Seberapa kuat pokemon dalam bertarung, tidak hanya berdasarkan kekuatan pokemon itu sendiri, tapi juga seberapa kuat ikatan yang dimiliki pokemon itu dengan trainernya.
“Wartortle, Water pulse!”, akan kutunjukkan, kekuatan ikatanku dengan Wartortle!
Pidgeotto yang melesat diudara itu seperti tidak dapat tersentuh. Dengan anggunnya, Pidgeotto itu memiringkan sisi kiri tubuhnya, dan membiarkan tembakan pusaran air dari Wartortle menghantam udara kosong beberapa puluh senti dibawah sayap kanannya.
“Dia menghindarinya.. Lagi??” Yuki tidak dapat mempercayai peristiwa didepan matanya. Ini Water Pulse keenam yang ditembakkan Wartortle miliknya, namun bulu-bulu kecoklatan Pidgeotto bahkan belum terkena sedikitpun cipratan air dari serangan tersebut.
Asada Kenji.. anak laki-laki yang dari tadi hanya berdiri diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun itu, tak disangka-sangka ternyata memiliki Pidgeotto sekuat ini.
“Wartortle, Bit.. !!”
Terlambat.. Aerial Ace, sukses mengenai tubuh Wartortle dan menghempaskannya beberapa meter kebelakang. Bersamaan dengan itu, Pidgeotto Kenji kembali melesat keatas, membiarkan Wartortle Yuki jatuh terjerembab ketanah.
“Wartortle, bertahanlah!” teriak Yuki. Ini serangan keempat yang diterima pokemonnya, dan ia tahu betul kalau Wartortlenya itu sudah hampir mencapai batas.
Setelah jurus Water Pulse berhasil dihindari untuk ketiga kalinya, Yuki mengambil kesimpulan kalau tidak ada gunanya lagi mengandalakan Water pulse untuk menjatuhkan Pidgeotto. Diluar dugaan, Pidgeotto itu tidak hanya cepat, namun juga sangat pandai menjaga jarak, dan dapat menghindari semua Water pulse Wartortlenya dengan jarak yang tipis. Tentu saja itu semua dilakukannya tanpa aba-aba dari Kenji.
Untuk menghadapi lawan seperti itu, Yuki harus berhasil membuat Pidgeotto berada dalam jarak yang memungkinkan untuk kemudian diserang oleh jurus jarak dekat milik Wartortlenya. Bite.. Jika satu kali, satu Bite-saja berhasil mengenai Pidgeotto, mungkin keadaan dapat berubah.
Namun hal seperti itu tidak semudah yang dipikirkan. Butuh waktu beberapa saat untuk menggunakan Bite setelah menembakkan Water Pulse, dan sedetik setelah Pidgeotto itu menghindar, Wartortle miliknya akan langsung diterjang dengan Aerial Ace berkecepatan super. Pilihan lain adalah menunggu Pidgeotto itu sendiri menghampiri Wartortle miliknya, tapi hal semacam itu tidak akan pernah terjadi. Ketika Yuki memerintahkan Wartortle untuk diam dan menunggu serangan, dalam keadaan seperti itu Wartortlenya sendiri jadi sangat mudah diserang. Hal itu menyebabkan Wartortlenya terpaksa menerima Air Cutter Pidgeotto dari jarak jauh. Dan Water pulse bahkan tidak sanggup mengimbangi kekuatan Air Cutter tersebut.
Singkatnya, Pidgeotto itu berhasil mengungguli Wartortle milik Yuki di segala aspek yang ada. Namun, Yuki tidak ingin menerima hal ini. Ia percaya bahwa kekuatan ‘ikatannya’, entah bagaimana dapat mengalahkan Pidgeotto liar yang sedang terbang didepan matanya ini.
Bagaimana mungkin ia mau dikalahkan oleh Trainer yang bahkan tidak bekerja sama dengan Pokemonnya. Hal seperti itu..
Asada Kenji.. kau nggak pantas disebut Trainer. Aku nggak mungkin kalah darimu!
Puluhan pisau angin yang mengambil bentuk bulan sabit, dan dihasilkan dari kepakan kedua sayap Pidgeotto itu, menerjang tanpa ampun kearah Wartortle yang kini sedang terdiam karena belum menerima perintah apapun dari Trainernya. Ribuan butir pasir yang berada dibawah lintasan Air Cutter itu terhempas tak beraturan kesegala arah.
“PROTECT!” Yuki berseru keras.
Bola hijau yang mengelilingi sekujur tubuh Wartortle sukses mementahkan puluhan sabit transparan, dan membiarkannya hancur menjadi udara tak berbentuk. Protect bukan jurus sembarangan. Dapat dipastikan bahwa jurus ini dapat mementahkan hampir semua serangan, namun tentu tidak dapat dilakukan terus menerus. Apalagi, kondisi Wartortlenya semakin lama semakin memburuk. Ini mungkin Protect terakhir yang bisa dibuatnya.. kesempatan terakhir. Mulai sekarang, ia tidak boleh mengambil langkah sia-sia, yang dapat berujung pada kekalahannya.
“Maju Wartortle!!” Yuki berteriak sambil mengarahkan jari telunjuknya pada Pidgeotto yang kini sedang terbang ditempat.
Wartortle miliknya mulai berlari kearah Pidgeotto, dan seperti menerima tantangan darinya, Pidgeotto Kenji terbang kebawah, untuk kemudian menukik tajam kedepan.
Pidgeotto Kenji sekarang terbang, hanya satu meter diatas tanah dan menerjang lurus kearah Wartortle dengan kecepatan tinggi. Kedua sayapnya dibentangkan lurus ke kiri dan kanan, dan memperlihatkan efek logam mengkilat.
Steel Wing.
Hanya dalam beberapa detik, jarak diantara kedua pokemon itu kini menyempit hampir tak tersisa.
“SEKARANG WARTORTLE, BITE!!!!”
Tidak kurang dari setengah detik setelah Yuki memberikan aba-aba, Wartorle itu membuka mulutnya dan melompat tepat keatas Pidgeotto. Seakan dapat membaca gerakan ini, Pidgeotto Kenji terbang sedikit menukik keatas, dan memiringkan sayap kanannya untuk kemudian diterjangkan pada Wartortle yang kini berada diudara tanpa pertahanan.
BUAGGHHH!!!! Sisi depan sayap kanan sekeras besi itu dihantamkan dari bawah ke atas pada tubuh Wartortle.
Wartortle Yuki terhempas semakin jauh ke udara, kemudian terjatuh dengan keras, menimbulkan kepulan asap yang mengelilingi tubuhnya yang kini terbaring tak bergerak.
“Wartortle tidak mampu bertarung lagi, pemenangnya Pidgeotto!” , seru pria yang bertugas menjadi wasit itu sambil mengangkat lengan kirinya, dimana Kenji berada di sisi itu.
Yuki mengarahkan Bola Pokemonnya pada Wartortle yang kini tak mampu bergerak lagi. Cahaya merah keluar dari bola Pokemon yang dipegangnya dan menangkap Wartortle miliknya, untuk kemudian dimasukkan kembali dalam kapsul bulat itu. Seakan kehilangan semua tenaganya, Yuki terjatuh dengan kedua pahanya saling berimpitan dan kedua kakinya saling bersilangan satu sama lain diatas tanah arena pertarungan.
“Aku.. kalah...”, katanya sambil memandang tanah dibawahnya, dengan ekspresi seakan tak percaya.
“Pertarungan bagus.. Yuki-Chan,” kata Azusa yang sedang berjalan kearahnya.
“Azusa.. san.. kenapa?”
“Hmm??”
“Dia.. membiarkan Pidgeottonya bertarung sendirian.. Kenapa anda memperbolehkan orang yang bahkan tidak peduli pada Pokemon miliknya sendiri bertugas sebagai penjaga Gym?” Yuki berkata sambil mengadahkan wajahnya pada Azusa.
“Tidak peduli pada Pokemonnya hee?” Azusa tersenyum dan menoleh ke seberang Arena.
Tepat disamping Kenji, yang kini sedang dipeluk oleh Shina, adalah Pidgeotto yang tadi berhasil menghajar Wartortlenya tanpa ampun. Pidgeotto itu, dengan senang hati membiarkan dirinya dielus oleh Kenji. Mata setajam pisau yang sejak tadi dipasangnya saat bertarung, telah berganti dengan mata yang terpejam diakibatkan rasa nyaman yang menyejukkan.
“Di matamu, apa dia terlihat seperti Trainer yang tidak peduli pada Pokemonnya?”
Yuki terdiam sesaat melihat adegan itu, kemudian menggeleng pelan. Ia pun berdiri perlahan, dengan wajah masih tertuju pada lawannya itu, lalu berjalan lurus menghampirinya.
Azusa tidak bergerak dari tempatnya, dan hanya mendesah pelan sambil tersenyum.
Di sisi lain Arena pertarungan, Kenji tampak berusaha menjauhkan Shina yang kini sedang memeluk erat tubuhnya.
“Hentikan, Shina!”
“Tapi aku ingin memberikan selamat pada Onii-chan, biarkan aku memberikan ciuman hangat pada Onii-chan sebagai hadiah~”
“A.. aku nggak butuh hal seperti itu!!”
Telapak tangan kanan Kenji menempel pada sisi kiri pipi Shina, berusaha menjauhkan wajah adiknya itu dari wajahnya sendiri, dan tangan kirinya menangkap tangan kanan Shina yang melingkar kuat di pinggangnya. Dalam usahanya itu, ia menyadari keberadaan Yuki yang sedang berjalan menghampirinya.
“Y.. yo,” Kenji menyapa dengan canggung, tanpa sedikitpun mengurangi tenaga di kedua tangannya yang kini tampak bergetar menahan tenaga dorongan dari arah sebaliknya.
“Kenapa, Pidgeotto milikmu bisa sekuat itu tanpa menerima satupun perintah darimu?” Yuki berujar pelan.
Menerima pertanyaan dari Yuki, Kenji langsung menunjukkan ekspresi bingung. Sejenak, ia memandang kearah Pidgeottonya, dan Pidgeotto itu balik memandang kearah Kenji.
“Uun.. bagaimana mengatakannya ya..”, Kenji menaikkan sisi kanan mulutnya, ia tampak kesulitan menjawab pertanyaan sederhana Yuki, “Hanya saja, yang satu ini ‘selalu bisa terbang ketempat yang kuinginkan’.”
“Huh?” Sekarang Yuki yang tampak kebingungan.
“Kamu tahu, ia sering menghindar tepat kearah yang kuinginkan, dan mengeluarkan jurus yang kupikir adalah pilihan terbaik untuk situasi terkini. Yah, meskipun nggak selalu sih. Steel wing yang terakhir itu, kupikir Air Cutter akan lebih mempermudah keadaan, namun Pidgeotto ini tampaknya lebih menyukai tantangan.. dan, yah seperti itulah kira-kira,” ujar Kenji sambil memutar kedua bola matanya keatas. “Ia juga tampak nggak kesulitan dalam pertarungan tadi, makanya kupiki lebih baik kalau..”
Yuki agak terlonjak mendengarnya.
“Jadi, kamu mau mengatakan kalau aku dan Wartortle..” Gadis itu mengepalkan kedua tangannya sampai bergetar. Terlihat aura merah dingin seperti sedang memancar dari sekujur tubuhnya.
“Su.. Sumimasen! Aku nggak bermaksud..” Kenji langsung sadar kalau kalimat terakhir itu sangat-sangat tidak perlu untuk diucapkan. Keringat dingin langsung bercucuran di wajahnya.
Tapi hal yang selanjutnya terjadi tidak berjalan sesuai prediksinya. Yuki melonggarkan kedua pundaknya yang dari tadi tampak tegang, kemudian menundukkan wajahnya.
“Begitu ya.. ternyata, ‘ikatanku’ masih belum cukup kuat,” kata gadis itu dengan suara yang hampir tak terdengar. Yuki memejamkan matanya sejenak, kemudian tersenyum dan berkata, “Aku kalah.. Terimakasih sudah bertarung denganku.”
Kenji terdiam selama beberapa detik melihat gadis didepannya itu.
“A.. aah, sama-sama.. kamu sebaiknya membawa Wartortle itu ke Pokemon Center sekarang.”
“Un,” Setuju dengan pendapat Kenji, Yuki menganggukkan kepalanya.
“Nnggak ada pemandangan yang lebih baik selain melihat dua orang Trainer yang saling akrab setelah pertarungan hebat, kan?” Azusa berujar sambil tersenyum lebar sampai-sampai kedua matanya tampak seperti terpejam.
“Onee-san, sudah kubilang kalau aku..”
“Kamu bebas menyusun alasan, tapi nggak bisa dipungkiri kalau pertarungan tadi benar-benar menyenangkan, bukan?”
“Nggak mungkin...” Kenji berkata sambil memperlihatkan ekspresi masam wajahnya.
“Bukankah begitu, Pidgeotto?” Azusa tersenyum sambil mengelus kepala Pidgeotto tanpa mempedulikan respon adiknya.
“Oi.. oi..”
“Yuki-chaan~ boleh aku bicara sebentar denganmu habis ini?” Azusa kemudian memandang kearah Yuki, lagi-lagi tidak mempedulikan protes adik laki-lakinya itu.
“Uh.. Umm, tidak masalah denganku,” jawab Yuki canggung.
*
“Onii-chan, aaa~” Shina mengarahkan Sumpit penuh nasi pada Kenji yang sedang duduk disebelahnya.
“Hentikan Shina, itu memalukan..” Kenji tidak mempedulikan niat adik perempuannya itu, dan malah memasukkan nasi dari kedua sumpitnya sendiri.
“Tapi aku masih sangat bersemangat melihat Onii-chan bertarung seperti tadi. Rasanya ada bagian yang bergetar dalam tubuhku..” Shina berkata dengan wajah memerah.
“Hoo.. Shina tampaknya sudah tumbuh menjadi gadis seperti ini, sudah kuduga Kenji, Kamu memang..” Azusa berkata sambil mencondongkan wajahnya kedepan dan menopang dagunya dengan kedua punggung tangannya.
“Tumbuh apanya hah,” kata Kenji pada Azusa yang sedang menyunggingkan senyum mengejek.
“Onii-chan tadi pagi keren sekali, tubuh Shina rasanya panas, karena Onii-chan.. Onii-chan,” Shina mulai mengeluarkan desahan aneh dan mendorong wajahnya kearah Kenji.
“Tolong hentikan pembicaraan yang bikin orang lain salah paham seperti ini!” Kenji berkata dengan tegas sambil menggunakan telapak tangan kanannya untuk menahan wajah Shina. Ia kemudian melempar pandangannya pada Yuki yang sedang duduk disamping Azusa sambil tertawa kecil melihat tingkah laku mereka. Ia penasaran apa saja yang dikatakan Azusa padanya tadi pagi, usai pertarungan.
Meski penasaran, ia malas memikirkannya saat ini. Jadi ia menyimpulkan kalau hal itu tidak ada hubungan dengan dirinya sama sekali.
“Onii-chaan~ aku nggak keberatan kalau kita tidur bersama.. Malam ini, aku rela memberikan semua...”
“Sudah kubilang Hentikaann!!!”
Tapi, ia salah besar.
Share This Thread