Terkait kondisi autisme seorang anak, ternyata antibodi sang ibu juga memiliki andil. Terdapat sekelompok antibodi yang mempengaruhi jumlah protein dalam perkembangan otak janin, dan hal ini berkaitan dengan faktor risiko anak menjadi autis.
Sebuah studi yang dilakukan peneliti autisme membandingkan 246 ibu yang mempunyai anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) dengan 149 perempuan yang memiliki anak sehat. Mereka menemukan bahwa hampir seperempat ibu di kelompok pertama memiliki kombinasi antibodi yang berbeda.
Pada dasarnya, antibodi merupakan prajurit dalam sistem kekebalan tubuh yang masuk ke dalam virus atau mikroba kemudian menghancurkannya menggunakan 'sel pembunuh' khusus. Tapi terkadang, untuk beberapa alasan yang belum diketahui penyebabnya, antibodi bisa mengubah protein dalam tubuh menjadi auto-antibodi.
Protein itu berperan penting dalam penyakit autoimun seperti lupus, rheumatoid arthritis, dan multiple sclerosis. "Wanita hamil yang tidak memiliki antibodi yang baik terhadap janinnya melalui plasenta, maka protein yang seharusnya dibutuhkan bayi untuk pengembangkan otaknya justru dihancurkan," jelas penulis studi, Judy Van De Water, profesor kedokteran di University of California, Davis.
"Kami menemukan bahwa 23 persen ibu yang anaknya menderita autis memiliki autoantibodi terhadap protein tertentu yang diperlukan untuk pengembangan neuron sehat," kata Van De Water kepada AFP melalui email dari studi yang dipublikasikan di Journal Translational Psychiatry, seperti ditulis Fox News, Sabtu (13/7/2013).
Antibodi itu, menurut Van De Water, tidak ditemukan dalam darah ibu yang bayinya bisa berkembang dengan sehat. ASD merupakan gangguan di mana seseorang tidak mampu atau tidak mau berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Beberapa pasien mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitif.
Tapi, ada juga yang memiliki kelebihan di bidang tertentu seperti matematika atau musik. Meskipun penyebab penyakit ini belum terlalu jelas, ASD mempengaruhi satu dari 88 anak di Amerika Serikat.
Van De Water mengatakan penelitian itu menunjukkan bahwa tujuh protein autoantibodi menempel dalam darah si ibu. Protein autoantibodi itu bisa memberi petunjuk penting terkait berkembangnya beberapa bentuk ASD sehingga pengobatan untuk meminimalisir risiko anak terkena ASD bisa dilakukan.
Peneliti juga menemukan 11 kombinasi berbeda dari tujuh protein itu yang memiliki berbagai tingkat risiko ASD. Penanganan perilaku secara dini sangat efektif dalam membantu anak-anak dengan ASD guna meningkatkan perilaku dan kemampuan mereka. Selain itu, tes di awal kehamilan juga membuat ibu mempersiapkan dirinya jika si anak berisiko terkena ASD.
Para penulis studi juga mengakui salah satu kekurangan penelitian ini. Sampel dari ibu diambil ketika anak mereka sudah lahir dan didiagnosis terkena ASD, bukan saat si anak berada dalam kandungan. Sebuah studi lain yang diterbitkan dalam jurnal yang sama menunjukkan bahwa autoantibodi pada manusia memiliki efek yang sama terhadap ****** rhesus.
Peneliti mengambil antibodi dari ibu dengan anak ASD lalu memberikannya kepada delapan ****** dan diujilah keturunan mereka. Hasilnya, bayi ****** itu lahir dengan perilaku berbeda termasuk tidak mau bersosialisasi dengan anak ****** yang lain. Pada tes laboratorium, Lobus frontal otak salah satu anak ****** ternyata sama dengan hasil scan otak dari anak manusia yang menderita autis.
jadi, kesimpulannya adalah, ada sebagian antibodi pada tubuh seorang ibu yang tidak cocok dengan antibodi anak yang dikandungnya, ketidakcocokan ini bisa jadi salah satu penyebab autisme pada anak
Sumber Detik Health
Share This Thread