Page 15 of 28 FirstFirst ... 511121314151617181925 ... LastLast
Results 211 to 225 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #211

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 210
    dan ugal‐ugalan, mengandalkan kepandaian untuk menentang siapa saja,
    akan tetapi juga terjadi perubahan di sebelah dalam yang tidak diketahui
    oleh orang luar. Terjadi hal yang membuat Swi Nio seringkali menangis
    seorang diri di dalam kamarnya! Peristiwa yang memalukan hati dara itu,
    yaitu ketika dia melihat betapa kakaknya, Swi Liang, telah menjadi kekasih
    dari subo mereka sendiri! Tadinya tentu saja hal itu terjadi secara
    sembunyisembunyi, akan tetapi kini dia melihat sendiri betapa subonya dan
    kakaknya itu berjinah secara terangterangan, tidak bersembunyi lagi dan
    biarpun pada siang hari di mana banyak mata para angauta Bu‐tongpai
    menyaksikannya, dengan seenaknya ketua Bu‐tong‐pai itu memasuki kamar
    Bu Swi Liang atau sebaliknya pemua itu memasuki kamar subonya kemudian
    pintu kamar ditutup dari dalam! Hati Swi Nio membrontak, akan tetapi apa
    yang dapat dia lakukan kecuali menangis? Dan memang sungguh
    menyedihkan sekali kenyataan bahwa seorang pemuda seperti Bu Swi Liang
    kini terjebak oleh nafsu berahi dan menjadi hamba nafsu berahi, juga
    menjadi hamba subonya sendiri yang membuatnya tergila‐gila! Hal ini tidak
    amat mengherankan, mengingat bahwa Swi Liang adalah seorang pemuda
    yang masih hijau. Seorang pemuda remaja yang tentu saja tidak kuat
    menahan godaan dan rayuan seorang wanita yang sudah matang seperti The
    Kwat Lin pula, memang rasa kagum seoran muda terhadap lawan
    kelaminnya yang lebih tua dengan mudah menyeretnya ke dalam perangkap
    cinta nafsu. Di lain pihak, peristiwa itu bukanlah dapat diartikan bahwa The
    Kwat Lin adalah seorang wanita yang gila laki‐laki atau gila berahi. Sama
    sekali tidak. Dia adalah seorang yang normal, dan hanya keadaanlah yang
    membuat dia menjadi seorang penyeleweng besar. Dia adalah seorang
    wanita yang belum tua benar, baru tiga puluh tahun usianya, berwajah cantik
    dan bertubuh sehat. Setelah menjadi janda dan hidupnya menyendiri,
    wajarlah kalau dia merindukan cinta asmara, merindukan kehangantan rasa
    sayang seorang pria. Adapun pria yang sudah dewasa dan yang dekat
    dengannya adalah Bu Swi Liang, maka tidak pula mengherankan apa bila dia
    teertarik dan jatuh hati kepada muridnya sendiri ini. Karena pemuda ini
    masih hijau dan tentu saja tidak berani mulai dengan langkah pertama, maka
    The Kwat Lin yang menggunakan perasaan kewanitaannya untuk membuka
    pintu dan menggerakan kaki dalam langkah pertama. Dialah yang memikat
    dan merayu sehingga akhirnya Swi Liang jatuh dan mabok. Sekali saja
    hubungan jinah dilakukan, maka membuat orang menjadi mencandu. Yang
    pertama kali segera disusul oleh yang ke dua, ke tiga, kemudia mereka
    menjadi ketagihan dan seolah‐olah tidak dapat lagi hidup tanpa kelanjutan
    hubungan gelap mereka! Tentu saja hal ini dapat terjadi karena keadaan
    hidup Kwat Lin. Andaikata dia masih seorang pendekar wanita seperti
    belasan tahun yang lalu, tentu perbuatan ini sampai mati pun tak kan dia
    lakukan. Akan tetapi kini keadaanya lain. Dia menjadi seorang wanita yang
    berhati keras oleh sakit hati, kemudian menjadi tak peduli oleh keadaannya
    sebagai seorang ketua paksaan dari Bu‐tong‐pai, seorang yang bercitacita
    untuk mencarikan kedudukan setingginya bagi puteranya. Kedudukannya

  2. Hot Ad
  3. #212

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 211
    memberi dia perasaan lebih dan berkuasa, maka timbul sifat untuk bertindak
    sewenang‐wenang tanpa mempedulikan orang lain lagi. Akan tetapi, selain
    hubungan gelap dengan muridnya yang tersayang ini, Kwat Lin juga mulai
    dengan langkah‐langkah ke arah tercapainya cita‐citanya. Dia mulai
    memperkuat Bu‐tong‐pai dengan mengadakan hubungan dengan para
    pembesar di kota raja melalui anggauta‐anggauta barunya, yaitu para
    pembesar yang mempunyai cita‐cita yang sama, para pembesar calon
    pembrontak. Kedudukan Bu‐tong‐pai makin kuat setelah terjadi peristiwa
    hebat pada beberapa hari yang lalu. Pada beberapa hari yang lalu, pagi‐pagi
    sekali, anak buah Bu‐tong‐pai gempar dengan munculnya dua orang laki‐laki
    di pintu gerbang Bu‐tong‐pai. Tidak ada seorang pun anak buah Bu‐tong‐pai
    yang berani sembarangan turun tangan ketika mendengar dan mengenal
    bahwa dua orang ini adalah tokoh‐tokoh besar dalam dunia persilatan.
    Ketika seorang diantara mereka, yang usianya sudah enam puluh tahun lebih,
    kumis dan jenggotnya sudah putih, mengatakan bahwa mereka minta
    berjumpa dengan ketua Bu‐tong‐pai yang baru, para anak murid Bu‐tong‐pai
    cepat memberi kabar kepada The Kwat Lin yang pada saat itu masih enakenak
    pulas dalam pelukan muridnya, juga kekasihnya, Bu‐swi Liang!
    Terkejutlah dia ketika pintu kamarnya diketuk dan mendengar suara seorang
    murid bahwa di luar pintu gerbang terdapat dua orang tamu, ayah dan anak
    she Coa dari dusun Koan‐teng di kaki Pegunungan Bu‐tong‐san yang minta
    bertemu dengan ketua! "Suruh mereka menanti di luar! Aku segera datang!"
    kata Kwat Lin dengan marah. Tak lama kemudian, Kwat Lin yang ditemani
    oleh Swi Liang dan Swi Nio, juga ikut pula Han Bu Ong yang usianya hampir
    sebelas tahun, keluar dari pintu gerbang menemui dua orang itu. Senyum
    mengejek menghias bibir ketua Bu‐tong‐pai yang cantik itu. Semenjak dia
    merampas kedudukan ketua dengan paksa, sudah lima kali dia didatangi
    tokoh‐tokoh kang‐ouw yang agaknya datang karena permintaan para tosu
    Bu‐tong‐pai yang mengundurkan diri. Para tokoh ini merasa penasaran dan
    membela para tokoh Bu‐tong‐pai. Dengan mudahnya semua tokoh yang
    datang berturut‐turut itu dirobohkan oleh Kwat Lin, ada yang tewas seketika,
    ada yang terpaksa pergi membawa luka‐luka berat! Dan kini, ayah dan anak
    yang datang itu merupakan tokoh‐tokoh yang datang ke enam kalinya. Swi
    Liang dan Swi Nio yang menggandeng tangan Bu Ong segera minggir dan
    membiarkan subu mereka seorang diri menghadapi dua orang tamu itu.
    Dengan pakaian yang mewah dan indah, dandanan seperti puteri kerajaan,
    The Kwat Lin tampak sebagai seorang wanita bangsawan agung yang
    memiliki wibawa. Dengan sikap angkuh dia melangkah maju menghadapi dua
    orang itu sambil tersenyum. Kedua orang itu berpakaian sederhana, namun
    dari sikap mereka yang tenang jelas tampak kegagahan mereka sebagai
    pendekar‐pendekar penentang kejahatan. Kakek itu biarpun sudah tua,
    masih kelihatan sehat dan kuat, jenggot dan kumisnya yang putih menambah
    keangkeran wajahnya.Di pinggangnya tergantung sebatang pedang dan dia
    memandang ketua Bu‐tong‐pai dengan sinar mata penuh selidik. Orang ke
    dua masih muda, paling banyak tiga puluh tahun usianya, bertubuh tegap dan

  4. #213

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 212
    berwajah tampan gagah. Ada kemiripan pada wajah kakek dan laiki‐laki ini
    dan memang mereka itu adalah ayah dan anak yang terkenal sekali namanya
    sebagai pendekar‐pendekar dari dusun Koan‐teng yang menjadi sahabatsahabat
    baik dari para tosu Bu‐tong‐pai. Kakek Coa Hok memiliki ilmu
    pedang turunan keluarga Coa yang amat lihai dan ilmu pedang ini diturunkan
    pula kepada puteranya itu yang bernama Coa Khi. Ketika ayah dan anak ini
    mendengar akan malapetaka yang menimpa para pemimpin Bu‐tong‐pai,
    yaitu munculnya orang termuda dari Cap‐sha Sinhiap, seorang wanita yang
    merampas kedudukan ketua , kemudian mendengar betapa banyak sahabat ‐
    sahabat kang‐ouw yang membela mereka telah roboh di tangan wanita itu,
    mereka berdua menjadi marah sekali. Sebagai orang‐orang yang biasa
    menentang kejahatan mereka tidak mempedulikan berita tentang kesaktian
    wanita itu dan berangkatlah mereka meninggalkan rumah, berbekal pedang,
    semangat dan kebenaran, naik ke Bu‐tong‐san menjumpai ketua Bu‐tong‐pai
    itu. The Kwat Lin bukan seorang bodoh. Setiap kali ada tokoh naik ke Butong‐
    san dan hendak menantangnya, dia selalu membujuk mereka untuk
    berdamai dan bekerja sama. Selama cita‐citanya belum tercapai, dia
    membutuhkan bantuan sebanyak mungkin orang pandai. Maka setiap kali
    ada orang gagah datang dengan maksud menantangnya dan membela para
    bekas pimpinan Bu‐tong‐pai, dia selalu menyambut mereka dengan bujukan
    manis. Hanya karena bujukannya tidak berhasil dan mereka itu berkeras,
    terpaksa dia turun tangan menerima tantangan mereka. Memang
    demikianlah sifat orang‐orang yang mempunyai cita‐cita besar, cita‐cita yang
    sesungguhnya hanyalah nafsu keinginan untuk kesenangan diri pribadi. Demi
    tercapainya cita‐cita yang merupakan pamrih bagi diri peribadi ini, orang
    tidak segan untuk bersikap palsu, membujuk orang sebanyaknya untuk
    membantunya demi tercapainya cita‐cita itu. Orang‐orang yang tidak
    membantu di anggap musuh dan perlu dibasmi agar jangan menjadi
    penghalang cita‐citanya, sebaiknya, mereka yang mati‐matian membantunya,
    jika cita‐cita itu sudah tercapai sebagian besar dilupakannya begitu saja! Atau
    kalau teringat pun, hanya diberi pahala sekedarnya karena yang penting
    bukan orang‐orang yang membantunya, melainkan dirinya sendiri! Begitu
    berhadapan dengan ayah dan anak itu, The Kwat Lin mengangkat kedua
    tangannya ke depan dada sambil berkata. "Kiranya Ji‐wi Coa‐enghiong
    (Kedua Pendekar she Coa) yang datang. Suadh lama kami mendengar Ji‐wi
    yang terkenal gagah perkasa, maka kami merasa beruntung sekali hari ini
    dapat bertemu. Apalagi mendengar bahwa Ji‐wi adalah sahabat baik dari Butiong‐
    pai....." "The Kwat Lin!" Kakek Coa membentak dengan telunjuk kiri
    menuding ke arah muka ketua baru Bu‐tongpai itu. "Aku mengenalmu
    sebagai seorang di antara Cap‐sha Sin‐hiap yang gagah perkasa, sebagai
    seorang murid Bu‐tong‐pai yang selalu menjunjung tinggi nama Bu‐tong‐pai.
    Aku telah puluhan tahun bersahabat dengan Bu‐tong‐pai dan telah
    mendengar akan namamu. Akan tetapi, mengapa setelah menghilang
    bertahu‐tahun, engkau kembali ke sini dan menjadi seorang murid murtad,
    merampas kedudukan ketua mengandalkan kekerasan dan kepandaian? Aku

  5. #214

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 213
    sebagai seorang sahabat Bu‐tong‐pai tentu saja tidak mungkin dapat
    mendiamkan hal penasaran ini tanpa turun tangan!" Kwat Lin tersenyum
    manis dan melirik ke arah Soa Khi yang berwajah tampan, akan tetapi Coa
    Khi mengerutkan alis dan memandang penuh kemarahan. "Coa‐lo‐enghiong
    agaknya kena dibujuk orang! Memang benar saya menjadi ketua Bu‐tong‐pai,
    akan tetapi hal itu adalah demi kebaikan Bu‐tong‐pai, demi cinta saya kepada
    Bu‐tong‐pai. Saya ingin menjadikan Butong‐ pai perkumpulah terbesar dan
    terkuat di dunia kang‐ouw, dan saya ingin menarik semua orang gagah
    menjadi sahabat yang dapat bekerja sama. Karena itu, saya harap Ji‐wi dapat
    membuka mata melihat kenyataan dan saya persilahkan Ji‐wi untuk datang
    sebagai sahabat dan untuk minum arak persahabatan bersama kami."
    "Perempuan murtad! Jangan mengira dapat menyogok kami dengan
    omongan manis!" Kakek itu membentak marah. Kedua alis yang hitam kecil
    dan panjang itu bergerak‐gerak dan biarpun mulut yang berbibir itu masih
    tersenyum, namun kata‐kata yang keluar mengandung nada dingin, "Habis
    apa yang kalian akan lakukan?" "Sing! Singggg!!" Ayah dan anak itu telah
    mencabut pedang dan kakek Coa berkata, "Hanya ada dua pilihan bagi
    engkau dan kami. Pertama engkau pergi meninggalkan Bu‐tong‐pai dan kami
    akan berterima kasih kepadamu yang mengembalikan Bu‐tong‐pai, kepada
    para pimpinan Bu‐tong‐pai, atau kalau engkau berkeras terpaksa kami ayah
    dan anak turun tangan menggunakan pedang membela kehormatan
    sahabatsahabat dari Bu‐tong‐pai!" "Hi‐hik! Betapa gagahnya keluarga Coa!
    Apakah ilmu Pedang Hok‐liong‐kiamsut sehebat sikap mereka, perlu
    ditonton dulu!" Tiba‐tiba terdengar suara yang lantang dan merdu ini. Semua
    orang menengok, juga The Kwat Lin yang menjadi terkejut melihat ada orang
    datang tanpa diketahuinya. Hal itu saja membuktikan bahwa wanita yang
    muncul ini memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Ayah dan anak itu
    mendengar nama ilmu pedang turunan mereka disebut‐sebut, juga
    menengok dengan kaget. Wanita itu pakaiannya mentereng dan biarpun
    usianya sudah kurang lebih setengah abad, namun harus diakui bahwa dia
    adalah seorang wanita cantik. Rambutnya hitam gemuk dan panjang,
    dibiarkan terurai sampai kepinggulnya yang menonjol di balik celana yang
    ketat. Tangan kanannya memanggul sebatang payung hitam dan wanita itu
    tahu‐tahu telah berdiri di situ dengan gaya lemah lembut. Dia seorang wanita
    yang masih kelihatan cantik dengan tubuh padat akan tetapi ada sesuatu
    yang dingin mengerikan keluar dari sikapnya, terutama sekali sepasang
    matanya yang amat tajam itu karena mata itu terbelalak memandang hampir
    tak pernah berkejap! Melihat wanita ini, kakek Coa terkejut bukan main dan
    otomatis dia berseru keras. "Kiam‐mo Cai‐li....!!" Puteranya, Coa Khi terkejut.
    Tentu saja dia sudah pernah mendengar nama ini, nama seorang datuk kaum
    sesat yang amat terkenal sebagai seorang iblis betina yang selain kejam dan
    ganas, juga amat tinggi ilmu kepandaiannya. Kakek Coa merasa heran sekali
    mengapa iblis betina yang sudah bertahun‐tahun tak pernah muncul di dunia
    kang‐ouw dan kabarnya hanya bertapa di tempat kediamannya, yaitu di
    Rawa Bangkai di kaki Penggunungan Lu‐liang‐san itu tahu‐tahu kini muncul

  6. #215

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 214
    di situ. Dan biasanya, di mana pun iblis itu muncul, tentu akan terjadi
    malapetaka hebat! The Kwat Lin juga sudah mendengar nama itu, yaitu
    sepuluh tahun yang lalu ketika dia masih menjadi seorang di antara Cap‐sha
    Sin‐hiap. Ketika itu, nama Kiam‐mo Cai‐li (Wanita Cerdik Berpedang Payung)
    sudah amat terkenal. Akan tetapi dia belum pernah bertemu dengan iblis
    betina itu dan sekarang dia melirik ke arah wanita itu dengan senyum
    mengejek. Dengan kepandaiannya seperti sekarang ini, dia tidak perlu takut
    menghadapi iblis yang manapun juga! "Kiam‐mo Cai‐li, apakah
    kedatanganmu tanpa diundang ini pun hendak menantang aku sebagai ketua
    Butong‐ pai? Kalau memang demikian, jangan kepalang tanggung, majulah
    kau bersama kedua orang She Coa ini agar lebih cepat aku menghadapi
    kalian!" Ucapan yang keluar dengan tenangnya dari mulut ketua Bu‐tong‐pai
    itu mengejutkan hati kedua orang ayah dan anak She Coa itu. Berani bukan
    main wanita ini menantang Kiam‐mo Cai‐li seperti itu! Menyuruh datuk
    kaum sesat itu untuk mengeroyok! Akan tetapi Kiam‐mo Cai‐li tertawa lebar
    sehingga tampaklah deretan giginya yang putih dan rapi, "Hi‐hi‐hik, hebat
    sekali mulut ketua baru Bu‐tong‐pai! Pantas kau disebut‐sebut di dunia kangouw,
    kiranya memang memilki keberanian yang hebat! Hanya karena
    mendengar engkau adalah Ratu Pulau Es maka aku terpaksa meninggalkan
    tempatku yang aman dan tenteram. Kalau tidak karena nama ini, biar siapa
    pun yang akan menduduki Bu‐tong‐pai, aku peduli apa? Sekarang hendak
    kulihat bagaimana kau menghadapi pewaris‐pewaris ilmu Pedang Hok‐liongkiamsut
    yang terkenal ini. Kalau kau memang berharga untuk melawanku,
    barulah kita nanti bicara lagi!" The Kwat Lin tersenyum mengejek dan
    mendenguskan suara dari hidung. "Hemm, kau merasa terlalu tinggi untuk
    mengeroyok? Baiklah, kalau begitu tunggu saja sampai aku membereskan
    dua oran ini. Di sini tidak ada bangku, duduklah di sini!" Setelah berkata
    demikian, Kwat Lin menghampiri sebatang pohon dan sekali tangan kirinya
    bergerak menyabet dengan telapak tangan miring, terdengar suara keras dan
    pohon itu tumbang. Hebatnya, batang pohon itu putus seperti dibabat pedang
    tajam saja, rata dan halus sehingga sisanya merupakan sebuah bangku! "Hihi‐
    hik, memang hebat sinkangmu! Terima kasih, aku menanti di sini," kata
    Kiam‐mo Cai‐li Liok Si dan sekali meloncat, tubuhnya sudah melayang ke atas
    batang pohon yang merupakan bangku bermuka halus itu. Dia duduk
    bertumpang kaki dan menunjang dagu dengan sebelah tangan, seperti
    seorang yang akan menikmati suatu tontonan yang menarik. Ayah dan anak
    she Coa itu saling pandang. Di dalam pandang mata yang bertemu ini mereka
    seperti sudah saling bicara, menyatakan bahwa mereka menghadapi lawan
    yang amat lihai. Akan tetapi, jiwa pendekar kedua orang ini membuat mereka
    sama sekali tidak merasa gentar. Mereka bukan saja membela sahabatsahabat
    mereka Kui Tek Tojin dan para tokoh Bu‐tong‐pai, akan tetapi juga
    menuntut balas atas kematian dan kekalahan para tokoh kang‐ouw yang
    datang lebih dulu dari mereka membela Butong‐ pai. Selain itu mereka sudah
    datang sebagai dua orang penuntut kebenaran, kalau sekarang mereka harus
    mundur melihat kehebatan lawan, hal ini akan membuat mereka menjadi

  7. #216

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 215
    pengecut dan bagi dua orang pendekar seperti mereka yang namanya sudah
    terkenal harum selama beberapa keturunan, lebih baik mati sebagai orang
    gagah dari pada hidup menjadi pengecut hina! "Kalau begitu, The Kwat Lin,
    bersiaplah engkau!" teriak kakek Coa dan pedang di tangan kanannya sudah
    melintang di depan dada. Gerakan ini diturut oleh Coa Khi dan kedua orang
    itu berdiri berjajar dengan memasang kuda‐kuda yang kuat. Kwat Lin
    menggerakan tangan kanannya dan tongkat pusaka ketua Bu‐tong‐pai yang
    selalu dipegangnya itu menancap di atas tanah di depannya. Tongkat itu
    baginya perlu untuk menghadapi orang‐orang Butong‐ pai yang
    menghormati tongkat itu dan menganggapnya sebagai benda keramat
    lambang kedudukan tertinggi di Bu‐tong‐pai. Kini, menghadapi dua orang
    luar, dia tidak mau mempergunakannya, dan juga untuk memamerkan
    kepandaiannya, dia sengaja hendak menghadapi dua orang itu dengan tangan
    kosong! "Ceppp!" Tongkat itu amblas setengahnya ke dalam tanah dan sekali
    Kwat Lin menggerakan ke dua kakinya, tubuhnya mencelat ke depan dua
    orang gagah se Coa itu sambil berkata, "Mulailah!" "Sing, sing.... wut‐wut‐wutwutttt....!!"
    Bertubu‐tubi kedua pedang itu menyambar dengan kekuatan dan
    kecepatan dahsyat sehingga tampak sinar‐sinar berkilauan dibarengi suara
    bersiutan ketika kedua pedang membelah udara. Diam‐diam Kwat Lin
    terkejut dan harus memuji kehebatan dan keindahan gerakan ilmu pedang
    mereka itu. Namun, tentu saja dengan latihan yang didapatnya dari Pulau Es,
    gerakanya lebih cepat lagi sehingga dengan mudah dia dapat mengelak ke
    sana‐sini menghindarkan diri dari sambaran sinar kedua pedang itu dengan
    gerakan yang cepat dan indah. Setelah merasa yakin bahwa betapapun indah
    dan lihainya ilmu pedang mereka namun dia masih memiliki tingkat jauh
    lebih tinggi dalam hal sinkang, Kwat Lin tersenyum dan bagaikan seekor
    kucing mempermainkan dua ekor tikus, dia sengaja selalu mengelah ke sana
    ke mari memamerkan kegesitan tubuhnya, bukan hanya kepada dua orang
    itu melainkan terutama sekali kepada wanita yang dianggapnya merupakan
    calon lawan yang lebih lihai, yaitu Kiam‐mo Cai‐li yang menonton
    pertandingan itu. Tiba‐tiba Kwat Lin mengeluarkan seruan tertahan ketika
    lirikan matanya membuat dia maklum bahwa ada dua orang bekas anak buah
    Bu‐tong‐pai yang mendekati tongkat pusaka itu dan berusaha mencabut
    tongkat pusaka dari dalam tanah. Peristiwa itu terjadi cepat sekali namun
    Kwat lin yang cerdik lebih cepat lagi mengambil kesimpulan bahwa dua
    orang itu tentulah pengkhianatpengkhianat yan berpura‐pura takluk
    kepadanya namun diam‐diam mencari kesempatan untuk mencuri tongkat
    pusaka, tentu dengan maksud mengembalikan tongkat itu kepada Kui Tek
    Tojin! Pada saat itu, dua pedang ayah dan anak itu menusuk dari depan dan
    belakang dengan cepatnya. Kwat Lin tentu saja agak terlambat gerakanya
    oleh perhatian yang terpecah tadi, maka dia cepat menggulingkan tubuhnya,
    mengelak dari tusukan pedang di depan, sedangkan tusukan pedang dari
    belakang yang masih mengancamnya di tangkisnya dengan lengan kiri yang
    dilindungi gelang‐gelang emas. "Cringggg....!!" Coa Khi terkejut bukan main
    ketika lengan yang memegang pedang itu tergetar hebat dan hampir saja

  8. #217

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 216
    pedangnya terlepas dari pegangan ketika bertemu dengan gelang di
    pergelangan tangan kiri ketua Bu‐tong‐pai itu! Ketika dia dan ayahnya
    memandang, ternyata wanita itu telah lenyap dan tahu‐tahu terdengar jeritjerit
    mengerikan dari kiri. Ketika mereka memandang, ternyata wanita itu
    telah merobohkan dua orang laki‐laki yang tadi mencoba mencuri tongkat
    pusaka. Dua orang laki‐laki itu roboh dengan kepala pecah disambar jari‐jari
    tangan Kwat Lin yang marah. Setelah membunuh kedua orang itu, sekali
    meloncat Kwat Lin sudah kembali menghadapi dua orang lawannya. kini
    dialah yang menerjang, menyerang dengan kedua tangan terbuka, cepatnya
    bukan main sehingga ayah dan anak itu terpaksa mudur sambil melindungi
    tubuhnya dengan pedang. Seru dan indah dipandang pertandingan itu. Tubuh
    Kwat Lin lenyap dan hanya kadang‐kadang saja tampak, bergerak‐gerak di
    antara gulungan dua sinar pedang. Dia seloah‐olah seorang penari yang amat
    indah dan lemah gemulai gerakannya, seperti sedang bermain‐main dengan
    gulungan sinar pedang yang dipandang sepintas lalu seperti dua helai
    selendang yang di mainkan oleh wanita itu. Tiba‐tiba kedua orang ayah dan
    anak itu mengeluarkan pekik yang menggetarkan bumi dan tampak mereka
    menerjang secara berbareng dari depan dengan pedang terangkat ke atas
    dan membacok sambil meloncat. Inilah jurus paling ampuh dari ilmu pedang
    mereka lakukan dengan berbareng, jurus terakhir dari Hokliong‐ kiam‐sut
    (Ilmu Pedang Naga). Serangan ini demikian dahsyatnya sehingga tidak
    memungkinkan lawan yang diserangnya untuk mengelak lagi karena jalan
    keluar sudah tertutup dan ke mana pun lawan mengelak, ujung pedang tentu
    akan mengejar terus. Akan tetapi, sambil tersenyum Kwat Lin tidak
    menghindarkan diri sama sekali tidak mengelak, bahkan menubruk ke depan,
    tiba‐tiba ketika tubuh Coa Khi yang meloncat ke atas itu sudah dekat dan
    pedang pemuda itu sudah menyambar ke arah kepalanya, dia menjatuhkan
    diri ke bawah, berjongkok dan kedua tangannya menyambar ke atas dan
    depan dengan jari‐jari terbuka. "Hyaaaaattt....!!" Pekik melengking yang
    keluar dari mulut Kwat Lin ini dahsyat sekali dan kedua tangan yang
    mengandung sepenuhnya tenaga Inti Salju yang ampuh itu telah menyambar
    perut kedua orang laawannya. "Plak! Plak!" Tamparan jari‐jari tangan yang
    mengandung tenaga sinkang mujijat ini tepat mengenai perut Coa Khi yang
    sedang melayang di atas dan Coa Hok yang berada di depan. Ayah dan anak
    itu mengeluarkan jerit tertahan yang mengerikan. Mereka merasa tubuh
    mereka dimasuki hawa dingin yang tak tertahankan hebatnya dan robohlah
    ayah dan anak itu, roboh tanpa dapat berkutik lagi karena mereka telah
    tewas dengan muka membiru karena darah mereka telah beku terkena
    pukulan yang mengandung Swat‐im‐sinkang hebat dari Pulau Es! "Bagus
    sekali....!!" Kiam‐mo Cai‐li Liok Si memuji dan melayang turun dari atas
    batang pohon dan berdiri berhadapan dengan ketua Bu‐tong‐pai itu.
    Keduanya sama cantik dan sama mewah pakaiannya, dan sejenak mereka
    saling pandang seperti hendak mengukur kelebihan lawan dengan pandang
    mata. "Hebat kepandaianmu, Pangcu (Ketua)! Melihat tingkatmu, engkau
    pantas menjadi lawanku bertanding, mari kita coba‐coba, siapa diantara kita

  9. #218

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 217
    yang lebih lihai!" The Kwat Lin mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kiam‐mo
    Cai‐li, diantara kita tidak pernah ada urusan sesuatu. Apakah engkau
    menantangku demi membela para tosu Bu‐tong‐pai yang sudah
    mengundurkan diri?" "Hi‐hi‐hik!" Wanita yang sudah hampir nenek‐nenek
    namun masih amat genit itu terkekeh. "Aku membela tosu Bu‐tong‐Pai?
    Jangan bicara ngaco! Bagi aku, siapa pun yang akan menjadi ketua Bu‐tongpai,
    masa bodoh! Akan tetapi mendengar bahwa yang mengetuai Bu‐tong‐pai
    disebut Ratu Pulau Es, hatiku tertarik dan sekarang melihat engkau benarbenar
    lihai, makin ingin hatiku menguji kelihaianmu dan bertanya apakah
    benar engkau Ratu Pulau Es?" Kwat Lin mengangguk. "Benar, aku adalah
    bekas Ratu Pulau Es! Kiam‐mo Cai‐li, kalau engkau tidak membela tosu‐tosu
    Bu‐tong‐pai perlu apa kita bertanding? Ketahuilah, aku sedang membangun
    Bu‐tongpai dan aku membutuhkan kerja sama dengan orang‐orang pandai,
    terutama sekali engkau. Apakah seorang dengan kepandaian seperti engkau
    ini tidak pula mempunyai cita‐cita tinggi untuk mencapai matahari dan
    bulan? Ataukah hanya menanti kematian begitu saja, membusuk di tempat
    pertapaanmu di Rawa Bangkai?" "Hi‐hi‐hik, aku sudah mendengar pula akan
    usahamu yan bercita‐cita luhur! Karena itu pula aku tertarik dan datang ke
    sini. Akan tetapi sebelum kita bicara tentang kerja sama dan cita‐cita, kita
    harus menentukan dulu siapa diantara kita yang patut memimpin dan siapa
    pula yang harus taat." "Maksudmu?" The Kwat Lin memandang tajam dengan
    alis berkerut. "Kita bekerja sama, itu pasti! Dan kalau kita berdua sudah
    bekerja sama, di tangan kita kaum wanita, tentu segalanya akan berhasil
    baik! Lihat saja keadaan di istana kerajaan. Seorang selir mampu
    mengemudikan seluruh kendali pemerintahan! Akan tetapi untuk
    menentukan siapa yang akan menjadi pemimpinnya diantara kita, perlu
    diketahui sekarang juga." "Bagus! Dengan lain kata‐kata engkau menantang
    untuk kita mengadu kepandaian, ya? Kiam‐mo Cai‐li, engkau seperti seekor
    katak dalam sumur! Majulah!" Kwat Lin membanting kakinya ke atas tanah
    dekat pusaka Bu‐tong‐pai dan.... tongkat yang menancap setengahnya lebih
    itu mencelat ke atas seperti didorong dari bawah tanah, lalu tongkat itu
    disambar dan dipegangnya. Kiam‐mo Cai‐li menganguk‐angguk. "Hebat
    memang sinkangmu, Pangcu. Akan tetapi jangan kau salah sangka. Sekali ini
    aku benar‐benar menyadari bahwa usiaku sudah makin tua dan aku perlu
    memperoleh kedudukan yang akan menjamin masa tuaku sampai mati. Kita
    hanya mengukur kepandaian, bukan bertanding sebagai musuh, hanya untuk
    menentukan tingkat siapa yang lebih tinggi di antara kita berdua."
    Mendengar kata‐kata ini, berkurang panas hati Kwat Lin dan teringat lagi dia
    bahwa betapapun juga, dia membutuhkan tenaga bantuan wanita iblis yang
    terkenal sebagai datuk kaum sesat ini. Kalau dia dapat menarik wanita ini
    sebagai pembantu, tentu akan banyak tokoh kaum sesat yang dapat
    ditariknya untuk membantu tercapainya cita‐citanya. "Baiklah kalau begitu,
    Kiam‐mo Cai‐li. Mari kita mulai!" "Pangcu, awas serangan pedang payungku!"
    Kiam‐mo Cai‐li berseru dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, didahului
    oleh bayangan hitam dari pedang payungnya yang terbuka dan

  10. #219

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 218
    menyembunyikan gerakannya. Ujung payung berbentuk pedang itu
    menusukkan payung itu sendiri berputar mengaburkan pandangan mata
    lawan. Namun, dengan tenang saja Kwat Lin menggerakan tangan kirinya,
    dengan telapak tangan terbuka dia mendorong ke depan sehingga hawa
    pukulan sinkang yang hebat menyambar dan membuat payung itu seperti
    tertiup angin keras dan menahan daya serang ujung payung yang seperti
    pedang, kemudian disusul dengan gerakan tongkat pusaka ditangan Kwat Lin
    menyambar dari samping dengan dahsyatnya. "Plakk...! Cringggg‐cring....!!"
    Tongkat itu ditangkis, pertama dengan kuku tangan Kiam‐mo Cai‐li yang
    hendak mencengkeram dan merampas tongkat, namun tongkat sudah ditarik
    kembali dan mengirim hantaman dua kali berturut‐turut yang dapat
    ditangkis oleh pedang di ujung payung. Maklum akan kehebatan lawannya,
    Kiam‐mo Cai‐li bergerak cepat sekali dan dia sudah mainkan ilmu pedangnya
    yang luar biasa, yaitu Tiat‐mo Kiam‐hoat (Ilmu Pedang Payung Besi). Kalau
    saja kwat Lin belum mewarisi ilmu‐ilmu yang amat tinggi tingkatnya dari
    Pulau Es, tentu dia bukanlah lawan Kiam‐mo Cai‐li yang lihai sekali itu. Akan
    tetapi, karena The Kwat Lin kini telah menjadi seorang yang berilmu tinggi,
    maka dia dapat mengimbangi permainan lawannya dan terjadilah
    pertandingan yang amat seru dan seimbang. Kiam‐mo Cai‐li memang luar
    biasa lihainya. Tidak percuma dia menjadi seorang datuk kaum sesat,
    seorang tokoh golongan hitam yang ditakuti seperti seorang iblis betina yang
    kejam dan berilmu tinggi. Tdak hanya ilmu pedangnya yang lain dari pada
    yang lain, permainan pedang yang gerakan tangannya terlindung dan
    tersembunyi oleh payung hitam sehingga lebih praktis dan berbahaya
    daripada menggunakan perisai, akan tetapi di samping ilmu pedangnya ini
    juga tangan kirinya merupakan senjata yang amat berbahaya dengan kukukukunya
    yang panjang dan mengandung racun. Ini semua masih dilengkapi
    lagi dengan rambutnya yang hitam panjang, karena rambutnya ini seperti
    ular‐ular hidup, dapat dipergunakan untuk menotok, melecut, atau melibat!
    Akan tetapi, tidak percuma pula The Kwat Lin pernah menjadi isteri seorang
    manusia yang disohorkan seperti setengah dewa, yaitu Han Ti Ong yang
    sukar diukur lagi tingkat kepandaiannya. Tidak percuma selama sepuluh
    tahun bekas murid Bu‐tong‐pai ini digembleng di Pulau Es, apalagi telah
    mewarisi kitab‐kitab pusaka Pulau Es yang telah dilarikannya. Yang jelas,
    dalam hal tenaga sinkang, dia masih menang setinggkat dibandingkan
    dengan Kiam‐mo Cai‐li. Tenaga sinkangnya adalah hasil latihan di Pulau Es,
    maka dia telah dapat menyedot tenaga inti salju, yaitu Swat‐im Sin‐kang,
    tenaga sinkang yang mengandung hawa dingin sehingga lawan yang kurang
    kuat sekali bertemu tenaga akan menjadi beku darahnya. Selain menang
    dalam tenaga sinkang, juga dasar ilmu silatnya lebih sempurna daripada
    dasar ilmu silat Kiam‐mo Cai‐li yang sesungguhnya merupakan gabungan
    ilmu silat campur‐aduk. Demikianlah, pertandingan itu berlangsung sampai
    seratus jurus lebih dengan amat serunya. Kiam‐mo Cai‐li menang keanehan
    senjatanya dan menang pengalaman bertanding akan tetapi kelebihannya ini
    menjadi tidak berarti karena dia kalah tenaga sinkang sehingga setiap

  11. #220

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 219
    serangan dan desakannya membuyar oleh hawa sinkang dari dorongan
    telapak tangan The Kwat Lin. Akhirnya, iblis betina ini harus mengakui
    keunggulan lawan dan dia sebagai seorang ahli maklum bahwa kalau
    dilanjutkan, salah‐salah dia akan menjadi korban hawa Swat‐im Sin‐kang
    yang mujijat. Maka dia meloncat ke belakang dan berseru, "Cukup, Pangcu!
    Kepandaianmu hebat, engkau pantas menjadi Ratu Pulau Es, pantas menjadi
    ketua Bu‐tong‐pai dan biarlah aku membantumu dalam kerja sama kita!"
    Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Kwat Lin mendengar ini. Dia lalu
    menghampiri Kiammo Cai‐li, menggandeng tangan wanita itu dan
    memperkenalkan kepada Swi Liang, Swi Nio, dan Han Bu Ong. Kemudian dia
    mengajak sahabat baru itu memasuki gedungnya dan sambil menghadapi
    hidangan lezat kedua orang wanita lihai ini bercakap‐cakap dan mengadakan
    perundingan untuk bekerja sama. Ternyata mereka cocok sekali dan memang
    keduanya merindukan kedudukan yang mulia dan terhormat, maka dalam
    perundingan ini. Kiam‐mo Cai‐li diangap sebagai pembantu utama dan
    tangan kanan Kwat Lin, bahkan Rawa Bangkai yang terletak di kaki
    Pegunungan Lu‐liang‐san itu dijadikan markas kedua di mana kelak akan
    dilakukan semua pertemuan dan perundingan rahasia. Benar saja seperti
    yang diharapkan, setelah Kiam‐mo Cai‐li menjadi pembantunya, banyaklah
    kaum sesat yang menggabung dan menyatakan suka bekerja sama sehingga
    biarpun tidak resmi, mulai saat itu The Kwat Lin bukan hanya menjadi ketua
    Bu‐tong‐pai, akan tetapi juga diakui sebagai datuk kaum sesat nomer satu!
    Hubungan rahasia yang diadakan oleh The Kwat Lin dengan para pembesar
    kota raja menjadi makin luas, dan diam‐diam persekutuan ini mulai
    mengatur rencana pemberontakan untuk menggulingkan Kaisar! Dari para
    pembesar yang mengharapkan bantuan orang‐orang kang‐ouw inilah Kwat
    Lin memperoleh bantuan keuangan sehingga Bu‐tong‐pai menjadi makin
    kuat dan wanita lihai ini dapat menarik banyak tenaga bantuan orang pandai
    dengan mempergunakan uang sebagai pancingan. Keadaan kerajaan Tang di
    masa itu memang sedang diancam pergolakan hebat. Kaisarnya, yaitu Kaisar
    Beng Ong, atau yang terkenal juga dengan sebutan Kaisar Hian Tiong. Tak
    dapat disangkal lagi, di bawah pemerintahan Kaisar Beng ini Kerajaan Tang
    mengalami perkembangan yang amat pesat sehingga menjadi sebuah
    kerajaan yang luas sekali wilayahnya. Di jaman pemerintahannya inilah (712‐
    756) di Tiongkok bermunculan sastrawan‐sastrawan dan pelukis‐pelukis
    yang menjadi terkenal sekali dalam sejarah, seperti Li ***‐po, Tu Fu, Wang
    Wei dan lain‐lain. Namun, disayangkan bahwa kebijaksanaan Beng Ong
    dalam mengemudikan roda pemerintahan ini mengalami godaan hebat yang
    meruntuhkan segala‐galanya. Seperti telah terjadi seringkali, di jaman apa
    pun dan di negara manapun juga, Beng Ong yang hatinya teguh menghadapi
    godaan segala macam keduniawian, ternyata lumpuh ketika menghadapi
    seorang wanita! Betapa banyaknya sudah dibuktikan oleh sejarah, betapa
    pria‐pria yang hebat, pandai, gagah perkasa dan kuat hatinya, menjadi luluh
    dan tak berdaya begitu bertemu dengan seorang wanita yang berkenan di
    hatinya. Peristiwa itu terjadi dalam tahun 745. Ketika itu, Raja Beng Ong

  12. #221

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 220
    sudah berusia enam puluh tahun lebih. Sebenarnya sudah tua dan sudah
    kakek‐kakek, namun seperti telah terbukti dari jaman dahulu sampai
    sekarang, laki‐laki, betapapun tuanya dalam menghadapi wanita menjadi
    seperti seorang kanak‐kanak yang hijau dan lemah. Seorang di antara banyak
    pangeran, yaitu putera Kaisar yang terlahir dari banyak selirnya adalah
    Pangeran Su. Pangeran ini mempunayi seorang isteri yang amat cantik jelita,
    dan menurut kabar angin, wanita ini cantiknya melebihi bidadari kahyangan.
    Wanita ini bernama Yang Kui Hui, dan memang wanita ini memiliki
    kecantikan yang amat luar biasa sehingga terkenal di seluruh penjuru dunia.
    Ketika Kaisar Beng Ong dalam suatu kesempatan bertemu dan melihat Yang
    Kui Hui, seketika hati Kaisar tua itu tergila‐gila. Ratusan orang selir cantik
    dan pelayan‐pelayan muda dan perawan tidak lagi menarik hatinya dan
    setiap saat yang tampak di depan matanya hanyalah wajah Yang Kui Hui yang
    cantik jelita. Akhirnya, Kaisar tidak lagi dapat menahan nafsu hatinya.
    Dengan kekerasan dia memaksa puteranya sendiri, Pangeran Su, untuk
    menceraikan isterinya dan mengawinkan pangeran ini dengan seorang
    wanita lain. Adapun Yang Kui Hui, tentu saja, segera dimasukan ke dalam
    istana, di dalam kumpulan harem (rombongan selir) di istana. Setelah Yang
    Kui Hui pada malam pertama melayani Kaisar Beng Ong, bekas ayah
    mertuanya, sejak saat itulah terjadi lembar baru dalam sejarah Kerajaan
    Tang. Kaisar Beng Ong yang tadinya giat mengurus pemerintahan,
    memperhatikan segala urusan pemerintahan sampai ke soal yang sekecilkecilnya,
    kini mulai tidak acuh dan menyerahkan semua urusan ke tangan
    para Thaikam (Orang Kebiri, Kepercayaan Raja) dan para pembesar yang
    berwenang. Dia sendiri dari pagi sampai jauh malam tak pernah
    meninggalkan tempat tidur di mana Yang Kui Hui menghiburnya dengan
    penuh kemesraan. Dalam beberapa bulan saja, selir yang tercinta ini berhasil
    menguasai hati Kaisar seluruhnya sehingga apa pun yang dilakukan oleh
    Yang Kui Hui selalu benar, dan apa pun yang diminta oleh selir ini, tidak ada
    yang ditolak oleh Kaisar tua yang sudah dimabok cinta itu. Yang Kui Hui
    bukanlah seorang wanita bodoh. Sama sekali bukan. Tentu saja hatinya
    menaruh dendam kepada kaisar Beng Ong karena dia dipisahkan dari
    suaminya yang tercinta. Sudah pasti sekali dalam melayani semua nafsu
    berahi Kaisar tua itu, ada tersembunyi niat yang lain lagi, bukan semata‐mata
    karena dia membalas cinta kasih Kaisar yang sudah tua itu. Dia tidak menyianyikan
    kesempatan amat baik itu. Setelah membuat Kaisar tergila‐gila dan
    seolah‐olah bertekuk lutut di depan kakinya yang kecil mungil, mulailah Yang
    Kui Hui memetik hasil pengorbanan diri dan hatinya. Dia menggunakan
    pengaruhnya terhadap Kaisar, menarik keluarganya menduduki tempattempat
    penting dalam pemerintahan! Bahkan kakaknya yang bernama Yang
    Kok Tiong diangkat menjadi menteri pertama dari Kerajaan Tang setelah
    menteri yang lama dicopot secara menyedihkan oleh Kaisar, tentu saja atas
    bujukan Yang Kui Hui! Dan masih banyak lagi anggota keluarga selir yang
    cantik jelilta ini memperoleh kedudukan yang tinggi sekali yang sebelumnya
    tak pernah termimpikan oleh mereka. Pada jaman itulah muncul seorang

  13. #222

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 221
    yang akan menjadi terkenal sekali dalam sejarah Tiongkok. Orang ini bukan
    lain adalah An Lu San, seorang yang tadinya dari keturunan tak berarti. An Lu
    San dilahirkan di Mancuria Selatan, di luar Tembok Besar, yaitu Di Liao‐tung.
    Orang tuanya berdarah Turki dari suku bangsa Khitan, keturunan keluarga
    yang bersahaja dan terbelakang. Ketika An Lu San menjadi seorang pemuda
    remaja, sebagai seorang budak belian dia dijual kepada seorang perwira
    Kerajaan Tang yang bertugas di utara, di Tembok Besar. Mulai saat itulah
    bintangnya menjadi terang. Sebagai kacung perwira itu, dia ikut pula ke
    medan perang dan ternyata bocah ini membuktikan dirinya sebagai seorang
    yang gagah berani dan cerdik sekali, memiliki keahlian dalam pertempuran
    sehingga beberapa kali dia membuat jasa pada pasukan yang dipimpin oleh
    majikannya. Maka diangkatlah dia menjadi prajurit dan dalam waktu singkat
    saja dia membuat jasa‐jasa besar sehingga dia diangkat terus, dinaikkan
    menjadi perwira dan akhirnya, beberapa tahun kemudian setelah dia
    memenangkan beberapa peperangan melawan musuh dari luar sehingga dia
    berjasa besar bagi Kerajaan Tang, dia diangkat menjadi jenderal! Mulailah
    jenderal An Lu Sun ini mendekati Kaisar. Setelah pangkatnya setinggi itu,
    tentu saja terbuka kemungkinan baginya untuk berhadapan dengan Kaisar
    yang waktu itu sedang tergila‐gila kepada Yang Kui Hui yang telah
    memperoleh kedudukan tinggi. An Lu San memang seorang yang amat
    cerdik. Menyaksikan pengaruh dan kekuasaan selir yang cantik jelita itu
    terhadap Kaisar, dia melihat kesempatan baik sekali untuk mengangkat diri
    sendiri ke tempat yang lebih tinggi. Dengan sikapnya yang lucu dan ugalugalan,
    pembawaan watak liarnya, dia berhasil menyenangkan hati Kaisar
    dan memancing kegembiraan Yang Kui Hui sendiri. Selir ini, yang setiap hari
    harus melayani seorang pria yang sudah tua dan sudah lemah, tentu saja
    bangkit gairahnya melihat jenderal yang tegap, gembira dan kasar liar itu!
    Terjadilah "main mata" antara kedua insan ini, dan akhirnya, dengan bujukan
    dan rayuannya, Yanh Kui Hui memuji‐muji kesetiaan dan jasa‐jasa An Lu San
    sehingga Kaisar menjadi semakin suka kepada jenderal ini. Bahkan Yang Kui
    Hui dengan akalnya yang licik telah mengangkat An Lu San sebagai "putera
    angkatnya". Hal ini tidak dijadikan keberatan oleh Kaisar, bahkan Kaisar
    memuji selirnya sebagai seorang selir yang cerdik, selir yang mencinta dan
    yang setia karena perbuatan Yang Kui Hui itu dianggapnya sebagai taktik
    selir untuk menyenangkan hati seorang pahlawan sehingga dengan demikian
    memperkuat kedudukan Kaisar. Kaisar Beng Ong yang terkenal pandai dan
    bijaksana itu ternyata menjadi lemah tak berdaya, sama lemahnya dengan
    seuntai rambut lemas hitam dari Yang Kui Hui yang setiap saat dapat
    dipermainkan oleh jari‐jari tangan halus dari selir yang cantik jelita itu. Tentu
    saja setiap sukses dari seseorang, bail didapatkan dengan jalan apa pun juga
    melahirkan iri hati kepada orang‐orang lain. Biarpun tidak ada yang berani
    secara terang‐terangan menentang selir cantik yang amat dikasihi Kaisar tua
    itu, namun diam‐diam banyak anggauta keluarga kerajaan yang merasa iri
    hati dan membenci Yang Kui Hui, terutama sekali para selir lainnya yang kini
    seolah‐olah diabaikan oleh Kaisar yang setiap malam selalu dibuai dalam

  14. #223

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 222
    pelukan Yang Kui Hui. Pada suatu malam Kaisar beristirahat di dalam
    kamarnya sendiri. Betapapun dia tergila‐gila kepada Yang Kui Hui, namun
    karena dia sudah tua sekali, tenaganya tidak mengijinkan dia setiap malam
    mengunjungi selirnya yang masih muda, penuh nafsu dan panas itu. Malam
    itu merupakan malam istirahatnya dan dia tidak mendekati selirnya yang
    tercinta. Tubuhnya terasa lelah setelah sore tadi dia berpesta makan minum
    dan menikmati tari‐tarian yang disuguhkan untuk kehormatan jenderal An
    Lu San yang datang berkunjung ke istana. Setelah mengijinkan jenderal
    perkasa itu mengundurkan diri ke kamar tamu yang disediakan, Kaisar yang
    merasa lelah itu berbisik kepada selirnya tercinta bahwa malam itu dia ingin
    beristirahat karena merasa lelah, kemudian langsung menuju ke kamarnya
    sendiri. Menjelang tengah malam, kaisar terbangun dan ternyata yang
    mengganggu tidurnya adalah seorang selir muda belia yang cantik seperti
    selir‐selir lain. Selir ini bernama Yauw Cui, masih berdarah bangsawan dan
    termasuk selir termuda sebelum Kaisar mengambil Yang Kui Hui yang
    merupakan selir terakhir. "Hemmm, apa maksudmu datang mengganggu?"
    Kaisar berkata, tidak marah karena dia pun pernah mencinta selir yang
    cantik ini, bahkan tangannya lalu diulur untuk membelai dagu yang berkulit
    putih halus itu. "Hamba mohon Sri Baginda mengampunkan hamba," selir itu
    berkata dengan suara agak gemetar, "Sebetulnya hamba tidak berani
    mengganggu paduka yang sedang beristirahat, akan tetapi...." Kaisar yang tua
    itu tersenyum dan salah menyangka. Dikiranya selir muda ini merindukan
    curahan kasihnya karena sudah lama dia tidak mengunjungi kamar selirnya
    ini dan tidak pula memerintahkan selirnya itu datang melayaninya. "Aihh,
    manis, naiklah ke sini dan kau pijiti punggungku..." katanya sebagai uluran
    tangan karena membayangkan hasrat selirnya ini, sudah bangkit pula
    berahinya. Yauw Cui tidak berani membantah, bangkit dari lantai di mana dia
    berlutut, dan jari‐jari tangannya yang halus mulai menari‐nari di atas
    punggung tua yang pegal‐pegal itu. Akan tetapi selir ini berkata lagi, "Rasa
    penasaran memaksa hamba memberanikan diri mengujungi Paduka. Hamba
    tidak ingin melihat Paduka yang hamba junjung tinggi ditipu dan dihina
    orang!" Tangan Kaisar yang mulai membelai tubuh selirnya itu tiba‐tiba
    terhenti dan dengan pandang mata penuh selidik Kaisar Beng Ong bertanya,
    "Apa maksudmu? Siapa yang berani menipu dan menghinaku?" Yauw Cui
    menangis dan suara terisakisak dia berkata, "Hamba.... secara tidak sengaja...
    mendengar .... Angoanswe (jenderal An) berada di dalam kamar.... Yang Kui
    Hui...." Seketika Kaisar bangkit duduk dengan mata terbelalak. Dengan alis
    berkerut dia memandang selirnya itu yang masih menangis, hatinya tidak
    percaya sama sekali karena memang sudah seringkali Yang Kui Hui difitnah
    orang lain yang merasa iri hati. "Hammm, jangan bicara sembarangan saja
    terdorong iri hati." "Tidak.... hamba rela untuk dihukum mati, rela diapakan
    saja kalau hamba membohong.... tidak berani hamba menjatuhkan fitnah....
    hamba hanya merasa penasaran melihat Paduka dihina maka hamba
    memberanikan diri melapor...." "Pengawal....!!" kaisar berseru sambil
    mendorong selirnya turun dari pembaringan. Pintu terbuka dan enam orang

  15. #224

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 223
    pengawal pribadi meloncat masuk dan langsung berlutut setelah mereka
    melihat bahwa Kaisar tidak dalam bahaya. Kaisar menyambar jubah luarnya.
    "Antar kami ke kamar yang Kui Hui." kata Kaisar singkat sambil memberi
    isyarat dengan matanya agar Yauw Cui ikut pula bersamanya. Pada saat
    Yauw Cui melapor kepada Kaisar, kamar Yauw Kui Hui sudah gelap remangremang
    dan pada saat itu memang selir yang cantik jelita ini sedang bersama
    An Lu San. Mereka seperti mabok nafsu berahi dan tentu saja segala
    pertahanan di hati Yang Kui Hui runtuh menghadapi jenderal yang tegap dan
    gagah perkasa ini, yang masih memiliki sifat‐sifat liar dan kasar dari tempat
    asalnya. Selama tujuh tahun Yang Kui Hui menekan kekecewaan hatinya
    melayani seorang kakek‐kakek lemah. Kini bertemu dengan An Lu San dan
    berkesempatan menikmati rayuan laki‐laki yang jantan dan jauh lebih muda
    dari kaisar ini, tentu saja dia terbuai dan lupa segalanya. Sesosok bayangan
    menyelinap ke dalam kamar itu dan berisik di luar kelambu pembaringan.
    Bisikan itu merobah suasana di dalam kamar itu. Yang Kui Hui dan An Lu San
    dalam waktu beberapa menit saja telah memakai pakaian yang rapi, duduk
    menghadapi meja yang diterangi dengan beberapa batang lilin, dan di atas
    meja terdapat gambar peta daerah utara. Di ujung‐ujung Kamar itu terdapat
    mengawal dan pelayan berdiri seperti patung, hanya memandang saja ketika
    An Lu San dengan suara lantang sedang menjelaskan tentang situasi dan
    keadaan pertahanan di perbatasan utara. Demikianlah, ketika Kaisar yang
    diiringkan Yauw Cui dan para pengawal memasuki kamar itu dengan sikap
    kasar, dia melihat selirnya yang tercinta itu memang benar duduk berdua
    dengan An Lu San, akan tetapi bukanlah berjinah seperti yang dilaporkan
    Yauw Cui, melainkan sedang bicara urusan pertahanan! "Hamba sedang
    mempelajari keadaan kekuatan pertahanan kita di utara dari An Lu San,"
    antara lain Yang Kui Hui membela diri ketika Kaisar menyatakan
    kecurigaannya. "Paduka terlalu mempercayai mulut seorang wanita yang
    cemburu dan iri hati setengah mati kepada hamba." Karena semua pengawal
    dan pelayan yang berada di kamar itu merupakan saksi yang kuat bahwa
    selir tercinta itu tidak bermain gila dengan putera angkatnya tentu saja
    Kaisar menjadi marah kepada Yauw Cui. Selir muda ini mengerti bahwa dia
    berbalik kena fitnah oleh madunya yang lihai itu, maka maklum bahwa tidak
    ada lagi harapan baginya, dia menudingkan telunjuknya kepada Yang Kui Hui
    sambil berteriak nyaring, "Kau Wanita Iblis! Karena engkaulah kerajaan ini
    akan hancur!" Dan sebelum para pengawal yang diperintah oleh Kaisar yang
    marah‐marah itu sempat menangkapnya, Yauw Cui lari membenturkan
    kepalanya di dinding kamar itu sehingga kepalanya pecah dan dia tewas
    disaat itu juga! Tentu saja pada hari berikutnya, ada seorang pelayan yang
    menerima hadiah banyak sekali dari Yang Kui Hui, yaitu pelayan yang
    membisikinya semalam sehingga menyelamatkannya. Semenjak peristiwa
    itu, kepercayaan Kaisar terhadap Yang Kui Hui dan An Lu San makin besar.
    Tentu saja kesempatan baik ini tidak dibiarkan lewat percuma oleh Yang Kui
    Hui dan An Lu San yang mengadakan hubungan gelap sepuas hati mereka.
    Karena pengaruh Yang Kui Hui di depan Kaisar, maka An Lu San memperoleh

  16. #225

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 224
    kehormatan yang besar, bahkan diangkat menjadi Gubernur di Propinsi Liao
    Tung. Menguasai pasukan‐pasukan terbaik dari kerajaan dan menjaga di
    propinsi yang merupakan perbatasan timur. Kehormatan ke dua diterimanya
    tak lama kemudian, tentu saja atas desakan dan bujukan Yang Kui Hui yaitu
    ketika dia dianugrahi gelar Pangeran Tingkat Dua. Kehormatan yang besar
    sekali karena biasanya, gelar ini hanya diberikan kepada keluarga kerajaan
    yang berdarah bangsawan! Memang An Lu San seorang yang berasal dari
    suku bangsa terbelakang, namun dia diberkahi dengan kecerdikan luar biasa.
    Melihat betapa kaisar bertekuk lutut di depan kedua kaki yang mungil dari
    selir kaisar Yang Kui Hui, dia mengeluarkan semua kepandaian untuk
    mengambil hati selir ini dan ternyata semua muslihatnya berhasil baik dan
    dia memperoleh kedudukan yang tinggi sekali. Akan tetapi, tentu saja banyak
    pula orang merasa iri hati dan tidak suka kepada An Lu San. Di antara mereka
    ini adalah kakak kandung Yang Kui Hui sendiri, yaitu Yang Kok Tiong yang
    menjadi Menteri Pertama. Dengan kedudukanya yang tingi, Yang Kok Tiong
    melakukan penyelidikan dan ketika dia memperoleh berita bahwa An Lu San
    mempersiapkan pemberontakan, segera dia berunding dengan Putera
    Mahkota dan melapor kepada Kaisar. Kaisar tidak percaya dan menganggap
    pelaporan ini omong kosong belaka, akan tetapi karena para pangeran
    mendesaknya, akhirnya Kaisar memanggil An Lu San yang merasa
    keadaannya belum kuat betul untuk memulai pembrontakan yang memang
    benar telah dipersiapkannya, tidak membantah. Dia menghadap Kaisar dan
    dengan air mata bercucuran dia memprotes, menyatakan kesetiaanya
    terhadap Kaisar dan dalam hal ini kembali pengaruh Yang Kui Hui
    membantunya. Selir ini pun mencela Kaisar yang mudah saja dipermainkan
    orang yang merasa iri hati bahkan Yang Kui Hui mengambil contoh selir
    Yauw Cui yang irir hati kepadanya. "hendaknya Paduka ingat bahwa An Lu
    San adalah seorang pahlawan kerajaan yang jasanya sudah amat besar. Tidak
    mungkin dia memberontak, dan andaikata dia benar mempunyai niat
    memberontak tentu dia tidak akan datang memenuhi panggilan Paduka!
    Kedatangannya ini sudah merupakan bukti akan kebersihan dan kesetiaanya!
    Kabar tentang niat pembrontakan itu tentu ditiup‐tiupkan oleh mereka yang
    merasa iri hati kepadanya." Seperti biasa, hati kaisar luluh dan lenyaplah
    semua kecurigaan dan keraguannya. Dia malah menjamu An Lu San dan
    malam itu dengan amat pandainya An Lu San "membalas budi" Yang Kui Hui,
    dengan sepenuh hatinya, di dalam kamar selir Kaisar itu, aman karena
    terjaga oleh orang‐orang kepercayaan mereka. Demikianlah, pada saat cerita
    ini terjadi An Lu San sudah kembali ke utara dengan penuh kebesaran dan
    kebanggaan, dan diam‐diam dia makin mempercepat persiapannya untuk
    memberontak! Dan demikian pula dengan keadaan kerajaan Tang pada
    waktu itu. Kelemahan Kaisar yang jatuh di bawah telapak kaki halus dari
    Yang Kui Hui, menimbulkan ketidakpuasan kepada banyak pembesar
    sehingga di sana‐sini timbul niat untuk memberontak. Kesempatan keadaan
    yang lemah dari kerajaan Tang inilah dipergunakan oleh The Kwat Lin untuk
    mulai dengan petualangannya, untuk memenuhi cita‐citanya mencarikan

Page 15 of 28 FirstFirst ... 511121314151617181925 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •