Bellarminus Pratomo, Ketua Komunitas Action Figure Indonesia (KAFI)



Jakarta -Action figure pada dasarnya memang mainan anak-anak. Namun penggemarnya ternyata banyak juga yang sudah dewasa. Para penggemar action figure yang sudah dewasa ini biasanya lebih intens, sampai membentuk komunitas sendiri.

Di Indonesia, para pecinta 'orang-orangan' ini berkumpul di Komunitas Action Figure Indonesia (KAFI). Komunitas ini berdiri pada 8 April 2006, dan anggotanya tercatat mencapai sekitar 7.000 orang. “Namun yang aktif hanya sekitar 100-200 orang,” ujar Bellarminus Pratomo, Ketua KAFI.

Billy, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa mayoritas anggota KAFI adalah pekerja kantoran. “Mahasiswa juga ada, tetapi biasanya yang sudah mapan karena banyak action figure yang harganya lumayan mahal,” katanya.

KAFI, lanjut Billy, rutin kumpul-kumpul untuk sekedar ngobrol atau pamer koleksi. Namun karena beberapa anggotanya juga berbisnis, maka aktivitas jual-beli juga berlangsung ketika mereka berkumpul.

Sebagai orang dewasa, tambah Billy, para anggota KAFI tidak malu-malu mengakui bahwa mereka adalah maniak action figure. “Action figure memang intinya mainan anak-anak. Namun boys will be boys, sampai dewasa pun jiwa bermainnya tetap ada,” katanya.

Lagipula, menurut Billy, action figure pun terus berkembang, lebih kompleks, dan terkadang tidak cocok bagi anak-anak. Misalnya action figure seri Nightmare on Elm Street yang menampilkan karakter Freddy Krueger, yang mungkin terlalu seram untuk anak-anak.

“Kemudian harganya juga semakin mahal, ada yang sampai jutaan rupiah. Itu bukan konsumsi anak-anak, nanti malah bisa patah. Padahal harganya mahal,” tutur Billy.
Namun tetap saja citra action figure sebagai mainan anak-anak tidak pernah luntur. Billy mengisahkan tidak jarang dia harus berebut action figure dengan anak-anak. “Dia sudah pegang, barangnya tinggal satu, harus dibujuk supaya dia tidak mau. Soalnya sayang juga karena biasanya mainan bagus nanti malah rusak,” katanya.

Apakah action figure merupakan hobi yang mahal? Menurut Billy itu relatif. Pengeluaran untuk hobi ini bisa disesuaikan dengan kondisi dompet, karena pilihannya cukup banyak. “Tergantung kita mau main yang mana,” katanya.

Untuk lebih mengirit pengeluaran, Billy menyarankan sering-sering bergaul di komunitas. Biasanya ada saja anggota yang melepas koleksi mereka dengan harga miring. Mungkin karena si pemilik sudah bosan, butuh uang, atau ingin pensiun.

Action figure, demikian Billy, juga bisa menjadi sarana investasi. Beberapa jenis action figure, biasanya dari genre super hero, bisa mengalami kenaikan harga yang lumayan.

Sebagai contoh, Billy memiliki action figure Spider-Man keluaran McFarlane Toys yang dibelinya pada 2006 dengan harga sekitar Rp 100 ribu. Sekarang, action figure tersebut bisa laku terjual seharga Rp 5 juta.

“Sebenarnya bukan limited edition, dulu juga dijual di mall. Namun ternyata harganya naik gila-gilaan. Ini kan impor, patokannya luar. Kita lihat di eBay harganya tinggi, di sini jadi ikut-ikutan tinggi,” ucap Billy.

Agar punya nilai investasi, action figure sebaiknya tidak dikeluarkan dari kemasan. “Istilah mint on card, mint in box, atau mint in sealed box. Kalau yang sudah dikeluarkan istilahnya loose. Yang masih dalam kemasan itu lebih bagus, harganya lebih tinggi,” kata Billy.

Namun jika Anda ingin menikmati si action figure, maka tidak salah jika dibuka dari kemasannya. “Kalau memang untuk sendiri ya dibuka saja. Bisa lebih dinikmati,” ujar Billy.

SUMBER
===============================

Ane sendiri ga stuju kalo koleksi action figure dosebut sebagai hobi anak2
karena selain dari segi budget juga mahal, cara perawatan juga ga bisa asal2an