Originally Posted by
johncena~
SANG BUMI KHAM JEJAMA, SANG BUMI DI TANOH LAMPUNG
Lampung sai…..!
sang bumi khua jukhai
Demikian sepenggal kutipan lagu yang cukup terkenal pada sebahagian masyarakat lampung, namun sayangnya tak banyak yang paham atau mengerti tentang arti dan makna filosofis dari sepenggal kalimat diatas. Dalam tulisan ini pembahasan bukan pada persoalan yang tibul diatas namun fokus kepada fenomena yang timbul di bumi lampung tercinta. Ketika saya pulang pada waktu liburan bulan agustus 2007 kemarin, terdapat papan iklan berukuran besar yang terpasang dipinggir jalan raya yang didalamnya bertuliskan “ Sai bumi Ruwa Jurai”. Dan tidak hanya itu saya pun pernah membaca disebuah buku yang berjudul “Kiyai Udin” buku yang menceritakan biografi sang gubernur lampung yang didalam nya banyak sekali kata- kata “sai bumi ruwa Jurai” serta masih banyak lagi pengalaman lainya khusus berkenaan dengan kata-kata diatas. Sebenarnya jika kita perhatikan dari kata “Sai Bumi Ruwa Jurai” memang tak memiliki unsur yang perlu untuk diperdebatkan, toh arti dan maksud dari kata tersebut tidak jauh berbeda dengan kata awalnya” sang bumi ruwa jurai” yang saya anggap kata ini adalah ungkapan warisan dari tokoh lampung terdahulu. Namun yang menjadi perhatian saya adalah ketika kita tidak mengetahu alasan apa dan mengapa kata “ Sang” berubah/berkembang menjadi “Sai”. Sepele memang persoalannya, namun bagi saya ini merupakan hal yang substansial dan perlu dipecahkan agar tidak terjadi kerancuan dalam makainya. Seringnya kita sebagai masyarakat awam hanya menganggap hal- hal seperti ini adalah sesuatu yang remeh padahal kita tidak tahu bagaimana perjuangan para tokoh pendiri lampung terdahulu untuk menciptakan dan mewujudkan kalimat bermakna besar ini”Sang Bumi Ruwa Jurai”
Sedikit telaah teoritis mengenai kata”Sang”, bahwa didalam kamus bahasa lampung hasil susunan Drs.H.Fauzi Fattah, MM.(penterjemah bahasa belalau dan pesisir), M.Daud HS.(pubian dan sungkai), H.Ramli Usman (abung), dan Drs.Abu Thalib Khalik, M.Hum.(tulang bawang), terbitan Gunung Pesagi tahun 2002, disebutkan bahwa kata se- terjemah dalam bahasa lampung adalah sanga/sango (sang) berturut-turut menurut dialek A/O. Pengambilan kata “sang” untuk kalimat “sang bumi ruwa jurai” bertujuan agar kedua dialek A/O dapat sama-sama menggunakannya. Kata se- sendiri memiliki tafsiran atau tujuan untuk menyatukan beberapa komponen menjadi satu dalam satu sifat, contohnya kata sebangsa, sehati, sejalur dan yang lainya, kata-kata tersebut semuanya berpengertian bahwa ada beberapa komponen didalamnya yang ingin di satukan dalam satu sifat.
Dengan kata lain bahwa arti sang = se, bumi=bumi, ruwa=dua, jurai=cabang, maknanya adalah didalam satu bumi (lampung) terdapat dua cabang yakni pesisir dan pepadun, dalam tafsiran lain disebut dengan penduduk pendatang dan asli. Kedua komponen besar ini ingin disatukan dalam kalimat “sang bumi ruwa jurai”.
Untuk itu setidaknya ada dua pesan yang dapat kita petik daripenjelasan makna kata “sang bumi ruwa jurai” diatas yaitu, pertama, kalimat itu adalah kalimat yang bertujuan untuk menyatukan dua jurai besar dilampung, kedua, kalimat tersebut adalah kalimat warisan dari para tokoh terdahulu dilampung yang menjadi kalimat dalam pita pada lambang provinsi lampung .
Nah! sekarang yang tidak kita ketahui adalah mengapa harus muncul kalimat baru”Sai bumi ruwa jurai”? padahal kalimat terdahulu memiliki makna yang begitu luhur dan mendalam. Terlepas dari banyaknya perbedaan bahasa dilampung yang merupakan tanda bahwa kita kaya akan budaya, setidaknya dalam melakukan sesuatu, apa lagi yang berhubungan dengan adat atau budaya, kita haruslah tahu bahkan memahami makna luhur yang terkandung didalamnya.
menurut saya lagu bang iful itu bukanlah sebagai angin besar yang dapat membuat kalimat sang bumi berubah atau sebaliknya, tapi jika ditilik diatas struktur dan pemaknaan yang pas menurut masyarakat yang tidak memiliki kepentingan lain ialah kata "SANG BUMI KHUWA JUKHAI"
("Terkait ’sosialisasi’ Sai Bumi Ruwa Jurai yang memang dikesankan untuk ‘menggeser’ Sang Bumi Ruwa Jurai, saya pribadi mengakui hal tersebut memang dilakukan dengan sengaja.")KUTIPAN DARI TULISAN SESEORANG
karena banyak sekali sekarang ini gejala-gejala improfisasi dari pemerintah daerah khususnya yang kurang mengindahkan makna yang menjadi junjungan masyarakat, mentradisi dimasyarakat.
Share This Thread