Results 1 to 14 of 14
http://idgs.in/629458
  1. #1
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default Pact of Silence #2

    W kasih judul cerita ini Pact of Silence #2, karena cerita ini masih memiliki hubungan erat dgn Pact of Silence pertama. Tp kisah ini jg memiliki alur tersendiri, yg terpisah dr bagian pertamanya.

    Spoiler untuk Part 01 :
    1. Death of Young Artist
    “Rhien... Rhien...”

    Suara itu terdengar begitu jauh. Bahkan selama beberapa saat, gadis berambut coklat dan bermata indah itu, tak menyadari kalau nama yang didengarnya adalah namanya sendiri.

    Sampai akhirnya orang itu berdiri tepat di depan wajahnya.
    “Hey, Rhien ! Kalau dipanggil, jawab dong !”

    “Ah...”, lalu Rhien baru melihat ke arah orang yang memanggilnya.

    Di hadapannya, tampak seorang laki-laki muda berseragam garis-garis, sedang menatapnya dengan tajam.

    Dengan pandangan menerawang, seakan tak melihat laki-laki di hadapannya itu, Rhien bertanya, “Ada apa, Pak kepala ?”

    Wajah laki-laki itu tampak memerah menahan kesal.
    “Rhien, aku sudah bilang berulang kali; Jangan panggil aku Pak kepala ! Panggil aku dengan namaku, Gregory.”

    Masih tetap dengan sikap acuhnya, Rhien kembali bertanya, “Baik. Ada apa, Pak Greg ?”

    Gregory hanya menggelengkan kepala sambil menghela nafas.
    “Ada pesenan. Daripada kamu bengong begitu, mendingan kamu anterin pesenan ini.”

    Rhien menengok ke arah kantong plastik yang dibawa oleh Gregory, lalu menerimanya.

    “Ok. Kemana aku harus mengantarnya ?”

    Gregory melihat catatan yang dibawanya.

    “Sepertinya, sebuah apartemen di daerah pinggiran kota. Setahuku, daerah itu merupakan daerah yang sepi, jadi jujur aja, aku bingung ketika orang itu menyebutkan alamatnya.”

    Rhien mengambil catatan Gregory dan melihatnya.

    “Maaf Pak, apa boleh tahu, seperti apa orang yang memesannya ?”

    “Dia memesan lewat telepon, jadi aku tidak melihatnya dengan langsung. Tapi dari suaranya, sepertinya seorang wanita setengah baya.”

    “Wanita setengah baya ? Hmm, memang aneh.”

    Usai berkata demikian, Rhien bangkit, lalu sambil membawa kantong plastik itu, ia pergi keluar.


    Siang itu, langit tampak cerah. Sinar mentari terasa begitu terik, dan orang-orang beraktivitas di luar ruangan dengan semangat. Tetapi di daerah apartemen tujuan Rhien, tak tampak seorang-pun di jalan.

    Seperti kata Pak Greg, tempat ini memang sangat sepi.

    Banyak tanah kosong di daerah tersebut, dan hanya ada satu dua buah bangunan yang ada di sekitar situ. Salah satunya adalah gedung lima tingkat, yang menjadi tempat tujuan Rhien.
    Rhien menghentikan sepedanya, lalu memandang gedung di hadapannya itu. Semua pintu dan jendela di gedung apartemen tersebut tertutup, dan tidak ada tanda-tanda ada yang tinggal di situ. Sekali lagi Rhien melihat ke alamat yang tertulis di catatan itu, lalu melihat ke arah papan nama apartemen tersebut. Ia-pun menghela nafas.

    Benar, alamatnya di sini. Aah udahlah, aku cuma disuruh anterin doank. Abis itu, aku langsung balik ke restoran aja.

    Walau merasa enggan, tapi Rhien memaksakan diri untuk memasuki apartemen itu.

    Hmm... kamar 305, yang berarti ada di lantai 3. Tapi, di mana tangganya ?

    Setelah mengitari gedung, Rhien menemukan tangga menuju lantai atas yang terletak di sisi kanan gedung. Dan akhirnya, Rhien tiba di depan pintu apartemen yang dimaksud; Sebuah pintu kusam, dengan angka ‘305’ yang cukup besar tertera pada pintu tersebut. Sama seperti lainnya, jendela apartemen tersebut tertutup rapat. Akan tetapi ada satu perbedaan besar, yaitu pintu itu sudah sedikit terbuka. Rhien-pun mengetuk pintu.

    “Helo, saya Rhien dari Restoran Gregory’s Kitchen, saya membawakan pesanan Anda.”

    Sunyi, tanpa jawaban. Dan Rhien masih mengetuk pintu beberapa kali, sambil mengulang kata-katanya. Tapi tetap tidak ada suara apapun dari dalam apartemen tersebut.

    Akhirnya karena kesal, Rhien membuka pintu lalu masuk ke dalam ruang apartemen itu. Hanya ada sebuah ruangan ketika Rhien memasukinya. Ruangan itu agak gelap, dan satu-satunya sumber cahaya adalah sebuah jendela besar yang tertutup tirai tipis. Di tengah-tengah ruangan tersebut, tampak siluet seseorang sedang duduk di hadapan sebuah kanvas. Rhien-pun mendatangi orang itu.

    “Hey Tuan, kalau dengar, kenapa diam...”

    Kata-kata Rhien terputus, melihat kondisi orang itu; Tangannya yang terlihat seperti sedang memegang kuas, ternyata justru tertembus oleh kuas itu, dan mata yang menatap hampa ke arah kanvas, membuat Rhien sadar, di hadapannya itu bukanlah seseorang, melainkan sesosok mayat !
    Last edited by Rivanne; 08-05-13 at 02:11.
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  2. Hot Ad
  3. #2
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Spoiler untuk Part 02 :
    Kantung plastik yang berisi pesanan yang dipegangnya terjatuh, tapi Rhien berhasil menahan diri untuk tidak menjerit. Rhien menutup mulutnya dengan salah satu tangannya, sementara tangan lainnya berusaha mencari pegangan, dan ia berpegangan pada sandaran kursi tempat mayat itu.

    Ke.. kenapa.. ada mayat.. di sini ?

    Sekilas ia teringat akan kata-kata Gregory, “Tapi dari suaranya, sepertinya seorang wanita setengah baya.

    Kurasa, nggak mungkin Pak Greg salah dengar. Jadi, mengapa... ?

    Tiba-tiba Rhien menyadari sesuatu; Sesuatu yang mengerikan...

    Apa mungkin, yang menghubungi kami sebenarnya.. adalah Si Pembunuh ? Kalau begitu, semua ini adalah.. jebakan !

    Baru saja Rhien berpikir demikian, ketika tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki dari arah pintu masuk.

    “Aneh, kok pintu ini terbuka ? Bukannya pemuda itu bilang...”

    Kata-kata itu terputus, ketika orang yang baru masuk ke ruangan tersebut melihat Rhien.

    “Hey, kamu siapa ?!”

    Rhien segera menarik tangannya dari sandaran kursi, dan untuk sesaat, Rhien merasa ragu.

    Apa sebaiknya aku berkata jujur, ataukah lebih baik aku berusaha kabur ?

    Tapi rupanya laki-laki itu terlebih dahulu melihat mayat tersebut. Matanya terbelalak, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Rhien, dan menatap Rhien dengan tajam.

    “Ka.. kamu... !”

    Dengan cepat, Rhien memotong kata-kata orang tersebut.

    “Bukan aku pelakunya ! Ketika aku datang, dia udah seperti ini !”

    Tanpa memperdulikan protes Rhien, laki-laki itu mencengkram lengan Rhien dengan kasar.

    “Sudah kubilang, bukan...”

    “Kata-kata pembunuh mana bisa dipercaya ! Sekarang, ikut aku ke kantor polisi !”

    Kemudian laki-laki itu berjalan keluar ruangan, sambil terus menarik lengan Rhien.


    “Jadi, kamu adalah pegawai restoran, dan ketika mengantarkan pesanan, kamu menemukan kalau pemuda itu telah menjadi mayat. Benar begitu ?”

    Rhien mengangguk. Saat ini, ia berada di halaman gedung apartemen tersebut, berdiri di hadapan seorang petugas kepolisian yang sedang mencatat pernyataannya.

    Laki-laki yang tadi menangkapnya langsung memprotes.
    “Jangan percaya, Pak polisi ! Tadi aku liat sendiri, dia membunuh pemuda itu !”

    Rhien langsung menengok ke arah laki-laki tersebut dengan pandangan tajam.
    “A.. apa kamu bilang ?!”

    Petugas itu segera menahan Rhien.
    “Anda adalah penjaga gedung apartemen ini, benar ? Bisa tolong ceritakan, apa yang Anda lihat ketika menangkap gadis ini ?”

    Laki-laki itu mengangguk dengan penuh semangat.
    “Aku sedang berkeliling untuk memeriksa keadaan. Sampai di depan ruang 305, aku kaget, soalnya pintunya terbuka. Aku ingat, pemuda yang menyewa ruang 305 sudah memperingatkan, agar jangan ada yang mengganggunya. Karena curiga, aku-pun masuk. Saat itulah aku melihat, gadis ini sedang menusuk pemuda tersebut !”

    Petugas itu mengalihkan pandangannya ke arah Rhien.
    “Apa benar yang dikatakannya ?”

    Dengan acuh, Rhien-pun menjawab, “Kalau kubilang nggak, apa Anda percaya ?”

    Petugas itu terdiam sejenak, berpikir. Tiba-tiba seorang petugas lainnya datang menghadap dan memberi hormat.

    “Sersan Oswald, kami sudah selesai memeriksa mayatnya ! Sekarang kami akan membawanya ke mobil !”

    Polisi yang dipanggil Sersan Oswald itu menengok lalu bertanya, “Dari pemeriksaan awal, kira-kira kapan korban meninggal, dan apa penyebab kematiannya ?”

    “Kami belum melakukan otopsi, tapi dilihat dari kondisi mayat, kemungkinan kematiannya terjadi belum terlalu lama. Dan penyebab kematiannya, sepertinya akibat racun.”

    “Racun ?”

    Petugas itu mengangguk.
    “Ya, tidak terlihat ada luka luar, dan tubuhnya menunjukkan gejala-gejala keracunan. Apa boleh kami bawa mayatnya sekarang ?”

    Sersan Oswald-pun mengangguk. Setelah petugas tersebut pergi, Sersan Oswald menatap tajam ke arah laki-laki penjaga apartemen tersebut.

    “Nah, Anda sudah mendengar sendiri laporan petugas forensik. Apa Anda masih bersikeras, kalau Anda melihat gadis ini menusuk korban ?”

    Laki-laki itu hanya terdiam. Sementara Rhien memandang Sersan Oswald.

    “Kalau gitu, apa aku bisa pergi sekarang ?”

    “Maaf nona, tapi Anda dan tuan penjaga ini tetap harus ikut kami ke kantor polisi. Kami masih harus memastikan laporan kalian dengan saksi-saksi lainnya.”

    Dan Rhien-pun menghela nafas penuh kekecewaan.
    Last edited by Rivanne; 08-05-13 at 02:12.
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  4. #3
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Spin off dari Pact of Silence ? tapi heroine-nya pegawai restoran? bukan di sekolah lagi, duh

    Itu laki-laki yang nuduh Rhien kok **** amat kesaksiannya. Kalo ada petugas forensik, berarti sidik jari bisa diperiksa, kesaksiannya bisa langsung dibantah lah

    Seperti biasa, alurnya cepet banget, minim penjelasan latar, banyak di dialog, kalo diliat dari sisi lain, ga basa-basi gak banyak bacot, JEBRETT langsung masuk ke jalan cerita!

    Bagus juga kalo orang yang baca ga suka penjelasan 'bertele-tele'. Tapi karena minim penjelasan, tau-tau uda ada yang mati, yang baca bisa bingung. Sekali lagi kalo diliat dari sisi lain, cerita ini jadi keliatan misterius, & membuat penasaran

    Last, it goes without saying that this one's antoher fine example of WALL OF TEXT, GEEZZ

  5. #4
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Heroine-nya (Rhien) cm kerja paruh waktu di restoran itu. Dia masih sekolah kok ^^
    Ttg kesaksian ****, memang sengaja w ksh kayak gitu. Banyak org di dunia ini, begitu melihat sesuatu, langsung mengambil kesimpulan dan menuduh orang lain, makanya w ksh karakter laki-laki yg menjadi penjaga apartemen tsb.
    Kalau ttg masalah minim penjelasan, ini memang memakai alur terbalik. Alias, penjelasan ttg latar belakang dll itu akan ada di belakang ^^ Agak jarang sih w pake cara ini, tp khusus utk cerita 1 ini, semua penjelasan itu di belakang... yg plg dekat, adalah latar belakang dr si korban ^^

    Dan yg terakhir ttg 'Wall of Text'... oK2, w benerin secepatnya deh ^^a

    Spoiler untuk Part 03 :
    Setelah menjalani pemeriksaan sekitar 5 jam, dengan ditambah kesaksian dari Gregory mengenai telepon pemesanan itu, akhirnya Rhien diperbolehkan pulang.

    Sambil berjalan keluar dari kantor polisi bersama dengan Gregory, Rhien-pun terus mengoceh.

    “Mereka bener-bener keterlaluan ! Padahal udah berulang kali kubilang, aku nggak membunuh pemuda itu. Tapi mereka tetap menatapku penuh curiga, dan tetap maksa aku untuk ngaku !”

    “Ya, setidaknya petugas yang menangkapmu, percaya kalau kamu nggak salah, kan Rhien ?”

    Rhien mengangguk.
    “Iya sih. Tapi tetep aja...”

    Kata-kata Rhien terputus ketika ada suara melengking di luar kantor polisi.
    “A.. apa-apaan ini ?! Kenapa polisi bisa melepaskan pembunuh ini ?!”

    Baik Rhien maupun Gregory menengok ke arah datangnya suara. Tampak seorang gadis muda berambut hitam, sedang menatap Rhien dengan penuh amarah.

    Wajah gadis ini.. mirip dengan pemuda yang tewas itu...

    Sersan Oswald, yang sedang berjalan bersama gadis itu, berusaha menenangkannya.
    “Sabar, Nona Ivanka. Tadi sudah saya katakan bukan, kalau gadis itu bukan pembunuh saudara Anda. Dia hanya kebetulan menemukannya.”

    Gadis yang dipanggil Ivanka itu menepis tangan Sersan Oswald dari bahunya.

    “Alasan saja !”, lalu sambil menunjuk ke arah Rhien, ia-pun melanjutkan, “Dia membunuh Kak Ivan, terus pura-pura menemukannya !”

    “Tapi tidak ada satu-pun bukti yang menunjukkan bahwa Nona Rhien-lah pembunuhnya.”

    Ivanka hanya menatap tajam ke arah Rhien selama beberapa saat.

    “Bukti ? Kalian ingin bukti ? Baik, aku akan menemukannya ! Akan kutunjukkan, kalau polisi dari negaraku bisa bekerja lebih baik daripada kalian semua !”

    Usai berkata demikian, Ivanka berbalik dan pergi.


    Selama beberapa saat, semua yang ada di tempat itu hanya terbengong melihat kepergian Ivanka.

    Sampai akhirnya Sersan Oswald mendatangi Rhien.
    “Nona Rhien, maaf atas kejadian barusan. Gadis itu adalah...”

    “... saudara kembar korban, benar kan ?”, lanjut Rhien.

    Sersan Oswald mengangguk.
    “Nama korban adalah Ivan, dan nama gadis tadi Ivanka. Sepertinya Nona Ivanka yakin, bahwa Anda-lah pembunuh saudara kembarnya, padahal sudah saya katakan hal itu nggak mungkin.”

    Sebelum Rhien bertanya lebih lanjut, tiba-tiba Gregory menyela percakapan mereka.
    “Pak polisi, saya hanya ingin bertanya, apa maksud kata-kata terakhir Nona Ivanka ? Dia bilang, ingin menunjukkan kalau polisi dari negaranya bisa bekerja lebih baik ?”

    Gregory sengaja menekankan kata-kata ‘dari negaranya’. Sersan Oswald-pun menengok ke arah Gregory.

    “Anda adalah.. Tuan Gregory, pemilik restoran tempat Nona Rhien bekerja, benar ?”, lalu Sersan Oswald mengangguk, “Itu pertanyaan bagus. Baik korban maupun Nona Ivanka, bukan berasal dari negara ini. Itu juga yang sedang kami selidiki.”

    “Eh ? Apa maksud Anda ?”

    Wajah Sersan Oswald berubah menjadi serius ketika menjawab, “Sebenarnya, korban adalah seorang pelukis muda jenius, yang sangat terkenal, terutama di negara asalnya. Tapi, sekitar 6 bulan yang lalu, tiba-tiba Tuan Ivan menghilang. Tidak ada seorang-pun yang mengetahui keberadaannya, bahkan termasuk Nona Ivanka, yang adalah saudari kembarnya.”

    “Menghilang ?”, Rhien menaikkan alisnya, menunjukkan rasa penasarannya.

    “Benar. Diperkirakan, pada saat itu, Tuan Ivan datang ke negara ini. Tapi ketika pihak kepolisian menanyakan masalah ini pada pihak imigrasi, mereka mengatakan tidak pernah ada catatan Tuan Ivan masuk ke negara ini. Inilah yang sedang kami selidiki; Bagaimana Tuan Ivan bisa masuk ke negara ini secara diam-diam, lalu ditemukan terbunuh 6 bulan kemudian !”


    Dan berikutnya, akan masuk Bab 2 ^^
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  6. #5
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Pact of Silence aja blom gw baca baru nengok doang #plak


    Lagi", 5 menit selesai (lamaan ngetik postnya )

    Kebanyakan udah diambil peyot komentarnya. Jebrak jebruk duar mati.
    Tapi okelah karena rencananya ini plotnya reverse chronological, jadi memang bagusnya begitu. jadi, awas klo sampe makin ke belakang ga detail, gw cium lu #eh


    Yang cukup menggelitik gw adalah... di sini:

    Nuduhnya gini: "...Saat itulah aku melihat, gadis ini sedang menusuk pemuda tersebut !”
    Gw malah sempet ngira kalo si pria yang mendadak dateng itu rabun Soalnya ga ada deskripsi tangannya Rhien nyentuh mayatnya.
    Kalo misal si penjaga apartemen masuk pas Rhien masih deket mayat (dan megang si mayat), oke logis.
    Ini tangannya pun ga ada gerak gerik mencurigakan. (cuma nutup mulut sendiri -pake 2 tangan pula- + kantong isi makanannya jatoh)

    Orang normal pun gw yakin seyakin-yakinnya ga bakal sampe nuduh "menusuk". Kalo nuduh "membunuh" masih oke.
    Kecuali buta/rabun.
    hihi:

    Gw cukup concern dengan deskripsi, so...


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  7. #6
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Yaaaww... ampoen Lun2... jgn cium gw, wkwkwk...

    Nah, itu masukkan bagus. W lupa ksh penjelasan, kalau kenyataan ketika penjaga apartemen itu masuk, posisi Rhien itu secara nggak langsung menutupi posisi mayat, plus kondisi ruangannya gelap. Jd yg terlihat, hanyalah siluet akibat cahaya dari jendela. Posisi Rhien yg membelakangi pintu masuk, plus posisi tangannya itu, tertangkap seperti sedang menusuk mayat bagi Si penjaga. Nanti w tambahkan deskripsi lagi deh, and th'x atas masukkannya ^^

    Ttg Reverse Chronological, tenang aja, pasti w jelasin semua di akhir deh, fufufu... (kebiasaan)

    Dan... baca dong Pact of Silence yg aslinya ^^ Itu kasus2 kematian (W sengaja nggak bilang pembunuhan, fufufu) di sebuah sekolah, di mana posisi mayat itu diposisikan mirip dgn patung2 unik nan mengerikan yg menghiasi sekolah tsb. Nah, latar belakang pembuatan patung yg masih misteri, ditambah Sang pemahat yg mempunyai slogan 'Seni harus dinikmati dalam Diam', plus jg seorang suster yg menjalani 'Pact of Silence' alias 'Sumpah Diam', menjadi latar belakang misteri kematian2 tsb ^^ BTW tuh suster menjalani sumpah diam, jd kalau ingin berkomunikasi, dia melakukannya lewat buku gambar ^^
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  8. #7
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Ahaha... lama jg ya w buat perbaikannya ^^a Akhirnya w nyerah deh, ada sedikit perubahan ^^ Maklum, lg seru nonton Psycho Pass dan Zetsuen no Tempest ^^a

    Spoiler untuk Part 04 :
    2. Dua Karya Terakhir

    Kelahiran adalah sesuatu yang membahagiakan, dan dinanti oleh seluruh keluarga.
    Karena dengan kelahiran, maka akan muncul kehidupan baru di muka bumi ini.
    Tetapi... tidak sedikit pula terjadinya kelahiran yang tidak diinginkan...
    Dan juga... takdir tragis yang menanti mereka, yang terlahir dalam kondisi demikian...


    Ivanka termenung menatap hampa dari dalam taksinya, ke sepanjang jalan yang dilalui.

    Sejak terlahir ke dunia ini, kita selalu berdua. Tapi mengapa ? Mengapa 6 bulan yang lalu, kakak pergi tanpa memberitahuku ? Dan sekarang, kenapa kakak.. meninggalkanku sendirian di dunia ini ?!

    Perlahan, air mata mengalir di pipi Ivanka. Kemudian ia memejamkan matanya, mengingat kebersamaan terakhirnya dengan Ivan, kakak kembarnya...

    Udara dingin menjelang akhir tahun, terasa begitu menusuk tulang. Di sebuah kamar kecil, Ivanka yang terbangun pagi itu, memilih untuk kembali tidur sambil merapikan selimut yang menutupi tubuhnya. Tapi baru sejenak Ivanka memejamkan matanya dan mulai terlelap, ketika seseorang menarik selimutnya dengan paksa.

    “Dasar pemalas ! Cepat bangun, masih banyak kerjaan !”

    Ketika membuka matanya, Ivanka melihat seorang wanita setengah baya dengan pakaian dan rambut acak-acakan, menatapnya dengan tajam.

    Ivanka-pun menghela nafas.
    “Baik, bibi.”

    Wanita itu berjalan keluar mendahului Ivanka, sambil menggerutu.
    “Padahal aku udah bilang berulang kali, nggak usah memungut mereka ! Yang cowok sih masih mending, seenggaknya gambar-gambarnya masih bisa laku dijual. Tapi yang cewek, sama sekali nggak berguna !”

    Ivanka hanya terdiam sambil mengikuti wanita tersebut.

    Hari menjelang siang ketika Ivan masuk ke rumahnya. Ivanka sedang menyiapkan hidangan santap siang.

    “Selamat datang, Kak.”, sambut Ivanka dengan lembut.

    Ivan memegang bahu adiknya itu sambil tersenyum.
    “Ivanka, di mana paman dan bibi ?”

    Ivanka menatap kakaknya itu dengan bingung.
    “Paman sedang memotong kayu di halaman belakang, dan bibi lagi mencuci pakaian. Memang kenapa, Kak ?”

    “Ah nggak, ada yang ingin kubicarakan dengan mereka.”

    Usai berkata demikian, Ivan langsung berlari menuju halaman belakang. Sementara Ivanka hanya terbengong di tempatnya.


    Tak berapa lama kemudian, terdengar suara-suara dari halaman belakang. Ivanka merasa penasaran, lalu ikut pergi ke halaman belakang. Tapi langkahnya tiba-tiba terhenti, ketika ia mendengar suara pamannya.

    “Kamu yakin dengan hal ini, Ivan ?”

    “Ya, paman. Saya dan Ivanka sangat berterima kasih pada paman dan bibi, yang telah memungut dan merawat kami. Tapi sekarang, saya sudah punya pekerjaan, dan nggak ingin merepotkan kalian lagi.”

    DEG ! Ivanka terkejut mendengar kata-kata Ivan.

    Kemudian, ia mendengar suara bibinya.
    “Nggak merepotkan kok, kamu dan Ivanka sudah kami anggap sebagai anak kami sendiri. Benar kan, suamiku ?”

    “Ya, itu benar, Ivan. Apa nggak lebih baik kamu pikirkan dulu masalah ini ?”

    “Maaf paman dan bibi, tapi hal ini sudah saya pikirkan masak-masak. Dan satu hal lagi. Paman dan bibi nggak perlu khawatir, semua biaya dan pengeluaran selama mengurus kami, akan saya lunasi.”

    Bola mata Ivanka terbelalak.
    Kenapa tiba-tiba Kak Ivan ingin agar kami pergi dari sini ?

    Sementara, dari halaman, kembali terdengar suara Sang bibi.
    “E.. eh, nggak perlu sampai begitu kok, Ivan. Kan bibi udah bilang...”

    Ivan segera memotong, “Maaf Bi, tapi keputusan saya sudah bulat.”

    Setelah itu, hanya ada kesunyian di tengah udara dingin. Merasa semakin penasaran, akhirnya Ivanka membuka pintu menuju halaman belakang. Tampak seorang laki-laki setengah baya, yang selalu dipanggilnya sebagai ‘paman’ sedang berdiri terdiam, sementara bibinya memegang sebuah amplop putih. Ivan menengok ke arah Ivanka, dan sambil tersenyum, ia-pun berkata, “Kamu sudah dengar semuanya, kan ? Ayo kita bersiap pergi.”

    Sinar lampu mobil yang terarah langsung kepadanya, membuat Ivanka membuka matanya. Ia-pun menghela nafas.

    Kak Ivan sebenarnya memaksakan diri, karena tahu perlakuan bibi padaku. Tapi aku tetap nggak ngerti, kenapa tak lama setelah itu, kakak meninggalkanku begitu aja ?!

    Ivanka menyandarkan diri, sambil memejamkan matanya kembali.


    ***... w lupa kasih jeda antar baris ^^a
    Last edited by Rivanne; 15-05-13 at 11:20.
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  9. #8
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Spoiler untuk Part 05 :
    Keesokan harinya...

    Berada di antara para siswa yang sedang berjalan menuju sekolah mereka, Rhien berjalan dengan tanpa semangat.
    “Kenapa manusia usia remaja diharuskan untuk pergi sekolah sih ?!”

    Tiba-tiba terdengar suara jawaban dari arah belakangnya.
    “Tentunya agar kalian mendapatkan pendidikan yang layak, demi masa depan kalian.”

    Tanpa menengok ke arah datangnya suara, Rhien kembali bertanya, “Terus, sejak kapan guru punya kebiasaan baru, menguntit dan ngagetin muridnya ya ?”

    Seorang laki-laki muda dengan penampilan rapi dan berkacamata, mendekat lalu berjalan di samping Rhien.

    “Wah Rhien, sikapmu nggak sopan terhadap orang yang lebih tua. Padahal sudah berulang kali bapak katakan, agar kalian menghormati orang dewasa.”

    Kali ini, Rhien melirik ke arah orang itu, lalu menghela nafas. Kemudian tanpa mengatakan apa-apa, ia terus berjalan dengan didampingi Sang guru.

    Baru saja mereka berpisah, ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahu Rhien.

    “Rhien, kok kamu bisa jalan bareng sama Pak Robert ?”

    Dengan acuh, Rhien menjawab, “Cuma kebetulan ketemu di jalan, dan dia aja yang seenaknya ngikutin aku kok.”

    Wajah gadis yang tadi menepuk bahu Rhien langsung berubah menjadi masam.
    “Kok kata-katamu sinis begitu sih, Rhien ? Pak Robert kan guru paling keren di sekolah ini, masih single lagi.”

    Rhien menengok ke arah gadis itu.
    “Fenny, kalau kamu suka sama Pak Robert, coba aja deketin. Siapa tau dia juga mau.”

    Usai berkata demikian, Rhien berjalan menuju kelasnya, meninggalkan Fenny yang tertegun.
    Kenapa sih pada suka banget ikut campur urusan orang lain ? Aku nggak ngerti...


    eW... yg di kompie ini msh lom di-update lagi ^^a
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  10. #9
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Spoiler untuk Part 06 :
    Ketika usai sekolah, Rhien berjalan dengan diikuti oleh Fenny. Tetapi sesampai mereka di gerbang sekolah, langkah Rhien terhenti.

    “Kenapa Anda ada di sini, pak polisi ?”

    Sersan Oswald, yang berdiri di dekat gerbang, tersenyum sambil berjalan mendekat.
    “Panggil saja saya Sersan Oswald, Nona Rhien. Dan tujuan saya ke sekolah Anda, karena ada yang saya bahas dengan Anda.”

    Belum sempat Rhien memberi tanggapan, tiba-tiba Fenny menariknya menjauh.
    “Eh Rhien, kok kamu bisa kenal dengan polisi ganteng begitu sih ?”

    Dan Rhien-pun menghela nafas.
    “Kemarin pas nganterin pesanan, aku ketemu mayat. Dia petugas yang mengurusi masalah itu.”

    Bola mata Fenny-pun terbelalak.
    “Ke.. ketemu.. mayat ? Kok kamu nggak cerita sama aku sih ?”

    “Karena nggak penting !”

    Rhien merenggut lengannya yang masih dipegang Fenny, dan kembali ke arah Sersan Oswald.

    “Memangnya ada masalah apa lagi, sersan ?”

    “Ya, sebenarnya bukan masalah sih. Hal yang ingin saya bahas, berkaitan dengan karya terakhir dari korban. Kemarin saya sudah menjelaskan bukan, kalau Tuan Ivan yang menjadi korban, adalah seorang pelukis muda berbakat ?”

    Rhien mengangguk.

    “Dari hasil penyelidikan saya, Tuan Ivan tidak pernah melukis manusia ataupun pemandangan yang ada di dunia nyata; Atau dengan kata lain, beliau selalu melukis hal-hal berdasarkan dari imajinasinya sendiri. Tetapi, tidak demikian halnya dengan dua karya terakhirnya.”

    Rhien memandang Sersan Oswald, tetap dengan tatapan tanpa semangat.
    “Maksud Anda, lukisan terakhir Tuan Ivan selama berada di negara ini, berdasarkan objek yang benar-benar ada di dunia ?”

    “Iya. Dan satu hal lagi yang membuat saya penasaran, adalah pesan yang tertulis pada kanvas di hadapan mayat.”

    “Pesan ?”, Rhien mengerenyitkan keningnya, berusaha mengingat, “Memang ada pesan pada kanvas itu ?”

    “Ada. Dan pesan itu berbunyi : Seni harus dinikmati dalam sunyi.”

    Mendengar jawaban Sersan Oswald, baik Rhien maupun Fenny sama-sama terkejut.

    “I.. itu... mustahil !”

    Sersan Oswald memperhatikan keduanya, dan menarik nafas panjang.
    “Benar dugaan saya. Kalian yang sekolah di sini, pasti tahu mengenai pesan tersebut. Dan itulah sebenarnya yang ingin saya bahas dengan Anda, Nona Rhien.”


    Cahaya temaram senja yang menyinari ruangan, lantai yang dipenuhi dengan pecahan patung, bau darah yang menyengat, dan tentu saja.. sesosok tubuh yang tergeletak bersimbah darah.
    Mana mungkin aku bisa melupakan semua itu ?!

    Rhien terus menunduk, bahkan suara Fenny yang memanggilnya berulang-ulang juga seakan tak terdengar olehnya. Sampai akhirnya, sebuah pukulan keras dari Sersan Oswald-lah yang kembali menyadarkannya.
    “Nona Rhien, sadarlah !”

    “Ah...”, jawab Rhien singkat.

    “Maaf, sebenarnya saya tak bermaksud membuat Anda kembali teringat akan tragedi tersebut. Saya tahu, Anda-lah yang pertama kali menemukan mayat beliau, dan juga betapa Anda sangat terguncang akibat kejadian tersebut. Tapi...”

    Belum sempat Sersan Oswald melanjutkan kata-katanya, terdengar suara protes dari Fenny.

    “Sudah cukup, pak polisi ! Kalau memang Anda tahu, pastinya Anda juga mengerti, bagaimana beratnya Rhien berusaha untuk melupakan hal itu. Tapi sekarang, Anda malah... !”

    Rhien segera memotong kata-kata Fenny.

    “Nggak apa-apa kok, Fen.”, kemudian ia memandang Sersan Oswald, “Saya mengerti maksud Anda, sersan. Tapi kurasa, kedua kejadian itu nggak ada hubungannya sama sekali.”

    Sersan Oswald mengangguk.
    “Saya tahu. Kematian Tuan Ivan akibat pembunuhan, sementara guru seni kalian bunuh diri. Semua bukti dan petunjuk juga memastikan itu adalah bunuh diri. Lalu sebab kematian juga jauh berbeda, dan tentu saja, keduanya tidak saling mengenal. Tapi tetap saja saya merasa aneh, kenapa pesan kematian dari kedua korban bisa sama ?”

    Rhien terdiam sejenak, lalu bertanya, “Sersan, bolehkah aku melihat pesan pada kanvas itu ?”


    Kematian di masa lalu, di mana Rhien juga ikut terlibat. Apakah kedua kematian itu berhubungan ? Dan... apakah arti dari Pesan Kematian itu ?
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  11. #10
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Spoiler untuk Part 07 :
    “Mengunjungi kantor polisi dalam dua hari berturut-turut, rasanya sungguh aneh.”

    Dengan didahului oleh Sersan Oswald, Rhien dan Fenny berjalan memasuki kantor polisi. Fenny memandang Rhien dengan penuh minat.

    “Maksudmu, kamu sekarang bisa mengerti perasaan penjahat yang digiring ke kantor polisi ?”

    Rhien tidak menjawab, hanya menatap tajam ke arah Fenny.

    “Ruang bukti ada di bagian belakang, tapi saya tidak bisa membawa kalian ke sana. Tunggu saya di ruang pertemuan, nanti akan saya bawakan kanvas tersebut.”

    Usai berkata demikian, Sersan Oswald membukakan sebuah pintu menuju ke ruang pertemuan. Di ruangan itu, terdapat sebuah meja besar berbentuk oval, dengan banyak kursi mengelilinginya.

    “Kalian tunggu di sini ya.”

    Setelah Sersan Oswald menutup pintu, Fenny segera duduk di salah satu kursi.

    “Jadi, di sinilah para polisi membahas mengenai cara untuk menangkap penjahat, ya ? Duh, rasanya keren banget. Apa nanti kalau udah lulus, aku masuk akademi kepolisian aja ya ?”

    “Bukannya kamu mau jadi stalker cowok-cowok keren, Fen ?”

    Fenny langsung memasang wajah cemberut.
    “Rhien, aku memang suka cowok keren, tapi bukan berarti cita-citaku jadi stalker ! Gini-gini dari kecil, aku suka cerita detektif lho.”

    “Oh, begitu.”, jawab Rhien dengan acuh.

    Dan Fenny-pun menghela nafas.

    Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dan Sersan Oswald masuk sambil membawa sebuah kanvas. Tidak ada lukisan apapun pada kanvas tersebut, selain tulisan yang cukup besar, yang berbunyi ‘Seni harus dinikmati dalam sunyi’ dalam warna merah kusam.

    Suara Rhien bergetar ketika bertanya, “Sersan, apa mungkin tulisan warna merah ini, ditulis dengan...”

    Sersan Oswald mengangguk.
    “Kami sudah melakukan tes, dan dugaan Anda benar, tulisan ini ditulis dengan darah korban !”


    “Pe.. pembunuh ini benar-benar gila !”, wajah Fenny tampak pucat.

    Sementara Sersan Oswald memandang ke arah Rhien.
    “Bagaimana, Nona Rhien ? Apakah Anda menemukan kejanggalan pada pesan ini ?”

    “Beda.”, jawab Rhien singkat.

    “Eh ? Beda apanya ?”

    Rhien mengalihkan pandangannya dari kanvas, ke arah Sersan Oswald.
    “Pesan ini beda dengan pesan kematian dari Pak Walter. Pertama, pesan yang ditinggalkan Pak Walter, ditulis pada halaman yang dirobek dari buku tulis, dan ditulis dengan pen biasa. Lalu yang kedua, pesan ini nggak bisa disebut sebagai pesan kematian ! Anda paham maksudku kan, sersan ?”

    “Ah, benar juga. Pesan kematian adalah pesan terakhir yang ditinggalkan oleh korban, yang dimaksud untuk menunjukkan siapa pelakunya. Tapi pesan ini, bukan ditulis oleh korban, tetapi justru oleh pelakunya !”

    Fenny tiba-tiba menyela, “Tapi itu aneh kan ? Untuk apa pelaku meninggalkan pesan ? Nggak mungkin supaya polisi bisa menemukan dia, kan ?”

    Dengan setengah merenung, Rhien berkata, “Semuanya benar-benar berbeda; Bahkan pesan ini justru ditinggalkan oleh pelaku. Tapi kenapa isi kedua pesan bisa sama persis ?! Apa mungkin.. pembunuhnya adalah orang yang kenal dengan Pak Walter ?”

    “Atau kemungkinan kedua, ada suatu hubungan antara mereka, yang masih belum kita ketahui.”

    Ketiganya menghela nafas pada saat yang hampir bersamaan.

    “Berarti, kita benar-benar balik ke titik awal. Andai kita bisa tahu hubungan antara Tuan Ivan dengan guru seni kalian itu.”

    “Guru.. seni...”, kata Fenny, seakan mengeja kata-kata tersebut.

    Kemudian ia memandang bergantian ke arah Rhien maupun Sersan Oswald.
    “Bukankah itu persamaan kedua dari kedua korban ? Pak Walter adalah guru seni, sementara korban pembunuhan ini, bukankah tadi kalian bilang kalau dia adalah seorang pelukis ? Berarti mereka sama-sama seniman, bukan begitu ? Bahkan isi pesan itu juga jelas-jelas menyatakan tentang masalah seni, kan ?”

    Rhien langsung menengok ke arah Sersan Oswald.
    “Sersan, apa Anda sudah tahu apa alasan Tuan Ivan datang diam-diam ke negara ini ?”

    “Belum, tapi saya yakin, alasannya ada pada kedua lukisan terakhirnya. Seperti yang tadi saya katakan, dua lukisan terakhirnya berbeda dengan lukisan Tuan Ivan sebelumnya; Keduanya dilukis berdasarkan objek yang benar-benar ada di dunia, bukan hasil imajinasinya.”

    Dengan mata berbinar penuh semangat, Fenny langsung berkata, “Sersan, bisakah... ?”

    Sersan Oswald langsung memotongnya.
    “Saya tak bisa membawa keluar kedua lukisan itu dari ruang bukti, tapi saya bisa memperlihatkan foto dari keduanya.”
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  12. #11
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Tiba-tiba ada dua orang baru lagi. Pak Robert sama Fenny. Sayangnya gambaran mereka nggak terlalu dapet, deskripsinya tentang mereka sama sekali nggak ada

    Terus, Rhien itu ceritanya sekolah di tempat yang sama kayak di pact of silence #1? gua agak2 lupa sih. Dan sekarang misterinya nambah lagi, tapi misteri di chapter2 awal gua masi belom ngerti

  13. #12
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Pak Robert msh belum terlalu dijelaskan sih memang, tp utk Fenny, intinya dia teman Rhien, dan jg tahu ttg trauma yg dialami oleh Rhien akibat masalah bunuh diri dari guru seninya tersebut. Nanti di belakang, keduanya akan mendapat porsi lbh besar dr ini kok, tenang aja ^^a Kalau ttg penampilan fisik, w memang masih lom kasih penjelasan (Selain itu, w memang pd dasarnya lbh suka kasih gambaran ttg sifat dll sih, drpd gambaran fisik ^^a)
    Dan Rhien sekolahnya di tempat yg beda dgn sekolah pada Pact of Silence #1, tapi akan ada hubungan ke sana ^^
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  14. #13
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Spoiler untuk Part 08 :
    3. Dua Karya Terakhir
    Sersan Oswald mengeluarkan dua buah foto dari sakunya, lalu memperlihatkan salah satunya kepada Rhien dan Fenny. Di foto itu, terlihat sebuah lukisan yang menggambarkan sebuah bangunan yang cukup besar, yang terletak di atas sebuah bukit. Ada sebuah jam besar pada bagian tengah bangunan. Selain itu, tampak banyak orang berjalan menuju bangunan tersebut, dan mereka memakai seragam berwarna putih dan abu-abu.

    Rhien menengok ke arah Sersan Oswald sambil bertanya, “Sersan, lukisan ini.. sepertinya menggambarkan sebuah sekolah. Apa Anda sudah tahu, sekolah apa ini ?”

    Sersan Oswald mengangguk.
    “Ya, kami sudah mendapatkan kecocokan. Sekolah yang tampak di lukisan tersebut, adalah sebuah sekolah Katolik yang bernama Sekolah St. Michael. Sekolah itu memang terletak di atas sebuah bukit, dan seragamnya juga sama seperti yang terlihat di lukisan itu.”, lalu ia-pun menghela nafas, “Tapi kami masih belum tahu, apa alasannya melukis sekolah ini.”

    Rhien menatap tajam ke arah Sersan Oswald.
    “Maksud Anda, pihak kepolisian masih belum menyelidiki sekolah itu ?!”

    Wajah Sersan Oswald tampak muram ketika menjawab, “Benar. Tentu saja kami ingin segera menyelidiki sekolah itu, tapi tiba-tiba ada perintah dari atasan, yang menyuruh kami untuk membatalkan penyelidikan !”

    Fenny-pun menyela, “Eh ? Kenapa ?”

    “Kami para penyelidik lapangan, tidak pernah diberitahu alasannya. Mereka hanya bilang supaya penyelidikan difokuskan pada hal-hal lainnya.”, kemudian ia memukul meja dengan tinjunya, “Padahal ini adalah petunjuk penting ! Pasti ada yang mereka rahasiakan.”

    Untuk sesaat, hanya ada keheningan di ruangan tersebut.

    Hingga akhirnya suara Fenny memecah keheningan itu, “Kalau polisi dilarang, nggak masalah kalau anak SMU yang menyelidikinya kan ?”

    Sersan Oswald tampak terkejut, “Ta.. tapi...”

    Rhien hanya menatap tajam ke arah Fenny.
    Dasar tukang ikut campur urusan nggak penting !


    Sersan Oswald memperhatikan Fenny, yang masih memandangnya dengan penuh semangat. Tak lama kemudian, Sersan Oswald menggeleng.

    “Nggak bisa, terlalu berbahaya. Tenang saja, walau atasan nggak mengijinkan, tapi saya bisa melakukan penyelidikan dengan diam-diam.”

    “Begitukah ?”, tampak jelas kekecewaan di wajah Fenny, “Tapi kami boleh...”

    Dengan cepat Rhien memotong kata-kata Fenny.
    “Sersan, bagaimana dengan lukisan yang kedua ? Boleh kami lihat fotonya ?”

    “Tentu.”, lalu Sersan Oswald memperlihatkan foto kedua kepada Rhien.

    Ketika melihat foto itu, bola mata Rhien terbelalak.
    “Se.. sersan, lukisan ini.. bukankah lukisan ruangan apartemen tempat korban ditemukan ?”

    Sersan Oswald mengangguk.
    “Benar, dan apartemen itu adalah tempat tinggal Tuan Ivan selama berada di negara ini. Sama seperti lukisan pertama, kami juga masih belum tahu alasannya melukis apartemennya sendiri.”

    Rhien terdiam selama beberapa saat, memperhatikan foto lukisan tersebut.

    Akhirnya ia-pun berkata, “Baiklah. Terima kasih sudah memperlihatkan kanvas dan foto kedua lukisan itu. Kami permisi dulu, sersan.”

    “Tidak. Seharusnya kami yang berterima kasih, karena Anda bersedia membantu penyelidikan kami dengan keterangan tambahan Anda, Nona Rhien.”

    Usai berkata demikian, Sersan Oswald mengantar Rhien dan Fenny keluar dari kantor polisi.

    Ketika keduanya sedang berjalan bersama, Fenny menghela nafas penuh kekecewaan.
    “Padahal kupikir, ini kesempatan kita untuk menyelidiki kasus pembunuhan. Sayang Sersan Oswald nggak mengijinkan kita.”

    “Fen, aku nggak perduli kamu mau main jadi detektif, tapi jangan melibatkan aku !”

    “Tapi Rhien, mungkin aja kita bisa tahu alasan Pak Walter bunuh diri kalau...”

    “Fenny !”, Rhien menatap Fenny dengan penuh amarah.

    Fenny-pun langsung menghentikan kata-katanya.
    “Ma.. maaf Rhien, kamu benar. Nggak seharusnya masalah itu dibicarakan lagi.”, lalu Fenny diam sejenak; Wajahnya berubah menjadi serius, “Tapi Rhien, aku pengen bilang, nggak cuma kamu yang terluka dengan kematian Pak Walter. Kamu.. paham maksudku kan ?”

    Rhien memandang Fenny, lalu mengangguk. Keduanya tak lagi saling bicara, sampai mereka berpisah.


    Well, Fenny suka dgn kisah detektif, plus dia memang suka ikut campur masalah orang lain, fufufu...
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

  15. #14
    Rivanne's Avatar
    Join Date
    Oct 2009
    Location
    Castle of Nowhere Return
    Posts
    1,826
    Points
    1,075.06
    Thanks: 21 / 34 / 31

    Default

    Spoiler untuk Part 09 :
    Sesampainya di halaman Restoran Gregory’s Kitchen, Rhien diam sejenak menghela nafas.

    Mengapa aku tak bisa menghilangkan gambaran kedua lukisan itu dari benakku ? Terutama foto kedua itu... rasanya ada yang janggal, tapi aku nggak tahu apa itu...

    Lalu dengan enggan, Rhien memasuki tempat kerjanya. Gregory’s Kitchen adalah restoran yang di-desain untuk anak muda dan remaja. Selain Gregory sebagai pemilik dan Rhien, ada dua orang pegawai lagi di restoran tersebut; Seorang laki-laki, dan yang lain perempuan. Tetapi restoran itu selalu sepi pengunjung, dan siang ini keadaannya juga tak jauh beda.

    “Maaf bos, aku telat.”

    Gregory, yang tampak sedang merapikan meja, menengok ke arah Rhien.
    “Oh, nggak apa-apa kok. Tadi Sersan Oswald sudah menghubungiku, bilang kalau kamu ada urusan sebentar di kantor polisi.”

    Baru Rhien hendak berjalan menuju ruang ganti, ketika Gregory kembali menghentikannya.
    “Dan Rhien, udah kubilang berulang kali, panggil aku...”

    Rhien langsung memotongnya, “Iya, iya. Maaf Pak Greg, aku lupa.”

    Gregory hanya menggeleng, dan melanjutkan kegiatannya. Tak lama kemudian, Rhien sudah keluar lagi dengan memakai pakaian kerjanya.

    Pelayan perempuan kedua keluar dari dapur, lalu memandang ke arah Gregory, yang sudah berada di balik mesin kasir.

    “Pak Gregory, sampai kapan kita akan begini terus ?”

    Tanpa menengok, Gregory bertanya balik, “Apa maksudmu, Lisa ?”

    Gadis bernama Lisa itu mengalihkan pandangannya ke seluruh penjuru restoran; Di suatu sudut, hanya tampak sepasang pengunjung.
    “Gaji kami untuk bulan ini pasti dibayar kan, Pak ?”

    Mendengar pertanyaan itu, Gregory-pun terkejut.
    “He.. hey Lisa, jangan tanya gituan keras-keras !”

    Lalu Gregory menengok ke arah kedua pengunjung itu. Keduanya tampak sedang asyik mengobrol, dan tidak mendengar kata-kata Lisa. Akhirnya Gregory menghela nafas lega.

    Dengan suara setengah berbisik, Gregory menjawab, “Tenang aja, walau restoran ini sepi, tapi gaji kalian pasti kubayar. Tuh liat Si Rhien, dia mah cuek sama gituan.”

    Rhien, yang sedang mengepel lantai di dekat Lisa, hanya melirik ke arah keduanya.
    Enak aja ! Kalo gajiku nggak dibayar, sekarang juga aku berhenti !

    Walau berpikir demikian, tapi ia tak mengatakan apapun.


    Ketika Rhien berada di dekat kedua pengunjung, yang masih berseragam sekolah itu, secara tak sengaja ia mendengar percakapan keduanya.

    “Rasanya nggak percaya, ada pembunuhan di sekolah kita ya ? Jangan-jangan pelakunya ada di dekat kita ?”

    “Ya, tapi nggak aneh juga sih. Dulu sebelum dipugar, kudengar juga pernah ada kejadian yang mengerikan di St. Michael.”

    DEG ! Bola mata Rhien terbelalak ketika mendengar nama itu. Ia-pun memandang keduanya, dan bertanya, “Kalian.. murid dari Sekolah St. Michael ? Dan di sana.. terjadi pembunuhan ?”

    Keduanya menengok ke arah Rhien, dan mengangguk.
    “Memangnya kenapa ?”

    “A.. ah, nggak. Aku cuma kaget, soalnya baru aja aku dengar tentang Sekolah St. Michael dari temanku.”, lalu wajah Rhien berubah serius, “Dan kalian bilang, ada pembunuhan di sana.”

    Kedua siswa St. Michael itu saling berpandangan, dan salah seorang dari antaranya, kembali memandang Rhien.

    “Memangnya apa yang dibilang oleh temanmu mengenai sekolah kami ?”

    Gawat ! Padahal aku bilang gitu, supaya nggak ditanya macam-macam...

    “Eh.. itu... dia bilang, kalau ada yang menakutkan di sekolah itu. Tentu aja awalnya aku nggak percaya, tapi kalau memang terjadi pembunuhan...”

    Yang tadi bertanya, tampak terkejut.
    “Begitu ya ? Jadi ‘hal itu’ rupanya juga sudah tersebar ke sekolah lain.”

    “Hal itu ?”, Rhien mengangkat alis.

    Siswa itu mengangguk.
    “Ya benar. Barusan kami juga lagi membahasnya; Tentang patung-patung mengerikan yang ada di St. Michael, dan juga cerita di balik patung-patung tersebut.”

    Temannya-pun langsung menimpali, “Bahkan posisi mayat itu, dibuat mirip dengan salah satu patung yang ada ! Aneh kan ?”


    Iseng2 aja lanjutinnya... nggak yakin jg ada yg baca, wkwkwk ^^a
    Killing you is serious business, nippah~

    Welcome to My Illusion

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •