Pintu ruangan 'Anu' kembali terbuka, ternyata si pemuda berambut biru kembali mendatangi ruangan itu. Kali ini dia sudah tak kaget lagi dengan tumpukan debu yang jika disatukan mungkin tebalnya menyamai setengah koleksi buku di ruangan itu. Si pemuda hanya melangkah ringan, menyusuri rak demi rak, kadang mengambil salah satu buku, yang kemudian membuatnya menhembuskan napas karena buku itu tak dapat dibaca.
Satu buku kembali ia tarik. Sampul buku itu polos berwarna negatif rambutnya, tipis dan masih cukup bagus. Si pemuda pun diliputi rasa penasaran, yang membuatnya tak lagi memusingkan apapun untuk segera membalik halaman sampul buku itu. Halaman pertama, tertulis dua kata yang sepertinya adalah judul buku yang ia pegang.
"Takdir Anu" Demikian yang terbaca olehnya. Terlihat seperti judul cerita anak-anak yang kemungkinan besar tokoh utamanya bernama Anu. Atau sebuah buku yang membahas tentang salah satu spesies dalam genus takdir, yaitu Takdir anu. Tapi buku itu tak bergambar, kontras dengan buku bacaan anak-anak yang biasanya dipenuhi dengan gambar-gambar anak bermuka bahagia entah apapun situasinya. Dan judul buku itu pun tak ditulis dalam italic, bahkan huruf a di kata Anu menggunakan huruf kapital, jelas bertentangan dengan ketentuan penulisan nama generik.
Si pemuda berambut biru hanya bisa terdiam dalam kebingungan membaca -yang sepertinya- judul tersebut. Halamannya masih bagus, teks nya tak terlihat seperti telah diubah atau dihapus, tak ada bekas apapun di halaman itu. Sekejap, otaknya diliputi awan penasaran dengan ketebalan busa beha khusus untuk wanita yang kurang percaya diri. Dia pun membalikkan halaman judul, dan menemukan halaman lain dengan hanya satu kalimat tertera diatas kertasnya.
"Kamu...ya kamu, yang sedang membaca tulisan ini, kamu percaya takdir?"
Kali ini awan kebingungan bertambah tebal. Si pemuda berambut biru bahkan membaca ulang kalimat yang baru saja dibacanya itu. Ternyata dia tak salah membaca. Kalimat itu memang mirip sekali dengan gaya kalimat komedian dadakan yang bermula populer di jejaring sosial dan kemudian mulai dipakai sebagai kalimat pembuka film tv nasional. Luar biasa sekali, kalimat itu sukses membuat si pemuda berambut biru tenggelam dalam imajinasinya. Berusaha membayangkan apapula buku aneh ini sebenarnya.
Sampai suatu suara menyusup masuk memecah alam imajinasi si pemuda.
"Ka..kamu, siapa?" Tanya sebuah suara kecil yang terdengar manis
Seorang gadis berambut merah keemasan kini menghiasi sudut mata si pemuda berambut biru. Ya, sudut matanya. Karena si gadis setengah bersembuyi dibalik rak buku yang posisinya ada di belakang si pemuda. Alasannya? ...Yah, mungkin kita akan tahu nanti.
"Gue? Eh...pembaca, kali ya...ah, pengunjung."
Si pemuda kemudian terdiam bingung, menanti balasan si gadis yang tak kunjung terdengar.
"Elu...pengunjung juga? Kali ini si pemuda balik bertanya
"Iya...Ahem, aku penulis."
Kemudian keduanya terdiam dalam bingung.
Takdir berjalan, mempertemukan si pemuda berambut biru dan si gadis berambut merah keemasan. Di ruang 'Anu' yang tidak jelas sama sekali, melibatkan seorang pembaca dan penulis dalam sebuah ruangan yang berisikan buku. Tentu saja, kisah mereka akan terus berlanjut di tempat ini, melakukan ini dan itu, dipenuhi anu, pastinya.
Eh, dimana pengelola..?
Kamu, iya, kamu yang lagi baca cerita ini, mau ceritain tentang si pengelola?
Share This Thread