit dari duduknya hendak berangkat menuju sekolah.
"Hei, kau tidak mau sandwichnya?"
"Aku akan membawanya untuk istirahat nanti, kau keberatan?"
Tanya Lilian sambil memasukkan sandwich yang berada di atas meja makan ke dalam kotak plastik, lalu memasukkannya ke dalam tasnya.
"Tidak.. tentu saja tidak.."
"Baiklah.. sampai nanti.."
Lilian berjalan meninggalkan ruang keluarga, sebelum ia melewati pintu ruangan, ia menengok dan berkata
"Dan terimakasih atas spaghettinya"
Kemudian berjalan kembali.
"Selamat belajar Lilian!"
Sahut Dr.Wilson sebelum Lilian melalui pintu depan.
"Aku tidak datang kesini untuk belajar!"
Jawab Lilian bersamaan dengan suara pintu tertutup.
"Hei.. aku hanya berusaha menjadi figur kakak yang baik.."
Keluh Dr.Wilson.
__
Di luar..
"Fiuh... pada akhirnya aku bisa mengucapkan terima kasih padanya.."
Gumam Lilian dalam hatinya.
"Baiklah.. langkah yang baik untuk memperbaiki kemampuan sosialku.."
Gumamnya lagi.
"Ahooooooooy!!"
Terdengar suara teriakan penuh semangat yang sangat familiar.
"Ah.. ini dia datang.."
Keluh Lilian dalam hati.
"Pagi Lilian!"
Sapa Rachel dengan riang dan penuh senyuman.
"Ya.. pagi.."
Balas Lilian.
"Ayo kita balapan menuju kelas!!"
Tiba-tiba Rachel menarik tangan Lilian dan mengajaknya ikut berlari menuju sekolah
"Hei, hei, aku tak mau kita terjatuh lagi!"
Dan tidak mau mendengarkan kata-kata Lilian.
Beruntung mereka tidak terjatuh lagi seperti terakhir kali mereka berlari seperti itu. Mereka pun tiba di depan kelas 3B 5 menit kemudian. Rachel berlari memasuki kelas tanpa terlihat kehilangan stamina sedikitpun, meninggalkan Lilian yang tampak kelelahan di depan kelas.
Terlihat Marlin yang duduk di baris terdepan, dekat dengan jendela, sedang memandang langit yang berada di balik jendela. Lilian merasa ini saat yang tepat untuk membuat sedikit sedikit perkembangan pada misi.
"Uh.. selamat pagi Marlin.."
Biarpun Lilian menyapanya, Marlin tampak tidak menghiraukannya. Lilian pun melewati Marlin dan berjalan menuju bangkunya dengan rasa kesal.
"Hmm.. menyapanya tampak tidak berpengaruh.. dia tipe orang yang tidak banyak berinteraksi.. aku harus mencari cara lain untuk mendekatinya.."
Pikir Lilian kemudian duduk pada bangkunya.
"Hahaha.. begitulah Marlin.. dia bahkan tak pernah menjawab salamku, tak usah diambil hati Lilian!"
Ujar Rachel padanya.
"Hei.. tunggu.. kurasa aku mendapatkan jalan lain itu.."
Pikir Lilian lagi.
"Uh.. kau kenal Marlin?"
Tanya Lilian
"Kenal? Tentu saja! Aku bahkan mengenalnya sejak kecil! Dia teman masa kecilku!"
Jawaban dari Rachel memberi Lilian suatu ide.
"Kudengar ia ahli reparasi?"
"Ya sejak beberapa hari yang lalu, kerjanya pun cepat dan sempurna!"
Jelas Rachel dengan nada riang.
"Hoo.. begitu.."
"Kenapa? Ada yang ingin kau perbaiki?"
"Ya.. kira-kira begitu.."
"Baiklah kalau begitu, kau pasti belum tahu rumahnya, jadi besok aku akan mengantarmu kesana sekaligus memperkenalkanmu padanya, bagaimana?"
Inilah ajakan yang ingin didengar oleh Lilian, tak ingin melewatkan kesempatan Lilian pun segera menyetujuinya.
"Oke.. kalau begitu besok pagi, bagaimana?"
"Setuju, kebetulan besok libur"
Dengan begitu satu langkah dari rencana baru Lilian telah berjalan.
__
Hari ke 5, pukul 07:48
Grenovle, Pulau Shephard.
"Sarapan sudah siap~ hari ini telur mata sapi.. makanlah!"
Ujar Dr.Wilson menyajikan sepiring telur mata sapi untuk Lilian, dan sepiring lagi untuk dirinya.
"Kau terdengar seperti seorang ibu-ibu.."
"Mungkin sisi femininku mulai timbul"
"Ugh.. kau menjijikkan.."
"Hahaha.. aku hanya bercanda.. ngomong-ngomong.. bagaimana misimu?"
Tanya Dr.Wilson sambil menuangkan saus tomat keatas telurnya.
"Tidak banyak perkembangan, orang itu pendiam dan penyendiri, aku tak tahu harus mulai darimana.. hingga akhirnya kemarin aku menemukan suatu jalan.."
"Wow.. apa rencanamu?"
"Simpel, pertama akan kucari kartu as-ku, karena tanpa kartu as, aku tak akan memiliki jaminan saat mengatakan padanya untuk bergabung dengan biro yang juga saat identitasku terpaksa terbongkar.. selain itu aku harus mendekatinya sebelum kartu as kutemukan"
Jelas Lilian mulai memakan telur matasapinya.
"Wow.. licik juga kau kuncir miring.."
"Aku hanya belajar dari seseorang yang berhasil merekrutku"
"... tepat di hati Lilian.. sungguh menyakitkan.."
"Terimakasih... dan oh, aku pinjam penggorengan itu dan merusaknya untuk kebutuhan misi"
Ujar Lilian menunjuk ke arah penggorengan yang berada di atas kompor.
"Apa?! Lalu bagaimana aku bisa masak?! Bagaimana kita bisa makan?!"
Dr.Wilson terkejut mendengar penggorengan baru kesayangannya harus dirusak.
"Mungkin dengan membeli di restoran"
Jawab Lilian tenang.
"..."
"Aku tak mengerti.. dulu kau sangat keras kepala menolak bergabung.. kini kau sangat keras kepala menyelesaikan misi.. aku heran.."
Ujar Dr.Wilson sambil menggaruk kepalanya karena heran.
"Komitmen. Aku telah mengubah pendirianku dari menolak bergabung 'berkat seseorang', kini aku harus berkomitmen pada pendirianku yang sekarang.. begitulah"
Jawab Lilian dengan tegas.
"Mengagumkan.. aku tak akan heran jika suatu saat kau akan menjadi deputi.."
Puji Dr.Wilson.
"Liliaaan"
Samar-samar terdengar suara seseorang memanggil namanya.
"Ah, itu pasti Rachel.. baiklah aku pinjam penggorenganmu"
Lilian bangkit dari duduknya dan mengambil penggorengan yang berada di atas kompor. ia membuang minyak yang berada diatasnya terlebih dahulu, kemudian..
"KLANG!!"
"Ouch, penggorenganku"
Penggorengan tersebut penyok dan gagangnya patah setelah Lilian memukulkannya ke tembok.
"Sampai nanti"
Ujar Lilian keluar dari rumah.
Rachel yang telah menunggunya di depan segera menyambut dan mengantarnya menuju tempat tinggal Marlin yang berada pada sebuah apartemen di sebelah balai kota.
"Jadi.. Rachel.."
"Ya?"
"Apa ceritamu dengan Marlin?"
Tanya Lilian sambil berjalan bersamanya.
"Hmmmm..."
Rachel memejamkan mata dan melipat tangannya, ia tampak berusaha mengingat-ingatnya.
"8 tahun lalu, saat aku baru pertama kali pindah kesini aku sekolah di SD Grenovle.. saat itu aku kelas 4"
"Lalu?"
"Semua orang nampak tidak menyukai pendatang baru.. jadi.. aku tidak memiliki teman, semua menjauhiku, tak ada yang mau bermain denganku, mereka semua berteman dan bermain tanpa mengajakku, kecuali satu orang.."
"Marlin"
Sahut Lilian.
"Ya.. Marlin, entah mengapa hanya dia yang mau bermain dan berteman denganku, tanpa dibenci oleh teman-temannya; sebelumnya pernah ada seorang anak gadis yang menjadi temanku, tapi kemudian ia diasingkan teman-temannya dan mulai meninggalkanku sendiri lagi, hingga aku bertemu Marlin.. kami bahkan punya markas rahasia!"
"Tapi kulihat sepertinya kalian tidak seakrab itu? Apa yang terjadi?"
"Entahlah, aku juga tak begitu mengerti, tapi sejak 2 tahun lalu, saat kelulusan SMP, Marlin tiba-tiba memutuskan untuk hidup sendiri, tentu saja ayahnya, Mr.Merlin menentangnya.. tapi Marlin tampak tidak perduli, ia tetap bersikeras pada pendiriannya"
Rachel menghela nafasnya, kemudian melanjutkan ceritanya
"Mr.Merlin yang sangat marah padanya tidak lagi membiayai hidupnya, Marlin hanya bertahan dari sisa uang tabungannya yang sudah menipis, hingga kadang ia hanya makan satu hari sekali.. tapi entah mengapa ia menolak pertolonganku, dan orang-orang yang iba padanya, semenjak itu pula ia mulai menutup dirinya dan menjadi seperti sekarang ini.."
"Hingga mulai beberapa hari yang lalu ia membuka usaha reparasi dan mulai menjadi akrab kembali dengan orang-orang disekitarnya, tidak termasuk diriku"
"Tapi.. kenapa kemarin kau menawarkan dirimu untuk mengantarku padanya seakan-akan hubungan kalian tetap seperti dulu? Kenapa?"
Mendengar pertanyaan Lilian, Rachel meregangkan tubuhnya dan tersenyum
"Aku selalu ingin ia kembali seperti dulu.. tanpa pernah terlihat murung, tanpa pernah menyembunyikan apapun. Aku pernah mencoba bicara dengannya.. tapi ia membuatku menyerah.., dan sekarang aku punya alasan untuk dapat bertemu dan berbicara lagi dengannya bukan? Maksudku, mencoba segalanya kembali! Terimakasihku padamu Lilian!"
"Jadi itukah alasanmu.."
"Uh huh, aku hanya ingin kami kembali seperti dulu.. tertawa bersama.. mengobrol bersama.. dan sekarang Lilian berada disini, aku ingin kau mengingatkanku di saat aku hendak menyerah kembali, aku ingin kita bertiga bisa berteman baik bahkan melebihi dulu!"
Jelas Rachel riang disambut oleh senyuman Lilian.
"Aku akan berusaha membantumu Rachel"
"Terimakasih Lilian, biarpun kita baru bertemu, aku merasa kita telah berteman sejak lama!"
"Gadis yang baik.. aku tak dapat membayangkan kekecewaannya jika ia tahu tujuanku yang sebenarnya.. aku merasa kotor.."
Ujar Lilian sedih dalam hatinya.
"Nah kita sudah sampai!"
Pada akhirnya mereka tiba di depan sebuah apartemen bertingkat 4 tepat 2 gedung di sebelah utara balai kota. Mereka naik ke lantai 3 dan mengetuk pintu kamar nomor 302.
Pintu terbuka, meski hanya sekitar 10cm dan cukup untuk mengintip dari dalam. Marlin menunjukkan wajahnya dari balik pintu, ia cukup terkejut melihat siapa yang datang.
"Hai Marlin, selamat pagi!"
Rachel mengucapkan salam padanya, namun ia tidak membalasnya.
"Ada urusan apa kalian kesini?"
Tanyanya dengan dingin.
"Begini, Kemarin Lilian bilang padaku ia ingin memperbaiki sesuatu dan mendengar bahwa kau dapat memperbaiki apa saja! Jadi kuantar dia kesini.. ta-daa!
Marlin lebih terkejut lagi setelah mendengarnya, ia membuka pintunya sedikit lebih lebar dan melihat Lilian juga berada disana, membawa sebuah penggorengan yang rusak.
"Kau bisa menaruhnya di depan dan setelah aku menyelesaikan sisa pekerjaanku, aku akan memperbaikinya.. kemudian aku akan mengantarkannya padamu.. sampai jumpa"
Marlin menutup kembali pintu apartemennya, sementara Rachel dan Lilian pun pergi dari sana.
Rachel menghela nafasnya lega.
"Fuah... akhirnya aku bisa bicara lagi dengannya.."
"Kau tampak senang?"
Tanya Lilian heran saat melihat Rachel tersenyum dan bersenandung gembira.
"Ya! Pada akhirnya aku bisa kembali berbicara dengannya, ini langkah awal yang baik!"
Jawabnya.
"Ya Rachel.. ini langkah awal yang baik.. begitu juga denganku.."
Ujar Lilian dalam hati saat ia dan Rachel berjalan meninggalkan apartemen.
Next chapters: Here
Share This Thread